Chapter 7

Floating market, ato yang bisa lu sebut dengan pasar apung, dimana semua penjualnya ngetem di dalam perahu. Ada juga beberapa arena permainan di sana.

Pasar yang kayak gini, bikin gue inget dengan pasar apung yang ada di Bangkok. Kalo lu pernah jalan-jalan ke Thailand, lu nggak akan heran kalo ada banyak pasar dengan penjual yang ada di perahu kayak gini.

Berada di Lembang, floating market ini termasuk sempit. Gue udah bete banget harus berdesakan sama orang-orang yang nggak sabaran. Apalagi kalo emak-emak yang main tukang serobot antrian orang. Males banget rasanya.

Yang antusias cuma Grace dan Joy. Mereka berdua kompak memimpin jalan untuk kesana kemari. Satu lagi, Babon yang mulutnya udah nggak bisa diam karena sibuk ngunyah. Cuma gue dan Chandra yang sama-sama pasang muka busuk karena keramaian itu. Panas banget, anjir!

"Kabur ke area lain aja, yuk! Di sini bikin pusing," sewot gue judes.

"Nggak bisa, Jo. Itu cewek berdua kalo nyariin kita gimana? Si Babon juga pake kalap nggak tahu kemana," balas Chandra yang nggak kalah judesnya.

"Lu di sini aja kalo gitu. Sumpek banget gue di sini," desis gue ketus.

"Ya udah, nanti info aja lu ngetem dimana," sahut Chandra sambil mengangguk.

Nggak pake lama, gue mangkir dari area pasar apung dan menuju ke arah paling sepi, atau senggaknya yang bisa kasih napas segar. Begitu gue liat ada bench yang kosong, gue langsung duduk dan menghela napas lega.

Gue mengedarkan pandangan ke sekeliling, melihat pemandangan yang cukup indah. Baru aja ngerasain ketenangan sebentar, tiba-tiba ada yang tepok bahu gue dari samping. Pas nengok, itu Grace.

Cewek itu datang sambil bawa 2 botol air mineral dan duduk di samping gue. Dia menyodorkan 1 botol ke gue.

"Thanks," ucap gue sambil menerima tawaran minumnya.

"Bang Jo nggak makan?" tanya Grace kemudian.

"Udah kenyang," jawab gue.

"Tapi Grace belom kenyang, Bang."

"Ya udah, sana makan."

"Mau makan bakso."

"Ya udah, sana makan."

"Tadi Bang Jo ada bilang kalo hal penting, harus diomongin kan? Jangan diem aja."

"Terus kenapa?"

"Trus Grace mau makan bakso."

Gue menahan napas dan menatapnya kesal. "Ya udah, sana makan!"

Grace menunduk sambil menggenggam pergelangan tangan gue dan mengusapnya pelan. "Grace nggak punya uang."

"Hah?"

Grace mengangkat wajah dan menatap gue dengan tatapan nggak enak hati.

"Grace kan masih kuliah, Bang. Belum punya uang. Terus tadi Bang Leo kelupaan kasih uang ke Grace. Jadi, Grace mau jajan tapi nggak ada uang," jawab Grace menjelaskan.

"Jadi, lu samperin gue karena mau minta duit?" tanya gue nggak percaya.

Grace mengangguk dengan ekspresi malu. "Grace kaget waktu liat Bang Chan datang sendirian, katanya Bang Jo pergi. Jadi, Grace buru-buru nyusul ke sini."

"Astaga, Grace! Lu kan bisa pake duit Joy ato Chandra dulu, kenapa harus samperin gue?" balas gue sambil mengusap muka.

"Bang Jo nggak mau kasih uang?" tanya Grace lirih.

O.M.G.

"Bukan nggak mau kasih, Grace. Soal duit, itu gampang. Lu bisa ngomong sama Joy dulu, nanti gue ganti," jelas gue geregetan.

"Grace malu, Bang," balas Grace manyun.

"Trus, sama gue nggak malu?" Sahut gue keki.

