PART 8
Adeline menghentakkan jemarinya sambil melihat beberapa file yang ada ditangannya, semenjak kehamilannya, hampir setiap pagi dia selalu mual dan ingin muntah, ntahlah kenapa dia bisa seperti itu, apakah itu adalah hal wajar bagi seorang Ibu hamil sepertinya? Ibu? Ya Tuhan, betapa miris hati Adeline ketika dia mengingat kata itu, bahkan dia belum menjadi istri dari seseorang, bahkan anak ini bukanlah buah hati dari lelaki yang dicintainya, Erdward.
"Sedang mempelajari kasus pembunuhan di Munchen?" Terry masuk kedalam ruangan Adeline lalu duduk didepannya, Adeline mendongak sambil tersenyum simpul.
"Aku Cuma membacanya sekilas, ntahlah apa aku bisa menyelesaikan kasus-kasus ini atau tidak." Jawab Adeline pesimis.
"Ayolah, apa kau sudah tak percaya diri dengan kemampuan hebatmu itu jaksa?" Goda Terry, mau tak mau Adeline tersenyum juga mendengarnya.
"Aku baru saja mendapat kabar kalau tersangka pembunuhan korban yang bernama Alfonso telah hilang dari penjara, terlebih semua Polisi penjaga disana tewas dan mengalami luka tembakan tepat dijantung mereka, aku yakin si penembak adalah penembak professional, dan kabarnya tersangka itu dibebaskan oleh seseorang atau bahkan diculik oleh seseorang."
Mata Adeline melebar, mulutnya terasa tercekat mendengar penuturan Terry, bagaimana mungkin Erdward bisa keluar dari penjara, meski Adeline sangat memimpikannya, tapi bukan dengan cara seperti ini bukan? Lalu siapa yang mengeluarkan kekasihnya itu? Apakah Erdward ada didalamnya? Adeline menautkan kedua alisnya, mencoba menerka-nerka segala kemungkinan yang akan terjadi bahkan kemungkinan terburuk sekalipun.
"Jadi, apakah pembunuh para Polisi itu meninggalkan jejak? Dan jenis peluru apa yang digunakannya? Kita bisa mencari tahu senjata apa dan siapa pemiliknya jika memang penembak itu adalah penembak professional, karena aku yakin, senjata api yang digunakannya bukan senjata api sembarangan." Tanya Adeline sambil menatap Terry dengan tatapan tajam.
"Senjata api yang digunakan adalah pistol tipe FN Five-seven USG, melihat dari peluru yang menancap disetiap jantung para korban, peluru itu bukanlah peluru sembarangan yang dijual dimanapun, karena kita harus memesan dulu baik dari segi ukuran dan keruncingannya, terlebih pistol tipe itu hanya ada 5 didunia ini, aku sudah bertanya kepada kepala Kepolisian dan mencari beberapa sumber di website Kepolisian Amerika, yang memiliki pistol itu adalah mantan ketua IAIO yaitu inspektur Damian, ketua FBI, ketua CIA dan 2 pistol lainnya dicuri oleh mafia terbesar dibenua Eropa dengan nama the dragon." Jelas Terry membuat Adeline menahan nafasnya.
"Jika pelaku tidak ditemukan, pasti Damian akan dituduh sebagai pemberontak Kepolisian Jerman, mengingat hanya dialah yang memiliki pistol itu disini, ya Tuhan..apa yang harus aku lakukan?" Batin Adeline sambil menggenggam erat file-file yang ada ditangannya.
"Jika memang tidak ada satupun yang mempunyai duplikat dari pistol itu yang dijadikan tersangka, maka hanya ada 2 kemungkinan yang akan tejadi, pertama inspektur Damian kehilangan pistolnya dan diambil oleh pelaku dan yang kedua inspektur Damianlah yang membunuh mereka, mengingat kasus dari tersangka dia yang menyelidikinya, telebih dia nampak begitu akrab dengan tersangka." Mulut Adeline tercekat mendengar itu semua, tidak...dia tahu Damian dari siapapun, meski kadang lelaki itu bertindak nekat, tapi dia tak akan pernah mungkin membunuh para Polisi hanya untuk melepaskan Erdward, dia tahu itu lebih dari siapapun.
"Tapi Damian memiliki alibi Terry, bahkan aku bersamanya tepat disaat kejadian itu berlangsung.. kami sedang berada di___," Ucap Adeline terputus.
