Chapter 3
Jam baru saja menunjukkan pukul enam lewat beberapa menit. Sakura telah terbangun sejak setengah jam yang lalu dan kini ia bahkan telah mengenakan seragam nya. Ia merasa tak sabar menunggu jam menunjukkan pukul tujuh sehingga ia dapat berangkat sekolah.
Pelajaran pertama pada hari ini ialah matematika dan Sakura tak sabar menunggu pembagian hasil ulangan. Ia berharap agar ia memenangkan taruhan sehingga tidak perlu mendekati Sasuke. Sakura bahkan berkunjung ke kuil hampir setiap hari.
Sejak kejadian saat ulangan, Sakura menghindari Sasuke. Jarak kursi nya dengan kursi Sasuke sekitar hampir satu meter dan ia berusaha keras agar tak bertemu pandang dengan Sasuke. Ia berusaha keras agar tak berpapasan dengan Sasuke dimanapun.
Sakura merasa sangat gelisah, ia merasa jengkel dengan Ino yang tak mau membatalkan taruhan dan memaksa nya bertaruh. Ia juga merasa sebal dengan sensei yang tidak membatalkan ulangan dengan alasan hampir seluruh siswa telah menyelesaikan ulangan karena jam pelajaran tersisa lima belas menit.
Sakura menyesal, ia mengira sensei akan membatalkan ujian. Bila ia tahu akan seperti ini, ia pasti akan mengambil kesempatan untuk mengubah jawaban nya karena ketua kelas meminta para siswa untuk mengumpulkan kertas ulangan saat jam istirahat pertama.
Ponsel Sakura berbunyi. Sakura segera memencet ponsel nya dan membaca pesan baru yang masuk ke ponsel nya.
From : Pig
Ohayo,forehead. Apakah kau sudah siap melihat hasil ulangan matematika? Kuharap kau kalah sehingga bisa mendekati pria aneh dan menjijikan itu. Fufufu...
Sakura merasa ingin membanting ponsel nya seketika. Ia sangat jengkel dengan isi pesan Ino. Apakah gadis itu buta hingga tidak menyadari usaha nya untuk menghindari Sasuke? Apakah ia lupa bila Iruka-sensei, guru bahasa Jepang, memarahi Sakura karena berusaha menghindari Sasuke?
Dua hari yang lalu sensei memberikan tugas kelompok beranggotakan dua orang. Setiap siswa berkelompok dengan teman sebangku mereka. Ketika mengetahui hal itu, Sakura berpindah ke meja depan sehingga ia duduk bertiga. Sensei tersebut sangat marah ketika melihat Sakura yang berpindah tempat duduk dan semakin marah ketika Sakura mengutarakan alasan yang sebenarnya.
To : Pig
Kau semakin membuatku gelisah, baka. Namun aku cukup yakin bila kami-sama akan mendengarkan doa ku dan berpihak padaku. Kami-sama pasti akan menghindarkanku dari 'bencana'.
Pesan telah terkirim dan Sakura meletakkan ponsel nya di atas kasur. Ia melipat kedua tangan dan memejamkan mata. Kali ini ia berdoa dengan cara Kristen, berharap agar Tuhan mau mengabulkan doa nya.
Terkesan berlebihan. Namun Sakura berdoa dengan cara Shinto dengan berkunjung ke kuil serta berdoa setiap pagi dan malam dengan cara Kristen.
Sakura berdoa dengan sungguh-sungguh, ia bahkan mengucapkan permohonan nya sejelas mungkin. Ia ingin mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari Ino sehingga ia dapat memenangkan taruhan dan tidak perlu mendekati Sasuke. Itulah yang diucapkan dalam doa nya.
Sakura kembali membuka mata nya setelah selesai berdoa. Ponsel Sakura kembali berbunyi dan ia segera membuka pesan yang masuk ke ponsel nya. Pesan dari Ino lagi, dan ia segera membaca nya.
From : Pig
Lihat saja nanti. Kau bahkan tidur saat ulangan dan aku mengerjakan nya dengan serius. Aku bahkan belajar sepanjang malam, lho.
Jantung Sakura semakin berdebar tak karuan. Ino adalah siswa yang lumayan pintar, ia bisa mendapatkan nilai bagus bila ia serius belajar. Sakura khawatir bila ia akan kalah dalam taruhan. Dalam hati ia terus berdoa agar Kami-sama mengabulkan doa nya.
.
.