"Sama Bang Jo itu beda. Grace nggak perlu malu, tapi malu-maluin, kan? Pokoknya, Grace minta uang, bukan pinjem ya. Soalnya kalo pinjem, mesti balikin. Grace nggak bisa balikin, jadi... lho, kok dompetnya kasih Grace, Bang?"

"Bawa aja dompet gue, terserah lu mau pake berapa banyak. Sana makan!" desis gue nggak sabaran.

Grace terlihat ragu saat gue operin dompet ke dia. Mukanya kayak lagi mikir.

"Kenapa lagi?" tanya gue malas.

"Grace nggak enak pegang dompet orang lain, Bang," jawab Grace lirih.

Mati aja dah gue!

"Jadi maunya gimana?" tanya gue lagi.

"Bang Jo temenin Grace beli makanan aja yuk, jadi Grace yang belanja, Bang Jo yang bayarin."

"No, thanks. Di situ rame dan sumpek! Gue mau di sini aja," tolak gue mentah-mentah.

"Bang Joseph, kalo mau bantuin orang tuh jangan setengah-setengah. Mesti sekalian gitu, Bang," jelas Grace.

"Grace, gue nggak niat bantuin lu. Tapi lu yang dateng ke sini dan minta duit sama gue. Jadi, gue terpaksa!" sahut gue.

Grace terdiam dan menghela napas lelah. Dia beranjak tanpa berminat untuk mengambil dompet yang masih gue ulurkan.

"Kalo terpaksa, nggak jadi. Grace balik lagi ke sana, yah," ucap Grace kemudian.

"Kenapa nggak jadi? Trus kenapa mukanya cemberut gitu?"

"Yah, gimana nggak kesel? Tadi Bang Jo suruh Grace ngomong kalo ada apa-apa, sekarang Grace bilang mau makan dan nggak punya uang, Bang Jo malah kasih dompet. Grace kan bingung jadinya," seru Grace kesal.

Astaga! Jadi gue yang salah gitu? Dia laper, gue suruh makan. Dia minta duit, gue kasih dompet. Terus salahnya dimana? Hanya karena gue nggak mau temenin, dia anggap gue salah? Damn!

"Fine! Nggak usah bingung! Lu kalo mau duit, ambil dompetnya. Nggak usah minta gue temenin. Ato kalo lu nggak enak, nih gue keluarin duitnya," putus gue sambil keluarin beberapa lembar duit dari dompet dan mengulurkannya pada Grace. 

Grace menggeleng. "Nggak jadi. Grace ngomong sama Kak Joy aja."

Dan Grace langsung bergerak menjauh. Shit. Gue mesti gimana lagi jadi orang? Bomat lha. Gue nggak pusing. Bukan urusan gue.

Gue masih duduk di bench dan sibuk sama hape. Masih nikmatin ketenangan yang nggak seberapa karena orang-orang udah mulai berlalu lalang. Mungkin sekitar setengah jam kemudian, Chandra telepon.

"Lu dimana?" tanya Chandra.

"Gue lagi duduk di bench yang deket gazebo, nggak jauh dari arah keluar pasar apung," jawab gue.

"Oke, gue sama Joy nyusul ke sana. Babon masih jajan bakso aci. Lu mau, gak?"

Kening gue berkerut. "Si Grace kemana, Chan?"

"Lho, bukannya Grace susulin lu tadi? Udah daritadi kok. Jangan-jangan tuh anak nyasar. Gue..."

Nggak pake basa basi, gue langsung tutup telepon dan beranjak dari duduk. Grace emang niat bikin gue jadi orang gila. Kenapa harus maksain orang kayak gini, sih? Kalo dia nggak samperin Joy, terus kemana tuh anak?

Gue hampir stress waktu cari doi kemana-mana tapi nggak ketemu. Mungkin ada sekitar 15 menit, pencarian gue berhasil waktu ngeliat Grace duduk di dekat jembatan, sambil ngeliat orang-orang yang main kereta air.

"Grace," panggil gue dan doi langsung nengok.

Grace mengerjap bingung melihat kedatangan gue. "Kenapa, Bang? Udah mau balik, yah?"

"Kenapa lu nggak angkat telepon?" tanya gue dingin.

