Bab 7

Suasana semakin sengit saat Eric mulai membeberkan kehidupan pribadinya kepada Uri yang hanya orang baru di hidupnya. Pria itu menjelaskan dengan sangat detail sehingga membuat Uri sedikit merasa tidak nyaman.

Selesai bercerita, Eric tertawa kecil sembari memijat keningnya. Matanya terus memperhatikan Uri yang sekarang sudah mau duduk di sisinya walau harus bertengkar dulu dengannya dan menjaga jarak.

"Saya bingung, kenapa saya bisa jujur ke kamu. Padahal ... ."

Eric sengaja menahan ucapannya menunggu reaksi Uri yang ternyata langsung mengangkat wajahnya.

"Padahal apa?"

"Padahal kamu bisa saja menjual semua rahasia saya ke publik."

Uri berdecih pelan seakan menyepelekan ucapan Eric yang menurutnya begitu aneh. "Dan anda berharap, publik bisa percaya pada saya?"

Ucapan Uri berhasil membuat Eric terdiam, dia pikir Uri adalah perempuan polos yang tidak mengerti akan banyak hal. Namun, nyatanya tidak. Perempuan itu jauh lebih pintar dari apa yang dia pikirkan.

Menanggapi ucapan Uri, Eric tersenyum kecil sembari mengusap bagian belakang kepala Uri yang tertutup rambut panjang milik perempuan itu.

"Jadi, bagaimana? Kamu mau terima tawaran saya?"

Uri mendengus kesal mendengar pertanyaan Eric yang terus-terusan memintanya menjadi selingkuhan. "Maaf. Saya nggak tertarik."

Ketika Uri bersiap untuk bangun dari duduknya, Eric kembali menahannya sehingga membuat keduanya saling bertatapan.

"Kamu bisa pikirkan tawaran saya dulu dan jawab nanti, jangan nolak sekarang."
Melihat raut wajah Eric yang berubah sedih, Uri menjadi tidak tega. Namun, tetap berusaha melepaskan cengkeraman tangan pria itu. "Oke, aku bakal pikirin. Tapi tolong, lepasin aku sekarang."

Lepas yang Uri maksud di sini adalah pintu ruangan yang terkunci dari luar. Dia mau keluar sekarang dan perlu mendapatkan hati Eric terlebih dahulu.

"Oke, saya bakal bukain pintu itu. Tapi, saya akan kembali dalam satu minggu lagi untuk menagih jawaban kamu," jelas Eric sebelum ikut bangun dari duduknya. Berjalan santai dengan tangan kiri di dalam saku celana dan setelah sampai di depan pintu, dia mengetuk pintu beberapa kali dan terbukalah pintu itu.

Tanpa menunggu waktu lama, Uri bergegas mendekat dan mencoba untuk keluar. Saat berpapasan, Eric kembali menahan langkah perempuan itu. Tenaga Eric saat menahan gerak Uri begitu kuat sehingga membuat Uri tidak bisa pergi walau sudah memberontak.

"Ingat janjimu!" bisik Eric sebelum membebaskan Uri yang langsung menghilang masuk ke dalam sekumpulan orang. Mereka tengah mengerakkan tubuhnya sembari mengikuti alunan lagu yang tengah diputar dan melenyapkan tubuh Uri dengan sangat cepat.

Setelah tidak melihat sosok Uri lagi, Eric segera mengajak pria-pria yang bersamanya untuk pergi. Mereka sebenarnya adalah pengawal pribadi Eric. Mereka bertugas untuk menjaga Eric kemanapun pria itu pergi. Namun, biasanya pengawal Eric tersebut tidak terlalu dekat dengan pria itu karena Eric tidak menyukainya. Dia menyukai kebebasan dan jika bersama dengan pengawal, hidupnya terasa berbeda.

Di sisi lain, Uri yang ternyata masih memerhatikan Eric merasa begitu lega saat pria itu keluar dari tempat dia bekerja.

Syukurlah, dia udah pergi, ucap Uri di dalam hati sembari mengusap dadanya yang masih naik turun efek berlari sangat kencang.

Sepulang kerja, Uri terus memikirkan apa yang Eric tawarkan. Memang benar, pria itu sudah memiliki istri. Namun, pernikahan mereka hanya sebatas pernikahan bisnis. Karena hal itu juga, mereka belum memiliki anak hingga sekarang.

"Tawarannya bagus sih, tapi, masa aku harus jadi selingkuhan dia selamanya?" monolog Uri sebelum mengusak rambutnya hingga berantakan.

Di tengah kebingungannya, pintu kamar kos Uri diketuk dari luar membuat perempuan itu menghentikan kegiatannya. Matanya menatap heran pada pintu yang masih berbunyi itu. Siapa ya?

Uri bangun dari tidurnya dan bergegas pergi ke pintu kamarnya. Saat akan membuka pintu, hatinya sedikit bergetar dan membuatnya terdiam cukup lama. Namun, ketukan itu kembali terdengar dan lebih kencang dari sebelumnya.
"Ri, Uri! Buka pintunya!"

Tubuh Uri terlonjak kaget saat mendengar suara yang familiar di telinganya. Langkah kakinya mundur beberapa langkah menjauhi pintu yang ada di hadapannya.

