Chapter 2
Sakura menatap dengan hampa tumpukan buku-buku di atas meja belajar nya. Kepala nya terasa penat setelah menghabiskan dua malam berturut-turut untuk mengejar pelajaran. Kini, ia bahkan dapat membayangkan angka-angka ketika ia memejamkan mata.
Ponsel Sakura berbunyi dan ia segera meraih ponsel nya. Terdapat sebuah pesan dan ia segera menekan tombol untuk membuka nya.
From : Pig
Hey, forehead. Kau sedang belajar ? Belajarlah sekeras mungkin untuk ujian besok bila kau tidak ingin mendekati pria gila itu.
Sakura menghela nafas perlahan. Ia tak mengerti dengan sebutan pria gila untuk teman sebangku nya. Sudah lima hari berlalu sejak ia duduk bersama Sasuke dan pria itu tak pernah menganggu nya. Ia memang sering mendapati pria itu menatap ke arah dinding kosong dengan tatapan intens, namun ia tak menganggap hal itu adalah hal yang aneh dan berusaha berpikiran positif.
Bahkan teman-teman sekelas baru Sakura telah mengucapkan ucapan bela sungkawa terhadap Sakura yang harus duduk bersama Sasuke. Mereka bahkan memberikan saran-saran kepada Sakura untuk menghindari pria itu.
To : Pig
Ya. Aku memang sedang belajar. Namun ia bukan pria gila. Aku tak menemukan hal aneh pada dirinya.
Sakura mengecek jam di ponsel nya. Jam telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam dan ia telah mencatat seluruh bahan pelajaran dari catatan yang di fotocopy dari buku catatan Ino. Namun ia masih merasa binggung dengan beberapa materi yang tidak diajarkan di sekolah nya.
Ponsel Sakura kembali berbunyi dan ia segera membuka pesan yang masuk ke ponsel nya. Ia merengut kesal membaca isi pesan Ino.
From : Pig
Apa kau tidak sadar bila terkadang ia mengerakkan bibir nya seolah mengumamkan sesuatu ? Ia juga menuliskan sesuatu di kertas saat pelajaran dan menghapus nya kembali. Atau mungkin kau berpura-pura menganggapnya normal karena kau suka pria aneh itu ? ><
Sakura membelalakan mata membaca emoticon dari Ino. Mana mungkin ia menyukai seorang pria yang bahkan baru dikenalnya selama lima hari ? Mereka berdua bahkan tak saling berbicara sejak hari pertama Sakura masuk ke sekolah itu.
Mata Sakura terasa berat, ia bahkan memaksakan diri agar mata nya tetap terbuka. Ia berjalan kearah kasur dan membaringkan tubuh nya. Ia terlelap dengan cepat tanpa membalas pesan dari Ino.
.
.
Tes Matematika diadakan pada jam pertama selama dua jam. Sensei telah membagikan soal lima belas menit yang lalu, namun Sakura hanya mengerjakan satu dari sepuluh soal.
Sakura melirik ke sekeliling nya. Mayoritas siswa terlihat serius mengerjakan soal itu. Beberapa bahkan terlihat sangat lancar mengerjakan soal itu, termasuk Uchiha Sasuke.
Sensei melirik ke arah Sakura dan ia segera menatap soal nya dan mengacak rambut nya dengan frustasi. Hibiya High School ialah sekolah dengan akreditasi A yang cukup terkenal dengan lebih dari tiga puluh siswa yang berhasil masuk ke University of Tokyo setiap tahun nya. Pelajaran di sekolah itu lebih sulit dibandingkan sekolah lama nya.
Tatapan Sakura tertuju pada soal nomor tiga yang terlihat mudah dan ia berusaha mengerjakan nya. Ia menghembuskan nafas lega ketika ia berhasil mendapatkan jawaban dari soal itu.
Empat puluh lima menit berlalu dan Sakura baru mengerjakan lima soal. Tersisa empat puluh menit untuk mengerjakan lima soal yang tersisa. Saat ini Sakura berusaha mengerjakan soal nomor enam dan telah menggunakan setengah halaman hanya untuk satu soal.
