BAB 13 - LORENG
Rakian sama dengan Oren ditambah empat batang kayu
Sehabis mendengar cerita Oren, Sindu pun lekas menyetujui permintaan Kakek Penyihir dengan beberapa syarat. Petama, Sindu ingin Kakek Penyihir mengembalikan Ageng dan Nenek Wilis seperti semula. Syarat kedua, Kakek Penyihir harus mengizikan Oren pergi ke mana pun dia mau, termasuk jika dia ingin mengunjungi Nenek.
Kakek Penyihir langsung setuju. Dia tidak terlihat berpikir sedikit pun. Karena itu, pertukaran segera dilakukan. Rakian ditukar dengan Oren dan empat batang kayu. Kakek Penyihir pun akhirnya melepas Rakian.
Rakian langsung berlari ke arah Sindu. Dia memeluk kakaknya dan menangis dalam pelukannya. Itu adalah tangis bahagia. Rakian menangis bahkan saat sedang bahagia. Dasar cengeng.
"Minumkan ini ke sepupumu dan istriku." Kakek penyihir menyerahkan dua botol kecil larutan berwarna ungu pada Sindu. "Ini akan mengembalikan mereka ke kondisi semula."
Sindu menerima dua botol kecil itu dari tangan Kakek Penyihir.
"Setelah itu, tolong tuangkan larutan ini ke pekaranganku," lanjut Kakek Penyihir. Dia menyerahkan satu botol lagi. Kali ini isinya berupa larutan berwarna hijau cerah. Kemudian, dia menyerahkan tiga botol lagi. Kali ini isinya berwarna biru. "Yang ini untuk kamu, adikmu, dan sepupumu. Ini hanya perlu diminum kalau kalian ingin melupakan kejadian ini. Kalau tidak, tidak perlu diminum. Akan tetapi, kalian harus berjanji tidak akan menceritakan apa pun yang terjadi di sini. Kalau sampai kalian bercerita pada orang lain, aku akan tahu dan kalian akan menerima akibatnya."
Menakutkan. Sindu akan memastikan Rakian, Ageng, dan dirinya tidak akan menyebarkan informasi apa pun soal Kakek Penyihir dan menara ajaibnya. Sindu belum diap berubah menjadi keong.
Larutan ungu dan kebun yang megah kembali
Sindu dan Rakian langsung turun dari puncak menara begitu urusan mereka dengan Kakek Penyihir selesai. Sindu agak sedih Oren tidak bisa ikut dengan mereka, tetapi Oren berjanji akan baik-baik saja. Kucing itu juga berjanji akan mampir ke rumah Nenek sesekali.
Di sepanjang menuruni tangga menara, Sindu tak menemukan pintu yang tadi dia lewati saat naik. Di setiap tingkat hanya ada ruang kosong. Sindu bingung, tetapi dia tidak ingin memikirkan hal aneh itu lagi. Yang terpenting sekarang, Rakian sudah bersamanya.
Keluar dari menara, Sindu langsung meminumkan cairan ungu pada Ageng dan Nenek Wilis. Mereka langsung berubah normal begitu menelan cairan itu. Nenek Wilis tidak kaku lagi dan Ageng sudah kembali gendut. Dia juga tidak lagi berbulu dan berekor.
"Terima kasih, Nak," ujar Nenek Wilis. Dia memeluk Sindu. "Tunggu di sini sebentar."
Nenek Wilis meninggalkan Sindu dan yang lain untuk beberapa saat, lalu kembali tak lama setelahnya. Di tangannya ada kantong kain kecil yang langsung diangsurkan pada Sindu.
"Ini hadiah buat kamu," ujar Nenek Wilis. "Kue hijau agar kamu tetap bisa berbicara pada hewan dan tumbuhan saat nanti butuh."
Sindu mengintip isi kantong. Benar. Ada belasan keping kue kering warna hijau. "Terima kasih."
Nenek Wilis mengangguk. "Mari aku antar keluar lewat pintu depan."
Sindu menolak. Dia mengatakan pada Nenek Wilis bahwa dia harus menuangkan larutan hijau titipan Kakek Penyihir ke pekarangan. Nenek Wilis paham. Dia segera mengantar Sindu, Rakian, dan Ageng ke belakang rumah.
