4th: N I G H T S H A D E

Abaikan Typo

HAPPY READING^^

.


Suara gaduh yang dihasilkan para siswa didalam kelas tersebut tampak tak mampu mengusik Wonho yang tengah terlelap diatas bangkunya. Sedari tadi pagi setelah jam pelajaran pertama usai, lelaki itu tertidur dengan pulasnya. Membuat Hyungwon yang duduk bersamanya melarang guru berikutnya untuk membangunkan. Meskipun sikapnya mendapat respon kurang baik dari sang guru. Bahkan sampai istirahat tiba, ia tak tega membangunkan Wonho. Menemaninya dan meminta Kihyun untuk membawakan makanan.

Tapi yang terjadi justru acara makan siang massal yang terselenggara secara mendadak dikelas mereka. Bahkan ada Changkyun dan Taehyung yang ikut bergabung. Hanya saja Wonho masih tidur.

"Sepertinya kakakmu kelelahan." ucap Taehyung.

Changkyun yang duduk menghadap kebelakang didepan Wonho tiba-tiba naik ke atas kursi dan mendekatkan wajahnya pada Wonho.

"WONHO!! BANGUN! DASAR TUKANG TIDUR!" teriak Changkyun tepat ditelinga Wonho.

Hyungwon yang terkejut mendengar teriakan melengking itu spontan memukul kepala Changkyun. Memaksanya menjauh dari kakak kesayangannya.

"Kau gila! Nanti Wonho hyung terbangun." pekik Hyungwon sambil terus memukuli Changkyun.

"Aku sudah bangun."

Hyungwon mengedip lucu menatap Wonho yang tengah menguap lebar. Bahkan lelaki itu tak segan merenggangkan ototnya seolah baru bangun pagi. Nampaknya pekikan yang ia luncurkan untuk Changkyun mendorong lelaki itu untuk benar-benar terbangun.

"Kenapa banyak makanan? Apa kita sedang berpesta?" tanya Wonho disela kegiatannya.

"Merayakan bangunnya pangeran tidur, kurasa iya."jawab Kihyun asal.

Wonho mengerucutkan bibirnya. Menopang dagu menggunakan telapak tangannya. Ia meraih makanan yang tersisa dengan malas. Tak menyadari bahwa bola mata Hyungwon sama sekali tak beralih darinya.

"Hyungwon, mendekatlah." ucap Wonho melirik adiknya.

"Eeh? Ke.. Kenapa?"

"Mendekat saja."

Wonho menarik kursi Hyungwon agar lebih dekat dengannya. Ia segera melingkarkan lengannya pada pinggang Hyungwon dari belakang dan menumpukan kepalanya dibahu lelaki pirang itu setelah Hyungwon menuruti keinginannya.

"A.. Apa yang kau lakukan." gugup Hyungwon.

Tak salah jika Hyungwon jadi salah tingkah diperlakukan semanis itu oleh Wonho. Kalau hanya berdua ia sudah terbiasa tapi ini didepan teman-temannya. Bahkan Wonho yang selalu bersikap dingin datar, kali ini tampak menunjukkan senyumannya yang begitu manis. Meski pun Hyungwon sendiri tidak bisa memastikan semanis apa senyum itu. Karena ia tak berani bertatap muka dengan Wonho.

Lihatlah bagaimana wajah Kihyun dan Taehyung yang terdiam menatap keduanya. Pemandangan seperti ini masih asing bukan? Pengecualian untuk mata Changkyun yang sudah tidak heran lagi. Bagi lelaki itu baik Hyungwon yang bermanja atau sebaliknya itu sama saja. Sama-sama membuat iri.

"Suapi aku." bisik Wonho.

Hyungwon memblushing. Gugup. Ia benar-benar tak berani menatap Wonho, sekedar melirik pun tidak. Tapi ia bisa merasakan Wonho masih menatap wajahnya yang memerah. Hal itu membuatnya semakin salah tingkah saja.

"Aaaa~" ucap Wonho sambil membuka mulutnya.

