Bagian 3

"hei, kau tak apa?" tanyaku pada gadis yang sedang menangis itu.

Ia mendongak dan terlihat terkejut. Whoa, E/C cemerlang miliknya begitu membuatku terpukau. Namun sayang,  sepertinya dia baru saja menangis karena ada banyak guratan merah di matanya.

"kau.." ucapnya tertahan.

Aku terkekeh pelan sebelum menjawab, "ya, aku?"

"hei, kau si badut yang tadi!" pekiknya.

"ya, itu aku!" jawabku sambil tertawa. Gadis ini lucu sekali. Aku seketika menyukainya.

"maaf atas kejadian yang tadi. Ngomong ngomong, apakah uangnya cukup?" tanyanya.

"ahh, tak perlu kau khawatirkan," kataku menenangkan.
"Ngomong ngomong, ada apa denganmu? Mengapa kau basah seperti ini?" tanyaku sambil ikut duduk di sampingnya.

"ti- tidak ada apa apa, kok! Aku hanya terpleset di toilet. Haha, aku memang ceroboh!" ujarnya sambil terkekeh, meskipun aku bisa mendengar suaranya yang bergetar menahan sedih.

Aku ikut tertawa agar dia tak tahu kalau aku tahu bahwa dia sedang sedih. Aku tak ingin dia merasa kalau aku mendobrak privasinya. Aku tahu ini keluar dari kebiasaanku, (yang senang ikut campur urusan orang lain ini) Namun, entah mengapa untuk gadis yang satu ini aku hanya ingin membuatnya nyaman.

"lain kali kau harus hati hati. Kau bisa saja terluka." ucapku sambil menekan hidungnya.

"haha, iya, baiklah..." ia tersenyum padaku.

"ngomong-ngomong, aku tak pernah melihatmu. Apakah ada toko baru atau kau yang baru disini?" tanyanya terlihat tertarik.

"oh itu.." aku memainkan balon di tanganku. "ya, aku baru disini dan aku tidak bekerja untuk toko manapun."

"ah, begitu... Apa kau punya teman, atau rekan, mungkin?"

Aku terdiam, "aku bekerja sendiri. Kalau teman, aku punya beberapa namun mereka tak ada disini. Dengan kata lain aku sendirian disini."

Dia terdiam sesaat. Terlihat berpikir. Lantas ia menepuk bahuku simpatik.

Hei, dia tak sedang menunjukkan kalau dia mengasihaniku kan?

"hahaha, tak perlu khawatir! Aku senang menerima teman baru!" ucapku saat melihat tatapan matanya yang seolah berkata, aww.. Pria malang.

Dia benar benar mengasihaniku. Parah.

"begitu? Baguslah, kurasa kau akan mempunyai banyak teman baru." entah mengapa aku merasa kalau ia mengatakan hal lain.

Hal lain seperti, "semoga kau beruntung menemukan teman tanpa harus menjadi lemah dan tertindas sepertiku."

Tapi aku tak peduli. Aku tahu itu mungkin perasaannya saat ini.

"terimakasih!" jawabku ceria.

Ia tersenyum. Ugh, bahkan dalam keadaan sedih, kumal, dan lusuh senyumnya bisa semempesona ini. Aku penasaran, bagaimanakah senyumnya kalau ia ada dalam keadaan yang riang, cantik dan bersih. Uhh... Aku yakin dunia bisa meledak karena senyumannya yang begitu manis.

"hei, kau tahu, kau bisa jadi teman pertamaku! Ide bagus, bukan?!" tanyaku sambil memegang tangannya.

"ehh? Kau yakin? Ma-maksudku bukan berarti aku tak mau, hanya saja... Aku?" dia terlihat gelagapan.

"iya, tentu saja. Kau aku teman!" pekikku riang sambil menunjuk kearahnya lalu aku dan membuat jalinan tanganku dengan tangannya.

Ia menatap jalinan tangan kami. Seulas senyum terbentuk lagi di wajahnya. Lantas ia menatapku dengan tatapannya yang manis.

"tentu saja, kita bisa menjadi teman." jawabnya tulus.

"Baguslah!! Ini, permen untukmu! Anggap saja sebagai hadiah pertemanan kita! Oh jangan lupakan balon ini! Peganglah erat, jangan sampai kau menerbangkannya!" ujarku sambil melimpahkan semua permen yang kupunya padanya.

