Chapter. 14
Ceilahhh ada yang nungguin...
Ada yang aneh saat ini. Bukan. Keanehan ini udah gue rasakan selama 2 hari ini atau sejak gue melepas kepergian Grace malam itu.
Sampe hari ini, cewek itu masih belum bisa dihubungi. Hape-nya nggak aktif, Leo juga gitu. Gue sampe niat pinjem hape Chandra dan Babon buat telepon Grace, hasilnya sama. Itu berarti, gue nggak di-block.
Gue merasa cemas. Itulah keanehan yang gue rasain. Apalagi, mimpi buruk semalam bikin gue makin parno. Grace muncul dalam mimpi gue dan dia tampak menangis pilu sambil meringkuk seorang diri di satu ruangan yang gelap.
Sehabis pulang dari bengkel, gue mampir ke kafe Chandra untuk cari Leo. Hari ini udah hari Jumat, harusnya mereka udah di Jakarta. Sialnya, nggak ada satu pun yang standby di kafe, baik Chandra atau pun Leo.
Chandra pun nggak keliatan hari ini karena tadi nggak ada di bengkel. Babon bilang Chandra ada urusan dari pagi dan nggak sempat mampir ke bengkel hari ini.
"Lu dimana?" tanya gue saat telepon udah tersambung ke Chandra.
"Lagi sama Joy," jawab Chandra pelan.
Kening gue berkerut. "Tumbenan jam segini nggak nongol?"
"Gue ada urusan," jawab Chandra dengan nada malas-malasan.
"Oke, gue mau tanya, si Leo udah balik dari Bandung belom?" tanya gue langsung.
"Kenapa lu cariin Leo?"
"Gue mau tanya soal Grace."
"Tanya apa?"
"Bukan urusan lu! Gue..."
"Nggak usah cari Grace. Anaknya lagi tidur," sela Chandra.
Shit.
"Lu dimana, Chan? Gue serius nanya sekarang! Apa lu lagi sama Grace dan bukan Joy?" tanya gue cemas.
"Why do you care, Jo? Misalkan gue lagi sama Grace sekarang, terus kenapa?"
"Gue cuma mau tahu keadaannya, Tai! Jangan bikin gue emosi!" sembur gue keki.
Chandra nggak balas dan cuma diam aja. Gue nggak tahu apa yang dilakuinnya tapi sepertinya lagi berjalan untuk berpindah tempat or something.
"Kasih gue alasan kenapa lu cariin Grace sekarang," ucap Chandra kemudian.
"Gue nggak bisa telepon dia. Gue juga nggak tahu gimana kondisinya karena waktu dia berangkat, badannya panas. Juga, gue mimpi buruk semalam," jawab gue tanpa ragu.
Gue berjalan kembali ke mobil untuk menyalakan mesin, berpikir untuk menuju ke rumah Grace sekarang.
"Lu tahu dia sakit?" tanya Chandra lagi.
"Ngepet lu, Chan! Stop asking me! Where is she?" maki gue.
Terdengar helaan napas Chandra dan sepertinya berat untuk sampaikan ke gue.
"Gue sama Joy lagi di Bandung," ucap Chandra kemudian. "Tadi pagi, Leo telepon gue dan kasih tahu kalo butuh bantuan gue dan Joy untuk urusin Grace di sini."
"What?" balas gue kaget.
"Grace demam tinggi waktu sampe di Bandung tengah malam, trus turun dari mobil katanya langsung pingsan. Sekarang udah di-opname," jawab Chandra.
Fucking shit!
"Grace sakit apa?" tanya gue dengan suara tercekat.
"Tipes. Mungkin stress dan kecapekan, juga telat makan. Nggak paham juga, anaknya nggak mau ditanyain dan diam aja. Maunya cuma sama Joy tadi," jawab Chandra.
"Kasih tahu gue di mana rumah sakitnya? Gue ke sana sekarang," ucap gue sambil memindahkan gigi dan melajukan kemudi.
