Chapter. 5

"Kenapa diem?" tanya gue sambil melirik ke arah Grace yang sedaritadi diam dan bingung.

Jam 7, gue dan Grace udah cabut dari kafe setelah kelarin soft opening di sana. Babon udah cabut duluan karena ada urusan sama kakaknya, yang sebenarnya cuma janjian main DOTA bareng.

Chandra dan Joy masih di sana, katanya masih ada internal meeting untuk grand opening minggu depan. Joy sebenarnya udah capek sampe tiduran di ruang kerja Chandra. Gue mau ngajakin, tapi bucin nomor satu di lapak ini, langsung usir gue keluar dari ruangannya.

Waktu Grace pamit sama Leo dan bilang mau pergi bareng gue, Leo auto bingung. Dia cuma ngeliatin gue dengan sorot mata tajam, tapi tetap menganggukkan kepala pada Grace.

"Grace bingung, Bang," jawab Grace kemudian.

"Bingung kenapa?" tanya gue lagi.

"Grace lagi dalam mimpi ato kenyataan," jawab Grace dengan serius.

Gue berdecak pelan. Seingat gue, Grace pernah bilang kalo doi diem adalah hal yang nggak baik, antara marah ato sakit hati. Tapi ternyata, gue nyesel banget nanya kayak tadi.

"Nggak usah lebay, Grace," tegur gue dingin.

"Bukan lebay, Bang. Ini tuh kayak percaya nggak percaya, gimana sih? Jangan-jangan, Bang Jo udah suka sama Grace, ya?" sahut Grace dengan sumringah.

Gue memutar bola mata sambil membelokkan kemudi untuk masuk ke PIM. Gue cuma ngajak dinner bareng, abis itu anter pulang. Bikin seneng anak orang, nggak dosa, kan?

"Nggak," jawab gue tanpa ragu.

"Belum aja, Bang. Jangan bilang nggak. Pamali. Grace nggak apa-apa kalo Bang Jo masih belum suka. Diajak pergi bareng kayak gini aja, Grace udah seneng banget. Makanya daritadi mikir kalo Grace lagi mimpi atau bukan. Kalo ini mimpi, Grace ogah bangun, Bang," sahut Grace sambil terkekeh.

Mungkin cewek kayak Grace, waktu sekolahnya kebanyakan baca komik serial cantik, ato novel teenlit yang bikin doi kebanyakan ngayal. Jadi, nggak bisa bedain antara halu dengan kenyataan. Kasian.

"Bang, aku boleh milih mau makan apa, gak?" tanya Grace saat kami udah keluar dari mobil.

Gue mengangguk. "Iya, pilih aja. Mau makan apa?"

Grace memekik senang sambil memeluk lengan gue untuk bisa berjalan berdampingan.

"Pengen makan steak," jawab Grace manja.

Gue mengangguk setuju. Pilihan Grace cukup oke karena gue juga kepengen makan daging. Selama di kafe, yang bisa gue nikmatin cuma pastry dan kue. Pengen pesen delivery, kelupaan.

Kami memasuki sebuah resto yang dipilih Grace. Nggak pake lama, gue langsung memesan makanan, diikuti dengan Grace. Kita berdua bener-bener laper.

"Bang Jo kalo di rumah, sepi banget dong, ya? Nggak ada siapa-siapa selain ortu?" tanya Grace memulai pembicaraan.

Gue mengangguk sebagai jawaban sambil menyeruput lemon tea.

"Sama kayak Grace. Bedanya, Grace cuma sama Sus Erna aja. Kalo Mbok Ina, pasti udah nonton sinetron azab di pantry," lanjut Grace riang.

Seharusnya, rumah adalah tempat ternyaman untuk disinggahi. Tapi, gue nggak pernah merasakan kenyamanan itu.

"Bang Jo kapan mau jalan-jalan ke Sydney?" tanya Grace lagi.

"Kenapa harus?" tanya gue balik.

"Kan ada abangnya di sana. Terus, biar sekalian cari Grace. Flat-nya aku sama rumahnya Bang Jordan nggak jauh lho."

Gue langsung tersedak. Damn. Grace langsung operin tissue ke arah gue.

"Kenapa Bang Jo kaget?" tanya Grace cemas.

"Kenapa lu bisa tahu rumah kakak gue di sana? Lu samperin?" tanya gue kaget.