Sindu menuangkan larutan hijau ke pekarangan belakang rumah Kakek Penyihir. Kebun yang tadinya begitu gersang, seketika menumbuhkan tunas-tunas baru dengan cepat. Tanaman-tanaman yang tadinya nyaris tidak ada, seketika tumbuh dan menjalar di mana-mana. Kebun itu sudah kembali. Kembali tampak berwarna-warni. Kecuali bagian pagarnya. Pagar-pagar bambu pembatasnya masih tetap kusam. Sepertinya perlu dicat ulang.
Sindu pun punya ide. Dia mengutarakan niatnya pada Nenek Wilis. "Bolehkah aku membantu mengecat pagar-pagar ini biar kembali berwara-warni?"
Rakian dan Ageng pun ternyata ingin ikut membantu.
Nenek Wilis berpikir sebentar sebelum mengangguk. "Kupikir suamiku tidak akan marah kalau kalian bersikap baik," jawab Nenek Wilis. "Tapi, kalian harus ingat pesannya. Kalian tidak boleh bercerita apa pun yang terjadi di sini dengan orang lain. Atau, dia akan marah."
Sindu mengangguk. Dia melihat Rakian dan Ageng juga ikut mengangguk.
Sindu tersenyum. Untuk sekarang, dia belum perlu menggunakan cairan biru pemberian penyihir. Mungkin Rakian dan Ageng akan butuh nanti. Namun, Sindu tidak akan pernah membutuhkannya.
Sindu tidak ingin lupa semua petualangannya dengan Oren di dalam menara itu.
Oren melihat dari puncak menara
Tiga anak laki-laki di pekarangan terlihat kecil sekali bagi Oren yang sedang mengamati dari puncak menara. Meskipun terlihat kecil, tetapi Oren tahu siapa bocah-bocah itu. Sindu, Rakian, dan sepupu mereka.
Kemarin, Nenek Wilis sudah memberitahu Kakek Penyihir bahwa Sindu dan yang lain ingin membantu mengecat pagar pembatas petak kebun. Kakek Penyihir mengizinkan dengan satu syarat. Tidak boleh ada yang masuk ke menara ini lagi. Apa pun alasannya. Nenek Wilis setuju. Oleh karena itu, Sindu dan yang lain sudah mulai mengecat pagar hari ini. Nenek Wilis ada di antara mereka.
Dari puncak menara, bocah-bocah di bawah tampak bahagia. Sesekali tawa keras mereka terdengar oleh telinga tajam Oren. Oren senang mereka bahagia di sini. Nenek Wilis juga sama bersemangatnya dengan Sindu dan kawan-kawan.
Kakek Penyihir tiba-tiba sudah berdiri di samping Oren. Dia ikut melihat ke bawah menara.
"Tidak semua anak-anak jahat, kan?" ujar Oren pada Kakek Penyihir. "Sindu dan anak-anak itu baik. Di rumah nenek mereka, aku diperlakukan dengan sangat baik. Mereka ikut menyayangiku."
Kakek Penyihir berdeham, lalu menjawab, "Aku tahu. Itulah alasan aku membiarkan mereka tetap sehat. Juga, memperbolehkan mereka bermain di pekaranganku."
"Jadi, apa itu berarti kamu tidak lagi membenci anak-anak?" tanya Oren pada Kakek Penyihir.
"Aku tetap membenci anak-anak yang jahat pada binatang," jawab Kakek Penyihir tegas. "Tetapi, aku menyukai tiga bocah di bawah itu. Dia membawamu kembali padaku, Loreng."
Ya, nama Oren di kehidupannya sebelum ini adalah Loreng, karena warna tubuhnya yang berbelang-belang.
"Aku juga senang bisa melihatmu kembali menyukai anak-anak," balas Oren. "Istrimu juga terlihat senang di antara anak-anak itu."
"Ya, aku senang dia merasa senang," jawab Kakek Penyihir.
Oren menoleh. Ada senyum di wajah Kakek Penyihir.
Oren merasa senang melihat senyum yang sudah sangat lama tidak pernah muncul di wajah si penyihir.
[TAMAT]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top