"Tidak-tidak, para Polisi, pengacara dan jaksa lain tidak akan percaya dengan kesaksianku jika aku mengatakan yang sebenarnya, Damian malah akan semakin terpojok dan aku akan dianggap memberikan kesaksian palsu jika mereka tahu kalau aku dan Damian akan menikah, ini benar-benar sangat berbahaya.. ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan, apa yang harus aku lakukan untuk menolong lelaki yang selalu menolongku!!?"
"Makdumu berada dimana jaksa?" Tanya Terry sambil menyincing sebelah matanya, Adeline menggeleng lalu dia tersenyum.
"Kebetulan saat itu aku berpapasan dengannya dan kami berbincang cukup lama saat kejadian berlangsung, jadi mana mungkin Damian bisa bersamaku dan melakukan kejahatan itu dalam satu waktu bersamaan ditempat yang berbeda Terry, dan apakah kau menuduh Damian benar-benar pelakunya?" Kali ini Adeline memojokkan Terry, dia harus tahu dipihak mana wanita ini berada.
Terry mengelus janggutnya yang mulus mencoba menelaah semua ucapan Adeline, semua ucapan wanita yang didepannya itu benar adanya, dia sendiri juga tak percaya jika pelakunya adalah Damian, atasannya diKepolisian.
"Aku juga ragu kalau inspektur Damianlah yang melakukannya, karena meski dia punya potensi membunuh siapa saja mengingat dia mantan ketua IAIO tapi dia tak akan seceroboh itu membunuh para Polisi yang tidak memiliki salah apapun, aku yakin bukan inspektur Damian pelakukanya!" Jawab Terry mantap membuat Adeline tersenyum simpul. Adeline harus bergegas menemui Damian, harus!!
Berlin, 11 Sept 2014
Pukul 10.30 Waktu Berlin,
"Ubah semua jadwalku dalam 3 bulan kedepan Amely, karena Derik tidak bisa membantuku untuk menggantikan beberapa meeting dan peninjauan di beberapa titik perusahaan baru kita, majukan semua jadwalnya, jika bisa buat semua meeting dalam sebulan dilakukan dalam waktu 3-4 hari, apa kau bisa melakukannya?" Damian memandang kearah sekertaris barunya yang tengah menulis semua ucapannya dimemo dengan begitu tekun dan teliti.
"Yes Tuan...saya akan melakukannya, saya akan mengatur semua meeting dan menelfon semua CEO yang bekerja sama dengan perusahaan kita dan membuat jadwal baru mulai besok."
"Bagus, dan jika mereka tidak mau dengan alasan apapun itu, cabut semua investasi diperusahaan mereka, aku sudah cukup sibuk dengan pekerjaan sampinganku, jadi aku tak ada waktu mengurusi para benalu yang tak penting seperti mereka," Jelas Damian membuat sekertarisnya mengangguk, Amely sangat mengagumi sosok yang ada didepannya ini, begitu dingin dengan berbagai pemikiran berliannya, bahkan Amely yakin semua wanita dari kalangan atas sampai bawah pasti memimpikan sosok CEOnya ini sebagai calon suami tersempurna yang pernah ada.
"Jika tak ada yang perlu kau tanyakan kau boleh kembali ketempatmu Amely, karena aku ada urusan diluar.. pastikan kau mengirimiku email tentang perubahan jadwalku nanti siang oke, dan aku tak suka dengan keterlambatan apapun alasannya."
"Ya Tuan, saya akan melakukannya." Damian tersenyum simpul sambil menepuk bahu sekertarisnya itu beberapa kali.
Pukul 12.45 Waktu Berlin,
Damian duduk disamping wanita yang nampak terkulai lemah dengan mengenakan pakaian pasiennya, sesekali dia menghela nafas panjang, pandangannya tak lepas dari wajah pucat wanita itu.
"Kemarin malam dia sudah siuman Tuan, dan kami memberikan beberapa obat untuk memulihkan luka sekaligus vitamin pemulih tenaganya dengan cepat." Jelas Dokter yang baru saja masuk ruangan itu, Damian memiringkan wajahnya, sambil tersenyum tipis, sementara tangannya mengelus lembut punggung tangan wanita itu.
"Jadi, apakah tidak ada luka fatal? Cidera otak atau semacamnya?" Tanya Damian kepada Dokter berumur 40an tahun itu, sang Dokter menggeleng sambil tersenyum tipis.
"Tunangan anda baik-baik saja Tuan, tidak ada luka serius yang mengenai kepalanya, selain luka tusukan yang hampir mengenai jantungnya itu." Jelas sang Dokter membuat Damian tersenyum semakin lebar.
"Terimakasih Dok, karena anda sudah sudi merawat tunangan saya."