Ino terlihat lancar dalam mengerjakan soal. Ia menguasai materi yang telah diajarkan Kakashi sensei dan melirik ke arah Sakura. Ia menyeringai ketika tatapan nya tertuju pada Sakura yang terlihat kesulitan bila diperhatikan dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh nya.
Terdengar suara kertas yang digeser dan mengenai siku nya. Sakura segera melirik ke samping dan mendapati Uchiha Sasuke sedang menggumamkan sesuatu yang tidak terdengar.
"Ada apa, Uchiha-san ?"
"Lihatlah jawabanku."
Sakura mengernyitkan dahi. Ia sedikit binggung dengan Uchiha Sasuke. Sungguh pria yang sangat langka, biasanya seseorang akan meminta contekan terlebih dahulu sebelum mendapatkan nya, namun pria itu menawarkan nya pada Sakura tanpa Sakura meminta nya.
Sakura melirik sekilas jawaban pria itu. Tulisan pria itu cukup rapih dan ia bahkan hampir menyelesaikan seluruh soal. Namun bukan berarti jawaban pria itu pasti benar.
Tatapan Sakura tertuju pada kertas jawaban nya sendiri. Sejak tadi ia sudah menguap berkali-kali dan entah kenapa otak nya tak dapat bekerja dengan benar. Ia menguap hingga mengeluarkan air mata dan ia melupakan delapan puluh persen rumus yang sudah dikuasai nya.
"Jawaban nya a, ya ?" Ucap Sasuke dengan cukup keras untuk didengar Sakura.
Sakura mengernyitkan dahi. Ia sudah beberapa kali mendengar suara pria itu seolah berbicara sendiri. Namun ia berusaha berpikir positif dengan berpikir bila ia sedang berkhayal hingga mendengar suara yang salah.
"Hn ? Bukan menggunakan rumus ujung solenoid untuk menentukan B2 ?" Terdengar suara Sasuke dan suara correction tape kertas yang digunakan.
Sakura segera menoleh ke samping. Beberapa hari duduk di samping Sasuke membuat Sakura setidaknya mengenali suara pemuda itu dan gumaman 'hn' khas nya.
"Uchiha-san, kau sedang berbicara padaku ?"
"Tidak."
Ekspresi wajah Sasuke terlihat datar dan tatapan nya terkesan dingin. Pria itu seolah tak peduli dengan tatapan Sakura meskipun Sakura cukup yakin bila tatapan nya terlihat sinis.
Biasanya, bila seseorang berada dalam situasi Sasuke akan merasa gugup atau malu seketika. Namun Sasuke bersikap seolah apa yang ia lakukan ialah hal yang normal. Sakura khawatir bila apa yang dikatakan Ino benar.
"Kau berbicara dengan siapa, Uchiha-san ?"
Sasuke melirik ke arah Sakura dan menatap iris emerald Sakura lekat-lekat. Tatapan Sasuke menakutkan, bagaikan berkata 'itu bukan urusanmu'. Namun pria itu hanya diam dan kembali mengerjakan soal nya.
Sakura memejamkan mata perlahan dan menelungkupkan kepala nya. Ia telah mengosongkan tiga soal yang menurut nya begitu sulit meskipun ia pernah mengerjakan nya. Ia terlalu mengantuk bahkan hanya untuk sekadar membuka mata nya.
"Sakura." Terdengar suara baritone seorang pria yang memanggil nya.
Sakura tak menjawab nya. Ia terlalu malas untuk membuka mata dan menjawab panggilan orang tersebut.
"Kyaa !" Terdengar suara jeritan dan Sakura segera membuka mata nya.
"Hentikan." Gumam Sasuke dengan pelan.
"U-uchiha-san, a-apa yang k-kau l-lakukkan ?" Tanya Tenten dengan suara terbata-bata sambil menundukkan kepala.
