SIRAUT SIRAH [8]

"Kau kalah, aku berhak mengambil satu"

***

Richa telah bersiap sedari tadi, Ratih menjelaskan banyak hal tentang yang dia ketahui. Saudara ayahnya Adrian yang meninggal karena buku itu disebabkan tak mengikuti apa yang tertulis. Ratih juga menjelaskan bahwa setelah mereka melewati semua ini, masing-masing boleh meminta satu hal. Itu membuat Richa semakin bingung. Gadis itu tiba-tiba teringat ibunya. Apakah ibunya baik-baik saja?

Richa berusaha menyusun kejadian-kejadian aneh dari buku itu. Tapi semua terasa ganjil dan sangat tidak dimengerti.

Mereka semua kini berdiri di halaman rumah. Masing-masing menggendong ransel yang dia punya. Muka Heru sedikit tak suka melihat Richa dan terus merutuki kalau dia seharusnya tak ikut ajakan Ratih untuk liburan bersama.

Mereka dituntun Rama menuju ke arah hutan yang mereka akan tempati untuk melakukan kemah nanti. Kata Rama anggap ini sebagai liburan dengan tantangan. Dia juga mengingatkan hal ini tak boleh dianggap remeh sama sekali.

Rama hanya mengantarkan mereka pada awal perjalanan saja. Setelah itu Toni yang menunjukkan jalan. Sesekali mereka terlihat sempat melupakan kejadian itu karena keindahan perjalanan mereka. Hutan begitu rimbun dikelilingi beberapa pohon besar yang mungkin saja sudah berdiri di sana sebelum mereka lahir.

"Ric, aku haus," keluh Mega pada Richa di tengah perjalanan.

"Kita istirahat sebentar," ucap Toni tersenyum ke arah Mega.

Mereka semua duduk di bawah pohon yang rimbun, di atas akar. Serangga kecil terlihat banyak di pohon itu. Kulit Heru yang memang pucat terlihat semakin pucat saja. Mungkin karena hawa di sini yang begitu dingin. Adrian melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul satu siang.

"Apa benar sekarang pukul satu siang?" tanya Adrian yang melirik mereka semua. Mega sampai berhenti meminum air karena terkejut. Semua langsung memeriksa jam dan ponsel mereka. Dan benar saja sudah jam satu.

"Aku kok nggak ngerasa kalau kita sudah jalan selama itu," ucap Mega dan semuanya tampak mengangguk.

Toni yang paling tua di antara mereka segera menyuruh mereka bersiap. Entah apa yang barusan laki-laki itu liat di balik pohon yang tak jauh dari mereka.

"Kenapa terburu-buru," keluh Ratih.

"Lihatlah!" Toni menunjuk pada satu arah dan membuat mereka terkejut. Toni menyuruh mereka semua diam dan berjalan dengan cepat. Heru langsung berada paling depan.

Mereka semua baru saja melihat sosok aneh. Richa yang baru saja ingin bertanya segera dihentikan oleh Toni dengan sedikit berbisik dan berkata, "itu kita bahas nanti."

Mega memegang erat tangan Richa. Gadis itu mulai ketakutan apalagi saat semakin masuk ke dalam hutan semuanya terlihat semakin gelap seakan hutan itu baru saja menelan mereka. Mega gemetar menahan takut.

Setelah berjalan beberapa menit, tibalah mereka di dekat danau. Terlihat hanya tempat inilah yang tidak terlalu tertutupi oleh pepohonan.

"Bisa kau jelaskan itu apa?" tanya Richa yang sedari tadi sudah menahan diri.

"Itu penjaga hutan, menurut tetuah desa dia muncul dan terlihat jika kita mau terkena malapetaka," jelas Toni.

"Kau jangan mengada-ada," protes Mega yang terlihat jengah dengan hal ini.

"Mengapa ini semakin rumit?" keluh Heru.

"Ini semua karena kamu!" tunjuk Ratih yang membuat Richa membulatkan mata. Bagaimana bisa Ratih dengan mudah berubah-ubah. Sifatnya semakin aneh.

"Sudahlah! Cukup! Lebih baik kita segera membangun tenda," seru Adrian yang membuat gadis itu terdiam.