Bel yang merupakan tanda bila pelajaran telah dimulai baru saja berbunyi. Seluruh siswa serempak berdiri dan mengucapkan salam sambil membungkukkan badan dengan komando dari ketua kelas.
Setelah mengucapkan salam, para siswa serempak duduk di kursi. Sakura menarik kursi nya, menjauh dari Sasuke. Ia bahkan meletakkan buku-buku nya hampir di ujung meja. Untunglah Sasuke juga cukup tahu diri, pria itu tidak meletakkan barang-barang nya melewati batas yang diberikan Sakura.
Sensei terlihat enggan memasuki ruangan kelas Sakura, hal itu terlihat dari gesture nya yang terlihat tidak nyaman. Ia bahkan berusaha untuk tidak menatap ke arah barisan meja Sakura.
"Sensei telah memeriksa ulangan kalian. Sekarang sensei akan membacakan nilai ulangan kalian."
Seorang siswa yang duduk berhadapan dengan meja guru mengangkat tangan.
"Sensei, mengapa tidak membagikan hasil ulangan saja? Aku merasa malu bila semua siswa mengetahui nilai ku."
"Sensei belum memasukkan nilai kalian ke daftar nilai."
Siswa itu terlihat kecewa, begitupun dengan beberapa siswa lain yang sepertinya sependapat dengan siswa itu.
Sensei mulai membacakan nilai ulangan. Banyak siswa mendapat nilai buruk, sepertinya karena soal ulangan itu memang sulit.
Jantung Sakura berdebar semakin keras. Ia berharap agar setidaknya ia lulus dalam ulangan matematika. Sensei membacakan hasil ulangan berurutan berdasarkan nama dan Sakura merasa berdebar-debar ketika semakin mendekati nama nya.
"Haruno Sakura. Enam puluh."
Ino segera melirik Sakura, gadis itu terlihat terkejut. Sesaat kemudian ia mengangkat sudut bibir nya dan tersenyum tipis. Sakura menundukkan kepala, ia merasa bodoh seketika. Ia tak pernah mendapatkan nilai dibawah delapan puluh untuk mata pelajaran apapun kecuali olahraga.
Sakura menelungkupkan kepala nya, merasa semakin khawatir. Jantung nya seolah akan putus. Ia yakin Ino pasti menertawai nya dalam hati.
Sensei membacakan nilai beberapa siswa dan Sakura tak terlalu memperhatikan nya. Nilai tertinggi yang telah dibacakan sensei ialah nilai milik Hyuuga Hinata, gadis yang duduk di belakang nya. Gadis itu mendapat nilai sembilan puluh lima.
Tiba-tiba saja sensei terdiam cukup lama dan membuat para siswa menatap nya dengan binggung. Sakura ikut mendongakkan kepala dan melihat wajah sensei yang ketakutan.
"Nomor absen dua puluh lima. Seratus."
Dalam hati Sakura bertanya-tanya, siapa pemilik nomor absen dua puluh lima? Apakah orang itu adalah Sasuke?
Beberapa siswa termasuk Ino dan Tenten menoleh ke arah Sasuke ketika mendengar sensei membacakan nilai. Namun mereka dengan segera kembali menatap ke depan setelah bertemu pandang dengan Sasuke, Mereka semua terlihat takut.
"Yamanaka Ino. Delapan puluh tujuh."
Tubuh Sakura terasa melemas seketika. Ia melirik Ino yang tersenyum puas. Ia kembali menoleh ke arah Sakura dengan tatapan yang seolah berkata 'Bersiaplah, Sakura'.
Sakura melirik ke arah Sasuke yang duduk di sebelah nya dengan kesal. Ia benar-benar tidak sudi harus mendekati pemuda aneh itu selama satu bulan. Tiba-tiba saja ia merasa menyesal memilih untuk masuk ke Hibiya High School hingga harus bertemu pria seperti Sasuke.
.
.
"Forehead, kau harus menjalankan taruhan kita, lho."
"Tidak, pig. Aku tidak pernah mmebuat taruhan seperti itu. Lagipula-" Sakura menggebungkan pipi dengan wajah jengkel. Ia menendang-nendang kaki meja kantin berkali-kali dengan kesal.
"Pokoknya aku tidak mau mendekati pria aneh dan menakutkan seperti itu. Jangan-jangan ucapan mu benar. Dia sakit jiwa."
Ino tertawa dan menepuk-nepuk bahu Sakura. Gadis itu terlihat benar-benar enggan.
"Kau harus, forehead. Kau sudah berjanji padaku."