Telepon gue matiin dan menarik napas dalam-dalam. Gue udah yakin kalo Grace kurang sehat. Rasa bersalah mulai menjalar dalam diri saat melihat Grace yang menatap gue dengan sedih.
Gue bener-bener nggak habis pikir kenapa harus jadi masalah saat gue lupa buat ngabarin? Gue juga merasa nggak tenang waktu Grace sampe datangin gue pagi-pagi dan terlihat kecewa waktu ada Tania datang.
Tania pun udah cukup bikin hidup gue ribet dengan terus-terusan merongrong buat ketemu. Dia bersikeras untuk cari ide supaya para ortu batalin aksi mak comblang mereka. Dasar kurang kerjaan! Mau ngapain pake ide buat batalin? Yang ada malah tambah ribet.
Akhir pekan ke arah Bandung, macet abis! Hal itu bikin gue keki dan makin nggak karuan. Selama perjalanan, gue sempet mampir ke FO buat beli baju ganti, makan di resto, dan telepon Chandra untuk tanya kabar terbaru.
Katanya, gara-gara Grace pingsan dan masuk rumah sakit, acara lamaran Leo jadi batal. Gue yakin kalo hal itu akan bikin Grace semakin merasa bersalah dan terpuruk.
Jam 10 malam, gue tiba di rumah sakit dan Chandra masih ada di sana. Juga Leo dan Joy. Gue datang membawa makanan yang bisa gue lewatin karena itu titipan Chandra. Sesampainya di sana, gue oper beberapa kantong berisi makanan dan minuman buat Chandra.
"Thanks sampe repot-repot datang ke sini," ucap Leo sambil menepuk bahu gue pelan.
"Grace dimana?" tanya gue langsung.
"Tidur," jawab Leo.
"Bae, makan dulu," ujar Chandra sambil mengusap kepala Joy yang lagi duduk di bangku panjang tepat di depan ruang rawat.
"Kenapa kalian nggak di dalam aja? Kenapa di sini?" tanya gue heran.
Ruang rawat yang dipake Grace adalah kelas VIP, yang berarti punya kamar sendiri dan nggak ada aturan jam besuk. Herannya, mereka bertiga malah duduk di depan.
"Grace nggak mau ada yang masuk. Daritadi cuma bisanya nangis, tidur, nangis, tidur. Untung ada Joy yang bisa tenangin dan bujuk supaya mau makan," jawab Chandra.
Gue kicep. Bener-bener nggak tahu harus ngomong apa sekarang. Sebagai orang yang tahu kenapa Grace bisa kayak gitu, otomatis gue langsung mikirin jumlah dosa yang udah gue lakuin ke doi.
"Gue mau masuk," ucap gue tegas.
"Dia baru tidur, Jo. Jangankan lu, si Leo masuk aja udah mencak-mencak. Makanya tuh Bangke stress dan minta gue ke sini sama Joy," ujar Chandra sambil menghadang langkah gue.
"Chandra bener, si Grace nggak mau dideketin sama siapa-siapa," tambah Leo dengan nada lelah.
"Bukan berarti kita iyain aja, kan?" balas gue langsung.
Leo menoleh ke gue dengan ekspresi nggak senang. "Dalam hal ini, nggak ada yang bisa gue lakuin selain ikutin maunya Grace."
"Trus ngarep dia akan membaik dengan sendirinya?" sahut gue nyolot.
"Lu nggak usah sotoy sama adik gue! Lu bahkan nggak kenal dan nggak peduli sama dia. Buat apa lu kepo sekarang?" balas Leo yang nggak kalah nyolot.
"Gue bukannya nggak kenal dan nggak peduli. Gue juga nggak tahu kenapa gue kepo sekarang. Yang gue tahu, dengan ngikutin maunya dan iyain apa yang dia lakuin, itu bukan solusi, Yo. Ini bukan cara yang tepat buat kasih dia mandiri dan dewasa. Ini namanya lu ngelepas dia gitu aja tanpa arahan," desis gue tegas.