Rasa canggung tercipta di antara Richa dan Ratih. Mereka semua mulai mendirikan tenda. Mega menaburi garam di sekeliling tenda dan Heru juga melakukan hal yang sama. Toni mengeluarkan sebuah pisau besar untuk mengambil ranting kayu dan membakarnya saat malam tiba.

Mereka semua bahkan tak merasakan lapar hingga waktu magrib menjelang. Mereka mendirikan tenda saling berhadapan.

****

Malam telah tiba, langit tak menunjukkan keberadaan bintang sama sekali. Bahkan bulan pada malam itu tertutup awan gelap. Suara lolongan hewan liar terdengar begitu jelas membuat mereka segera menyalakan api dan lagi-lagi Mega menghamburkan garam. Gadis itu takut sekali dengan hewan melata seperti ular. Apalagi melihat hutan yang begitu lembab dan jarang sekali dijamah manusia. Setelah makan mi rebus mereka semua mengelilingi api unggun kecil yang mereka buat.

"Mana buku itu?" tanya Adrian pada Richa. Gadis itu segera mengambil buku itu dari dalam tenda dan membawanya.

"Ok, apa yang dikatakan dalam buku itu," ucap Toni.

Richa segera membuka buku itu, Mega sedikit menjauh dari Richa karena gadis itu mulai merasa khawatir dengan keberadaan buku itu. Ratih hanya menatap Richa dengan lekat sedangkan Heru berusaha tak peduli. Richa membukanya dengan perlahan. Gadis itu terlihat gemetar. Ada satu kata tertulis dan muncul begitu saja. Membuat Richa mengerjapkan beberapa kali matanya untuk memastikan hal itu benar terjadi sesuai penglihatannya.

'Danau'

Hanya kata itu yang tertulis. Membuat mereka semua kebingungan.

"Berarti jawabannya ada di danau," duga Heru.

"Kita harus ke sana?" tanya Mega.

"Sepertinya begitu," jawab Adrian sambil memukul nyamuk yang baru saja hinggap di pergelangan tangannya.

"Bukankah ini sudah malam, kenapa tidak besok saja," saran Richa yang langsung mendapat tatapan tajam dari Ratih.

"Lebih cepat lebih baik," ucap Ratih lalu berdiri.

"Tunggu apa lagi kita harus ke danau sekarang," tukas Toni.

"Bisakah aku tak ikut," ungkap Mega yang mengigit bibir bawahnya.

"Kita selesaikan bersama secepatnya. Ingatlah kau sudah menyentuh buku itu juga," jelas Ratih membuat Mega menghampiri Richa dan menggandeng tangan kiri sahabatnya itu.

Toni menyalakan senter mendekati danau.

"Kita mau apa?" tanya Heru dan berkata,"tak ada petunjuk selain kata danau."

Richa mengangguk, pasalnya gadis itu hanya membaca apa yang dia lihat.

"Bukankah itu perahu?" tunjuk Adrian yang mengarahkan senter pada perahu kayu yang cukup besar.

Mereka berlari mendekati perahu itu.

"Bukannya tak ada apa-apa tadi sore sini?" ucap Ratih.

Buk!

Terdengar suara aneh dari belakang membuat mereka menoleh bersamaan. Tapi tak disangka sesuatu dari dalam air muncul dan menatap satu orang di hadapannya.

"Ahh!" teriak Mega yang ternyata tertarik ke dalam air.

Semua terkejut bukan main, Toni segera melompat ke air dan mencari Mega yang sekarang kepalanya sudah tak terlihat lagi.

"Mega!" teriak Richa begitu keras. Ratih juga melakukan hal yang sama.

Richa langsung menangis begitu saja. Sedangkan Toni yang sedari tadi menyelam mencari Mega tak juga ditemukan. Richa ke pinggir danau berusaha mencari Mega, gadis itu sudah menangis sesegukan.

Adrian membantu Toni sedangkan Heru hanya diam karena tak bisa berenang sama sekali.

Kejadiannya begitu cepat hingga tak ada yang menyadari. Richa membuka buku.

'Kau kalah, aku berhak mengambil satu'

Kalimat itu membuat Richa melempar jauh buku itu ke tengah danau.

"Mega!" teriak Richa yang hampir kehabisan suara. Namun hasilnya nihil Mega tak terlihat sama sekali. Malam juga membatasi penglihatan mereka.

****

Next guys
Vote and coment

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top