Buku Terbang
"Kamu tau apa konsekuensinya jika telat dari waktu yang sudah di tentukan?" Ucap pria yang duduk tenang di kursi kerja nya, sambil menatap mata chia tajam. Seolah mata itu bisa bersinar dan mampu membunuh chia saat ini juga jika terkena sinar nya.
Chia hanya menunduk tidak berani menatap mata tajam itu.
"JAWAB CHIA!"
"ANAK TIDAK BERGUNA"
Fras berdiri dari kursinya dan menghampiri chia yang berada di depan meja kerja nya. Dia menarik dagu chia dengan kasar agar mengahadap wajahnya.
"Kamu tau, bisnis saya sekarang ini mengalami kerugian yang sangat besar"
Chia menatap mata papa nya dengan sangat takut, sepertinya sekarang papa nya siap membunuh siapa saja yang ada di dekatnya saat ini. Tubuh chia mulai bergetar dengan cengraman tangan yang ada di dagunya semakin kencang. Mata chia sudah mulai berkaca-kaca tapi dia tidak mau menangis sekarang.
"Ini semua karena kamu Chia"
"INI SEMUA KARENA KAMU!"
Fras melepaskan tangannya yang masih ada di dagu chia dengan kasar, sehingga membuat tubuh chia terhuyung
Dan hampir terjatuh.
Chia hanya diam membisu, tidak berani mengucapkan sepatah kata pun, bahkan menatap wajah papa nya saja rasanya chia tidak sanggup sekarang ini.
Mati-matian chia menahan sesuatu yang hampir keluar dari kedua mata indahnya itu.
Nggak.. nggak boleh, chia tidak mau menangis sekarang, kalo nggak, papa nya akan terus-terusan bilang kalo Chia sangat lemah.
Plak
Plak
Kedua pipi chia memanas akibat tamparan yang baru saja tangan papa nya layangkan. Chia memegang kedua pipi nya dengan pelan. Rasanya sakit sekali tapi ini mungkin masih permulaan bagi papa nya.
Chia hanya meringis pelan
Kemudian papa membawa Chia ke dekat tembok, tangan gagah itu memegang rambut chia dan menjambak nya dengan keras.
"Papa sakitt" rintih Chia pelan, dia hanya pasrah saja saat keadaan seperti ini.
"Sakit? Kamu akan merasakan lebih sakit dari ini" jawab fras dengan wajahnya yang sudah memerah.
"Diam dan jangan menangis" ucap fras
Detik berikutnya fras menghantamkan kepada chia ke tembok beberapa kali, sampai kening chia mengeluarkan darah segar. Lalu setelah itu menghempaskan tubuh chia ke lantai.
Chia berusaha sekuat tenaga menahan air matanya. Dia sangat takut, tubuhnya bergetar menghadapi emosi papa nya yang masih meledak-ledak.
Setelah chia terjatuh di lantai, fras kembali menginjak dan menendang tubuh chia.
Sudah cukup chia sudah tidak sanggup lagi
Chia menangis dan memohon agar papa nya berhenti, tapi fras seperti orang kesetanan menyakiti chia sekarang ini.
Bahkan chia sudah terkulai lemas tak berdaya pun fras tidak perduli.
Setelah beberapa saat, fras berbalik badan dan menghampiri meja kerjanya, di atas meja ada beberapa buku tebal yang tersusun rapi, hingga detik itu fras melempar buku-buku itu ke arah chia dengan kasar.
"ARGHHH BANG*SAT"
"Silahkan keluar sekarang juga dari ruangan saya, kalau kamu masih mau hidup!" Perintah fras dengan tegas.
Chia yang mendengar perintah itu perlahan -lahan berdiri, walaupun rasanya dia sudah tidak sanggup untuk berjalan, tapi sekuat tenaga chia melangkahkan kaki nya keluar dari ruangan ini.
Kondisi chia sudah sangat memprihatikan saat ini, bahkan dia sudah beberapa kali terjatuh karena tidak sanggup menjaga keseimbangan tubuhnya.
Saat sampai di depan tangga, chia berusaha dengan sangat keras agar kaki nya bisa melangkah untuk menaiki tangga satu-persatu.
Dengan air mata yang bercucuran, keningnya yang masih penuh darah serta beberapa memar di sekujur tubuhnya, chia berusaha menahan rasa sakitnya.
"Ya Allah non Chia kenapa?" Teriak bibi histeris dari lantai dua, bibi segera turun dengan tergesa-gesa untuk menghampiri Chia di bawah sana.
"Bi tolong bantu chia ke kamar" kata chia dengan suara lemah nya.
Tidak banyak tanya lagi bibi segera membantu chia untuk masuk ke kamar nya. Dengan keadaan tubuh chia yang terluka seperti ini bibi rasanya sangat prihatin.
Di samping itu bibi tidak mau banyak bertanya kepada chia. Dia tau Chia sekarang lagi tidak baik-baik saja. Sebaiknya dia diam saja dan tidak bertanya apapun.
Dan bibi juga sangat tau betul dengan keadaan yang sering Chia alami selama ini. Karena bibi yang memang sudah lama bekerja di rumah Chia
Setelah sampai di kamar, bibi masih setia membantu chia agar tiduran di kasur nya dengan perlahan-lahan.
"Bibi ambil obat-obatan dulu ya non" kata bibi lalu bergegas keluar kamar chia dengan tergesa-gesa
Chia hanya diam saja, setelah kepergian bibi dari kamarnya chia kembali menangis sambil melihat ke arah langit-langit kamar nya.
