Prolog (BARU)

Awali baca chapter ini dengan lagu kawaii versi Jepang ehehe

#Now Playing: HoneyWorks - 可愛くてごめん Kawaikute Gomen ft. かぴ

"Dia seperti Teddy Bear, tetap memberi kehangatan walau terkesan dingin." -Single Daddy's Romance

Satu jam Manis menunggu jemputan di depan lobi Barat mal Grand Indonesia. Dia habis belanja pakaian dan sepatu heels. Barang-barangnya di New York tidak dibawa pulang semua dan Manis tidak punya pakaian feminin di rumah karena semua sudah dipakai sang adik. Manis bisa saja pulang sendiri naik taksi, tapi ibunya bilang sepupunya––Belva––sudah dalam perjalanan. Katanya, macet. Makanya dia harus sabar menunggu. Dan sudah kelewat sabar menunggu sampai waffle hangat yang dia beli menjadi dingin.

Manis merogoh ponsel dari dalam tas berwarna pink yang dipakai. Ketika Manis sudah menekan angka 3––panggilan tercepat nomor sang ibu dan tinggal menekan tombol panggil––bunyi klakson terdengar. Mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depan Manis. Kaca jendela mobil itu diturunkan.

"Manis Russell?" tanya laki-laki itu.

"Iya?"

"Saya diminta Mama kamu jemput. Katanya Belva nggak bisa jemput."

Manis tidak percaya. Wajah laki-laki itu tidak terlihat karena menggunakan masker medis.

"Kamu bisa naik sendiri, kan? Nggak perlu saya gendong?"

Manis berdecak. "Kamu bohong, ya? Mana mungkin Mama saya nyuruh orang asing jemput anaknya. Mama saya nggak semudah itu percaya sama orang."

"Ya udah terserah. Saya pulang."

Kaca jendela mobil itu dinaikkan. Manis panik. Sebelum mobil itu meninggalkannya yang kesakitan gara-gara kaki pegal, dia buru-buru mengetuk kaca jendela mobil dan kemudian segera naik. Barang-barangnya diletakkan di jok belakang. Setidaknya kaki Manis bisa bernapas lega sambil dia menghubungi sang ibu.

"Saya telepon Mama, ya. Awas kamu bohong."

"Telepon aja."

Manis menghubungi ibunya. Berbincang beberapa menit sambil protes dengan kesal dan menanyakan kebenaran akan laki-laki asing yang menjemputnya.

"Hah?! Mama bilang apa?" Manis memekik paling kencang sampai memenuhi seisi mobil. "Demi Sukuna, Mama harusnya nggak boleh asal nentuin, dong. Ih ... aku nggak setuju!"

"Berisik. Suara kamu mirip kaleng diseret," ketus laki-laki itu.

Manis tambah kesal mendengar laki-laki di sampingnya. Dia langsung menyudahi telepon dengan sang ibu setelah mengucapkan salam. Bisa-bisanya dia dijemput calon tunangan. Astaga! Zaman apa, sih, sampai masih dijodohin begini?

"Saya nggak mengada-ngada, kan?" tanya laki-laki itu.

"Nggak," jawab Manis jutek.

"Mama kamu bilang apa?"

"Kamu nggak perlu tau," ujarnya dongkol.

Manis memalingkan wajah ke arah lain, memandangi motor dan mobil sedang berlomba-lomba untuk mendahului macet yang tiada dua. Tepat di depan lampu merah, mobil yang dia tumpangi berhenti di barisan paling depan. Cahaya dari lampu jalan menyorot terang menerangi isi mobil. Manis menoleh untuk melihat laki-laki misterius yang sejak tadi wajahnya ditutup rapat. Dia pengin tahu calon tunangannya, terlebih dengan tangan berotot yang menunjukkan urat-urat kekarnya itu. Bersamaan dengan itu, laki-laki asing itu melepas masker dan memperlihatkan wajah.

"Oh, shit!" Manis memekik kaget dengan tubuh mundur ke belakang hingga menabrak pintu mobil begitu sadar siapa gerangan yang disebut calon tunangan oleh ibunya.

Sialan. Laki-laki itu tidak lain adalah Janji, si personel boyband HotShot yang tidak sengaja dia cium dua minggu lalu. Aduh, kenapa harus Janji?

"Apa wajah saya mirip mantan kamu sampai mengumpat gitu?" tegur Janji.

