6th: B I L B E R R Y
Gak terlalu disunting jadi kalo banyak yg janggal harap dimaklum. Aku gasuka baca rate M, terima kasih :") Insyaallah di up bersamaan dengan Work baru, cek terus akun BabyWon yaa~
Abaikan Typo
HAPPY READING^^
.
"Hyungwon, ada yang ingin ku tanyakan. Diantara kalian berdua siapa yang AIDS?" tanya Taehyung.
"Apa maksudmu? Ke—Kenapa..... Kau bertanya?" balas Hyungwon dengan suara bergetar.
"Wonho membeli obat peningkat imunitas kemarin."
Percakapan singkat dengan Taehyung lagi-lagi melintas dalam benak Hyungwon. Ia tidak bisa melepaskan diri dari ingatannya mengenai botol tanpa label yang diberikan Wonho padanya kemarin. Botol berisi obat yang harus rutin ia minum dan tidak boleh terlambat. Analisis akhirnya mengatakan bahwa dirinya lah yang memiliki penyakit yang sampai sekarang belum ditemukan antibiotiknya tersebut.
"Mungkinkah....aku? AIDS?" gumam Hyungwon.
Lelaki itu saat ini tengah termenung sambil menunggu masakannya matang. Berdiri mematung didepan penggorengan sambil melamun.
Mengira-ngira segala kemungkinan apa saja yang sudah disembunyikan Wonho darinya. Bukankah lelaki itu bilang kalau dirinya hanya memiliki tukak lambung? Dia tidak memberitahukan bahwa HIV menyambanginya. Kenapa hal sepenting ini harus dirahasiakan darinya?
"Huft.. Akan kutanyakan pada dr. Son." Putus Hyungwon akhirnya.
Ia mengangkat penggorengan dan menyajikan masakannya kedalam piring yang sudah ia siapkan sebelumnya. Menatanya rapih di meja makan. Sekarang tinggal menunggu orang yang akan menemaninya makan.
"AIDS..... Bukankah itu virus yang penyebarannya sangat mudah. Bagaimana aku mendapatkannya." renung Hyungwon.
"Aku tidak ingat pernah melakukan sesuatu yang membuatku terinfeksi. Atau mungkin, ini bawaan lahir?"
Sudut tak teratur terbentuk seketika di dahi Hyungwon yang mengkerut.
"Akh! Apa mungkin? Mama dan Papa tidak terinfeksi. Wonho hyung juga sepertinya tidak. Hanya aku."
Selagi lelaki yang ditunggunya masih sibuk dikamar mandi tak ada salahnya kan jika dia memanfaatkannya untuk merenungkan hidupnya yang mungkin tak akan lama lagi?
DEG
"Benar, aku akan mati. Aku akan meninggalkan Wonho hyung. Pergi lebih dulu."
Sesak sekali rasanya dada Hyungwon memikirkan itu. Ia sadar jika semua makhluk hidup akan mati. Tapi ia tak pernah berangan sekali pun bahwa dirinya akan meninggalkan dunia secepat itu. HIV itu bagaikan bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Kira-kira kapan bom dalam tubuhnya akan menghentikan waktunya?
"Ahh.. Segar sekali."
Hyungwon segera menegakkan tubuhnya ketika lelaki yang sedari tadi ia tunggu keluar dari kamar mandi. Menghampirinya di meja makan dan langsung duduk disampingnya. Seperti biasa, keadaanya masih basah kuyup. Pernah diceritakan sebelumnya bukan bahwa Wonho sangat malas jika harus membawa handuk kekamar mandi?
"Wahh.. Kau memasak makanan aneh lagi." cibir Wonho sambil melihat beberapa menu makanan yang sudah siap saji dihadapannya.
"Itu hanya telur. Apanya yang aneh?"
"Wujudnya. Humpp.. Tapi tetap enak. Hehehe..." cerocos Wonho sambil melahap makanannya.
Hyungwon memperhatikan tingkah lelaki itu dengan senyuman mengembang. Setidaknya Wonho berhasil menyembunyikan keadaanya dengan sempurna. Hebat sekali. Dia bisa bersikap normal seakan tak terjadi apa-apa sejauh ini. Tapi, sejak kapan? Sejak kapan Wonho membohonginya?
***
Suasana perpustakaan selalu saja sunyi seakan tak berpenghuni. Padahal sesungguhnya dibeberapa sudut terdapat beberapa orang yang terdiam disana. Termasuk Hyungwon salah satunya. Duduk disalah satu meja yang tersembunyi dibalik rak buku. Sengaja ia memilih tempat itu agar Wonho tak menemukannya. Lelaki itu tengah tidur dikelas sekarang. Hyungwon memanfaatkannya untuk kabur dan membaca buku di perpus.
Tebak, apa yang Hyungwon baca? Disampul buku berwarna putih dengan corak merah tersebut tertulis 'Human Immunodeficiency Virus' yang juga berwarna merah. Yup, Hyungwon tengah mendalami virus yang meninfeksinya.
"Kau disini rupanya." tegur seseorang.
Hyungwon mendongakkan wajahnya. Itu Taehyung, seseorang yang membuat rahasia Wonho bocor.
"Wonho kebingungan mencarimu. Dia mengerahkan aku dan Kihyun untuk mencarimu."
"Hanya dua orang kenapa kau memakai kosa kata mengerahkan? Itu berlebihan."
Hyungwon kembali meneruskan acara membacanya yang terhenti. Membalik lembaran kertas bertinta hitam itu dengan cepat. Tidak mengherankan memang, Hyungwon cukup melebihi batas normal orang dapat membaca cepat. Dan mengingatnya walau tidak seratus persen.