"Kayaknya di-silent. Nggak kedengaran. Sebentar ya, Grace makan dulu. Ini baru mau mateng," jawab Grace sambil meraih pop mie yang ada di samping.

"Kenapa makan gituan?" sewot gue dan langsung mengambil alih pop mie itu.

Grace tersentak dan menatap gue kaget. "Grace cuma punya uang buat makan pop mie, Bang."

"Damn you, Grace! Harus kayak gini jadi cewek, hah? Gue udah tawarin duit, tapi lu nggak mau ambil. Lu malah nyiksa diri cuma gara-gara gue nggak mau temenin cari makan. Kenapa lu nggak jadi samperin Joy?"

Grace menghela napas dan hendak mengambil pop mie dari gue, tapi gue nggak kasih.

"Balikin!" seru Grace dengan suara gemetar. "Grace mau makan, bukan nyiksa diri. Buat apa Grace nyiksa diri, kalo nggak ada yang peduli?"

"Lu bilang mau makan bakso!" desis gue lantang.

"Nggak jadi. Grace mau makan pop mie."

"Tapi lu belom makan sama sekali dari pagi. Lu kira makan ginian tuh bagus? Lu tahu jelas soal makanan sampah ato sehat, kan?"

"Jadi, Bang Jo nggak mau balikin pop mie-nya Grace?"

"Nggak!"

"Ya udah."

Grace mengambil tasnya dan segera menyingkir tanpa mempedulikan gue lagi. Gue menaruh pop mie dengan sembarangan, lalu mengejar Grace.

Cewek itu langsung nangis waktu gue udah berhasil dapetin doi. Gue spontan memeluknya dan menenangkannya. Untungnya, sekitar kami cukup sepi, hingga nggak perlu liatin aksi drama yang dibuat-buat sama yang nulis. Padahal, aslinya mah nggak kayak gini ceritanya.

"Gue nggak mau lu kayak gini, Grace. Lu terlalu maksa dan nggak semua orang harus turutin kemauan lu. Lu minta duit, gue kasih. Tujuan gue kasih dompet, biar lu nggak perlu mikir soal duit cukup ato nggak. Gue mau lu beli apa aja yang lu mau. Soal nggak enak pegang dompet orang, selama yang punya kasih izin, itu nggak masalah," ucap gue menenangkan.

Grace masih terisak di dada gue sambil peluk pinggang gue dengan erat. Mungkin sebenarnya, doi udah kepengen nangis sejak pagi karena mood-nya yang nggak beres.

"Maafin Grace, Bang," isak Grace pelan.

Gue membungkuk untuk melihat wajahnya yang sembap, sorot matanya begitu sedih, dan kayak anak ilang yang cari emaknya.

"Jangan bikin kaget, Grace. Lu bukan anak kecil lagi. Jadi dewasa itu bukan egois. Juga jangan maksa. Ngerti, kan?" ujar gue sambil mengusap pipi Grace.

Grace mengangguk, berbarengan dengan hape gue yang bunyi. Itu dari Chandra.

"Halo?"

"Lu dimana? Gue samperin tapi nggak ada," tanya Chandra.

"Kalian muter dulu aja, gue sama Grace mau cari makan dulu," jawab gue langsung.

"Daritadi belum dapet makan, trus ngapain aja lu berdua?" tanya Chandra sambil tertawa geli.

"Main drama, anjir!" sewot gue dan langsung matiin telepon.

Grace mengusap wajahnya dengan punggung tangan dan masih terlihat sedih waktu gue masukin hape ke saku celana.

"Hey," panggil gue dan Grace langsung mendongak untuk menatap gue.

Tanpa ragu, gue menarik Grace mendekat dan menunduk untuk mencium bibirnya. Oke, kami berada di spot paling tersembunyi, jadi nggak bakal ada yang ngeliat kami. Misalkan lu inget kalo pernah ngeliat orang lagi mojok sambil cipokan, mungkin aja itu si Kampret yang lagi nulis.