Dilihat dari sisi mana pun terlihat sekali bahwa Hyungwon gemetaran. Hei, ayolah, santai saja. Kau hanya akan membuat kikikan ketiga orang didepanmu semakin tak tertahankan.

"Ohh~ manisnya."

"Kalian seperti sepasang kekasih." tutur Taehyung.

Seketika Hyungwon dan Wonho mengehentikan kegiatan suap menyuap mereka. Hyungwon tampak menurunkan tangannya dan memalingkan wajahnya dari Wonho. Sebaliknya Wonho justru terlihat begitu intens menatap Hyungwon.

"Ja.. Jangan mentapku.. Se-Seperti itu." gagapHyungwon.

Wonho tersenyum tipis mengetahui kegugupan Hyungwon. Ia semakin mengeratkan lengannya dipinggang Hyungwon. Membuat lelaki pirang itu semakin terjatuh dalam kegugupannya.

"Apa kita bisa seperti itu?"

"Sep.. Seperti apa?"

"Apa kita bisa menjadi sepasang kekasih?"

DEG

Seketika jantung Hyungwon terasa dihentikan dengan paksa. Seluruh tubuhnya gemetaran mendengar penuturan Wonho. Bahkan bibirnya terlalu gemetar untuk menjawab. Jangankan bibirnya, lidahnya saja sudah terasa sangat kaku dan kelu untuk digerakkan.

"A.. Aku.. Sebaiknya aku mengembalikan ini ke kantin." elaknya.

Hyungwon melepas Wonho paksa dan dengan kecepatan kilat membereskan makanannya. Walaupun Wonho belum menyelesaikannya. Tapi Hyungwon terlalu takut untuk peduli. Yang ada di benaknya sekarang adalah menjauh dariWonho.

Kenapa?

"Hyungwon..."

Wonho menatap dingin kearah pintu dimana Hyungwon menghilang dari kelas mereka. Lihatlah, sifat buruknya yang acuh mulai kambuh lagi sepeninggal Hyungwon. Ia mulai merutuki dirinya sendiri yang tanpa pikir panjang mengatakan hal itu.

Sepasang kekasih?

Yang benar saja, itu artinya Wonho baru saja mengungkapkan perasaannya pada Hyungwon. Ia melanggar janjinya yang ia lantunkan tempo hari untuk menyimpan perasaannya sendiri.

Sementara Hyungwon sudah menghilang, Changkyun tampak memperhatikan jejaknya lekat-lekat. Ia bahkan baru menyadari bahwa Hyungwon hanya membereskan makanan Wonho. Dan meninggalkan yang lain di tempat.

"Aku juga akan membereskan ini dan kembali ke kelasku." ucapnya.

"Aku bantu." tawar Taehyung yang disambut senang hati oleh Changkyun.

Kedua lelaki itu pun pergi menyisakan Kihyun dan Wonho disana yang sama-sama menatap kosong kearah pintu.

***

[Wonho pov]

Bodoh!

Harusnya aku menjaga mulutku. Aku tahu Hyungwon juga menyukaiku, tapi menyatakannya seperti tadi.. Argh! Ku pikir Hyungwon akan mendiami ku beberapa waktu ke depan.

"Itu tadi cara menembak yang tak ada romantis nya sama sekali." cibir Kihyun.

Aku menjatuhkan kepalaku ke bangku dengan lemas. Masa bodoh dengan romantis. Aku bukanlah tipe lelaki yang mau repot dengan perasaan.

"Kurasa dia akan menerimamu."

"Terima kasih doanya." ketusku.

Tapi mendapat umpatan berkali-kali dariku tak membuat ocehan Kihyun mereda. Ia terus saja membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan acara mengungkapkan perasaanku barusan. Ck! Kenapa lelaki itu tak bisa berhenti bicara. Aku benar-benar tidak mood mendengar suara bocah itu.

"Haha, kalian berdua akan menjadi pasangan Incest pertama yang aku temui."

Incest..