"Apa yang kau baca?" tanya Taehyung mengangkat buku Hyungwon.
"Ish! Jangan mengacau!"
"Kau mencoba mendalami penyakitmu huhh?"
"Hmm.. Agar aku tidak ceroboh dan menularkannya kepada orang lain." jawab Hyungwon tanpa menatap Taehyung.
"Bagaimana dengan Wonho? Bukankah kalian memiliki hubungan yang yahh begitulah."
"Itu hal terberat yang harus ku hindari. Satu-satunya orang yang tak ingin ku tulari adalah dia. Karena itulah aku selalu menghindarinya."
"Termasuk kabur seperti sekarang?"
"Anggap saja begitu."
"Dia sangat panik Hyungwon, kau jahat sekali padanya."
"Akan lebih jahat lagi jika aku membuatnya mati."
Taehyung diam. Hyungwon yang dia kenal memang sedikit berubah. Meskipun keceriaannya tidak hilang, tetap saja Taehyung merasa bahwa Hyungwon sangat terbebani. Dia terlihat tertekan dengan keadaannya.
Biasanya Hyungwon akan sangat lengket dengan Wonho. Tapi karena penyakitnya, ia berusaha keras menjauhi Wonho. Taehyung sangat tahu sesungguhnya Hyungwon sendiri tersiksa karena lelaki itu tak bisa jauh dari Wonho. Tapi sama halnya dengan Wonho, Hyungwon pun dibayang-bayangi oleh perpisahan yang mereka yakini tak akan lama lagi.
"Kau yakin akan menghindari Wonho seterusnya?"
"Tidak. Ini baru berjalan empat hari, tapi aku sudah sangat merindukannya."
Benarkan apa pemikiran Taehyung, Hyungwon sendiri tak pernah bisa berlama-lama untuk jauh dari Wonho. Dipikir ulang, belakangan Hyungwon memang sering kabur dari pengawasan Wonho.
"Pasti berat sekali yah."
"Ahh, sudahlah. Jangan memasang wajah seperti itu. Selagi aku masih hidup, aku ingin menikmatinya. Jadi jangan sekali-kali mengajakku bersedih." ujar Hyungwon dengan seulas senyum.
Taehyung tertegun menatap senyum itu. Hyungwon tegar sekali. Meskipun sudah dipastikan akan segera mati, dia masih menyimpan semangat untuk melihat isi dunia. Rasanya ia jadi ingin menangis. Pasti nanti akan sangat lain jika Hyungwon benar-benar meninggalkan mereka. Tak akan ada lagi senyuman manis dan celetukan tak terduga dari bibir indah Hyungwon.
"Hei! Kenapa kau menangis? Harusnya aku yang melakukannya karena aku yang akan mati."
"Huaa.. Aku menangis karena membayangkan hidup kami tanpamu. Kami pasti merindukanmu."
"Hah?! Tetap saja harusnya aku yang sedih. Nanti diatas sana aku akan sendirian tanpa kalian. Aku pasti kesepian."
"Hiks.. Kau membuatku semakin ingin menguras air mata, bodoh!"
"Nanti disana aku akan rajin mendoakan kalian agar cepat mati. Jadi aku tak lagi kesepian."
"He? Bicara apa kau? Mana bisa seperti itu! Kami saja tak pernah mendoakanmu mati."
"Tentu saja, karena aku akan menghantuimu jika kau melakukan itu."
"Eh! Hei, apa ini? Harusnya aku yang menghiburmu. Bukan kau yang menghiburku."
"Anggap saja bonus. Haha.. Ayo kembali. Kasihan Wonho hyung."
***
[Hyungwon Pov]
Hari ini mood ku sedang jelek. Terlalu banyak yang aku pikirkan sehingga aku menjadi lebih pendiam dari biasanya. Semua pertanyaanku belum ada yang terjawab. Rencanaku untuk menemui dr. Son belum terlaksana dan terancam gagal karena Wonho terus menguntitku. Yah itu memang tidak sepenuhnya benar, karena kami memang selalu bersama. Jadi tidak ada istilah penguntit disini. Kecuali jika kenyataannya aku memang berulang kali kabur darinya.
"Hehh, makhluk cerewet. Kenapa kau diam saja sedari tadi?" ujar Kihyun menginterupsi Changkyun.
Kami berempat tengah berada di kantin. Baiklah, tempat ini sudah seperti basecamp kami saja.
"Aku ingin ke ruang kesehatan." Jawabnya lesu.
"Kau sakit?" tanyaku.
"Jika yang kau maksud penyakit kasmaran, maka jawabannya adalah iya."
Apa maksudnya? Changkyun sedang jatuh cinta?
"Jooheon hyung huhh?" celetuk Wonho.
Seketika kami bertiga melotot kearah Wonho. Lelaki itu dengan sikap dinginnya yang khas mengucapkan kartu as Changkyun secara cuma-cuma.
Yah kurasa sih begitu karena Changkyun terlihat memerah sekarang.
"Hei! Darimana kau tau!?"
"Ke ruang kesehatan karena kasmaran. Kau pikir apa artinya?"
"Hahaha.. Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya? Huahaha." gelak Kihyun.
Wajah Changkyun ku lihat semakin merah. Kedua bocah dihadapanku ini sukses mempermalukannya. Ahh hidup ditengah orang aneh seperti mereka sangat menyenangkan. Kira-kira bagaimana nanti raut wajah ceria mereka setelah aku tidak ada? Ku harap aku bisa melihat mereka lebih lama lagi.
