Bab 2
"Snakes will not attack unless disturbed."
—Tatjana Maudia Harimurti—
***
Dalam kurun waktu dua puluh empat jam, berita tentang Tatjana dan Sagara, lenyap tak bersisa. Tindakan tersebut tentu tak mengherankan, semata-mata untuk menghilangkan noda yang dapat menjatuhkan nama baik dan kehormatan keluarga Iskandar, apalagi dilihat dari posisi Sagara yang akan menjadi pewaris tunggal. Perusahaan media massa enggan untuk berurusan dengan keluarga Iskandar, apabila masih ingin mempertahankan eksistensi mereka.
Namun, ancaman Tatjana juga tidak bisa dianggap remeh. Menyandang nama Harimurti membuat Tatjana dapat melakukan apa pun yang diinginkan. Memangnya, siapa yang akan menghalangi putri kesayangan Darius Harimurti itu?
Maka, Tatjana yang memiliki seribu akal, dengan sengaja membayar wartawan untuk meliput kegiatannya di hari Rabu yang cukup terik. Bayarannya tentu tidak main-main. Selain itu, Tatjana juga menjamin keamanan karir mereka supaya tidak diusik oleh Sagara. Lagi pula, lawan Sagara yang sesungguhnya adalah Tatjana, bukan orang lain. Meski Sagara terus menghapus berita-berita tersebut, Tatjana akan punya banyak cara untuk kembali mengobarkan api.
Dan, untuk mendukung acara balas dendamnya, Tatjana berpenampilan eksentrik—zebra dress tanpa lengan dengan blazer berwarna fuschia, dan heels lima sentimeter berwarna lemon—sambil menenteng kantong belanja berisi sushi kesukaannya. Bibir yang terpoles gincu merah menyala, tersenyum lebar saat melihat para wartawan sudah berkerumun di depan agensi Neo Entertainment, alih-alih Charismatic Aura. Dia memang meminta mereka untuk menunggu di sana, karena tempat tersebut merupakan kantor yang bersangkutan, Yang Mulia Sagara Hirawan Iskandar.
“Hai, guys! Udah lama nunggu, ya? Biasa, Jakarta macet. Jadi, udah nggak heran, dong.” Tatjana melepas kacamata bercorak macan lalu menggantungnya di bagian tengah dress, sela-sela dada. “Today, I want to meet Sagara. Kita ada janji makan siang. Mumpung kalian ada di sini, gue mau klarifikasi kalau hubungan gue sama Sagara memang cukup serius.”
“Lalu, bagaimana dengan hubungan Mbak Tatjana dan Diego? Apakah sudah berakhir? Atau justru Pak Sagara mengambil langkah lebih jauh demi mendorong Diego mundur dengan terpaksa?” tanya salah satu wartawan, wanita berambut panjang terikat.
“Maksudnya mengambil langkah jauh? Bikin gue hamil? Ya … gue, sih—”
“Maudy.”
Panggilan yang disertai hawa panas dari balik punggungnya, seketika mengalihkan perhatian Tatjana dan para wartawan. Di tangga atas, dekat pintu, Sagara sudah berdiri dengan kedua tangan tenggelam dalam saku. Tatapannya sangat mematikan, yang mampu membuat bulu kuduk meremang.
“Nah. Kalian pada dengar, kan, Sagara panggil gue apa? Maudy. Panggilan kesayangan. Jadi, ini makin membuktikan kalau gue memang dekat sama Sagara. Sedekat nadi.” Alih-alih merasa takut, Tatjana justru semakin berseri-seri. Dia kembali membuka mulut, hendak melontarkan kebohongan-kebohongan lainnya saat lengannya ditarik paksa oleh Sagara, membawanya masuk ke dalam, meninggalkan para wartawan yang mendapat pengusiran dari penjaga.
“Ih! Sagara, lepas! Jangan tarik gue kencang-kencang, sakit!” Tatjana menepuk tangan Sagara, berusaha melepaskan diri. Namun, pria itu tetap bergeming dengan rahang mengetat dan wajah tegang.
“Kalau lo nggak mau lepasin gue, gue bakal aduin perbuatan kasar lo ke Pak Adlan!”
“Sebenarnya, hal gila apa yang sedang kamu rencanakan, Maudy?” Begitu tiba di pintu darurat, Sagara baru melepas tarikannya, menimbulkan bekas kemerahan di lengan Tatjana yang agak kecokelatan karena melakukan tanning di Bali.
“Kenapa lo hancurin karir gue?”