"Dengan maksain kehendak juga bukan cara yang tepat buat kasih dia dewasa dan mandiri, Jo," sahut Joy tiba-tiba.
Gue auto nengok ke arah Joy yang lagi duduk sambil memperhatikan kami. Chandra dan Joy duduk bersebelahan, menatap gue dan Leo yang masih berdiri di hadapan mereka.
"Duduk dulu aja gimana? Pegel gue liat lu berdua masih berdiri gitu," celetuk Chandra ketus.
Gue pun duduk sambil menghela napas lelah dan terdiam. Kalo gue pikir ulang, mau ngapain gue sampe bela-belain datang ke sini? Heck.
Leo duduk di sebelah gue dengan Chandra dan Joy duduk di sebrang. Ada jeda yang cukup panjang dan nggak ada obrolan. Chandra sibuk nawarin makan dan minum sambil nguyah chips, sedangkan Joy yang sibuk nolak dan Leo yang terima telepon.
Ada momen saat gue nggak sengaja melihat ke arah Joy dan dia sedang memperhatikan gue dengan seksama. Ah, gue males banget deh kalo dia udah ngeliatin orang kayak gitu.
Gue suka Joy, sampe saat ini. Gue masih nggak percaya kalo cewek kayak gitu mau sama Chandra. Bukan mau menghina temen sendiri tapi Joy bisa dapetin cowok yang lebih baik. Bagi gue, Joy itu paket lengkap untuk menyeimbangkan hidup buat cowok hina kayak kami.
"Gue colok juga mata lu, Jo," celetuk Chandra, yang bikin tatapan gue dan Joy putus.
Gue cuma berdecak pelan sama kebucinan Chandra yang nggak masuk logika. Perlu banget ngerasa insecure di saat Joy udah memilih dia? Ada juga si Joy yang perlu kayak gitu.
"Gue mau kasih masukan sebagai teman, bukan niat menghakimi. Grace nggak mau ketemu sama siapa pun, bukan karena sedih atau manja, bukan juga karena egois dan nggak mandiri," ucap Joy kemudian.
Semua ngeliat ke arahnya, termasuk gue. Joy tampak serius dan juga lelah.
"Grace cuma nggak mau dipandang dengan rasa simpati atau kasihan, juga nggak mau denger ocehan atau tuduhan yang bakalan datang dari kalian," tambah Joy.
"Gue cuma nggak mau dia merasa bersalah. Dia pasti udah mikir yang nggak-nggak," balas Leo.
"Itu salah satunya kenapa dia nggak mau ketemu lu," sahut Joy. "Dia bukannya nggak bisa ngerti, tapi belum bisa. Semuanya terlalu cepat dan dia masih butuh waktu untuk mencerna. Lu tahu kan apa yang gue maksud?"
Gue melihat Leo mengangguk. Gue juga paham apa yang Joy maksud. Doi masih kaget dan nggak tahu mesti ngapain saat ini. Lu pasti pernah berada dalam posisi kebingungan saat dihadapkan dalam situasi dadakan, kayak yang biasanya ada pegangan, kini nggak ada.
Grace terlalu nyaman dalam penjagaan Leo, sedangkan Leo terjebak dalam rasa beban sebagai kakak yang merangkap jadi orangtua bagi Grace. Keduanya nggak salah, cuma kurang terarah.
Gue bukan sotoy, tapi pernah ngalamin hal itu. Gue yang tadinya mengandalkan kakak gue yang selalu jadi mentor hidup, selalu jadi follower-nya, dan apapun dalam hidup gue pasti akan minta pendapatnya. Tapi saat dia mutusin untuk pergi dan lanjutin hidupnya sendiri, di situ gue oleng. Gue merasa kayak nggak ada tujuan lagi dalam hidup.
"Grace cuma minta dikasih waktu buat mikir dan sendirian. Dia juga minta lu tetep lanjut untuk jalanin lamarannya, mungkin Chandra dan gue bisa wakilin Grace kali ini, mengingat keluarga Om dan Tante lu yang nggak ada di Jakarta," ucap Joy lugas.