"Mau kutemani?" tawarku.
"Kau serius? Wahaha.. Ayo ayo~"
Changkyun meraih pergelangan tanganku dan menyeretku. Sialan, harusnya aku tak menawarkan diri tadi.
Grep!
"Kau mau bawa dia kemana? Tidak boleh. Kalau mau pergi saja sendiri." cegah Wonho menahan pergelangan tanganku yang satu lagi.
"Wonho! Kenapa kau selalu jahat padaku!" frustasi Changkyun dengan menarik keras tanganku.
"Ku bilang tidak boleh!."
Aihh! Tanganku sakit! Mereka berdua menjadikanku media tarik tambang. Yang benar saja, bagaimana jika lenganku putus?!
"Hei! Hentikan!" teriakku melepas kedua tanganku secara paksa.
"Tidak apa-apa Wonho. Kurasa aku juga butuh istirahat sebentar. Kepalaku sedikit pusing." ucapku.
"Benarkah? Kau tidak merasa sakitkan?" panik Wonho.
Bodoh! Harusnya aku tak menyebut kata pusing didepan Wonho. Bagaimana mungkin aku melupakan bahwa lelaki ini sangat over protective padaku? Apalagi jika menyangkut kondisi fisik. Lihat saja bagaimana dia meraba tubuhku memastikan suhu tubuhku normal.
"Wonho hyung, aku hanya sedikit pusing. Tidak apa-apa, jangan berlebihan." ujarku meyakinkannya.
"Baiklah, akan kutemani." putusnya.
"Tidak mau! Kau tidak boleh bolos. Aku butuh catatanmu."
"Tapi—"
"Hyung, aku bisa sendiri." tuturku sedikit membentak. Aku benci saat lelaki ini mulai over padaku.
"Baiklah, aku menjemputmu sepulang sekolah. Jangan menghilang, paham?"
"Kau pikir aku punya tenaga teleportasi huhh?" cibirku.
Aku mendorong Changkyun lebih cepat sebelum Wonho berubah pikiran dan tidak mau melepasku. Sebelumnya aku memang sudah menyusun rencana. Bukankah dr. Son itu kawan dari Jooheon hyung? Sepertinya mencari dokter muda itu akan lebih mudah jika berperantara darinya.
"Aaa~ itu Jooheon hyung. Bagaimana ini? Aku gugup."
"Ck.. Kau tinggal bilang tidak enak badan saja dan dia akan mengurusimu."
"Lalu kau?"
"Tidur."
"He? Sejak kapan kau jadi tukang tidur?"
"Sejak kau banyak tanya! Cepatlah!" kesal ku mendorong Changkyun hingga jidatnya membentur pintu. Hahaha.. Kesempatan bagus.
"Awh! Apa yang kau lakukan! Dahi ku bengkak bagaimana!?"
"Urusanmu."
"Hei! Kau sama jahatnya dengan Wonho." Umpat Changkyun tak kalah kesal.
Clek!
Aku mengerjap kaget kearah pintu yang tiba-tiba terbuka. Dari sana menyembul sosok Jooheon hyung yang kebingungan. Sontak Changkyun diam dan menjadi salah tingkah sebab dia baru saja berteriak keras ke arahku.
"Kenapa kalian ribut?" deliknya.
"Eh... A-anu.. Changkyun..."
"Aku?"
"Dahinya sakit hyung."
"H-hah?" pekik Changkyun tertahan.
Wahaha, lihatlah wajahnya yang semerah tomat itu. Tampak jelas sekali bahwa ia dilanda panik saat ini. Tapi aku juga tidak bohong kan? Jidat Changkyun memang tergores tadi. Sepertinya aku memang terlalu keras mendorongnya.
"Benarkah? Coba ku lihat."
Jooheon hyung membalikkan tubuh Changkyun. Menyingkap anak rambut Changkyun yang menjuntai menutupi dahinya. Wahh, dahinya merah. Ahh tidak, wajah Changkyun seluruhnya memerah. Ku akui memang, dengan jarak seperti itu dada Changkyun pasti berdegup kencang dan rasanya ingin melompat keluar. Aku pernah merasakan itu sebelumnya, jelas aku paham.
"He? Apa yang kau lakukan Kyun? Ceroboh sekali." ucap Jooheon hyung menarik Changkyun masuk ruangan kesehatan kekuasaannya.
"Eee~ sebenarnya salah ku hyung. Aku mendorong Changkyun keras hingga membentur tembok." jelasku karena Changkyun tampak belum mampu berucap.
"Hah? Tenagamu kuat juga. Bagaimana kau bisa kalah dengan Hyungwon huh? Kemarikan dahimu."
Jooheon hyung mengobati Changkyun dengan telaten. Tak salah jika dia ditugaskan sebagai penjaga ruang kesehatan. Ia cepat tanggap dan ramah. Tak heran juga Changkyun terpesona dengan hati salju Lee Jooheon.
"Hyung, boleh aku tanya sesuatu?" ujarku mengganggu konsentrasi Jooheon hyung.
"Tentu." jawabnya tanpa menoleh. Rupanya dia tidak bisa diganggu. Aku jadi kurang enak.
"Hyung itu teman dari dr. Son kan? Kau tahu alamat rumahnya?"
"Son Hyunwoo maksudmu?"
Aku mengangguk. Jooheon hyung sudah selesai dengan Changkyun. Lelaki itu sibuk menyimpan kembali obat yang tadi ia gunakan. Sementara Changkyun, saat kulirik dia masih blank. Memegangi jidatnya yang saat ini diplester dengan senyuman konyol. Hehh, aku saja tidak seperti itu saat Wonho mengobatiku.