“Jangan membalas pertanyaan saya dengan pertanyaan lain, Maudy. I asked you first. Dan, kamu berkewajiban untuk menjawab.” Sagara sebisa mungkin menahan diri untuk tidak meluapkan amarahnya yang berada di ujung tanduk. Dia benar-benar terkejut dan luar biasa kesal tatkala mengetahui kalau Tatjana sudah menyiapkan amunisi untuk meledakkan bom yang akan menghancurkan agensi Neo Entertainment sekaligus keluarga Iskandar, menciptakan kekacauan yang membuat Sagara harus keluar dari ruang rapat.
Bagaimana pandangan masyarakat maupun relasi bisnis begitu membaca berita kalau dirinya, sang pewaris tunggal yang selalu membanggakan, menjadi selingkuhan seorang aktris problematik yang berlindung di balik kekuasaan keluarganya? Bukan hanya itu, akan lebih banyak lagi yang akan dirugikan, termasuk keluarga Harimurti. Apakah Tatjana pernah berpikir sebelum bertindak? Apakah Tatjana tahu resiko yang akan dia hadapi karena sikap semena-menanya?
“Gue merasa nggak berkewajiban menjawab pertanyaan retoris lo.” Seraya mengangkat dagu angkuh, Tatjana menatap Sagara tak kalah tajam.
Menghela napas berulang kali, lelah harus menghadapi seorang Tatjana Maudia Harimurti yang sangat keras kepala, Sagara berucap, “Keputusan final yang tidak bisa diganggu gugat. Perbaiki sikapmu, maka karirmu akan kembali.”
“Dengar, ya, Sagara.” Tatjana maju selangkah, hingga dia dapat menghirup aroma musk dari tubuh Sagara. Meski sudah memasuki jam makan siang, tapi parfum pria itu masih menempel kuat. “Ular nggak akan menyerang kalau nggak diganggu.”
“Kamu menyamakan dirimu dengan ular?”
Tatjana mengangguk tanpa berpikir dua kali. “Of course. Gue adalah ular yang sangat berbisa.” Dia mengusap bahu Sagara yang terbalut kemeja biru muda, lalu berpindah ke bagian leher, sedikit bermain-main dengan dasi hitam pria itu sebelum menariknya hingga Sagara spontan menunduk. “Sekarang, lo tinggal pilih. Mau gue bunuh cepat, atau perlahan.”
Tanpa diduga, Tatjana memiringkan kepala, mendekatkan wajah ke arah leher Sagara, dan menggigitnya kuat, membuat si empunya mendesis kencang dengan kening berkerut dalam.
“What are you doing?” Sagara bergerak mundur dua langkah, seraya memegangi lehernya yang terasa perih.
“Cuma memberi contoh bagaimana ular menggigit.” Tatjana masih santai-santai saja. Bahkan, dia sempat mengusap bibirnya yang basah. “Lipstik gue ternyata kurang waterproof. Nempel di leher lo.”
“Kamu benar-benar gila, Maudy!”
“Kenapa kaget begitu, sih?” Tatjana tertawa girang, seolah-olah suka disebut gila. “Kalau lo nggak mau terlibat sama gue, kita bisa win win solution. Lo cabut keputusan hiatus dan biarin gue berkarir seperti sebelumnya, maka gue bakal berusaha untuk nggak menampakkan diri di hadapan lo. Kalaupun nggak sengaja ketemu, I will act as if I don't know you.”
“Tidak semudah itu, Maudy.”
“Berarti lo siap gue recoki, Sagara.”
“Loh, Pak Sagara? Mbak Tatjana? Kalian ngapain?” Di tengah-tengah konflik, muncul seseorang yang sukses membuat mata Tatjana terpicing tajam. Entah dari mana datangnya wanita tak diundang itu, karena lokasi mereka cukup jauh dari keramaian, tapi melihatnya dapat meningkatkan amarah Tatjana. Tanpa memedulikan sushi kesukaannya yang terjatuh, dia segera menyambar Priscilla dan mendorongnya hingga tersudut ke tembok.
“How dare you? Lo niru gue lagi, sialan!” Tatjana hendak merenggut baju Priscilla, kalau saja Sagara tidak langsung bertindak dengan memisahkan keduanya.
“Berhenti, Maudy. Jangan menambah masalah.” Sagara semakin mengeratkan rengkuhannya pada pinggang Tatjana saat wanita itu meronta-ronta, mencoba melepaskan diri.
“Biarin gue robek baju dia, Sagara!”