"Itu sudah jadi kewajiban saya Tuan, kalau begitu saya pergi dulu, tekan tombol disamping pasien jika terjadi sesuatu." Jelas sang Dokter, Damian mengangguk membuat Dokter itu mengundurkan diri.
Damian mendekatkan wajahnya diwajah wanita itu saat mata abu-abu wanita itu terbuka, kemudian memberikan kecupan hangat dibibir wanita itu.
"Kau sudah bangun?" Tanyanya dengan wajah yang masih berada didekat wanita itu, bahkan nafas lemah wanita itu bisa dirasakan dipipinya.
"Kau ada disini? Darimana kau tahu aku sekarat beberapa hari disini?" Tanya wanita itu seolah tak percaya, Damian tersenyum simpul sambil matanya terus fokus pada bibir sexy wanita itu, ntahlah libodonya selalu terpacu setiap kali dia berdekatan dengan wanita ini.
"Apa kau lupa jika aku seorang Polisi Della? Jadi sangat mudah bagiku untuk menemukan keberadaanmu." Ucapnya sambil mencium bibir Della lagi dan lagi, mulai dari memberi sentuhan ringan, melumat dan menyesap bibir sexy Della.
"Ya Tuhan Damian, apakah kau sengaja membuatku menginginkanmu dan mengajakku melakukan itu disini, kau menggodaku!" Seru Della membuat Damian terkekeh sambil menjauhkan tubuhnya.
"Ma'af...aku hanya tak bisa menahannya ketika berdekatan denganmu." Della tersenyum simpul lalu menarik dasi Damian sampai wajah Damian kembali berada didekat wajahnya lagi.
"Sayangnya, aku juga sudah tak bisa menahannya Damian." Desah bella tepat ditelinga Damian.
"No...no...no...ini bukan waktu yang tepat Della, kau baru saja bangun dari koma, dan luka tembakanmu belum kering, aku tak mau membuat nyawamu terancam." Ingat Damian tapi Della masih tetap melingkarkan kedua lengannya dileher Damian.
"Kau selalu saja berkata bukan waktu yang tepat, sampai kapan waktu yang tepat itu ada Damian!! Aku sudah tidak sabar melakukannya denganmu, membayangkan percintaan panas yang kita lakukan membuatku terus mendesah sepanjang hari."
Damian terdiam, ya jika memang menunggu waktu yang tepat memang tak akan pernah ada, mengingat beberapa hari lagi dia akan menikah dengan Adeline, sahabat Della dan dia tak akan mungkin melakukan itu saat dia sudah menikah, pasti Della akan curiga kalau dirinya tak mencintai Adeline.
"Aku disini untuk bertanya beberapa pertanyaan padamu Della, aku harap kau menjawabnya dengan jujur." Ucap Damian tanpa basa-basi lagi,
Della membuang wajah kearah lain sambil melipat kedua tangannya didada, beberapa kancing baju pasiennya terbuka membuat panyudaranya yang montok terlihat sempurna, dan berhasil membuat Damian beberapa kali harus menahan nafasnya.
"Jadi, itu alasannya kau berpura-pura menjadi tunanganku sama Dokterku? aku akan memberi jawaban yang jujur kalau kau mau bercinta denganku sekarang!" Ucap Della penuh penekanan.
"Ya Tuhan, andai tak ingat kalau ini rumah sakit pasti akan ku buat kau meminta ampun karena telah menantang singa sepertiku Della, akan ku buat kau meminta lagi dan lagi sampai seluruh tenagamu habis," Batin Damian sambil mengusap wajahnya dengan tangan.
"Kita akan melakukannya kalau kau menjawab pertanyaanku dengan cepat." Ucap Damian pada akhirnya, membuat raut wajah Della berubah senang.
"Benarkah?"
"Ya, jadi aku harap kau kooperatif denganku oke, jawab pertanyaanku dengan jujur maka kita akan bercinta sesuai dengan keinginanmu," Bisik Damian dengan seringainya.
"Aku melihat beberapa bekas sodomi dan sperma di kewanitaanmu saat kejadian terbunuhnya Alfonso, apakah sebelum kejadian itu kau bercinta dengan dia? Atau bahkan dia memaksamu untuk memenuhi hasratnya?" Tanya Damian sambil mencatat beberapa pertanyaan lainnya di memo kecil yang ada ditangannya.
"Itu memang cara kami ketika bercinta, memilih bercinta dengan ekstrem sampai salah satu diantara kami kehabisan tenaga." Jelas Della membuat Damian mengelus dagunya yang mulus.