"Buka pintunya, Ri! Tante tau kamu di dalam!"

Tante Rei. Benar, orang yang tengah berteriak di depan pintu kamar Uri adalah Tante Rei, adik ibunya Uri. Beliau selalu datang di awal bulan untuk menagih utang pada keponakannya itu, utang yang dimiliki oleh kakaknya alias ibu Uri sebelum meninggal.

Sampai sekarang, utang itu belum juga lunas padahal Uri selalu membayarnya dan saat ditanya, Rei tidak pernah menjawab seberapa banyak utang orang tua Uri.

"Sudahlah, Bu. Mbak Uri kayanya nggak ada di rumah. Mending kita pulang aja," bisik seseorang yang Uri tau adalah sepupunya, Andin. Anak tunggal Rei.

"Ibu yakin, dia ada di dalam!" bantah perempuan paruh baya itu sebelum kembali mengetuk pintu berkali-kali sehingga membuat Uri ketakutan dan melangkah mundur. Saat itu dia tidak sengaja menjatuhkan sebuah barang dan membuat suara bising yang dapat di dengar oleh Rei. "Tuh kan, ada suara di dalam. Ibu yakin, dia ada di dalam."

"Uri, kalau kamu nggak mau buka pintu, Tante bakal dobrak pintu kamu!"

Tak mau terjadi hal buruk pada pintu kamarnya, Uri perlahan membuka pintu berbahan kayu tersebut dan saat terbuka, Rei langsung mendorong Uri sehingga tubuh ramping perempuan itu membentur dinding dengan cukup kuat.
Uri meringis kesakitan dan tubuhnya perlahan jatuh ke lantai. Tanpa ampun, Rei kembali memukuli perempuan itu dan terus-terusan menagih utang yang belum Uri bayar bulan ini.

"Mana janjimu, mana janjimu mau bayar utang bulan ini!" Sembari berteriak, Rei juga menarik rambut Uri dan melihat hal itu, Andin mencoba untuk melerai perkelahian antara Ibu dan sepupunya.

"Bu, udah Bu. Kasian Mbak Uri."
Rei akhirnya berhenti menarik rambut Uri dan kini beberapa helai rambut keponakannya itu ada di tangannya.

Perlahan wajah Uri yang berlinangan air mata terangkat melihat sosok tantenya yang masih dikelilingi amarah.

"Kenapa! Kenapa kamu liat Tante begitu!" Tegur Rei yang membuat Uri kembali menundukkan kepalanya.

Tubuh ramping perempuan itu sengaja dia rapatkan pada ujung bangunan, takut sang Tante akan kembali meluapkan amarahnya.

"Sekarang, mana bayaranmu bulan ini!" Tagih Rei lagi dengan telapak tangan terbuka di hadapan Uri.

"Maaf, Tan. Aku baru gajian minggu depan," cicit Uri pelan yang langsung membuat Rei mendengus kesal.

"Minggu depan? Itu kelamaan. Tante mau besok! Pokoknya harus besok!"

Setelah selesai berbicara, Rei pergi dari hadapan Uri bersama Andin. Keduanya langsung lenyap entah kemana saat Uri perlahan mengangkat wajahnya. Pintu di hadapan perempuan itu masih terbuka dan air mata Uri masih menetes tanpa jeda.

Salah satu alasan kenapa Uri tinggal sendiri adalah ini, keluarga satu-satunya yang perempuan itu miliki begitu tidak menyukainya bahkan sering memukulinya berkali-kali.

Tak mau ada yang melihat kondisinya yang berantakan, Uri perlahan bangun dari duduknya walau harus berusaha cukup kuat karena tubuhnya terasa begitu sakit di bagian punggung.
Saat pintu kamarnya sudah tertutup rapat, Uri kembali menangis dengan telapak tangan yang menutupi hampir semua bagian wajahnya.

Mengingat kewajibannya, Uri tetap pergi bekerja walau tubuhnya masih terasa sakit. Beberapa temannya di tempat kerja menegur perempuan itu yang wajahnya terlihat begitu pucat.

"Kamu nggak pa-pa kan, Ri?"
Uri menggeleng pelan sembari tersenyum kecil. "Enggak kok, aku nggak pa-pa."

Perempuan itu kembali bekerja walau tidak segesit sebelumnya, beberapa kali Uri juga beristirahat karena kepalanya yang terasa pening dan tubuhnya yang masih sakit.

Saat kembali dari mengantar minuman, kepala Uri tiba-tiba terasa sakit dan perempuan itu jatuh pingsan. Untungnya ada seseorang yang menahan tubuh Uri sehingga tidak jatuh ke lantai.

"Ri, Uri," panggil orang itu yang sebenarnya adalah Eric. Pria yang baru saja masuk itu terlihat begitu khawatir melihat Uri yang tak sadarkan diri.

Karena tak kunjung mendapat respon dari Uri, Eric kemudian membawa perempuan itu untuk pergi ke rumah sakit terdekat. Melupakan tatapan para pengunjung lain saat pria tersebut menggendong tubuh Uri sampai keluar gedung.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top