"Ng-nggak. Kaget aja kamu ganteng banget," alasan Manis. Tak mau mengobrol, dia kembali melihat jalanan. Dia menggigit bibir bawahnya. Dalam hati sedang gonjang-ganjing menenangkan diri. Tenang, tenang, dia nggak tau lo Hensom, kok. Tenang, Manis.

Beruntungnya Dewi Fortuna berpihak pada Manis karena ponsel Janji berdering. Janji segera menjawab panggilan melalui earpods.

"Hm? Kenapa?" sahut Janji malas setelah tahu Mahar telepon, salah satu personel grupnya. "Temenin ke acara meet and greet Hensom? Lo mabuk, ya? Ngapain gue temenin lo. Jelas-jelas lo pergi sama pacar. Jangan ajak gue jadi nyamuk kalian. Gue matiin nih, telepon."

Radar telinga Manis langsung bereaksi. Hensom? Acara dia, dong? Manis menahan diri untuk tidak menunjukkan ekspresi yang jelas kalau dia adalah Hensom. Pokoknya berusaha santai.

"Gue mau ajak siapa?" Detik berikutnya Janji melirik Manis. "Kata Tante Clarissa, kamu pecinta anime. Mau ikut saya?"

"Eh? Saya?" ulang Manis.

"Menurut kamu siapa lagi yang saya ajak di mobil ini?"

"Nggak bisa. Saya sibuk," tolak Manis. Ya, gila juga. Masa dia harus berperan bolak-balik jadi Hensom dan Manis? Kan, mustahil!

"Gue nggak ikut. Lagian gue nggak suka sama si Hensom-Hensom itu. Jangan maksa. Gue matiin teleponnya," kata Janji. Sesuai ucapan, dia mematikan sambungan.

Manis kaget mendengarnya. Janji tidak suka Hensom? Kenapa? Apa karena insiden itu? Ya, amplop! Kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan. Manis pengin tahu, tapi tidak berani nanya.

"Tante Clarissa bilang kamu cosplayer. Apa kamu kenal cosplayer bernama Hensom?"

Manis pengin menjawab; hey, it's me. Lalu, sambil bersenandung ria. Sayangnya, dia tidak berani dan cuma menjawab, "Nggak. Siapa, tuh?"

"Bukan siapa-siapa cuma cosplayer aneh."

Manis nyaris protes kalau tidak menahan diri. Dia memaksakan senyum dan berusaha tenang. Aneh? Dasar laki-laki ketus! Manis ingin langsung menyampaikan apa yang dia utarakan dalam hati, sialnya, belum seberani itu.

"Oh, ya. There's one thing..."

Manis harap-harap cemas. Takut Janji mau bilang sesuatu menyangkut Hensom.

"Saya nggak berniat membatalkan pertunangan ini. Jadi kalo kamu punya niat untuk batalin, silahkan aja. Itu memudahkan saya biar nggak dicap sebagai anak yang nggak nurut sama orang tua."

Manis tercengang. Apa? Jadi Janji menumbalkannya sebagai orang yang menentang pertunangan ini? Sungguh licik! Manusia nyebelin! Manis pikir punya wajah rupawan kelakuan rupawan juga, ternyata di luar dugaan.

"Satu lagi. Saya duda anak satu. Kalo kamu nggak suka anak kecil mending mundur."

Manis lebih tercengang lagi mendengarnya. Bagaimana bisa sang ibu menjodohkannya dengan seorang duda? Manis perlu bicara sama ibunya. Lagi pula, dia sudah keburu sebal sama laki-laki ketus dan menyebalkan seperti Janji. Bukan tipenya banget, deh!

"Siapa juga yang mau sama kanebo kaku kayak situ," gerutu Manis pelan sambil memandangi jalanan yang ramai.

"Saya dengar."

Manis tersentak kaget. Tak mau ditegur lagi, Manis mengatup mulut rapat-rapat. Duh, nyebelin! Semoga aja nggak tau kalo gue Hensom. Bisa-bisa dikira ambil kesempatan cium dia.

🧸

Jangan lupa vote dan komen kalian❤️

Follow IG: anothermissjo

Part ini keganti nggak ya? (Ini momennya di mobil yaaa~~)

Gimana menurut kalian prolog ini? >_<

Salam dari Manis❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top