Senyuman Grace mengembang lebar dan mengangguk antusias. Keliatan kalo nggak menangkap ekspresi kesal gue.

"Grace tahu dari Bang Chandra sama Bang Babon. Sebagai calon pasangan yang tahu diri, Grace harus silaturahmi. Jadi,.."

"Grace!" Potong gue cepat.

"Iya?"

"Stop it, Grace! Lu nggak usah ngelakuin hal yang di luar dari nalar. Pake otak dikit kalo mau ngelakuin sesuatu. Lu kayak gitu, bikin gue ilfil. Gue sama sekali nggak berpikir apa yang lu lakuin itu lucu, terkesan pun nggak. Paham, gak?"

Grace terdiam dan memperhatikan gue dengan kening berkerut, terlihat merasa bersalah.

"Cuma dateng say hi sambil kenalin diri, Bang. Nggak ada niat jahat kok," balas Grace dengan suara mencicit.

Oke, gue cuma bisa memejamkan mata sambil mengusap muka. Doi nggak paham maksud gue dan kayaknya bentar lagi gue bisa gila.

"Bang Jo marah?" tanya Grace dengan nada cemas.

Gue mengangkat kepala sambil menatap Grace pasrah. "Nggak, gue nggak marah."

"Tapi..."

"Yang udah lewat, ya udah. Lain kali, nggak usah datengin Jordan lagi. Paham?" sela gue tegas.

Sialnya, kenapa si Jordan nggak  kasih tahu kalo ada cewek kepo yang samperin dia di sana? Kampret.

"Iya, aku nggak bakal datengin lagi. Nanti aku telepon aja buat tanyain kabar. Okesip!" ucap Grace senang.

Astaga dragon, aing mati aja, ya Tuhan. Rasanya pengen jedotin kepala gue ke tembok paling keras sekarang.

Untungnya, makanan kami udah dateng dan perhatian gue langsung teralihkan. Gue pun menikmati makan malam, begitu juga dengan Grace.

"Bang Jo suka steak?" tanya Grace sambil mengunyah.

"Suka," jawab gue sambil asik memotong dan melahap makanan itu.

"Nanti Grace bikinin versi masakan Grace sendiri, ya. Grace jamin pasti Bang Jo suka," balas Grace langsung.

"Hm," sahut gue.

"Terus, makanan buatan Grace yang selama ini udah dibuatin, enak gak, Bang?"

"Enak."

"Suka, Bang?"

"Suka."

Anjir nih cewek, nggak bisa gitu semenit aja diem bentaran.  Pegel gue ladenin ngobrolnya.

"Bagus deh. Dimulai dari suka sama masakannya dulu ya, Bang. Abis itu, baru suka sama orangnya," lanjut Grace sambil terkekeh.

Gue langsung mendongak dan menatap Grace geli. Bisaan aja tuh cewek lempar modus yang bikin ngakak.

"Makan dulu aja, Grace. Nggak usah banyak ngomong. Udah kemaleman buat makan soalnya," cetus gue sambil asik mengunyah dan menatap Grace yang tersenyum sumringah.

Doi mengangguk dan menurut. Meski postur tubuh Grace nggak beda jauh dari Joy yang berperawakan mungil, tapi doi makannya cukup banyak. Seporsi steak yang besar, lengkap dengan dessert dan minuman coklat, dibabat abis sama Grace.

Biasanya, Joy sibuk oper makanan ke piring Chandra, tapi Grace malah sibuk comot kentang goreng gue.

"Bang, abis dari sini mau pulang?" tanya Grace saat gue udah bayar makanan kami.

"Ya iya lha, emang mau kemana lagi?" tanya gue sambil memasukkan dompet ke saku belakang, dan mulai berjalan keluar dari resto, diikuti Grace.

"Kalo Grace nggak mau pulang, tapi mau lanjut jalan, gimana?" tanya Grace lagi.

Gue menoleh dan menunduk ke arahnya yang lagi liatin gue dengan penuh harap.

"Lu nggak capek?" tanya gue.

Grace menggeleng. "Bosen. Sampe rumah, Grace pasti sendirian."

Liat mukanya yang memelas kayak anak kucing punya tetangga sebelah, gue jadi nggak tega. Berhubung gue juga males sampe ke rumah jam segini, gue pun mengiyakan keinginan Grace untuk keliling mall.