"ow, terimakasih!" Dia terlihat kewalahan menerima permen yang kuberikan padanya. Tapi, dia tersenyum dan menerima semua permen itu. Manis.

"boleh kumakan?" tanyanya sambil menatapku.

Aku tertawa, "tentu saja! Kau boleh memakannya!" aww, polos sekali gadis ini.

Ia kemudian membuka salah satu bungkus permen dan melahapnya. Ia kemudian terdiam dengan mata terbelalak. Ia terus diam bahkan saat kupanggil namanya.

Tunggu.

OH TIDAK!! APA ITU SALAH SATU DARI PERMEN BERACUNKU??!!!

Dengan panik kuguncang tubuh mungilnya. Tak lupa aku menepuk punggungnya agar dia memuntahkan permen itu. Kupikir dia akan mati kalau tak segera memuntahkan permennya sampai ia menatapku sambil menarik napasnya.

"permen ini.. LUAR BIASA!!! rasanya super duper enak!! Aku belum pernah menemukan permen semanis, selembut, dan seenak ini!! Darimana kau mendapatkannya?" tanyanya antusias.

Aku menghela napas lega. Kupikir dia akan mati. Dasar. Entah mengapa aku tak ingin kehilangannya.

"aku membuatnya sendiri." jawabku sambil memperbaiki posisi dudukku.

"Whoa... Keren! Permenmu enak sekali! Apa kau membuat pabrik permen?"

Aku tertawa dan menjawabnya. Duh, dia gadis yang antusias dan penasaran. Setiap ku jawab satu pertanyaannya, dia akan punya pertanyaan lainnya. Aku bahkan sampai hampir membocorkan kalau aku adalah badut pembunuh.

"tunggu, jadi... Karena terkejut melihatmu, pemuda mabuk itu.. Hppppttt... Jatuh ke selokan?"

"iya! Dia terjatuh begitu saja dan tidak bergerak. Dan tiba tiba bergerak gila seperti cacing kepanasan!"

Dia pun kembali tergelak. Ia bahkan sampai memegangi perutnya. Ada sedikit air mata di matanya yang tentu saja air mata kebahagiaan. Bagus, sepertinya dia lupa kesedihannya.

"kau lucu sekali, Jack! Aku belum pernah menemukan teman sepertimu!" ucapnya sambil menepuk bahuku berkalu kali.

Aku tertawa. Tentu saja, karena ibu dan kakakmu mengekangmu sampai kau tak punya teman.

" Y/N! Kau dimana?! Apa yang sedang kau lakukan disana?!" tiba tiba lengkingan tak enak bergema di lapangan parkir.

"oh, aku harus pergi. Maaf." dia kemudian turun dan menghampiri gadis yang menyebalkan itu.

Aku menyelinap di antara mobil lain di belakang mobil merah cerah itu. Hanya jaga jaga agar gadis jahat itu tak melihatku.

Aku hanya bisa menontonnya dari sini. Terlihat kalau kakaknya memarahinya dan menertawakannya karena membawa balon. Y/N hanya menunduk dan sesekali menjawab.

Hei, membawa balon itu bukanlah hal kriminal, oke? Kau tak perlu mengejeknya!! Bagiku Y/N, yang sekarang tengah lusuh dan bau itu, lebih baik dari kakaknya yang memakai kosmetik tebal dan pakaian minim bak kehabisan bahan.

Kakaknya kemudian masuk ke dalam mobil. Y/N terlihat enggan untuk masuk. Namun lagi lagi, kakaknya membentaknya dan Y/N pun masuk kedalam mobil. Mobil pun melaju.

Sebelum ia masuk, ia sempat menatapku dan melambai padaku. Ia terlihat sangat sedih. Sepertinya enggan meninggalkanku.

Aku juga merasa begitu. Aku ingin dia tetap berada disisiku. Tak peduli segala hal yang dapat terjadi. Aku ingin dia merasa nyaman dan tertawa selalu denganku dan bukannya menderita.

Aku tak bisa melawan dorongan perasaan ini. Tanpa ku sadari aku berjalan. Berjalan mengikuti mobil merah cerah itu.

Mengikuti gadis yang telah memikatku.

______________________________________

Author note:

Duh... Bagian macam apa ini?! Percakapannya nggak jelas banget. Bahkan nggak ada hubungannya sama sekali!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top