"Aku tahu, tapi aku tak akan memberitahukannya padamu."
"Kenapa?"
Aku mengernyit sebal. Kenapa dia harus sejujur itu. Kurasa akan lebih baik jika dia bohong atau mencari alasan lain yang lebih wajar saja. Misalnya seperti dia baru pindah dan aku tidak tahu alamat barunya. Ini sih membuatku semakin curiga kalau mereka bersekongkol.
"Ck.. Aku mohon hyung, beritahu aku."
"Kau berani membayarku berapa?"
Heh? Dia minta aku menyogoknya? Hei, aku sudah berada dijalan yang benar! Malah disesatkan. Perhitungan sekali orang ini.
"Akan ku berikan Changkyun untukmu." jawabku asal.
"A-apa!?" pekik Changkyun semakin memerah.
"Baiklah, kita sepakat."
Aku melongo sejenak. Apa-apaan lelaki ini? Padahal tadi aku hanya asal bicara. Kenapa dia malah menanggapinya seperti itu. Ahh, tapi sepertinya Changkyun juga akan menyukai akibat dari keasalanku tadi.
"Jadi, alamatnya?"
"Dia baru saja pindah dari apartemennya. Ku dengar dia membeli rumah, tapi aku tidak tahu itu dimana."
Plak!
Aku menepuk dahiku sendiri. Lelaki ini menyebalkan sekali. Kenapa tidak dari tadi saja dia bilang kalau tidak tahu! Atau dia membohongiku seperti yang ku perkirakan sebelumnya? Argh! Aku sebal. Jooheon hyung sama sekali tidak membantu.
***
Bel tanda kegiatan belajar mengajar usai baru saja berbunyi. Tapi selang waktu dua menit Wonho sudah sampai di ruang kesehatan dengan napas terengah. Ditangannya ia menenteng ransel Hyungwon sementara dipunggungnya ia membawa ranselnya sendiri.
Wonho melongok ke balik tirai. Tapi dia segera menarik kepalanya kembali mendapati apa yang tersembunyi disana. Changkyun sedang asyik berciuman dengan Jooheon hyungnya. Sepertinya mereka berdua tak menyadari ini sudah tiba waktunya pulang sekolah.
Tapi jika mereka hanya berdua, dimana Hyungwon nya? Jangan bilang lelaki itu tidak mendengar perkatakan Wonho untuk tetap di ruang kesehatan sampai ia menjemputnya.
"Hyung.. Nghh nhh..."
Wajah Wonho mendadak bersemu merah. Instingnya meminta tubuhnya untuk mengintip. Dan sialnya itu benar-benar ia lakukan. Tapi belum lama ia segera berpaling kembali. Berdecak sebal sambil menutup telinganya kuat agar tak mendengar Changkyun mendesah.
"Sial! Bocah tak bisa diam itu mendahuluiku. Aku saja tak pernah melakukannya dengan Hyungwon." gumamnya lirih bercampur kesal.
Wonho bergerak ke ranjang yang ada disudut ruangan. Sebuah tirai juga tergerai disana. Tebakannya, Hyungwon sedang disana. Sedikit menyebalkan memang karena ruang kesehatan sekolahnya justru tampak seperti rumah sakit massal dimana sepuluh ranjang berderet rapih dengan tirai penghalang terpasang ditiap ranjang. Dan ranjang langganan Hyungwon memang yang berada dipojok. Lebih terang dari ranjang lain karena terhubung langsung dengan jendela kaca besar disisi kirinya.
Keberuntungan berada dipihak Wonho karena Hyungwon benar disana. Lelaki itu tengah tidur sekarang. Posisinya yang tengkurap tampak sangat nyaman. Saat Wonho mencoba mengecek kebenaran bahwa lelaki itu tidur, Wonho berhenti ditengah jalan. Tertegun menatap wajah damai Hyungwon yang tersorot cahaya dari luar. Bibirnya yang masih basah sedikit terbuka. Memberikan celah untuk dengkuran halusnya keluar dan menyapa gendang telinga Wonho. Rasanya jadi tidak tega membangunkannya.
Wonho duduk ditepi ranjang. Mengusap surai Hyungwon penuh sayang. Sepertinya jarang sekali ia memperhatikan cara tidur Hyungwon saat tersedia cahaya seperti sekarang. Adiknya jadi tampak seperti malaikat. Tidak, Hyungwon-nya tidak boleh menjadi malaikat. Tidak untuk saat ini. Dia belum siap.
Masih banyak hal yang ingin dilakukannya bersama Hyungwon. Meskipun Wonho sudah mulai menghitung waktu sejak lama, tapi hitungannya masih akan berjalan lama.
"Eungh..." lenguh Hyungwon pelan.
Sepertinya kelembutan Wonho telah menarik nyawanya kembali ke dunia nyata. Hyungwon pun segera duduk dan mengerjap. Ia mengulaskan senyum kepada Wonho. Imut.
"Sudah waktunya pulang?" tanyanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Wonho meresponnya dengan anggukan. Ia pun bangkit dari posisi duduknya. Memberi ruang bagi Hyungwon untuk turun dari ranjang. Tapi kondisinya yang masih mengantuk membuat Hyungwon kesulitan menyeimbangkan tubuhnya.
"Eehh!"
Wonho segera menangkap pinggang Hyungwon sebelum lelaki itu terguling kesamping. Lagi-lagi scene dalam drama romance di alami Wonho dalam dunia nyata. Sepertinya ini yang kedua kalinya terjadi di ruang kesehatan. Dimana dia dan Hyungwon terdiam dalam posisi hampir berpelukan.