"Gue nggak mau dia merasa kehilangan waktu gue mutusin untuk nikah," ucap Leo lirih. "Bertahun-tahun gue jalanin hubungan ini, bertahun-tahun juga gue mikirin untuk seriusin anak orang, tapi terbeban dengan adanya Grace yang bakal kayak gini."
"Grace bukan beban, tapi adik lu, Yo. Oke, kalian udah nggak punya orangtua, tapi tetap hidupnya bukan tanggung jawab lu. Masing-masing punya jalan hidupnya sendiri dan dia udah cukup dewasa," balas Chandra ketus.
"Sorry to say that you have the wrong thought about her, Leo," timpal Joy kalem.
"What went wrong?" balas Leo.
"The thoughts, undiscussed," sahut Joy tanpa ragu.
Gue menatap Leo dan Joy, lalu ke Chandra bergantian. Sama sekali nggak kepengen ikutan, cuma pengen dengerin aja, karena otak gue kepengen masuk ke dalam ruang rawat itu. Tapi informasi Joy terdengar lebih penting saat ini.
"Sebagai cewek, gue cukup tersinggung dengan pikiran lu yang cukup underestimate dengan kami," lanjut Joy sambil mengangkat alisnya. "Kami nggak selemah itu."
"Gue nggak underestimate, tapi gue kuatir," elak Leo.
Joy mengangguk maklum dan Chandra cuma nyengir aja di sana. "Bukan berarti lu jadikan dia beban dalam pikiran lu, itu udah salah paham, Masbro. Grace nggak mau terlihat sedih dan lu jadi nggak tega, sesimple itu. Makanya, dia butuh waktu buat puasin diri untuk ngabisin kesedihannya. Sedih itu bukan berarti kelar hidupnya, tapi untuk buang semua perasaan supaya bisa lanjutin hidupnya."
Gue tersenyum mendengar ucapan Joy. Membayangkan Grace kayak gitu, ofcoz ada rasa lega dan tenang mengembang dalam diri gue.
Gue spontan berdiri dan semuanya langsung melihat ke arah gue. Balik lagi ke niat awal untuk cari Grace sampai ke sini.
"Lu mau kemana, Jo?" tanya Chandra.
"Kalian istirahat aja, biar gue yang tungguin di sini. Misalkan besok harus lamaran, lanjutin aja dan temenin Leo. Gue yang akan jagain Grace," jawab gue.
Gue bisa ngeliat cengiran Chandra dan ekspresi bingung Leo. Cuma Joy yang diam aja sambil menatap gue. Heran, kenapa sih tuh cewek kalo liatin orang, bikin yang diliatin jadi nggak enak hati gini?
Gue melambaikan tangan ke arah mereka, sambil buka pintu ruang rawat Grace dan menutupnya. Hanya ada 1 lampu kecil yang nyala di koridor ruangan dan gue masih bisa liat ranjang yang ada di tengah ruangan.
Grace tidur menyamping sambil peluk boneka kelinci. Meski remang, tapi gue masih bisa ngeliat mukanya yang lemah dan pucat. Ada debaran dalam dada gue waktu liat doi, seolah lega dan senang bercampur, yang bikin gue auto senyum sekarang.
Satu tangan gue terangkat untuk membelai sisi kepalanya dan berhenti di keningnya. Hangat. Gue pun maju untuk mengecup pelan di sana.
Aksi gue bikin Grace terbangun dan terlihat kaget waktu doi liatin gue sekarang.
"Bang, ngapain dateng?" tanyanya lemah dan serak.
Sambil menggenggam satu tangannya, gue menatap dengan penuh arti. "Mau pegangin tangan lu kayak gini, biar lu nggak merasa sendirian."
"Bang..."
"Sorry, gue telat dateng buat temenin lu."
◾◾◾
Tuesday, Jul 7th, 2020.
16.04.
Quite hectic here but still remember this badass.
Have a good day, Fellas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top