"Jadi saat itu kau datang ke Apartemen Alfonso, dia menunggumu dan kalian bercinta disana? Sampai berapa jam kira-kira sampai Erdward datang?" Tanya Damian lagi, Della mengerutkan keningnya.
"Erdward? Aku tak tahu kalau dia datang." Damian menarik sebelah alisnya, menghentikan kegiatan menulisnya sambil memandang lekat-lekat kearah Della.
"Kau tak tahu Erdward ada disana?" Della menggeleng.
"Tidak."
"Lalu, siapa yang menembakmu Della?" Tanya Damian, Della mengerutkan keningnya kemudian dia menggeleng.
"Aku sendiri tak tahu siapa yang menembakku Damian, karena aku sudah terlalu lelah dengan kegiatanku dengan Alfonso, setelah aku becinta beberapa kali dengannya aku mengambil minuman di lemari es, kemudian tertidur, dan ntah berapa lama aku tertidur tiba-tiba saat aku terbangun aku sudah ada disin.i"
"Pembiusan sebelum penembakan, shit!! Pintar sekali si pelaku sampai membuat saksi kunci seperti orang bodoh dan tak mengingat apapun." Batin Damian dengan rahang mengeras, dia harus membuktikan kalau Erdward dalang dibalik semua ini, karena Erdward adalah ketua mafia the dragon, dia harus menghancurkan mafia sialan itu.
"Apakah pertanyaanku sudah selesai?" Tanya Della sambil menatap Damian, Damian terjingkat kemudian menutup memonya dan memasukkan kedalam saku jasnya.
"Ya, aku rasa sudah selsai," Jawab Damian sambil tersenyum "Tidak ada gunanya bertanya kepada wanita yang tak tahu apa-apa, memberinya pertanyaan malah semakin membuatnya bingung dan bertanya hal yang tak perlu diketahuinya." Lanjut Damian dalam hati.
"Jadi, kita bisa bermain sekarang?" Tanya Della sambil melepas satu demi satu kancing kemeja Damian setelah dia melepaskan dasi yang melilit lher lelaki itu. Damian menyeringai kemudian memberikan kecupan-kecupan panas dileher Della, membuka baju Della dan meremas panyudara bella sedangkan mulutnya sudah penuh dengan putting wanita itu.
"Sayangnya, kau harus sembuh dulu sayang," Ucap Damian melepaskan Della dari panggutannya. Della membuang muka sambil mengumpat beberapa kali, selalu saja selalu saja Damian merangsangnya dan membiarkannya merangsang lalu melepaskan begitu saja.
"Ma'af...bukan maksudku seperti itu, aku juga menginginkanmu sungguh, tapi kau masih terluka Della terlebih aku tak memiliki perasaan apapun padamu, aku tak mau kau salah paham..aku selalu bersikap seperti itu kepada setiap wanita-wanitaku, dan aku akan membuangnya ketika aku bosan, dan aku tak ingin menyakitimu...jadi, aku tak bisa melakukan itu padamu."
"Dan kau membohongiku? Kau bilang kau akan melakukannya Damian, itu janjimu..janji seorang pria!" Ucap Della emosi.
"Aku sudah memberi hadiah pada dada besarmu itu bukan,,kenapa kau begitu menginginkanku Della? Aku sama halnya dengan lelaki-lelaki yang pernah tidur denganmu, tak ada yang istimewa."
"Tapi bagiku kau istimewa Damian, tubuh kekarmu, paras tampanmu, pesonamu dan kejantananmu yang bersar itu,aku mau merasakan semuanya!! Aku mau memilikimu secara utuh!!" Damian tersenyum kecut mendengar ucapan Della, tak seharusnya dia merayu wanita ini, tak seharusnya dia memberikan harapan pada wanita ini, sampai kejadian pada wanita-wanitanya yang lain terjadi juga, bahkan wanita ini belum sempat ditidurinya.
"Apa kau mencintaiku?" Tanya Damian akhirnya, Della terdiam kemudian dia menunduk.
"Jika kau mencintaiku, kenapa kau berhubungan dengan Alfonso Della? Bukankah seharusnya kau bersikeras mengejarku apapun yang terjadi? Apa kau mau beralasan Alfonso adalah pelampiasan hasratmu karena tak bisa aku penuhi?" Tanya Damian bertubi-tubi, Damian tersenyum kecut sambil memasukkan kedua tangannya disaku celananya.