Tentu saja hampir, karena hanya Wonho yang melingkarkan lengannya.
"Akh! Hyu-hyung.. Unghh."
Suara desahan Changkyun tiba-tiba lewat. Tertangkap oleh telinga keduanya. Mereka tersadar secara bersamaan. Jika tidak, pastilah sesuatu hal serupa akan terjadi pada mereka.
Mendadak suasana menjadi canggung. Tampak sekali raut malu-malu diwajah Hyungwon dan Wonho. Keduanya sama-sama bingung harus memulai pembicaraan dari mana.
"Aish! Mereka belum juga selesai." ujar Hyungwon pada akhirnya.
"Apanya yang selesai? Mereka baru saja mulai."
"Mulai ronde baru sih iya." cibir Hyungwon.
"Hah? Jadi mereka berdua.. Umhh..."
Mendadak Wonho kehilangan kosa kata untuk melanjutkan kalimatnya. Rasanya berat jika harus mengucapkan kata yang berbau seks di depan Hyungwon. Tapi ia tak bisa memikirkan kata lain yang dapat dia gunakan sebagai pengganti.
"Argh! Aku bad mood. Ayo, kita pulang."
Hyungwon meraih ranselnya yang digeletakkan di ranjang oleh Wonho. Mendorong tubuh lelaki itu agar ia bisa lewat dan keluar dengan cepat.
Tapi diluar dugaannya, Wonho sama sekali tak mau beranjak. Lelaki itu malah memegangi pergelangan tangannya dan mempersempit jarak antara mereka.
"Hei! Ka-kau mau apa hyung!?" panik Hyungwon.
"Bad mood karena sedari tadi terabaikan?"
"He?"
"Apa kau iri dengan mereka? Kita tak pernah melakukan itu loh." goda Wonho semakin mendesak Hyungwon hingga tembok.
"I-itu.. Apa??" gugup Hyungwon.
Rasanya disini saja ia sudah berkeringat. Suhu disekitanya juga terasa mulai memanas. Atau sebenarnya memang tubuhnya lah yang mengalami kenaikan suhu?
Bruk!
Hyungwon menjatuhkan ranselnya. Menahan tubuh Wonho yang semakin mendekat dengan satu tangannya yang bebas. Tapi apa itu berpengaruh?
Wonho sudah terlebih dulu meraih tengkuknya dan menariknya mendekat. Apa boleh buat, ciuman tak bisa terhindarkan. Tapi disaat seperti ini Hyungwon justru teringat sesuatu....
HIV.
Sret!
Hyungwon mengangkat tangannya yang bebas. Menghalangi bibir Wonho dengan dua jarinya dan sedikit mendorongnya menjauh.
"Aku sedang bad mood! Jangan mencium!." Pekik Hyungwon dengan wajah bersemu.
"Ya! Hyungwonnie~"
"Jangan merayu!"
Baiklah, sebenarnya memang bukan itu alasan Hyungwon tidak ingin berciuman dengan Wonho. Ia sengaja menghindarinya. Situasi sedang penuh gairah saat ini karena desahan dan erangan Changkyun terus terdengar meskipun samar. Jika sampai mereka berciuman maka dapat dipastikan salah satu dari mereka, atau justru keduanya akan lepas kendali. Berbuat lebih bahkan sampai menuju tahap inti. Dan jika itu terjadi maka tak menutup kemungkinan Wonho akan tertular penyakitnya. Hyungwon tidak ingin itu terjadi.
Selama ini dia sudah banyak merepotkan Wonho, ia tak mau menyusahkan Wonho lagi dengan membagi virus padanya.
***
Sore hari menjelang petang. Hyungwon tampak menyibukkan dirinya didalam kamar mandi. Mungkin sudah cukup lama ia disana karena beberapa saat kemudian tubuhnya yang basah keluar dengan hanya mengenakan celana pendek dan kaos berwarna hijau tua. Juga handuk berwarna putih yang ia tenteng pada lengan kirinya.
Hyungwon bersenandung kecil sambil mengusap rambutnya berkali-kali. Mengibaskan air yang tersisa disana tanpa berniat mengeringkannya. Tapi langkah santainya terhenti ketika hendak memasuki kamar.
Entah apa yang membuatnya enggan masuk dan memilih untuk mengintip sejenak apa yang tengah dilakukan Wonho didalam sana. Sedikit tidak jelas memang karena Wonho berdiri membelakanginya. Sejauh yang ia tahu, lelaki itu tengah memegang sebuah lembaran kertas dan memperhatikannya dengan serius. Membuatnya penasaran memang. Tapi Hyungwon menolak untuk menegur. Karena ia memiliki tebakan tersendiri tentang isi dari kertas putih tersebut yang sudah pasti betul.
Mungkin saja berisikan perkembangan keadaannya. Memang apalagi yang bisa membuat Wonho seserius itu?
"Hyung, kau sedang apa?" ujar Hyungwon yang lelah menunggu Wonho terlalu lama.
"Ehh? Oh, tidak apa-apa. Kau sudah selesai? Kalau begitu aku akan memakai kamar mandi." jawab Wonho kaget dan segera memasukkan kertas tadi ke dalam laci meja belajarnya. Lelaki itu keluar masih dengan ekspresinya yang panik.
Hyungwon hanya memperhatikannya dengan heran. Ada apa memang dengan wajah semerah itu? Adakah yang salah?
BLAM!
