SIRAUT SIRAH [5]

"Aku ada di sekitarmu"

***

Berulang kali Richa menelpon ibunya namun tidak tersambung. Alhasil dia hanya mengirimkan pesan pada ibunya. Mungkin ibunya juga akan senang dengan rencana liburannya. Daripada dia harus berdiam diri di rumah tanpa melakukan aktifitas lainnya. Lagi pula mungkin saja Ratih akan mengajak ayah dan ibunya. Begitulah pikir Richa. Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Mega masih sibuk memasukkan barang ke dalam tas ranselnya.

"Jangan bawa terlalu banyak barang, bawa yang perlu-perlu saja," ucap Richa yang ikut memilih barang yang akan dimasukkan ke ransel.

Beberapa menit berlalu, mereka telah siap dan menggendong ransel masing-masing. Mereka berdua menggunakan sweater yang sama yaitu berwarna biru langit. Memeriksa semua pintu dan jendela, memastikan kalau semuanya terkunci dengan baik. Richa dan Mega kini duduk di teras rumah menunggu Ratih datang.

Tak berselang lama sebuah mobil singgah di halaman rumahnya. Ratih menyuruhnya cepat naik setelah kaca mobil terbuka. Dengan semangat Richa dan Mega menghampiri. Dipikiran mereka sama, mereka akan menghabiskan akhir pekan dengan penuh petualangan. Saat Richa masuk ke dalam mobil dia sedikit terkejut. Mendapati Heru dan juga Adrian di kursi belakang. Apa itu kejutan dari Ratih? Laki-laki yang jarang sekali berbicara kecuali hal penting itu bisa diajak Ratih untuk pergi kemah? Richa menghela napas. Richa berbalik menatap Ratih yang duduk di depan bersama supir.

"Kita nggak bawa orang dewasa?" kata Richa sambil menyentuh bahu Ratih.

"Iya loh, apalagi kita mau kemah," timpal Mega.

"Tenang saja, kita bakal ketemu kok sama om ku di sana nanti," jawab Ratih sembari tersenyum.

Adrian yang matanya terpejam sedari tadi terlihat cuek dengan obrolan mereka. Heru sibuk memainkan ponselnya.

Mobil melaju dengan kecepatan stabil. Tak banyak yang mereka melakukan di dalam mobil. Heru dan Adrian sesekali mengobrol lalu sibuk dengan ponselnya masing-masing. Saat mulai memasuki jalan menuju tempat kemah. Pepohonan seolah menyambut kedatangan mereka. Dengan semilir angin dan juga gesekan pohon bambu yang menimbulkan bunyi.

Richa membuka jendela mobilnya. Menghirup kuat-kuat udara segar di sana. Mega yang tadinya terus berbicara kini tertidur dengan pulas ya sambil memeluk bantal kecil berwarna merah muda. Ratih pun sepertinya sudah tertidur.

Richa mengambil ponselnya di saku tasnya, gadis itu tersadar semakin mereka masuk ke dalam hutan semakin tak ada jaringan sedikitpun bahkan ponselnya itu menunjukkan tanda silang pada ikon sinyalnya. Richa memotret beberapa tempat lewat ponselnya. Sudah lama sekali dia tak pergi berkemah. Cukup lama mereka di dalam mobil hingga pinggang mereka sedikit nyeri.

Mobil mulai memasuki jalan yang sedikit berbatu memasuki sebuah pedesaaan kecil.

"Pak, udah mau nyampe ya?" tanya Richa pada supir yang hanya diam saja saaat mereka berangkat.

"Iya Neng, bentar lagi," jawab supir tersebut sambil menatap wajah Richa dari spion mobil.

Richa membangunkan Mega. Sahabatnya itu benar-benar tertidur nyenyak.

"Pak, ini sudah sampai mana?" tanya Ratih yang baru saja terbangun.

"Nah, itu di depan rumah tuan Rama," jawab supir itu. Matanya sedikit memerah karena kantuk dan lelahnya dalam perjalanan.

"Guys! Bangun yuk! Udah nyampe nih," ucap Ratih yang berbalik untuk menatap mereka satu persatu.

"Kita di mana?" tanya Heru yang menguap beberapa kali.

"Di rumah pamanku," jawab Adrian yang membuat Richa dan Mega berbalik menatap laki-laki itu.

"Lah?" Richa kebingungan sedangkan Ratih tertawa di depan.

"Aku dan Adrian itu sepupu," jelas Ratih.

"APA!" teriak Richa dan Mega hampir bersamaan. Heru hanya diam menanggapi.

Bagaimana tidak? Mereka saja tak menyangka hal itu. Karena Adrian dan Ratih tak pernah terlihat mengobrol satu sama lain di kelas.

