Bagian 2
"semua, ini minuman kalian." ucapku sambil mengulurkan sebuah kantung plastik berisi 4 cup minuman yang tadi kubeli.
"oh, berikan padaku." Trish langsung menyambar kantung plastik itu dengan kasar dari tanganku.
Mereka langsung saja mengambil bagian mereka. Mereka mengabaikanku yang telah membelikannya. Bahkan, mereka sepertinya tak sadar kalau aku ikut dengan mereka.
Aku menatap tangan mereka. Tas belanjaan mereka banyak sekali. Ada yang dari toko pakaian, baju, sepatu, kosmetik dan bahkan ada yang sepertinya dari toko elektronik (?)
"eww, minuman macam apa ini?! Rasanya menjijikan!!" pekik Fyora sambil memuntahkan minuman yang baru saja ia sedot.
"kau benar, rasanya hancur!" sahut Trish sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya yang berkilau karena banyaknya perhiasan yang ia pakai.
"minuman sampah!" Tanpa rasa bersalah, Sheryl melempar gelas minum itu begitu saja. Kedua temannya pun melakukan hal yang sama.
"ehh, apa yang kalian lakukan?!" pekikku kaget sekaligus malu.
Maksudku, mereka melakukannya di dalam mall. Kalau di jalan sih, tak masalah. Tapi ini di mall. Dan tentu saja itu bukan hal yang baik.
"apa?! Kenapa, Hah?" Fyora menatapku dengan tampang yang nyolot.
Tatapan mereka begitu mengintimidasi. Membuatku sedikit ciut.
"ka-kalian tak boleh berbuat begitu, kalian mengotori lantainya." jelas ku sambil menunduk.
"apa? Sekali lagi? Kami, mengotori lantai? Keh, apa peduli mu?!" Fyora mendorongku dengan telunjuknya.
"te-tentu saja, lantainya akan jadi licin dan akan mengganggu orang lain." jawabku.
"Dih, bukan urusanku. Kalau mereka jatuh, ya jatuh aja. Aku nggak peduli." Fyora memutar matanya.
"Lagipula, nanti juga di bersihkan oleh petugas kebersihan." ujar Trish sambil memeriksa kukunya yang penuh dengan ulasan pedikur dan bertatahkan banyak manik manik kristal.
"kalian tak boleh bergantung pada petugas kebersihan. Kalian harusnya bisa menjaga kebersihan secara mandiri. Bagaimana ka..."
"Blah blah blah, apa yang kau tahu, hah?! Ini hidup kami, terserah kami!" ucap Trish terlihat kesal.
"dan apa apaan kau bersikap sok bijak pada kami? Kau ingin memperlihatkan kalau kau benar? Berani sekali kau menggurui kami." Trish maju selangkah ke depanku dan menarik keras kemeja ku. Dia terlihat marah sekali.
"hei, hei... Tenang! Apa yang dikatakan Y/N itu benar! Tak baik mengotori tempat publik." untunglah, Dian memisahkan Trish denganku.
"ya ampun, apa kalian tidak lihat betapa kalian malah membuat malu diri kalian sendiri?" memang, diantara ke empatnya, Dian lah yang paling bijak. Selain itu, dia jugalah yang memperlakukanku lebih baik.
Oh, andai kami saudara. Aku akan sangat mneyayanginya.
Trish, Sheryl dan Fyora terdiam. Benar, aku hanya cukup punya satu orang di antara mereka untuk membuat mereka menyadari kesalahan mereka.
"Oh, Y/N.. Maafkan teman trmanku yang kasar ini. Aku harap kau bisa memakluminya, pada dasarnya, mereka memang bodoh." ucap Dian sambil memegang bahuku dengan tangan kiri nya.
"Hei!" pekik trio rese itu merasa tersinggung.
"ah, tak apa apa, kok... Aku sudah biasa."
"ahh, kau memang baik hati... Tentu kau mau membersihkan kekacauan ini, kan?" tanya Dian sambil menunjuk minuman yang tumpah di lantai.
"te-tentu saja, akan kulakukan!" ujarku sambil tersenyum.
"bodoh!" tiba tiba, Dian mendorongku kearah tumpahan itu. Sekejap saja, bajuku sudah menjadi basah. Sungguh serangan yang tak terduga! Dengan tak percaya kutatap Dian yang sekarang terlihat lebih menyeramkan daripada biasanya. Aku kemudian melihat bahwa Sheryl dan dua temannya tertawa terpinkal pingkal.
"hei hei, aku memintamu untuk membersihkannya, bukan berkubang di dalamnya!" tawa mereka kemudian mengeras. Dan hal itu menarik perhatian orang lain untuk berkerumun di sekitar kami.