"Shion-san ! Ameno-chan !" Jerit seorang gadis berambut hitam dengan suara parau.
Serang guru yang sedang duduk di kursi yang terdapat di depan kelas sambil mengawasi ujian tampak pucat pasi. Mulut nya terbuka dan wajah nya bagai tak dialiri darah. Jari nya menunjuk buku pelajaran tebal yang kini berada di lantai dan dua orang siswa yang mengelus kepala nya sambil meringis.
Tanpa mempedulikan guru yang masih berada di kelas, empat orang murid berlarian keluar dari kelas meninggalkan kertas ujian mereka. Seorang gadis berambut merah yang kebetulan dudk di samping meja Sakura menarik tangan Sakura dan setengah menyeret gadis itu menuju pintu kelas.
"Lepaskan aku ! Apa yang terjadi ?" Sakura memberontak. Namun cengkraman tangan gadis berambut merah itu semakin erat dan ia berhasil menarik Sakura keluar dari kelas. Beberapa siswa termasuk guru ikut berlari keluar dari kelas.
Gadis berambut merah itu segera melepaskan tangan Sakura ketika mereka berada cukup jauh dari kelas. Sakura menatap lengan nya yang memerah dan berkata, "Mengapa kau menarikku keluar dari kelas, Karin ?"
"Maaf. Aku hanya refleks menarik tangan mu karena kau kebetulan duduk di samping meja ku." Ujar Karin dengan wajah memerah dan nafas tersengal-sengal. Peluh bercucuran di kening gadis itu, pertanda bahwa ia sedang lelah.
"Apa yang terjadi ? Mengapa para siswa mendadak keluar dari kelas ? Bahkan sensei juga ikut keluar dari kelas." Sakura kembali mengulang pertanyaan nya.
Wajah gadis bernama Karin itu pucat seketika. Ia berusaha mengatur nafas nya yang tersengal-sengal dan membuka mulut nya untuk berbicara dengan suara perlahan pada Sakura.
"Saat kau sedang tidur, tiba-tiba saja buku pelajaran tebal di meja Yamato-sensei terbang dengan cepat dan mengenai kepala Shion dan Ameno. "
"Benarkah ? Aku memang melihat buku itu di lantai di samping meja Shion-san."
"Kau tidak melihatnya sendiri, sih. Kedua gadis itu yang paling sering membicarakan Uchiha Sasuke. Sepertinya tadi mereka berdua membicarakan pria itu lagi." Karin berbisik di telinga Sakura.
Ino berjalan keluar dari kelas sambil merangkul Tenten. Wajah mereka berdua terlihat sangat pucat. Ino bahkan menangis dan memeluk Sakura dengan erat.
"Forehead, di kelas tiga nanti aku akan meminta kepala sekolah agar tidak membuat 'orang itu' satu kelas denganku." Ucap Ino sambil terisak.
Tenten menepuk-nepuk punggung Ino dan mengeluarkan tissue dari saku rok nya. Ia memberikan tissue itu kepada Ino dan Ino mengusap air mata nya.
"Kalau boleh jujur, aku juga merasa tidak begitu nyaman ketika bersama Uchiha-san. Rasanya seperti ada seseorang yang mengawasiku sambil menatapku dengan tajam meskipun tak seorangpun sedang melihatku." Ucap Sakura dengan wajah cemas.
Ino segera melepaskan pelukan nya dan menatap ke arah Sakura. Tenten dan Karin ikut mengarahkan pandangan nya pada Sakura. Beberapa hari ini Sakura merasa lebih sensitive dibandingkan biasanya. Ketika ia sedang sendirian di suatu tempat, ia seolah merasa tak sedang sendirian. Ayah nya mengatakan bila ini adalah proses yang akan dilalui nya sebelum ia dapat benar-benar melihat mahluk halus di usia tujuh belas tahun, namun ia sama sekali tidak percaya.
Sakura menatap ke arah lorong tempat dimana kelas nya berada. Sejak tadi ia tak melihat sosok Uchiha Sasuke yang keluar dari kelas.