Mobil berhenti di halaman rumah yang begitu asri. Nuansa nyaman begitu terlihat dari luar. Sebuah rumah panggung dengan dinding papan yang terlihat begitu kokoh.

"Hahah, udah-udah mukanya biasa aja, yuk pada turun," ajak Ratih.

Ternyata waktu cepat sekali berlalu. Matahari mulai terbenam. Richa menatap tempat mereka sekarang, tempatnya begitu indah. Gunung sepertinya terlihat melingkari desa ini. Rumah-rumah yang ada di sini begitu beda dengan rumah yang ada di kota. Tak ada bising dari suara kendaraan. Hanya suara jangkrik juga kodok yang meminta hujan.

Dari dalam rumah turun pria dengan wajah yang ramah. Ratih dan Adrian segera menyalami mereka membuat yang lainnya ikut melakukan hal tersebut.

"Wah, udah gede aja kamu," ucap pria itu, Rama pada Adrian yang memang begitu tinggi dari pria itu. Adrian tersenyum.

"Yuk masuk semua," ajak Rama, "kalian udah ditungguin Toni di dalam," lanjutnya.

"Toni siapa?" bisik Mega pada Richa.

"Mana aku tahu," jawab Richa.

Supir itu menurunkan barang Ratih dari mobil bersama oleh-oleh yang dibawa Ratih untuk Omnya.

Mereka semua naik ke rumah. Mega memegang tangan Richa dengan erat. Seperti yang diduga ruang ini begitu nyaman. Tak ada kursi di dalam. Semua hanya duduk lesehan. Adrian segera mencas ponselnya di dekat kipas angin kecil.

Mereka kini duduk bersama untuk menghilangkan lelah dalam perjalanan. Supir yang bernama Supono itu segera meregangkan tubuhnya tak jauh dari mereka.

Suara azan magrib berkumandang begitu merdu. Richa dan Mega pun meminta Ratih untuk menunjukkan WC di rumah ini. Sebab selama perjalanan mereka hanya menahan kencingnya.

Rama datang membawakan mereka kopi dan juga teh hangat.

"Toni dimana Om?" tanya Adrian.

"Oalah, Toni ternyata pergi salat di mushola. Om kira masih di rumah tadi.," jelas Rama.

Heru segera meminum kopi tersebut.

"Her," panggil Adrian.

"Kenapa?"

"Kamu bawa kan apa yang tadi aku minta?"

"Iya, tenang aja," jawab Heru sambil memberi jempol pada Adrian.

Adrian kemudian memperkenalkan Heru juga Richa dan Mega pada Rama.

Para gadis itu telah kembali mengambil ransel mereka dan mengikuti Ratih masuk ke dalam kamar. Tubuh mereka terasa begitu lelah.

Rama pun berdiri dan menunjukkan kepada Heru dan Adrian kamar yang akan mereka pake malam ini. Berdampingan dengan kamar para gadis tersebut. Toni pun datang kemudian langsung bertemu dengan Adrian dan memeluknya. Toni adalah anak dari Rama. Toni lebih tua dua tahun dari Adrian. Sedangkan ibu dari Toni telah meninggal sejak Toni lahir ke bumi.

Richa dan Mega memilih tak mandi malam ini. Pasalnya air disini ternyata lebih dingin dari bayangan mereka. Ratih yang melihat itu hanya tertawa.

Richa mengeluarkan baju yang akan dipakainya tidur begitupun dengan Mega. Ratih bahkan sudah berganti pakaian.

"Apakah besok Om mu akan ikut kita?" tanya Mega.

"Sepertinya begitu," jawab Mega.

"Aku kira kamu bawa orang tuamu ikut," ucap Richa sambil mengenakan bajunya.

"Mereka ada urusan jadi nggak bisa ikut," jelas Ratih yang merapikan rambutnya di depan cermin.

"Ric, loh kok masukin buku ini ke tasku?" tanya Mega yang menunjukkan buku yang semalam membuat Richa ketakutan.

"Aku nggak masukin itu, kok," jelas Richa yang mulai merasa aneh melihat buku itu.

"Lalu siapa?"

"Emang itu buku apa?" tanya Ratih yang mengambil buku dari tangan Mega.

"Siraut Sirah?" Ratih berpikir sejenak dan berteriak, "DIMANA KALIAN MENEMUKANNYA?!"

Richa dan Mega terkejut bukan main. Ratih terlihat begitu marah?

'Aku ada di sekitarmu' sebuah kalimat tertulis di lembar buku itu saat terjatuh di lantai dan terbuka begitu saja. Ratih menutup mulutnya karena terkejut.

***

Next guyss
Jangan lupa vote dan comentnya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top