Waktu kita sampe di bioskop, ada film action terbaru yaitu Mission Impossible : Ghost Protocol, filmnya Tom Cruise. Gue belom nonton, tapi kata Chandra lumayan bagus.

So, gue putusin untuk nonton dan Grace seneng minta ampun. Emang dasar bocah, kesenangan sampe lompat-lompat. Bikin malu aja.

"Bang, Grace mau caramel popcorn, minumnya aqua aja, biar nggak kemanisan kayak yang lagi kepengen makan popcorn," ujar Grace saat kami berdiri di depan Mbak kasir.

Gue hanya menghela napas lelah dan memesankan popcorn untuk Grace. Harus gue akui kalo cewek itu nggak jaim. Doi nggak malu untuk minta sesuatu, apalagi soal makan.

Biasanya, cewek yang jalan sama gue, sok-sokan nolak, tapi sebenarnya pengen juga. Lagi pula, kapan si Grace jaim? Selama ini, dia yang paling pede dengan rasa nggak tahu malunya itu.

Selagi menunggu pesanan, Grace menelepon Leo untuk memberitahu soal kami yang akan nonton. Well, she definitely knows how to be the most favorite little sister for Leo. Mau ngapain atau dimana aja, pasti kasih laporan.

Kita langsung masuk teater karena film akan segera dimulai. Menempati barisan kursi di tengah dan berada di sudut, Grace duduk di pojok dan gue di sampingnya.

Yang namanya Minggu, udah pasti nggak gitu banyak yang nonton, meski bangku bioskop cukup penuh.

Saat opening film udah dimulai, Grace menepuk lengan gue dan berbisik. "Bang, bisa nengok bentar, gak?"

Gue langsung menoleh dan... Cup! Oke, barusan Grace cium sudut bibir gue dengan singkat dan cepat. Ini maksudnya cuma mancing, tapi nggak niat sampe kudu nyasar, gitu?

"Makasi ya, Bang, udah bikin Grace senang hari ini," ucap Grace lembut.

Dari gelapnya ruangan, dan hanya ada tembakan cahaya dari layar film yang sedang tayang, gue bisa melihat senyuman Grace yang lebar dan tulus di sana.

Spontan, gue mengarahkan satu tangan untuk membelai pipi Grace, lalu mengusap bibirnya dengan jempol gue sambil menatapnya dalam.

"Lu salah," ucap gue sambil menunduk.

"Salah?" tanyanya bingung.

"Kalo mau cium orang, caranya kayak gini," jawab gue sambil memiringkan kepala dan mencium bibir Grace tanpa ragu.

Seperti bukan hal yang baru, Grace menyambut ciuman gue dengan balasan. Meski kaget, tapi dia bisa ngikutin alur ciuman gue dengan sangat baik. Bahkan, termasuk oke buat cewek seumurannya.

Dia menyesap bibir gue, membuka mulut, dan membiarkan gue masukin lidah ke dalam mulutnya. Kami saling mengisap, bertukar lidah, dan merasakan sensasi baru lewat ciuman itu.

Well, ciuman dengan Grace boleh juga. Dia punya teknik yang pas dan seimbang, bukan abal-abal. Dia juga nggak jaim atau bersikap malu-malu yang sok nolak. Grace benar-benar tunjukkin kalo dia menginginkan sesuatu dan gue nggak perlu repot dalam urusan kayak gini.

Ciuman itu gue hentikan dan menatap Grace tajam. Meski sekitar begitu gelap, tapi gue masih bisa ngeliat sorot matanya yang sayu.

"Bang Jo," bisiknya lirih.

"Lain kali kalo mau cium, pake cara yang tadi," balas gue sambil menyeringai licik.

Grace mengangguk dan terkekeh pelan sekarang. "Kalo gitu, sekarang Grace mau cium lagi pake cara yang kayak tadi."

Anjir, nih cewek! Dia malah nantangin! Gue sih hayo aja, siapa takut? Justru gue mencium dengan senang hati, dibarengi sentuhan lewat tangan gue yang mulai merayap di dadanya, dan ternyata ukuran Grace boleh juga.

◾◾◾

Wednesday, June 17th, 2020.
09.15.

What's up, Fellas?
Babang lupa punya cerita, terus barusan ketemu Jo, auto inget haqhaqhaq 😛

Back to routine, and it's bloody hectic here.
Stay safe.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top