"Aku merasa tidak aman di kelas karena keberadaan Sasuke." Ujar Tenten dengan tubuh yang mengigil.
"Sudahlah, jangan bicarakan dia disini." Ucap Karin. "Sebaiknya kita pergi ke kantin saja."
Ino merangkul Sakura, namun Sakura tak membalas nya. Ia melepaskan tangan Ino dari pundak nya.
"Aku harus kembali ke kelas. Aku lupa membawa dompet."
"Kau ingin kembali ke kelas ? Tidak, Sakura. Aku pinjamkan uang untukmu saja. Setelah ini-"Ucapan Karin terputus. Tangan nya menyentuh saku rok nya dengan panik. "Kok tidak ada ?"
"Ada apa, Karin ?" Tanya Ino sambil melirik Karin yang terlihat panik.
"Dompet ku tidak ada. Seharusnya aku meletakkan di saku rok ku tadi."
"Mungkin saja kau meletakkan nya di suatu tempat dan kau melupakan nya ?" Ucap Tenten.
"Aku harus kembali ke kelas." Gumam Karin dengan pelan. "Namun aku terlalu takut."
Karin menundukkan kepala. Tatapan nya terlihat ragu dan ekspresi wajah nya terlihat sedih.
"Sudahlah, kupasrahkan saja."
"Tidak. Biar aku yang kembali ke kelas dan mencarinya." Sakura mengangkat tangan nya. Ia kembali berucap sebelum ketiga teman nya mulai menceramahi nya. "Aku hanya siswi baru. Kurasa ia takkan melakukan sesuatu padaku."
Sakura segera melambaikan tangan dan meninggal Karin, Ino dan Tenten sebelum mereka mengatakan apapun padanya. Ino dan Tenten mencoba memanggil nya, namun Sakura terus berjalan menyusuri lorong menuju kelas nya.
Jantung Sakura berdebar keras. Ia bukanlah tipe orang yang mudah percaya, maka ia takkan percaya sebelum membuktikan sendiri segala hal yang ducapkan para siswa.
Perlahan Sakura mengulurkan tangan nya untuk meraih knop pintu dan ia membuka pintu.
"Tolong hentikan. Aku dapat menjaga diriku sendiri." Terdengar suara Sasuke yang meninggi.
Sakura terdiam di tempat. Ia tak pernah melihat Sasuke marah pada seseorang sebelumnya, dan kini Sasuke tengah marah entah karena apa. Sakura sangat yakin bila hal itu adalah hal yang sangat serius hingga Sasuke meninggikan suara nya.
Tatapan Sakura tertuju pada Hinata dan Naruto yang masih berada di tempat duduk nya. Naruto bahkan tengah menyeruput kuah ramen cup dan kini tengah menatap Sakura.
"Bersabarlah, teme. Kurasa dia memang begitu menyayangimu hingga bersikap seperti itu."
"Tch, sampah itu membuatku muak, dobe."
Tanpa mengatakan apapun Sakura memberanikan diri untuk berjalan menuju kursi nya dan mengambil dompet di tas nya. Naruto segera tersenyum pada Sakura dan menepuk bahu gadis itu.
"Kau kembali ke kelas, Sakura-chan ?"
"Ya. Aku ingin mengambil dompetku. Apakah kalian melihat dompet Karin ?"
Hinata memberikan sebuah dompet yang diletakkan nya di atas meja kepada Sakura.
"Tadi Karin-san, menjatuhkan dompet nya di lantai. Aku meminta Naruto mengambilnya agar tidak terinjak-injak siswa lain."
"Arigato, Hinata." Sakura tersenyum pada gadis bersurai indigo itu.
Perlahan, Sakura memberanikan diri untuk mengalihkan tatapan nya dan memandang Sasuke. Di tempat nya berdiri di depan kelas tadi, Sasuke tampak memunggungi nya sehingga ekspresi wajah nya tidak terlihat. Namun ekspresi wajah Sasuke tak menunjukkan emosi apapun.