Gue menyesap bibir bawah Grace dan menggigitnya gemas. Kata orang, ciuman itu adalah pemulihan tercepat buat cewek yang lagi galau. Nggak usah kata orang lha, kata gue aja. Gue suka cara Grace membalas ciuman gue dengan ritme yang gue inginkan. Doi jago.

"Engghhhh, Bang," desah Grace saat tangan gue mulai iseng untuk menyelinap masuk ke kaos crop top-nya, dan menangkup satu payudaranya dari balik bra.

"One day, gue pengen lebih dari ini," bisik gue pelan.

Grace menatap gue lirih dan mengangguk perlahan. "Grace juga."

Hah?

Itu seriusan?

Ancuk! Bikin gue jadi mikir yang iya-iya aja nih cewek.

"Bang," panggil Grace pelan.

"Ya?"

"Grace lapar," rengek Grace sambil menangkup perutnya.

"Salah lu sendiri kenapa jadi cewek bisa batu kayak gitu. Ayo makan!" sewot gue sambil menariknya untuk berjalan ke pasar apung itu kembali.

Gue membeli kartu untuk membayar makanan. Inilah yang gue nggak suka dari sistim pembayaran yang kudu pake kartu segala. Lu harus top up, kalo kurang ato lebih, mesti urus refund. Mau makan aja ribet.

Grace selalu ngikutin gue dan kami berjalan sambil bergandengan tangan. Tujuannya biar gue nggak usah repot cari, dan Grace nggak nyasar. Dia pilih makanan apapun yang dia mau. Dari bakso sampe rujak dibeli sama doi.

Gue nggak ikut jajan, cuma temenin dan bayarin. Untungnya, masih ada meja kosong yang bisa kami tempatin. Grace makan dengan lahap dan gue ngeliat sekeliling sambil topang dagu. 

Gue menguap dan pengen tidur banget. Bangun subuh bikin kepala gue pusing. Habis dari sini, gue mau langsung check in hotel aja.

"Bang," panggil Grace.

Gue menoleh dan mengangkat alis melihatnya tersenyum senang.

"Makasi yah, Bang. Grace kenyang banget," ujar Grace sambil mengelus perutnya.

Gue mengangguk. "Kalo udah kelar, ayo jalan."

Grace mengangguk dan ikut beranjak berdiri. Doi segera berlari pelan ke arah gue dan kembali menggenggam tangan gue.

"Abis dari sini, Bang Jo mau kemana?" tanya Grace antusias. Kalo perut kenyang, hati juga senang kayaknya.

"Mau tidur," jawab gue sambil memimpin jalan untuk melewati kerumunan yang semakin ramai.

"Kok nggak jalan-jalan? Abis dari sini, Bang Babon mau ngajakin ke kebun stroberi, Bang," balas Grace.

"Kalian aja yang pergi. Gue nggak," sahut gue yang menarik Grace untuk jalan di depan, menangkup bahunya untuk mengarahkan jalan yang benar, karena keramaian itu udah bikin emosi.

"Kalo Bang Jo nggak ikut, Grace juga nggak," ucap Grace.

"Trus lu mau ngapain ikut gue?" tanya gue ketus.

"Tidur bareng sama Bang Jo."

Shit. Mulut cewek ini bener-bener nggak bisa dijaga. Pengertian tidur barengnya udah pasti berbeda sama gue. Tapi, iseng ah.

"Yakin mau tidur bareng?" tanya gue sambil meliriknya saat kami sudah berhasil mencapai pintu keluar.

Grace mengangguk tanpa ragu. "Iya! Temenin Bang Jo."

"Main bobo-boboan, ato main dokter-dokteran? Pilih mana?" tanya gue lagi.

Grace terlihat berpikir dengan kening berkerut. Lucu banget liat ekspresinya yang mikir abis. Niat gue bercanda dan iseng, tapi jawabannya bikin gue kicep.

"Main apa aja deh, Bang. Asal bisa bikin Bang Jo dan Grace sama-sama senang."

Anjir!

◾◾◾

Sunday, June 21st, 2020.
14.18.

Age gap gak bakal seru, kalo lu main aman.

Siap-siap aja buat main basah. Asiqueee 🍌


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top