Ino memandang ke arah pintu ruang kelas yang terbuka. Tak lama kemudian terlihat Uchiha Sasuke yang keluar dari ruangan kelas bersama dengan Naruto.
Ino menarik lengan Sakura dan berbisik, "Habiskanlah waktu istirahatmu bersama dengan nya."
"Tidak mau." Tolak Sakura sambil menggelengkan kepala.
"Satu kali tahu ia adalah orang yang cukup baik meskipun aneh. Bukankah ia mendekatkan kertas ulangan nya agar kau bisa melihat nya?"
Sakura mengangguk. Ucapan Ino benar. Mungkin ia juga bisa memanfaatkan pria itu setiap kali ujian dan meningkatkan nilai nya. Ia bahkan bisa mengajak Ino taruhan nilai dan 'membalaskan dendam'.
Dengan terpaksa, Sakura menyeret kaki nya dan mendekati Naruto yang sedang asik mengobrol dengan Sasuke sambil berjalan. Sasuke terlihat tidak nyaman dengan kehadiran Sakura.
"Uchiha-san, maukah kau makan bersama denganku?"
Naruto tersenyum simpul dan berdehem keras. Ia melirik Sasuke dan berkata, "Teme, sepertinya fans mu mencarimu. Aku tinggal dulu, ya."
Sasuke hampir membuka mulut nya untuk menahan kepergian Naruto, namun Naruto telah meninggalkan Sasuke.
"Tidak, Sakura."
Sasuke dengan cepat menghindari Sakura setelah memberikan tatapan tajam yang menakutkan serta berusaha mengejar Naruto. Ino segera melirik Sakura dan memberi isyarat pada nya untuk mengejar pria itu.
Sakura mempercepat langkah dan berusaha mengejar Sasuke. Menyadari Sakura yang terus mengikuti nya, ia menghentikan langkah dan berbalik. Tatapan mata nya tajam dan kening nya berkerut.
"Apa yang kau inginkan?"
Tatapan tajam dari Sasuke membuat Sakura terdiam. Pikiran nya seolah kosong dan ia tak tahu apa yang seharusnya ia katakan ketika ia mengejar pria itu.
"A-aku... a-ada yang ingin kusampaikan."
"Hn?"
Beberapa siswa yang kebetulan melewati koridor menatap ke arah Sakura dan Sasuke dengan tatapan aneh dan jijik. Menyadari tatapan mereka, Sakura segera menundukkan kepala.
"Bagaimana bila kita bertemu di atap sepulang sekolah?"
"Tidak."
"Tolonglah. Ini sangat penting."
Nada suara Sakura terdengar sangat memelas. Sasuke merasa sedikit penasaran dengan hal yang ingin dikatakan gadis itu. Sosok pria yang berada di samping nya terus menerus meminta nya untuk menerima ajakan Sakura hingga kepala nya terasa pusing. Pria itu benar-benar terlalu banyak bicara!
"Hn."
Sasuke hanya menjawab dengan gumaman ambigu khas nya dan berjalan meninggalkan Sakura yang terdiam. Sakura tak tahu bila pria itu bermaksud 'ya' atau 'tidak'. Namun ia akan menunggu di atap sekolah dan kembali ketika ia tak menemui pria itu.
.
.
Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi dan seluruh siswa secara serempak memasukkan buku-buku mereka ke dalam tas. Satu persatu siswa mulai keluar dari kelas, begitupun dengan Sasuke.
Sakura dengan sengaja berlama-lama membereskan buku nya sehingga ia tidak menuju atap bersama dengan Sasuke serta membuat siswa lain merasa curiga. Ia tak ingin menjadi bahan gossip. Bila gossip itu berkaitan dengan Uchiha Sasuke, maka ia sangat yakin bila gossip itu adalah gossip negatif.
Naruto menepuk bahu Sakura perlahan dan tersenyum. Pemuda itu memang sangat ceria dengan senyum yang hampir tak pernah lepas dari wajah nya, sangat kontras dengan Sasuke.
"Sakura-chan, apakah kau benar-benar ingin menjalankan taruhan itu?"
Pertanyaan Naruto membuat Sakura merasa terkejut. Bagaimana mungkin pria itu sudah mengetahui hal itu? Ia memang belum menyebarkan hal itu pada seluruh teman sekelas nya, namun ia akan menyebarkan nya bila ia sudah menjalankan taruhan mendekati Sasuke.
"Darimana kau mengetahuinya, Naruto baka?"