Hyungwon semakin terheran dengan tingkah Wonho. Lelaki itu menutup pintu dengan perlahan namun menghasilkan suara yang keras. Memanfaatkan kesempatan, Hyungwon beranjak mendekati meja Wonho. Menarik lacinya dan memcoba mencari kertas yang tadi disimpan kakaknya disana. Tapi tak ada kertas apapun. Hanya note kecil Wonho yang bertumpuk disana ditemani beberapa bandul kalung koleksi lelaki itu.
"Kemana perginya kertas tadi?" gumam Hyungwon lalu menutup kembali laci Wonho.
Ia mendengus dan memutuskan untuk keluar saja. Mendudukkan diri didepan sofa televisi sambil memeluk boneka kelinci berukuran sedang yang lagi-lagi milik Wonho. Hahh, sepertinya isi rumah ini didominasi oleh barang-barang milik Wonho. Kertas dinding yang terpasang ditembok rumahnya, itu juga dipasang oleh Wonho. Semua serba Wonho.
"Haaa~ Wonho hyung~" panggil Hyungwon setengah merengek. Sepertinya sifat manjanya akan kambuh.
"Kau belum selesai mandi? Lama sekali. Biasanya lima menit sudah selesai." gerutunya.
Grep!
Tiba-tiba Wonho muncul dibelakangnya dan memeluk lehernya. Lelaki itu masih basah sehingga Hyungwon bisa ikut merasakan dinginnya air yang mengaliri kulit maskulin Wonho. Kedua lengan dan bahunya bahkan sudah ikut basah. Oh, bukan hanya itu. Tetesan air dari ujung rambut Wonho terjatuh di lehernya. Mengalir turun dan merembes pada kaos hijau yang ia kenakan.
"Inikan baru tiga menit." jawab Wonho setengah berbisik.
Bisakah kalian lihat tatapan Wonho? Tahukah kalian apa yang diotak Wonho sehingga ia menatap aliran air yang turun melewati leher Hyungwon dengan seksama seperti itu? Tak berkedip. Tatapannya nampak setajam caranya menatap Hyungwon tadi pagi di sekolah. Tidak, ini lebih tajam.
"Pakai bajumu dulu hyung." bujuk Hyungwon meraih satu lengan Wonho dan mencoba melepasnya.
"Nanti saja." tolak lelaki itu dan semakin mengeratkan lingkaran lengannya.
"Nanti kau masuk angin."
Hyungwon masih tak mau menyerah. Alasan lain mengapa ia bersikeras menyuruh Wonho berpakaian tak lain adalah untuk menekan hasratnya sendiri. Memang siapa yang tahan melihat tubuh basah Wonho yang terlihat sexy itu?
"Tidak akan." jawab Wonho dingin.
Lelaki pirang itu tersentak seketika. Terkejut dengan nada bicara Wonho yang asing ditelinganya. Mungkin ia memang sudah terbiasa mendengarnya disekolah. Tapi dirumah, Wonho sekalipun tak pernah menujukkan sikap seperti itu.
Deg
Hyungwon kembali terlonjak ketika merasakan sebuah benda lembut menyapa lehernya. Hangat dan basah, membuat sekujur tubuhnya merinding.
"H-hyung.... Apa yang kau-emhh.. Lakukan!?" pekik Hyungwon panik. Tapi ia sama sekali tak berkutik. Wonho sudah terlanjur memerangkapnya dengan kedua lengan yang dimilikinya. Terus menelusuri leher jenjang Hyungwon dan melumurinya dengan salivanya.
"Hyung—awhh!."
Hyungwon memekik ringan. Sedikit kasar memang Wonho menyentuhnya. Baru saja satu lengan Wonho terangkat meraih kepala Hyungwon. Mencengkram rambut pirang Hyungwon dan menariknya ke sisi berlawanan dengan dirinya. Dengan kata lain, memaksa Hyungwon memberi akses agar dia lebih leluasa.
Bugh!
"H-hei! Ummphh..."
Wonho secara cepat melompati sofa yang diduduki Hyungwon. Menubruknya hingga terguling jatuh kelantai dan menindihnya. Membungkam bibir manis lelaki itu sebelum sempat melontarkan umpatan.
"Hosh.. Hoshh..."
Kepala Hyungwon sedikit pening lantaran kekurangan oksigen. Wonho terlalu lama membuatnya menahan napas.
Chu~
Belum sampai Hyungwon menetralkan kembali sistem pernapasannya, Wonho kembali menautkan bibir mereka. Kedua tangan Hyungwon yang dicengkram kuat oleh Wonho sama sekali tak menolong Hyungwon untuk berontak. Ia juga tak mampu melawan dominasi ciuman Wonho yang liar tersebut.
Lama kelamaan tubuh Hyungwon mulai mengejang lantaran benar-benar memerlukan pasokan oksigen. Wonho yang sadar akan hal itu segera memutuskan tautan mereka.
"Akh!! Hahh.. Hahh.. Hahh.. Umhh.. Hmhh."
Hyungwon hampir saja pingsan saat ini. Seluruh tubuhnya terasa lemas dan gemetar. Kesadarannya sangat sulit sekali dipertahankan. Tinggal menunggu detik-detik dimana kegelapan siap menyelimutinya saja.
"Kenapa..."
"Kau selalu menghindariku akhir-akhir ini."
Wonho menegakkan tubuhnya. Mendudukkan diri diatas Hyungwon. Jika biasanya Wonho akan menumpu berat badannya, kali ini tidak. Lelaki itu benar-benar menduduki Hyungwon. Membuat Hyungwon mengerang kecil lantaran perutnya tertindih.