"Jujur, seumur hidupku aku belum pernah tahu apa itu cinta..aku sendiri kadang iri dengan teman-temanku ketika mereka jatuh cinta dia akan menjaga dan mencintai kekasihnya dengan sepenuh hati, aku juga ingin seperti itu, tapi berapa banyak aku menjalani hubungan dengan wanita-wanita tak membuatku menemukan hal itu Della, dan aku tak mau menjadikanmu kedalam daftar wanitaku yang aku campakan, maaf jika selama ini aku seakan memberikanmu harapan palsu, itu tak lain karena kau selalu bisa membuatku bergairah."
"Jadi..tak bisakah kita bersama? Kita akan menjadi pasangan yang cocok Damian, sungguh."
"Tidak akan penah Della, sebuah hubungan harus dilandasi dengan cinta...jika hanya kau yang mencintaiku maka itu akan sia-sia, itulah mengapa sampai sekarang aku belum menemukan wanita yang pantas untuk ku nikahi, karena belum ada wanita manapun yang membuatku jatuh cinta, meski sekarang aku harus menikahi seseorang." Della mengerutkan keningnya, menikah? Damian akan menikah dengan siapa?
"Kau akan menikah dengan siapa?" Damian memiringkan wajahnya sambil tersenyum tipis.
"Menikah dengan orang yang membutuhkan perlindunganku Della."
"Tapi kau tak mencintainya Damian!!"
"Dan jika aku tak menikahinya maka masa depannya akan hancur, aku tak mau itu terjadi."
"Kau mencintainya Damian." Ucap Della dengan mata nanarnya.
"Tidak, aku tidak mencintainya."
"Kau mencintainya, itu sudah jelas karena kau tak ingin masa depannya hancur!"
"Aku tidak mencintainya Della!!! Aku hanya kasian padanya! Aku tak ingin dia berakhir seperti Ibu sahabatku!! Ada seseorang yang mengintainya yang selalu mengambil kesempatan padanya, dan aku tak bisa membiarkan itu!! Naluriku sebagai lelaki tak akan membiarkan seorang wanitapun disakiti oleh lelaki biadap manapun!!" Jelas Damian pada akhirnya, air mata Della meleleh dikedua pipinya, membuat Damian mau tak mau merengkuh wanita itu.
"Ma'af..jika aku membentakmu." Ucapnya dengan lirih.
"Andai bisa, andai bisa aku ingin menggantikan posisi wanita itu."
"Dan aku tak berharap seperti itu Della, aku lebih bahagia jika kau aman seperti ini." Della melepaskan pelukan Damian, kemudian menatap wajah lelaki itu lurus-lurus.
"Jadi siapa wanita beruntung yang bisa mendapatkanmu itu Damian?" Mulut Damian terkatup sempurna mendengar pertanyaan Della, dia beranjak dari tempat duduknya kemudian berdiri disamping jendela ruangan itu.
"Aku akan menikah dengan Adeline, lusa." Jawab Damian membuat tangis Della terpecah.
"B..bagaiamana bisa Adeline? Bukankah dia kekasih Erdward? Bukankah dia sangat mencitai Erdward?" Tanya Della seolah mencari sebuah kebenaran disana.
"Apakah kau yakin Erdward juga begitu mencintai Adeline? Lalu kenapa dia sampai berhubungan ranjang denganmu, apa kau atau Erdward saling mengancam?" Tanya balik Damian membuat mata Della membulat, bagaimana lelaki ini bisa tahu? Bagaimana?
"Kau berhungungan dengan Erdward dibelakang Adeline dan Alfonso, kau berhubungan dengan Alfonso dan mengclaim lelaki itu adalah kekasihmu, hmmmm sangat rumit kurasa hubunganmu dengan mereka.. apakah kau begitu penasaran dengan tubuh pria-pria tampan?" Della tak menjawab pertanyaan Damian, membuat Damian melangkah menuju pintu kamar itu.
"Aku sudah membuat Adeline hamil, jadi aku harus mempertanggung jawabkan perbuatanku Della." Ucapnya lalu beranjak pergi.
Della mengumpat beberapa kali, bagaimana bisa hubungan rahasianya dengan Erdward diketahui Damian, bahkan dia sudah merahasiakan hubungan itu dengan sempurna, memang benar Della memanfaatkan Erdward, memanfaatkan emosi lelaki itu karena sampai detik ini dia belum melakukan hubungan sex dengan Adeline, dan itulah mengapa dia dengan suka rela menyerahkan tubuhnya untuk Erdward dan membiarkan lelaki itu melampiaskan semua hasratnya padanyanya.