"Teme memberitahuku ketika aku menanyakan alasan nya memperlihatkan kertas ulangan padamu."
"Banyak bicara sekali dia." Ujar Sakura dengan tatapan sinis.
Naruto berjengit mendengar ucapan Sakura. Ia segera melangkah mundur dan meringis.
"Uh... hati-hati, Sakura-chan. Pelindung teme sangat protektif."
"Pelindung apa?"
"Ah tidak... maksudku keluarga nya. Kau tahu bila keluarga nya sangat berpengaruh, kan? Mereka bisa saja mencelakai kita bila mereka mau."
Sakura menganggukan kepala pertanda bila ia telah mengerti. Sakura yang merasa penasaran bahkan telah mencari informasi mengenai keluarga Uchiha di internet dan terkejut dengan apa yang ditemukan nya. Keluarga itu bahkan termasuk dalam daftar sepuluh keluarga terkaya di Jepang.
"Sakura-chan, bila kau ingin menjalani taruhan itu, kumohon jangan sakiti teme. "
Sakura tak pernah mengira bila Naruto yang terlihat sangat cuek akan peduli pada Sasuke hingga mengatakan hal seperti ini.
"Tentu saja tidak. Aku tidak berniat melakukan kekerasan fisik pada siapapun, Naruto baka."
"Bukan itu maksudku, Sakura-chan. Teme tidak sekuat yang terlihat."
Sakura tak mengerti maksud Naruto. Tidak sekuat yang terlihat? Dalam hal apa? Secara emosional ia pasti cukup kuat hingga mampu bertahan ketika orang-orang menghindari nya dan mengucilkan nya sehingga ia sendirian. Ia bahkan takjub dengan kemampuan pria itu untuk tetap diam ketika orang-orang membicarakan diri nya dengan nada sinis di hadapan nya.
Secara fisik? Ia tak tahu seperti apa kekuatan fisik pria itu. Namun ia memiliki rekor terbaik renang seratus meter gaya bebas satu angkatan. Ia juga berhasil mencetak skor tinggi di ujian praktik basket satu lawan satu, entah karena lawan nya terlihat jijik atau ia memang memiliki kemampuan bermain basket yang hebat.
"Ya, baiklah. Mata ashita ne." Sakura melambaikan tangan pada Naruto dan berjalan meninggalkan ruang kelas.
Dengan sedikit tergesa, Sakura berjalan menuju elevator dan menekan tombol naik. Ketika elevator terbuka, ia segera menekan tombol lima. Elevator bergerak naik menuju lantai lima tanpa berhenti di lantai lain.
Ketika elevator terbuka, Sakura segera menuju tangga darurat dan membuka pintu. Ia menaiki tangga menuju atap yang hanya dapat diakses melalui tangga darurat dan membuka pintu besi itu hingga menimbulkan suara keras.
Sasuke yang sedang berdiri di batas atap menoleh ketika melihat pintu yang terbuka. Tatapan Sakura tanpa sengaja bertemu dengan tatapan Sasuke dan entah kenapa ia tak ingin membuang muka seperti biasa. Ia tak pernah menyadari bila wajah Sasuke cukup tampan dengan kulit yang putih bersih dan iris onyx kelam serta hidung yang kecil dan mancung.
Sakura segera membuang pikiran nya dan menutup pintu. Sasuke memang tampan dan tubuh na bagus, namun perangai nya aneh. Memiliki kekasih atau bahkan teman seperti itu sangat memalukan, bahkan masih lebih baik memiliki kekasih berwajah jelek dengan sikap yang 'normal'.
"Kau ingin menjalankan taruhan itu?" Ucap Sasuke tanpa menatap Sakura yang berjalan ke arah nya.
"Ya. Aku tak memiliki pilihan lain. Kuharap kau mau membantuku."
"Tidak."
"Kumohon bantulah aku. Kita berpura-pura akrab hanya ketika ada siswa lain saja." Sakura terlihat memelas.
Sasuke melirik kepada sosok pria yang ada di samping nya, sosok pria yang begitu protektif terhadap diri nya dan menyebabkan seluruh siswa takut padanya.
"Ayolah, Sasuke-chan. Terima saja tawaran gadis itu. Kau perlu memiliki teman wanita, lho." Ujar sosok itu dengan nada memaksa.
Sasuke mengepalkan tangan nya dan menatap tajam terhadap sosok pria yang membalas tatapan nya dengan tatapan yang tak kalah tajam nya. Sasuke merasa kesal dengan panggilan 'Sasuke-chan' yang terkadang diucapkan pria itu ketika ia sedang ingin mengusili Sasuke dan berniat memancing kemarahan nya.