“Stop Maudy, kamu membuat Priscilla ketakutan.” Sagara menoleh ke arah Priscilla yang memeluk tubuhnya dengan sorot gelisah. “Priscilla, lebih baik kamu pergi. Maudy saya yang urus.”
Tanpa banyak tanya, Priscilla segera pergi daripada menjadi sasaran kemarahan Tatjana yang seperti banteng mengamuk.
“Lo kenapa biarin dia pergi, sih?” protes Tatjana, masih memberontak dalam dekapan Sagara.
“Redakan amarah kamu, Maudy.”
“Gue nggak suka dia ikutin gue, Sagara! Dia berusaha ambil semua yang gue punya!”
“Kendalikan diri kamu.”
“Gue nggak suka dia ada di dunia ini!”
“Tatjana Maudia Harimurti! Saya bilang berhenti!” Sagara membalik tubuh Tatjana dengan mudah, membuatnya dapat melihat sorot kebencian yang terbayang di kedalaman bola mata Tatjana.
“Gue benci semua orang.” Kali ini, Sagara membiarkan Tatjana melepaskan diri dari rengkuhannya lalu berderap pergi, meninggalkan Sagara yang hanya diam, memandangi punggung wanita itu dengan isian sushi yang berhamburan di lantai.
***
Asap dari rokok elektrik yang diembuskan Tatjana, menguar ke udara, lalu terbawa angin, menyisakan aroma vanilla yang cukup pekat. Levi, sang manajer, hanya bisa menghela napas panjang, karena lagi-lagi, dia harus mengurus kekacauan Tatjana. Kala itu, dia sedang ditugaskan untuk menjadi manager sementara aktor pendatang baru, saat mendapat telepon dari kantor pusat yang melaporkan kegilaan Tatjana hingga mengundang para wartawan dan menyebabkan keributan.
Demi Tuhan, selama enam tahun, Levi seolah-olah tidak diberi waktu untuk beristirahat. Tingkah laku Tatjana yang di luar nalar sangat merepotkan sekaligus membuatnya frustrasi. Nyaris setiap hari, ada saja pengaduan dari para korban, entah itu lawan main atau wartawan yang sudah memicu amarah Tatjana.
“Gue nggak tahu kenapa Sagara belain perempuan itu.” Tatjana mengisap rokok secara perlahan, membiarkan asapnya di dalam mulut selama beberapa detik, sebelum mengeluarkannya melalui mulut dan hidung.
“Levi, lo udah lama gabung di Neo Entertainment. Lo pernah dengar berita tentang Sagara? Apa pun itu. Percintaan atau mungkin seksualitasnya?” tanya Tatjana, pada akhirnya menganggap keberadaan Levi setelah sibuk dengan dunianya.
Mendapat pertanyaan tiba-tiba begitu, Levi hanya bisa menggeleng. “Pak Adlan cukup tertutup tentang kehidupan pribadi keluarganya, apalagi Pak Sagara yang tinggal di Melbourne. Seperti berita yang sering muncul di media, Pak Sagara itu pewaris tunggal keluarga Iskandar karena kakak laki-lakinya meninggal di usia remaja.”
“Gue tahu.” Tatjana sangat eksis di dunia maya. Segala kegiatannya selalu dibagikan dalam bentuk feed maupun exclusive hingga memiliki tiga puluh lima juta pengikut yang membuatnya sering menerima tawaran endorse. Update berita terbaru merupakan kewajiban bagi seorang aktris papan atas sepertinya.
Namun, nama Sagara sangat jarang muncul di headlines. Hanya pemberitaan mengenai pilihannya yang melanjutkan pendidikan sarjana dan magister di negara bagian Victoria tersebut. Padahal, keluarga Iskandar berkecimpung di dunia hiburan, tapi privasi mereka tak pernah tersebar ke media manapun, selain saat anak sulung Adlan, calon pewaris pertama, yang berprofesi sebagai pembalap, meninggal dunia akibat kecelakaan maut di sirkuit balap. Bahkan, pemakaman almarhum dilakukan secara tertutup, karena pihak keluarga membutuhkan ruang untuk melepas kepergian si sulung.