Aku melupakan fakta itu. Saudara, sedarah, sejenis. Akh! aku makin tertekan. Ku jatuhkan kedua tanganku dengan lemas. Sementara kepalaku tetap menumpu pada meja.

"Kihyun...."

"Apa?"

"Menurutmu apa kami bisa bersama?"

Bisa kutebak bagaimana ekspresi Kihyun sekarang meski pun aku tak melihatnya. Wajah berpikir yang tampak aneh dan sangat aneh. Wajah berpikir Kihyun memang seperti itu.

"Memang apa yang membuatmu ragu?"

"Entahlah.. Aku meragukan segala kemungkinan."

Ku bangkitkan tubuhku. Menopang kepalaku menggunakan lengan kiriku. Menatap ke arah pintu jika saja Hyungwon sudah kembali. Tapi ruang tiga dimensi berbentuk persegi panjang itu tak kunjung menampakkan sosok yang sedang ingin ku lihat.

"Kihyun, apa yang kau tahu tentang HIV?"

"He? Kenapa kau menanyakannya?"

"Apa seseorang yang mudah terserang penyakit berkemungkinan mengidapnya?" ucapku menatap lurus pada mata Kihyun.

Lelaki itu tampak larut dalam pemikirannya sendiri. Mungkin terbawa masuk oleh tatapan mataku. Atau bisa jadi dia mampu mengikuti kemana arah otakku pergi.

"Bisa jadi..." desisnya.

"Yah, semua kemungkinan bisa terjadi. Jangan pesimis karena kemungkinan positif masih ada." lanjutnya.

"Aku hanya mencoba mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk yang bisa terjadi."

Ku sandarkan tubuhku pada kursi. Sementara Kihyun tampak menganggukkan kepalanya berulang kali sebelum penyakit ibu-ibunya untuk bermake-up kambuh lagi. Dasar.

"Aku akan ke toilet." pamitku bangkit.

Kaki ku melangkah cepat melewati koridor. Rasanya aku ingin segera ke kamar kecil dan membasuh wajahku. Kurasa itu sedikit bisa mengurangi tekanan dalam pikiranku yang mulai kacau.

DEG

Aku berhenti. Beberapa langkah lagi memasuki kamar kecil, telingaku menangkap suara seseorang yang tengah merintih. Suara yang sangat kukenal dengan baik.

"Hyungwon!"

Aku terlonjak kaget melihat lelaki itu tengah memegangi perutnya dan mengeluarkan isi didalamnya. Lagi, persis seperti beberapa hari yang lalu dimana ia menguras habis lambungnya. Ku rengkuh tubuhnya yang bergetar dengan erat.

"Huekk!!"

Bersamaan dengan mengucurnya air keran yang dinyalakan Hyungwon untuk membilas muntahannya, air mataku juga ikut turun. Aku benar-benar merasa sakit melihat Hyungwon tersiksa seperti ini. Keringat jelas terlihat merembes dari pori-pori kulitnya. Wajahnya yang memerah dan napasnya yang tersendat, sangat menyesakkan rongga dadaku.

"Huek!"

DEG!

Aku tercekat menatap warna bubur makanan yang dimuntahkan Hyungwon. Merah.. Terdapat bercak merah darah disana.

Dapat ku lihat dari pantulan kaca seperti apa ekspresi terkejut yang juga direaksikan Hyungwon. Dengan gemetar ia mengulurkan tangannya meraihkran air. Tapi Hyungwon tak segera memutarnya. Jemarinya terhenti ketika menyentuh besi dingin itu. Bergetar dan lemas. Seolah kehilangan tenaga untuk memutarnya.

SRET!

GYUUUR!

Tak tahan melihat Hyungwon tak mampu menetralkan getaran tubuhnya, tanganku tergerak untuk menggenggam jemari Hyungwon yang masih memegangi kran. Memutarnya dengan perlahan sehingga air dapat menyingkirkan bubur makanan berdarah itu.