Sasuke menatap Sakura sekilas demi menghindari tatapan sosok pria yang berdiri di samping nya. Pria itu tak dapat dilihat oleh kebanyakan orang, kecuali oleh orang-orang tertentu saja.
"Berapa lama?"
"Tiga puluh hari. Hari libur tidak dihitung, kecuali bila kita bertemu di hari libur. Itupun kita harus berfoto sebagai bukti."
"Merepotkan sekali." Sasuke berdecak kesal.
Sakura tersentak dengan ucapan pria itu. Sungguh pria yang tidak tahu diuntung. Benar-benar menyebalkan.
"Aku juga tidak ingin mendekatimu bila tidak terpaksa." Desis Sakura dengan jengkel.
Sasuke menatap Sakura dengan tatapan yang sulit diartikan. Seketika Sakura teringat dengan ucapan Naruto dan ia merasa sedikit bersalah. Bila ia berada di posisi Sasuke saat ini, ia pasti akan merasa sedih, kesal dan sakit hati.
"Gomen ne."
"Hanya satu bulan saja, hn?"
"Ya. Hanya satu bulan."
"Kuterima tawaranmu."
Sakura tersentak dengan ucapan Sasuke. Ia tak mengira bila pria itu akan menerima tawaran itu dengan mudah meskipun ia telah mengucapkan kalimat yang telah menyakiti pria itu.
"Arigato gozaimasu."
"Hn."
Sakura tak dapat menahan diri untuk tak tersenyum. Ia segera mengirimkan pesan pada Ino untuk memberitahukan bila ia telah berhasil mengajak Sasuke untuk 'bekerja sama'.
Rasa penasaran kembali menyeruak di benak Sakura. Ia kembali merasa penasaran terhadap Sasuke setelah mendengarkan ucapan Naruto mengenai pria itu. Tidak sekuat yang tidak terlihat? Ia tak paham maksud ucapan Naruto.
"Uchiha-san, bolehkah aku bertanya padamu?"
Sasuke menatap ke arah Sakura. Sosok pria di samping Sasuke menatap Sasuke dengan sedikit cemburu. Ia juga Uchiha, namun tak ada seorangpun yang akan memanggilnya 'Uchiha-san' atau nama nya selain Sasuke dan ayah nya.
"Panggil aku Sasuke saja. Lebih spesifik."
Sakura mengerutkan kening nya. Apa maksudnya spesifik? Bukankah hanya ada satu orang Uchiha yang di sekolah nya.
"Spesifik? Maksudmu?"
"Ayah ku juga Uchiha. Aku merasa seperti sedang dipanggil dengan nama ayahku."
Sebuah kalimat panjang pertama yang diajukan pada Sakura. Sungguh tak disangka mendekati seorang Uchiha Sasuke begitu mudah. Ia tak sedingin yang terlihat diluar.
Sakura tak dapat melihat nya, namun Sasuke melakukan hal ini karena sosok pria yang berada di samping nya. Sosok itu terus menganggu Sasuke dan membahas mengenai taruhan itu serta terus menerus menasihati nya untuk bersikap lebih ramah.
"Ah. Baiklah, Sasuke-san. Bolehkah aku bertanya padamu?"
"Hn."
Lagi-lagi pria itu menjawab dengan gumaman yang bermakna ambigu. Sakura tak mengerti maksud pria itu, namun bila dilihat dari raut wajah datar pria itu kemungkinan pria itu bermaksud mengatakan 'ya'.
"Selama ini kau berbicara dengan siapa? Kau sering terlihat berbicara dengan udara kosong."
"Aniki ku."
"Aniki?" Iris emerald Sakura membulat. Apakah pria itu begitu kesepian hingga menciptakan keluarga khayalan? Namun bila diperhatikan, ia sendiri yang menjauhi orang lain. Contoh nya saja ia dan Naruto, ia berusaha menjaga jarak dari Naruto yang terus menerus berusaha mendekati nya.
"Dia sudah meninggal."
"Bukankah orang yang meninggal sudah tidak ada di dunia lagi? Seharusnya kau tidak bisa melihatnya lagi. Aku mengerti bila kau begitu sedih karena kehilangan aniki mu, namun kau harus belajar menerima kenyataan." Ujar Sakura panjang lebar. Ia yakin bila 'komunikasi' Sasuke dengan sang 'aniki' hanyalah khayalan.