"Naruto, apakah kau bertengkar dengan Uchiha-san ?"
Naruto terdiam sejenak, namun ia segera menganggukan kepala dengan cepat seolah berusaha meyakinkan Sakura.
"Ya benar ! Aku kesal sekali pada si teme ini !"
Sakura mengernyitkan dahi. Ucapan Sasuke yang didengarnya pertama kali berbeda dengan apa yang diucapkan nya kepada Naruto. Ia yakin bila Naruto mencoba menutupi Sasuke, namun ia mencoba untuk berpura-pura percaya.
"Tidak." Ujar Sasuke.
Naruto mengepalkan tangan nya dengan jengkel dan melirik Sasuke. Sakura segera menatap Sasuke dan memberanikan diri untuk berbicara dengan pria itu.
"Sebetulnya kau sedang berbicara dengan siapa, Uchiha-san? Aku beberapa kali melihatmu sedang berbicara dengan udara kosong. Kau..."
Sakura terdiam. Ia merasa seolah terdapat angin dingin yang menusuk tulang di sisi kanan tubuh nya. Sakura merasa begitu tidak nyaman dan segera bangkit berdiri dari tempat duduknya sambil menyentuh tangan kanan nya yang seolah akan membeku dengan tangan kiri.
"Hentikan." Ujar Sasuke dengan pelan namun terdengar serius.
Seketika rasa dingin yang menusuk tulang di sisi kanan tubuh Sakura menghilang. Sakura menundukkan kepala, ia merasa ketakutan. Kini ia percaya dengan apa yang diucapkan para siswa di kelas nya. Sangat mustahil bila air conditioner yang diatur dengan temperature yang sama dan ruangan yang sama dapat menghasilkan suhu dingin yang berbeda.
"-kau menakutkan dan aneh, Uchiha-san." Sakura melanjutkan ucapan nya dengan suara bergetar.
Udara dingin yang menusuk tulang kembali terasa di dekat Sakura. Namun kali ini berganti di sisi kiri tubuh nya.
Sasuke melangkahkan kaki mendekati Sakura. Pria itu menatap mata Sakura lekat-lekat dan Sakura berusaha menundukkan kepala. Namun pria itu menyentuh wajah Sakura dengan kasar menggunakan tangan kiri nya.
Sakura tertegun sejenak dan ia berusaha menatap ke arah lain. Nafas nya tercekat dan jantung nya seolah akan berhenti. Sasuke begitu tampan dengan iris onyx kelam yang menawan dengan mata besar, hidung yang kecil dan mancung serta bibir tipis yang merah. Pria itu terlihat semakin sempurna dengan kulit putih. Secara keseluruhan Sasuke mengingatkan nya akan boneka porselen berkulit putih.
"Dua puluh lima hari lagi kau akan mengerti, Sakura."
"Eh ?"
Sasuke melepaskan tangan nya dari wajah Sakura. Ia berbisik di telinga Sakura dengan suara pelan.
"Ayah mu telah memberitahukan nya padamu."
Sakura terbelalak, mata nya melotot menatap Sasuke. Dua puluh lima hari lagi ialah ulang tahun nya ke tujuh belas dan ia tak pernah mengatakan pada siapapun apa yang diucapkan ayah nya mengenai 'kemampuan' itu. Ia bahkan menganggap ayah nya sedang bercanda.
"Ayah mu tidak sedang membuat lelucon, Sakura."
"Kau membaca pikiranku." Desis Sakura dengan wajah memerah. Ia menatap tajam Uchiha Sasuke. Ia merasa terganggu dengan pria dihadapan nya yang seenaknya saja membaca pikiran nya. Ia berharap agar hasil ujian Ino jauh lebih buruk dari nya dan dengan senang hati ia akan menghindari Uchiha Sasuke. Kini, ia merasa menyesal telah berharap untuk mengenal Uchiha Sasuke lebih dalam.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top