"oh, aku lupa, kau adalah orang yang bodoh dan tidak berguna! Dan kau beraninya memerintah kami? Aww.. Lihatlah tikus kumal yang mencoba untuk mengatur empat kucing cantik. Manis sekali, namun tetap saja, BODOH!" Aku tertegun mendengar kata kata jahat itu meluncur dari mulut Dian dengan mudahnya. Kupikir dia orang yang baik.
Mereka semua tertawa. Ya, semua. Mereka yang berkumpul itu semua tertawa. Mereka yang merekam juga ikut tertawa. Aku dikelilingi oleh gelak tawa.
Ingin rasanya aku menjadi tak terlihat. Aku akan pulang dan meringkuk di balik selimut sampai kejadian ini kulupakan. Aku akan berikan apapun untuk bisa menghilang dari semua orang ini. Meski aku tahu hal itu mustahil.
"oh iya, satu lagi aku lupa. Kau tak dapat bagian, bukan? Kalau begitu, ini kuberi padamu." Dian menumpahkan minumannya ke atas kepalaku.
"ow, itu dingin sekali!!" pekikku sambil melindungi mataku.
Dan semuanya tertawa lebih keras. Bahkan, sayup sayup terdengar perintah untuk memperlakukanku dengan lebih buruk lagi. Namun, hampir seluruh indraku terganggu karena minuman itu.
"berisik!! Aku sudah cukup dengannya, aku tak mau membuang waktu berharga ku hanya untuk mengurusi tikus buluk sepertinya." Dian kemudian berjalan menjauh dengan angkuhnya.
Aku hanya menatap nanar punggung mereka. Mataku sedikit perih karena terkena minuman itu dan malah semakin memburuk ketika aku menggosoknya.
"ya ampun, Nona! Apa yang kau lakukan?! Kau mnegotori lantai!!" seorang pria memekik sambil mendekatiku.
"eh, ya? Ma-maaf... Aku tak bermaksud... Whoaaaa!!!" aku langsung terjatuh ketika mencoba untuk berdiri. Dan parahnya, kepalaku mendarat pada ember yang pria itu bawa.
Gelak tawa kembali pecah. Tak ada yang membantuku sama sekali.
Oh, aku lebih baik mati daripada mempermalukan diri sendiri seperti ini.
Aku mencoba untuk bangkit dan memutuskan untuk kembali ke mobil. Sudah cukup untuk hari ini. Aku sudah tak tahan lagi. Mungkin, dianggap pengemis bagiku lebih baik daripada di permalukan seperti itu.
Bau yang menyebalkan menguar dari tubuhku. Ugh, minuman itu membuatku berbau seperti sampah basah berjalan. Pantas saja mereka berempat membencinya. Huh, orang jaman sekarang seleranya aneh.
Aku memutuskan untuk pergi melalui tangga darurat. Kupikir lewat sana tak akan menarik perhatian.
Sepanjang perjalanan menuju tangga, orang orang yang berpapasan denganku langsung menutup hidung mereka. Beberapa dari mereka tertawa dan berbisik di belakangku. Oke, aku jadi bahan candaan sekarang. Kuputuskan untuk berlari.
Sesampainya di parkiran, aku langsung mencari mobil kakakku yang berwarna merah cerah. Bingo. Tak perlu lama untuk menemukannya.
Sayangnya, pintunya terkunci. Sial, aku lupa bahwa Sheryl yang memegang kuncinya.
Akhirnya aku duduk di belakang mobil dan menyender di kap belakangnya.
Melihat parkiran yang penuh namun kosong membuatku merasa kesepian. Tiba tiba cairan hangat mengalir di pipiku. Kubiarkan mereka jatuh. Dan mereka jatuh lebih banyak sampai akhirnya aku menangis sambil memeluk lututku.
Entah mengapa aku merasa sesak. Rasanya seperti aku telah di injak injak oleh pasukan gajah dan tak ada yang sudi mengulurkan tangan padaku. Aku sendirian dalam ruangan kosong, gelap, dingin, dan sepi. Kepalaku terasa berat seolah aku telah tenggelam didalam lautan.
Maksudku, apa yang salah denganku? Begitu lemah kah diriku sampai mereka menindasku sampai begini? Mereka tak seharusnya melakukan ini, bukan? Aku telah menolong mereka!
"hei, kau tak apa?" tiba tiba seseorang bertanya.
Aku mendongak dan menemukan pria berkostum badut yang tadi tersenyum cemas kearahku sambil memegang sebuah balon.
"kau..."
______________________________________
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top