"Tidak untuk orang yang memiliki indra keenam."
Jadi pria itu memiliki indra keenam? Sakura juga pernah melihat ayah nya berbicara sendiri. Namun hal itu hanya dilakukan nya ketika berada di rumah, tidak di tempat lain. Dulu ia sempat khawatir bila ayah nya sakit jiwa dan ia tak berani mempertemukan ayah nya dengan teman-teman nya. Namun setelah ia cukup dewasa, ia menyadari bila ayah nya bersikap normal, kecuali dengan sikap nya yang terkadang berbicara sendiri.
"Kau memilikinya, Sasuke-san?"
"Hn." Gumam Sasuke. "Kau juga akan memilikinya sebentar lagi."
Sasuke kembali membahas soal itu dan membuat mood Sakura memburuk seketika. Ia melambaikan tangan pada Sasuke dan dengan terpaksa mengucapkan selamat tinggal kepala pria itu. Ia segera berlari menuruni tangga darurat setelah nya, merasa begitu jijik dengan apa yang dilakukan nya.
.
.
Sakura turun dari mobil setelah ia memparkir mobil di garasi nya. Ia menutup pintu mobil dan mengunci nya serta berjalan memasuki rumah nya. Tatapan nya tertuju pada layar ponsel. Ia sedang membalas pesan dari Ino.
Sakura membuka pintu rumah dan tatapan Sakura tertuju pada ayah nya yang sedang duduk di ruang tamu sambil meminum teh ditemani dengan ibu nya. Tak biasanya kedua orang tua nya berada di rumah pada pukul empat sore. Seharusnya ayah nya masih berada di kantor dan ibu nya masih berada di restaurant.
"Tadaima, okaa-san, otou-san."
"Okaeri, Sakura-chan." Jawab kedua orang tua nya.
Mebuki menyodorkan toples kaca berisi cookies yang baru selesai dipanggang nya.
"Sakura-chan, okaa-san membuat cookies. Makanlah terlebih dahulu."
Sakura tersenyum tipis mendapati cookies favorit nya di dalam toples dan segera membuka toples itu serta mengambil sepotong cookies.
Kizashi menyodorkan gelas yang telah diisi nya dengan teh hangat dari teko serta meminta Sakura untuk meminum nya. Sakura meminum teh hangat yang wangi itu.
"Otou-san, apakah otou-san mengenal keluarga Uchiha?"
Kizashi menatap putri nya sejenak. Ia tak pernah mengira bila Sakura akan menanyakan hal itu tiba-tiba.
"Tentu saja. Fugaku-san adalah rekan bisnis ayah. Mikoto-san juga teman baik ibu mu."
Mebuki tersenyum tipis pada Sakura, "Mengapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu? Apakah kau menyukai putra bungsu mereka? Kudengar Sasuke-kun satu sekolah denganmu, lho."
"Tidak!" Sakura setengah memekik. "Aku tidak suka orang aneh seperti itu."
Kizashi tertawa, namun Mebuki tersenyum semakin lebar.
"Aneh kenapa? Menurut okaa-san dia normal-normal saja. Lagipula wajah nya tampan sekali. Sangat mirip dengan Mikoto."
"Dia suka berbicara sendiri di kelas. Katanya, dia berbicara dengan aniki nya yang sudah meninggal. Aneh sekali, kan?"
"Dia tidak aneh, Sakura." Ujar Kizashi sambil menatap Sakura. "Dia memiliki indra keenam yang diwarisi dari ayah nya."
Dalam hati Sakura terkejut. Jadi apa yang diucapkan pria itu benar? Jadi ia bukan orang aneh?
"Benarkah? Aku bertemu dengan nya dan dia bilang aku juga akan memiliki kemampuan sepertinya sebentar lagi."
"Sasuke memiliki kemampuan melihat masa depan. Berusahalah lebih akrab dengan nya, Sakura-chan. Dia mungkin bisa melindungimu dan membantumu beradaptasi dengan kemampuan baru mu."
Orang seperti itu mau melindungi nya? Pria yang terlihat seolah hanya hidup dalam dunia sendirian dan tidak peduli pada orang lain mau melindungi seseorang? Sakura ingin tertawa dalam hati.
Sakura berharap agar esok segera tiba sehingga ia dapat bertanya lebih banyak pada pria itu. Ia harus mendapatkan sebanyak mungkin informasi mengenai pria itu dan menunjukkan pada Ino bila ia dapat menjalankan taruhan dengan baik.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top