*****
Damian menghela nafas panjang sambil menutup pintu mobilnya dari luar, dia harus bertemu Adeline untuk membicarakan beberapa hal tentang pernikahannya lusa, langkah Damian terhenti saat dia merasakan keberadaan lelaki yang berada dibelakangnya, sambil menghunuskan pisau dilehernya, membuat Damian tersenyum kecut.
"Ayolah, apakah searang ketua mafia terbesar dibenua Eropa sudah tak mempunyai nyali untuk menantangku secara terang-terangan?" Sindir Damian seolah melecehkan Erdward, membuat lelaki itu semakin geram dan menancapkan masuk pisau itu, membuat darah segar mengalir dari leher Damian, belum sempat Erdward benar-benar menancapkannya, matanya langsung membulat sempurna saat sesuatu yang keras menempel diperutnya.
"Mau kita lihat siapa yang mati duluan diantara kita? Pisau sialanmu itu ataukan pistolku ini yang akan membunuh lebih cepat"
"Damn it!!" Umpat Erdward membuat Damian menyeringai.
"Kau tentu tahu untuk membunuhku dengan pisau berukuran 6 cm kau membutuhkan waktu 45 detik sampai pisau itu tertancap sempurna dileherku, meski begitu aku sendiri tak yakin aku bisa mati atau tidak, tapi pistolku ini bisa membunuhmu hanya dengan 5 detik, tepat dijantungmu maka kau benar-benar akan mati." Ucap Damian dingin membuat Erdward melepaskan Damian. Damian memegang lehernya dan melihat begitu banyak darah yang ada ditangannya.
"Aku tak akan pernah bisa memaafkanmu Damian, dan akan ku pastikan aku akan membunuhmu.. untuk sekarang membusuklah kau dipenjara." Damian mengerutkan keningnya sambil meyandarkan tubuhnya di mobil.
"Penjara?" Tanyanya tak mengerti.
"Aku tahu siapa kau, mantan ketua IAIO sekaligus CEO dari Luther Corporation, salah satu dari 5 orang yang memiliki pistol FN Five-seven USG di Dunia, aku sudah membunuh beberapa Polisi dengan pistol itu, dan akan kupastikan kamulah yang akan menjadi tersangka pembunuhan masal itu Damian." Jelas Erdward dengan seringainya, Damian nampak begitu tenang sambil tersenyum membuat Erdward semakin geram.
"Ya Tuhan, ternyata pemegang salah satu pistol itu adalah dirimu? Ya aku baru ingat jika 2 dari 5 pistol itu dicuri oleh mafia the dragon sebelum sampai ke kedutaan Cina dan Jepang, Negara yang menjadi pemilik sah pistol itu, tapi nampaknya kau terlalu bodoh Erdward, sampai kapanpun para Polisi tidak akan pernah bisa menagkapku, aku ketua IAIO badan Kepolisian internasional di Amerika, yang menaungi agen FBI, CIA dan bada Kepolisian dalam negri disana serta Kepolisian diseluruh Dunia, dan aku belum melepaskan jabatan itu, aku mengundurkan diri hanya sebatas alibi saya, tapi namaku masih tercatat menjadi ketua IAIO, dan apa kau tahu? Aku mendapat kekusaan membunuh siapa saja tanpa ada satu Polisipun yang bisa menangkapku, karena pembunuhan yang aku lakukan legal.. terlebih, jika kau bersikeras ingin menjebakku dengan tuduhan kampungan itu, itupun tak akan pernah berlaku, karena ahli senjata terbaik didunia, telah memodifikasi pistolku, dengan keakuratan, ukuran, bentuk laras, berat, warna, jenis peluru, dan nama pistolku sudah dimodifikasi total, bahkan peluru yang ada dipistolku adalah peluru yang tak ada duanya di Dunia, dihasilkan dari timah dan logam terbaik, dan dari beberapa serpihan nikel yang pasti akan membuat siapapun yang merasakan peluruku pasti tak akan ingin merasakan lagi, jika peluru itu menancam tepat dijantung, mata orang itu langsung akan mata tanpa menunggu hitungan detik," Jelas Damian sambil menatap tajam kearah Erdward.