"Kenapa kau lakukan? Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa kau itu milikku?!"
Wonho beringsut. Mencondongkan tubuhnya kedepan untuk meraih tengkuk Hyungwon dan membawanya setengah bangkit. Pelukan erat pun membuat tubuh mereka menghimpit satu sama lain.
Hyungwon masih diam. Tampak sekali raut keterkejutan diwajahnya. Belum mampu mengejar perputaran peristiwa yang ia alami saat ini. Bisa dibilang Hyungwon itu setengah sadar.
Beda halnya dengan Wonho. Dengan posisi itu, Wonho sangat leluasa mengecupi sisi kiri leher Hyungwon. Menjilati dan sesekali menghisapnya tanpa menghasilkan kissmark.
"Dan sekarang aku menginginkan apa yang sudah menjadi milikku."
"Ap-anhh.. Apa mak-sud mu?"
"Berikan itu padaku. Aku iri dengan Changkyun." Bisik Wonho seduktif.
"Ahh? Aa-akh!"
Keadaan Hyungwon yang setengah sadar sangat menguntungkan bagi Wonho. Ia terus saja menyerang Hyungwon. Sementara itu, tentu saja Hyungwon juga terus mengeluarkan erangan serta desahan yang membuat Wonho semakin enggan berhenti.
"Hoi, apa yang kalian lakukan dibawah sana?"
Wonho tersentak dengan suara yang menginterupsinya. Dia mendesah kesal. Tanpa bangkit dari posisinya Wonho menoleh. Menatap tajam ke arah lelaki yang berdiri dibalik sofa dengan senyuman menyebalkan.
Lagi-lagi ayahnya muncul disaat yang tidak seharusnya. Ingin sekali Wonho mengusirnya atau setidaknya minta pertanggung jawaban karena selalu menghentikan acaranya dengan Hyungwon.
"Mau bermain diruang keluarga huh?" interupsinya.
"Kalau Papa hanya ingin mengganggu sebaiknya pergi saja."
"Eehh, kau itu harus sopan sedikit dengan yang lebih tua. Cepat pindah, drama yang ku tunggu hampir mulai."
"Cih!"
Wonho akhirnya mengalah. Ia mengangkat tubuh Hyungwon kedalam gendongannya. Membiarkan ayahnya menguasai ruang keluarga. Bahkan dia biasa saja saat mendapati kedua putranya hampir bercinta. Ayah yang aneh.
Bugh!
Clik!
Wonho melempar Hyungwon keatas ranjangnya kemudian mengunci pintu. Ia bergerak mendekati Hyungwon yang terduduk gemetar di ranjang. Hei, kenapa Hyungwon harus segemetar itu?
Wonho menanggalkan celana jeans pendeknya sebelum melompat keatas ranjang menyusul Hyungwon. Yang tersisa ditubuh Wonho saat ini hanyalah CD yang melindungi benda kebanggaannya. Dia merangkak mencapai tubuh bagian atas Hyungwon yang bersandar pada kepala ranjang. Hyungwon memang sedikit takut karena malam ini sikap Wonho padanya memang menakutkan. Ia terus saja mencoba menghindar. Tapi usahanya tentu tak berhasil karena Wonho selalu lebih cepat.
"K-kau serius?"
"Apa aku pernah main-main denganmu huh?"
"Ta-tapi..."
Lidah Hyungwon terasa kaku untuk meneruskan kalimatnya.
Kilatan kesal dari mata Wonho membuatnya takut untuk berucap. Sebegitu marahnya kah Wonho karena ia selalu menghindar?
Srakk
"Hahh!?"
Hyungwon membulatkan matanya. Dengan sekali tarik kaos yang ia kenakan sudah berhasil dirobek oleh Wonho. Mengekspos dada dan perutnya yang masih suci dihadapan Wonho. Sementara Wonho terlihat begitu gemas memandang kedua puting Hyungwon. Dia segera mengecupinya, menjilatinya, dan menghisapnya. Membuat benda kecil tersebut semakin mengeras.
"Anghh.. Wonho—nnhh..."
Hyungwon menggigiti bibir bawahnya. Tubuhnya menggelinjang atas perlakuan sederhana dari Wonho. Kedua tangannya mengacak-acak rambut Wonho sedari tadi sebagai pelampiasan atas efek dari hormon seksualnya yang telah aktif.
Tangan Wonho yang semula memegangi pinggul Hyungwon mulai bergerak turun. Menyusup dibalik celana dan CD yang masih membalut tubuh bagian bawah Hyungwon.
Secara langsung mencari keberadaan lubang Hyungwon kemudian memasukkan jari tengahnya.
"Aakhh! Tidak, Hyung-ahhh.. Hahh..."
***
[Hyungwon pov]
Tidak! Tidak! Tidak! Apa yang ku lakukan! Membiarkan
Wonho hyung menyentuhku? Ada apa denganku! Aku tidak mau!
"Aahh.. nhh ahhh.. Hahh."
Sial! Tubuhku terus saja merespon perbuatan Wonho. Aku tak bisa menghentikan desahan yang ku keluarkan. Seiring dengan bertambahnya tempo Wonho menusukkan jarinya yang kini sudah bertambah menjadi tiga buah, aku semakin merasa ini salah. Sebenarnya dari awal ini memang sudah salah.
Kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Kenapa aku baru mendapatkan akal sehatku saat Wonho sudah memulainya jauh? Bagaimana caraku menyudahi ini? Ayah juga pasti sudah tidak bisa menolong.
Srett!
Aku menatap nanar pada tubuhku yang sekarang sudah polos.