Dengan inisiatifku sendiri ku bersihkan sisa-sisa muntahan itu dari bibir Hyungwon. Lelaki itu sedang sibuk menangis sekarang. Meneteskan air matanya dalam diam.

"Ugh!"

Hyungwon kembali merintih sambil memegangi perutnya. Bibirnya yang pucat tampak meringis menahan sakit. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?

Ditengah kepanikan tunggal ini Hyungwon semakin lemas. Ia terkulai begitu saja dan jatuh dalam dekapanku.

"UHUK!"

!!

"Hyungwon!!."

Tidak, tidak, tidak! Hyungwon memuntahkan darah. Tidak banyak, tapi berulang. Hyungwon, ada apa denganmu?

Aku menangis. Sial! Kerongkonganku teramat tercekat hingga tak bisa berteriak. Sementara Hyungwon berusaha mengatur napasnya dan menggenggam erat tanganku. Sangat erat sebelum dia pingsan terjatuh dalam pelukanku.

"Hyungwon, bangun!" panikku.

Dengan sedikit tergesa aku keluar dari toilet meninggalkan Hyungwon. Sayangnya koridor begitu sepi, nampaknya bel masuk sudah berbunyi. Dengan tak rela aku berlari menuju ruang berpenghuni yang terdekat. Ahh itu kelas Changkyun.

"Permisi, Pak Guru! Tolong panggilkan ambulans! Changkyun, bantu aku!" teriakku.

Kontan Changkyun bangkit dan berlari mengikutiku. Sementara sang guru tampak kebingungan dan mengikuti langkahku bersama siswa lain yang penasaran.

***

Wonho terus bergerak sambil menggigiti kukunya. Sesekali ia menolehkan kepalanya. Mengintip melalui celah kaca ruangan dimana Hyungwon ditangani. Dapat ia lihat bagaimana dr. Son dan para perawatnya sibuk dengan berbagai peralatan itu. Separah itu kah Hyungwon?

Drap!

Drap!

"Wonho..."

Wonho yang ditemani Changkyun menoleh keasal suara. Itu Kihyun dan Taehyung. Sepertinya jam sekolah baru saja usai. Kedua lelaki itu datang dengan menenteng ransel Wonho, Hyungwon dan Changkyun.

"Bagaimana Hyungwon?"

"Masih didalam." jawab Wonho.

"Huh.. Tau begitu aku tadi tak meninggalkannya sendirian." sesal Taehyung.

Wonho diam. Harusnya dia yang mengatakan itu. Dia yang harus ada bersama Hyungwon. Bukankah dia sendiri yang mengatakan dimana ada Hyungwon disitu akan ada Wonho?

Hahh.. lagi-lagi Wonho tertekan.

Clek!

Pintu terbuka menampakkan dr. Son diikuti para perawat yang membantunya. Sontak Changkyun yang semula duduk segera bangkit untuk ikut menginterupsi dokter muda tersebut.

"Kondisinya sudah normal, tapi ia belum siuman. Kalian bisa masuk sekarang." ujar dr. Son.

"Wonho, ada yang ingin aku bicarakan." lanjutnya.

Wonho mengangguk. Melangkah dengan seribu tanda tanyamengekori dr. Son. Meninggalkan ketiga kawannya yang bergegas masuk untuk melihat keadaan Hyungwon.

Dr. Son mempersilahkan Wonho duduk sebelum memulai pembicaraan mereka. Sesuatu yang nampaknya sangat penting dan rahasia.Mungkin..

"Seperti yang ku khawatirkan, keterlambatan Hyungwon memeriksakan diri membuat infeksinya semakin parah."

Dr. Son menyerahkan sebuah map pada Wonho yang diterima dengan gemetar oleh lelaki bermata hitam bening itu.

"Infeksi??" tanya Wonho tak mengerti.

"Benar. Hasil laboratorium mengatakan bahwa Hyungwon positif menderita ulkus atau tukak lambung. Kami juga menemukan keberadaan bakteri Helicobacter pylori yang menginfeksi lambungnya." jelas dr.Son menerangkan pada Wonho.