Rasanya sakit sekali, kepala nya berdenyut-denyut akibat hantaman ke tembok yang di berikan papa nya. Sekujur tubuhnya pun merasakan hal yang sama, Sakit semua.
Chia hanya diam saja tanpa pergerakan apa-apa sampai bibi kembali masuk ke kamarnya membawa kotak P3K dan juga baskom kecil lengkap dengan air dan juga handuk di tangannya.
"Non bibi bantu kompres luka nya ya" ucap bibi ramah. Oh tuhan rasanya bibi ingin sekali menangis melihat keadaan Chia sekarang. Bibi sangat khawatir melihat keadaan anak majikannya ini.
Chia hanya mengangguk dengan tatapan kosongnya.
Bibi begitu telaten mengompres dan membersihkan luka yang ada di kening chia. Setelah beberapa saat bibi memberikan obat yang dia ambil dari kotak P3K tadi.
Kemudian bibi keluar kamar lagi untuk mengambil segelas air.
"Ini non obat nya di minum dulu ya, untuk pereda nyeri nya non" ucap bibi ramah setelah datang ke kamar lagi dengan membawa segelas air putih.
Chia kemudian perlahan duduk di bantu oleh bibi
Setelah meminum obat, chia kembali merabahkan dirinya di kasur.
"Makasih banyak bibi" ucap chia lemah sambil menatap bibi nya
"Sama-sama non Chia"
"Sekarang non Chia istirahat saja ya, nanti bibi buatkan bubur buat non Chia" jawab bibi sambil mengusap kepala chia lembut.
Chia hanya mengangguk pelan. Bibi nya ini sangat perhatian sekali sama Chia seandainya mama nya juga seperti bibi batin Chia.
"Bibi ke dapur dulu ya non"
"Kalo ada apa-apa panggil saja bibi"
Chia hanya mengangguk, setelah itu bibi keluar dari kamar chia.
Kembali sepi, tidak ada suara lagi kecuali suara dentingan jam, Chia berusaha memejamkan mata nya perlahan-lahan, dia berharap segera bisa tertidur.
Tapi nyatanya Chia masih terjaga, tangannya perlahan meraba kening nya yang tadi di plaster oleh bibi untuk menutupi luka nya.
Kepalanya pusing sekali, chia bahkan beberapa kali meringis.
Chia kemudian perlahan duduk dan menurunkan kedua kaki nya dari kasur, setelah itu chia beranjak menuju kamar mandi.
Setelah selesai buang air kecil, chia mengahadap cermin, terpantul lah dirinya di sana. Menyedihkan sekali mata sembab itu, dengan plaster di kening dan juga rambut yang berantakan.
Chia hanya diam membisu menatap diri nya di pantulan cermin, tanpa pergerakan apapun, tatapannya seolah sangat fokus menatap cermin tersebut.
Setelah beberapa menit, chia tersedar dari lamunannya, kedua tangan bergerak menuju wastafel untuk mencuci muka nya
Setelah selesai, chia keluar dari kamar mandi, berjalan menuju balkon. sudah malam pikir chia
Tadi pas dia sampai ke rumah memang sudah mulai sore hari.
Chia duduk di teras balkon, menatap langit di atas sana.
Setelah mengembuskan nafas kasar beberapa kali chia mulai bermonolog dengan diri nya sendiri.
"Kapan ya aku bisa merasakan cinta yang tulus dari orang-orang sekitar ku"
"Atau mungkin aku memang tidak berhak mendapatkan cinta?" Tanya Chia pada dirinya sendiri.
Mata Chia mulai berkaca-kaca, dan detik berikutnya dia mengeluarkan air mata. Rasanya sangat sesak sekali, hati nya sakit, tiap kali papa nya menyalahkan dia tentang sesuatu yang sama sekali tidak dia lakukan.
Chia yang bahkan tidak tau apa-apa selalu di salahkan akan semua masalah yang menimpa mereka.
Sebut saja Chia sangat lemah, Karena tidak berani menyuarakan isi hati nya, tidak bisa melawan atau membantah apapun yang papa atau mama nya ucapkan.
Chia memang begitu lemah, oleh sebab itu dia selalu di tindas di rumah ini.
Balkon ini tempat ternyaman chia untuk merenung dan menangis. Balkon ini lah yang jadi saksi bisu kesengsaraan chia selama ini.
Harusnya chia sudah biasa dengan pukulan dan amarah papa nya selama ini, tapi tetap saja rasanya sakit setiap kali papa nya melayangkan tangan kekar nya untuk melukai tubuh chia.
Tangan yang chia harapkan bisa menjadi tameng untuknya, tangan yang chia harapkan bisa menjadi pelindungnya. Tapi itu semua hanya mimpi saja
Bertahun-tahun Chia tinggal di rumah sebesar ini, rasanya tidak pernah sekalipun mendapatkan cinta dan kasih sayang, layaknya seorang anak.
Yang Chia dapatkan hanya makian dan pukulan saja di saat mereka sedang mendapatkan masalah.
Sepertinya chia ini memang di takdirkan untuk menjadi pelampiasan dan juga sebagai ajang di manfaatkan seperti orang tua nya dan Dion lakukan.
Miris sekali
-
-
-
See u next chapter
Vote dan coment guys
Ig author shrly.au_
Luv u all🤍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top