Wonho sudah berhasil membuatku telanjang. Ketiga jarinya masih bergerak menyiapkan jalan untuknya memasuki ku nanti. Sedangkan bibir Wonho masih sangat asyik dengan leherku.
Dari tadi dia tidak ingin beranjak dari sana. Tapi meski pun terhalangi tubuh Wonho, dengan sedikit memiringkan kepalaku saja sudah cukup bagiku untuk melihat apa yang terjadi dibawah sana. Bagaimana penisku berdiri tegak dan bergesekan dengan milik Wonho yang masih tersembunyi. Sensasi gesekan ini, uhh apa kami benar-benar akan melakukannya?
"Hyungwon..." bisik Wonho menghentikan aktifitasnya.
Aku diam tak menjawab. Napasku masih belum teratur untuk mengeluarkan suara selain desahan.
"Aku akan memulainya, apa kau siap?"
"Ahh?"
Wonho memegangi bahuku. Membawaku yang semula bersandar menjadi berbaring diranjang. Menaikkan kakiku agar melingkari pinggulnya. Dengan kata lain memberinya akses untuk masuk.
"Hyung!"
Ku cengkram kuat lengan Wonho. Menatapnya dengan mata sayuku dan didampingi oleh wajahku yang sudah memerah. Apa aku terlihat enak untuk dimakan?
"Ku mohon.... Jangan teruskan." mohonku dengan air mata menggantung dipelupukku.
"Kau takut heum?"
Wonho merendahkan tubuhnya. Menempatkan wajah tampannya yang penuh nafsu diatas wajahku. Mengusapkan jari-jarinya dengan lembut diujung bola mataku yang berair.
"Tenanglah, percayakan padaku. Tak akan sesakit yang kau bayangkan." ucapnya menenangkan.
"Tidak! Bukan itu! Hiks.. Jangan hyung.. Hentikan sampai disini.. Hiks.. Aku tidak ingin- aaaakkhhhh!!! Wonho!!!!"
Aku berteriak sekencang yang ku bisa. Tanpa aba-aba Wonho menjebolku. Sialnya dia tidak berhasil masuk dalam sekali hentakan. Justru meneruskannya secara perlahan. Dan itu terasa sangat menyakitkan.
Aku hanya bisa menangis. Mengeluarkan air mata sebanyak yang ku inginkan selagi kelenjar air mataku masih mampu memproduksinya. Dan tangisanku semakin tambah kencang lagi ketika Wonho mulai bergerak. Meskipun tak sepenuhnya isakan, melainkan sudah tercampur dengan desahan.
"Ughhh.. Anghh.. Aaa-ahh.. Hahh..."
Sepertinya apa yang dilakukan tubuhku sangat bertentangan dengan apa yang ku inginkan. Seluruh tubuhku terasa tersentak sebuah aliran listrik bertengangan tinggi. Jangan anggap serius kalimat hiperbola yang barusan, aku hanya bercanda. Aku tidak pernah tersengat listrik sebelumnya. Tapi yang jelas, secara total tubuhku lemas.
Seluruh tenagaku seakan terpusat pada satu titik diujung kejantananku yang sudah siap menyemburkan cairannya. Apa aku harus mengerahkan tenaga sebanyak ini hanya untuk berorgasme? Tapi sepertinya hanya aku yang sudah tak sanggup menahan.
Wonho masih sangat bersemangat. Aku juga belum merasakan tanda-tanda dia akan segera mencapai klimaks. Kecuali penisnya yang menurutku semakin lama semakin pasti menusuk titik kenikmatanku.
"Ahh.. Aakhhhh!!" lenguhku.
Sesaat setelah orgasme pertamaku, rasanya aku tak lagi mampu bergerak. Terlalu lemas, terlalu lelah, dan juga terlalu nikmat. Masih butuh waktu kurang lebih tiga menit untuk Wonho mencapai klimaks pertamanya. Dan saat itu aku sudah mencapai yang kedua kali.
Disinilah aku kembali merasakannya. Penyesalan, kekecewaan, kegagalan, semuanya menyesakkan sekali. Aku menyesal melakukan ini. Kecewa pada diriku sendiri yang telah gagal menjalankan misi yang kubuat tempo hari.
Semuanya sudah terlanjur. Kami sudah melakukan hubungan intim malam ini. Aku.... Aku sudah memasukkan virus mematikan ke dalam tubuh Wonho hyung. Aku membagi penyakitku dengannya. Aku sudah gagal melindungi orang yang kucintai.
Entah kenapa aku merasa semua sudah berakhir disini.
Selanjutnya apa yang akan terjadi? Apakah aku sanggup melihat Wonho hyung kesusahan? Jelas sekali aku tak akan bisa membantu. Mengurus diriku sendiri saja aku kerepotan. Bagaimana aku harus menjaganya?
Maafkan aku Wonho hyung....
Maafkan aku...
Aku selalu saja menyusahkanmu.
.
TBC
.
Ini tanpa penyuntingan yang berarti karena aku males baca rate M :" Sumpah aku tuh gasuka baca ato bikin Rate M /mewek/? Kecuali JooKyun, kayaknya aku suka deh *gg Abisnya mereka unyu :") HyungWonho abis unyunya /Nistain aja terus njirr/
Jangan lupa, hari ini Baby bakal up Work baru. Kali ini JooKyun, dan ceritanya series jadi ada series buat HyungWonho juga nanti. Hehehe~
Udah ah, cinta kalian semua pokoknya, love love muachhhh~ >____<
Selasa [10:37]
Kalsel, 23 Mei 2017
Love,
B A B Y W O N
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top