"Aku sudah bilang kepadamu beberapa kali, jika kau ingin mengalahkanku, kau harus mengasah kemampuanmu itu 20 tahun lagi Erdward, meski aku tahu kalau aku tak bisa menangkapmu dan anggota sialanmu itu, tapi aku bisa membunuhmu dan Ayah sialanmu itu, tapi aku tak ingin semua ini cepat berakhir, aku harus mencari semua bukti kejahatan kalian, kalian harus merasakan bagaimana jantung kalian seakan berhenti berdetak mendengar setiap ketukan palu hakim yang menghakimi kalian, dan bagaimana rasanya ketakutan karena kalian dIburu oleh Kepolisian di Dunia, aku akan menghancurkan kalian, catat itu diotak kalian," Ucap Damian penuh penekanan dan melangkah pergi, tapi langkahnya terhenti, dia memiringkan wajahnya sambil melihat Erdward dengan wajah merah padamnya.
"Aku berjanji akan menjaga kekasihmu, percayalah, dan aku akan melepaskannya setelah dia melahirkan, janjiku akan tetap berlaku padamu."
"Kali ini aku akan mengalah meski aku pastikan kau mati ditanganku, tapi aku tidak ada pilihan lain selain mempercayakan Adeline kepadamu, sebelum Ayahku dan komplotannya menyakiti Adeline, dan berjanjilah kau akan melepaskannya setelah dia melahirkan, dan meninggalkanya!" Seru Erdward mencoba mempercayai musuh terbesarnya itu.
"Aku akan melepaskannya, tapi kau harus hidup lebih baik dari ini." Jawab Damian sambil melambaikan tangannya.
*****
"Ya Tuhan, bagaimana lehermu bisa luka seperti ini? Apakah kau tengah berkelahi? Atau berusaha menangkap penjahat?" Pekik Adeline sambil membawa peralatan P3K dan membersihkan darah yang terus mengalir dari leher Damian, lelaki itu meringis menahan rasa sakitnya.
"Aku hanya digigit drakula sialan." Jawab Damian asal membuat Adeline mencibir.
"Darahmu terlalu pahit untuk drakula!"
"Aaaarghh...bisakah kau pelan-pelan mengobatinya?" Dengus Damian terus meringis.
"Sorry....apakah ini sangat sakit? Ya Tuhan, kenapa ini terjadi padamu, kau harus lebih hati-hati Damian, aku tak ingin terjadi sesuatu padamu, sungguh." Dengan penuh perhatian Adeline mengobati Damian, membuat Damian menatap Adeline sambil tertegun, setelah sadar dengan ketergunannya sendiri Damianpun berdehem sambil membuang muka kearah lain.
"Ya tentu saja ini sakit, bodoh!" Dengus Damian membuat Adeline mencibir, senyum tipis tercetak jelas dikedua sudut bibir Damian.
*****
Hari pernikahan Damian dan Adelinepun akhirnya datang, tidak banyak yang mengetahui hal itu, karena baik Damian ataupun Adeline lebih memilih sebuah pernihakan private, hanya beberapa rekan kerja mereka serta kedua orang tua mereka yang datang di Gereja yang tak jauh dari Apartemen Damian.
Dan setelah upacara pernikahan itu selesai, semua yang ada digereja langsung berpindah ke salah satu Mension milik Damian, yang akan dijadikan rumah barunya untuk keluarga kecilnya bersama Adeline.
Adeline berkacak pinggang, tubuhnya masih berbalut gaun pengantin warna putih yang menjuntai ketanah, bahkan dia masih sibuk menyalami para tamu undangan tapi Damian, lelaki yang beberapa jam yang lalu menjadi suaminya itu sudah terlelap disofa ruang santai rumah baru mereka.
"Ya Tuhan Damian, bisakah kau menemui tamu-tamu kita? Kenapa kau malah tidu disini!!" Dengus Adeline, Damian menyincingkan matanya sambil memandang Adeline kemudian dia memejamkan matanya lagi.
"Ayolah, nanti malam orang tua kita mengadakan resepsi pernihakan...aku sangat capek berdiri hampir 3 jam, dan otakku terasa kosong karena menghafal janji setia kita tadi...aku butuh asupan energy, jadi biarkan aku tidur." Keluh Damian panjang lebar.
Adeline meraih salah satu bantal yang ada disana dan langsung melempar bantal itu tepat diwajah Damian, membuat lelaki itu memandang Adeline dengan tatapan sebal kemudian mengambil posisi duduk.
"Aku tahu ini bukan pernikahan yang kau inginkan, tapi tak bisakah kau sedikit menghargainya? Bahkan kau salah sampai 3 kali mengucap janji setia kita tadi didepan pendeta, kau juga menciumku hanya sekilas sampai pendeta itu mengerutkan keningnya, aku yakin dengan kau tidur seperti ini mereka akan langsung tahu kalau pernikahan ini tak lebih dari sekedar kepura-puraan semata." Mata Adeline terasa panas, dia langsung berbalik badan membuat Damian berdiri dan merengkuh tubuh Adeline dari belakang.