“Tapi, lo nggak pernah dengar desas-desus tentang pacar Sagara? Aktris yang lagi dekat sama dia, deh.” Tatjana sangsi setelah melihat bagaimana Sagara berusaha menyelamatkan Priscilla. Walaupun memang, tindakan tersebut cukup normal kalau mengingat posisi Sagara sebagai atasan Priscilla. Hanya saja, kepala Tatjana yang dipenuhi kebencian terhadap wanita itu serta niat balas dendam kepada Sagara, membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
“Tatjana, Pak Sagara baru join dua bulan lalu, loh. Kita bahkan belum bisa mengenal beliau dengan baik, jadi gimana kita bisa kepoin masalah percintaan beliau? Lagi pula, dengan hiatus ini, kamu bisa lebih memperhatikan tubuh kamu. Aku khawatir banget sewaktu kamu tiba-tiba mimisan, Tatjana,” ucap Levi panjang. Mungkin kalau orang lain yang menasehati, Tatjana akan mengamuk seperti biasanya, tapi tidak dengan Levi yang sudah menemaninya dari awal masuk agensi. Hanya wanita berusia tiga puluh tahun itu saja yang betah dengan sikapnya.
“Gue cuma kecapekan, Levi. Tahun lalu adalah tahun keemasan gue, dan tahun ini gue pengin lebih pecah lagi. Gue nggak mungkin hiatus tiba-tiba. Lo, kan, tahu tawaran tiga film kemarin sangat menjanjikan karir gue supaya makin naik. Kalau gue menang award, yang untung juga agensi. Kenapa Sagara egois banget, sih?”
Levi membalasnya dengan tarikan napas panjang. Semakin diladeni, Tatjana akan semakin bersikeras.
“Gue curiga dia sensi gitu karena kebutuhan biologisnya nggak terpenuhi. Numpuk, jadi sakit kepala, terus semua kena semprot,” lanjut Tatjana sembarang.
“Nggak mungkin kayaknya. Kalau menurut aku, Pak Sagara tipikal pekerja keras yang nggak bakal suka lihat ada mis dalam pekerjaannya. Beliau juga nggak bakal mencampuradukkan urusan pekerjaan dan pribadi.”
“Profesional maksud lo? Jangan percaya! Dia kalau dikasih perempuan telanjang juga langsung dilahap.” Tatjana meletakkan rokok elektrik ke atas meja karena kehabisan baterai. Dia bangkit dari posisi duduk, berjalan menuju dapur yang terhubung dengan ruang tamu.
“Tatjana, omongan kamu cukup keterlaluan. Walaupun Pak Sagara bikin kamu marah, tapi beliau tetap atasan kamu.” Levi dan sifat baiknya. Terkadang, Tatjana merasa seperti iblis yang berteman dengan malaikat saat bersama Levi.
“Mending lo balik, daripada telinga gue panas karena puja-puji lo ke Sagara. Kalau gosip begini, memang paling bagus gue panggil Valerie. Lebih nyambung.” Tatjana pura-pura menguap seraya membuka kulkas, mengambil sebotol air dingin. “Dan, stop panggil dia dengan beliau. Dia bukan tamu kehormatan kepresidenan.”
“Hubungi aku kalau butuh sesuatu.” Levi menggantung tas selempang di pundak, lalu berdiri. Percuma berbicara dengan Tatjana. Masuk telinga kanan, keluar telinga kanan. Mental. Lebih baik dia angkat kaki dari apartemen wanita itu daripada semakin stres.
“Ya ya ya.”
Kemudian, hening. Levi sudah pergi, dan dia kesepian. Hanya terdengar suara detak jarum jam disertai pengharum ruangan sesekali. Tatjana termenung sesaat, sebelum bel apartemennya berbunyi. Dia mengernyit, bingung. Apakah Levi kembali lagi? Tapi, kalaupun benar, seharusnya Levi tak perlu repot-repot membunyikan bel karena wanita itu tahu pasti password apartemen. Tamu? Tatjana tidak merasa memiliki janji.
Was-was, Tatjana melangkah ke arah pintu sambil memegang sapu ijuk yang diambil dari pojokan. Namun, saat melihat ke monitor kecil di dinding, Tatjana tak menemukan siapa pun. Setelah memastikan keadaan aman, Tatjana membuka pintu lalu melongokkan kepala. Tidak ada seseorang, tapi sebuah kardus teronggok di dekat kakinya.
“Gue nggak ada pesan apa pun. Salah alamat kali.” Tatjana mengedikkan bahu, tak mau ambil pusing dan langsung menutup pintu. Sudah dia bilang, kalau dia bukan orang baik yang akan repot-repot menyerahkan kardus tersebut ke satpam supaya menemukan si pemilik. Toh, nanti juga diambil kurir lagi.
Dan, ternyata itu adalah awal petaka bagi Tatjana.
***
Love, my dear readers.
Bali, 08 Januari 2025
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top