"Ma'afkan aku, aku tak berfikir sejauh itu..sungguh, aku mengulang janji setia kita bukan karena aku main-main, tapi karena ini pernikahan pertamaku, aku terlalu gugup sampai aku lupa semua kata-katanya," Jelas Damian, dia jujur tadi bahkan dia sampai 5X bolak-balik kekamar mandi sangking gugupnya, meski itu pernikahan dalam jenis apapun, tetap saja itu pernikahan peratama Damian, dan dia belum berpengalaman tentang itu.
"Dan soal ciuman tadi, aku melakukannya karena aku takut kau tak menginginkannya." Lanjut Damian, Adeline menghela nafas panjang kemudian memutar tubuhnya sampai memandang wajah Damian,
"Apa aku berhak menolak? Ciuman dari lelaki yang telah mengorbankan seluruh hidupnya hanya untuku?" Damian tersenyum tipis sambil mencubit kedua pipi Adeline, membuat wanita itu meringis.
"Jadi bisakah kau tersenyum? Kau nampak jelek jika menangis, sungguh." Godanya.
"Kau yang membuatku menangis Damian!" Dengus Adeline membuat Damian mengecup bibir Adeline sekilas, membuat Adeline tertegun. Damian memandang langit-lagit sambil melirik kearah Adeline.
"Anggap permintaan maafku." Ucapnya kembali menatap langit-lagit rumahnya, Adeline tersenyum tipis kemudian mengangguk, menggamit suaminya untuk berjalan keluar dan menyalami para tamu undangan.
*****
Setelah pesta resepsi yang digelar kecil-kecilan selesai, Damian dan Adeline langsung masuk kedalam kamar mereka, ranjang king size dengan beberapa perabotan mahalnya sudah menunggu mereka, warna kamar itu didominasi dengan warna merah ranum dan keemasan, membuat nuansa kamar itu semakin nampak terlihat begitu glamour.
Damian mengganti setelan jasnya dengan T-Shirt lengan panjang berwarna abu-abunya, kemudian dia masuk kedalam kamar mandi, dia berdiri didepan cermin dengan ukuran besar itu, sampai menampilkan setengah tubuhnya, dia bersiul-siul kecil sambil mencukur beberapa bulu kecil yang mulai tumbuh di rahang dan janggutnya, setelah merasa bersih, dia menyipitkan matanya sambil membusungkan dadanya mendekat kearah cermin, menyipitkan matanya seolah tengah menilai apakah hasil cukurannya itu benar-benar berserih.
"Kau sudah tampan Damian, ayolah bagaimana bisa kau memiliki wajah begitu tampan dan tubuh sebagus ini," Gumam Damian pada dirinya sendiri.
"Dan kau sudah menikah? Mempunyai istri?" Damian tertawa sumbang sambil memiringkan wajahnya, kemudian dia menatap cermin yang ada didepannya lagi.
"Ini pasti sudah gila." Desahnya lalu keluar dari dalam kamar mandi.
Damian melihat Adeline nampak sibuk menata tempat tidurnya, wanita itu sudah mengganti gaunnya dengan piama silk berwarna merah marron, rambutnya terurai membuat beberapa anak rambutnya berjatuhan menutupi wajahnya.
"Kau tak perlu membantuku Damian, kau pasti lelah..jadi istirahatlah." Ucap Adeline saat melihat Damian mengambil ujung selimut yang ada disisi kiri Adeline.
"Bagaimana bisa aku melihat istriku bekerja sendirian, jika aku lelah, istriku malah lebih lelah dari pada aku bukan," jawab Damian sambil tersenyum tipis, setelah semuanya selesai, Damian membuka lemarinya dan meraih selimut yang ada disana membuat Adeline mengerutkan keningnya.
"Aku akan tidur disini, jadi tidurlah." Ucap Damian seolah tahu apa yang difikirkan Adeline.
"Apa kau tak tidur disini?" Tanya Adeline sambil menujuk ranjang kosong sampingnya, Damian tersenyum lalu menggeleng.
"Tidak, tidurlah..aku tak mau membahayakan kekasih orang." Ucap Damian merebahkan tubuhnya di sofa samping ranjang ukuran king saize itu, tubuhnya sedikit ditekuk kemudian dia melipat kedua tangannya didada dan memejamkan matanya.
Adeline hanya bisa mamandangi Damian dengan hati bersalah, tubuh Damian begitu tinggi dan besar, pasti sofa sekecil itu akan menyiksa tubuhnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top