Wonho dengan gemetar membuka map berisi data hasil tes laboratorium Hyungwon. Matanya menelusuri dengan jeli huruf-huruf yang terketik disana. Diimbangi dengan telinganya mendengarkan seksama penerangan dari dr. Son.

"Helicobacter pylori.. Sudah sejauh mana kondisiHyungwon?"

"Dilihat dari keadaannya yang sering muntah disertai darah, kemungkinan besar dinding lambungnya sudah mengalami pendarahan. Tidak akan terlalu buruk jika saja..."

Jantung Wonho berdegup kencang. Debarannya begitu kuat sehingga merangsang pori-pori kulitnya untuk mengeluarkan keringat dingin. Cairan yang justru membuat jantungnya semakin berdebar. Menatap sebaris tulisan dikertas putih itu dengan mata yang mulai berair.

Jika saja..

***

[Wonho pov]

Malam yang cukup dingin. Udara menusuk berhembus melewati celah yang dapat dilewatinya. Menggoyangkan kain penutup jendela itu dengan perlahan.

Sunyi.

Aku terdiam menatap tubuh pucat yang masih tertidur itu. Sungguh tak pernah ku sangka sosok yang begitu ku sanjung dan ku puja ini memiliki peluang besar untuk meninggalkanku. Peluang bahwa ia akan menutup matanya seperti sekarang dalam waktu yang sangat lama. Waktu yang aku sendiri tak tahu berujung dimana.

Human Immunodeficiency Virus

Sial! Meskipun berulang kali aku mengecek ulang rangkaian kata-kata hasil tes Hyungwon, tulisan hitam bercetak tebal dan miring itu masih tetap disana. Bodoh memang jika aku berharap kata itu tiba-tiba menghilang. Karena inilah yang terjadi dan harus ku hadapi. Tidak, tapi aku dan Hyungwon hadapi.

"Aku menyesal mengatakan ini Wonho tapi H. pilory yang menginfeksi Hyungwon datang dengan disambangi oleh virus HIV."

Aku mendesah. Sesak kurasakan memenuhi dadaku. Bahkankata-kata dr. Son tersebut masih terngiang jelas ditelingaku.

"Karena itulah infeksi pada lambungnya bergerak lebih cepat dari penyakit normal yang tidak disambangi HIV."

Air mataku menetes. Tak sanggup membayangkan bagaimana hidup ku nanti jika Hyungwon tak mampu bertahan dan akhirnya pergi meninggalkanku. Terlepas dari fakta bahwa aku hanya bisa mengulur sedikit lebih lama berakhirnya waktu. Karena sampai sekarang HIV belum dapat disembuhkan, meskipun Ulkus masih mungkin disingkirkan.

Tangisanku semakin deras. Aku benci ini, aku benci saat saraf-sarafku bekerja dengan kehendaknya sendiri tanpa bisa ku kendalikan. Maka terus saja ku lepaskan seluruh emosi yang terpendam dalam diriku.

Aku menggenggam erat pergelangan tangan Hyungwon yang dingin. Keinginan seperti aku akan mencoba melakukan apa pun sebatas apa yang kusanggupi untuk Hyungwon pun melintas. Yah. Aku akan melakukannya. Kembali melangkahkan kaki masuk kedalam ruangan pribadi dr. Son menginggalkan Hyungwon sendirian. Jalanku lemas dan mataku sedikit mengabur. Tapi gerakan tanganku sama sekali tak bergetar ketika mengetuk pintu dan masuk kedalamnya.

Ku lihat dr. Son tengah beristirahat barang sejenak sebelum melanjutkan lagi rutinitasnya meski pun malam hari sudah mulai larut. Dokter ini bagaikan manusia nocturnal saja.

Aku tersenyum menatapnya. Senyum yang sedikit ku paksakan karena air mataku kembali ingin turun mengingat beberapa jam yang lalu aku menghadapi kenyataan pilu di ruangan ini.

"Hyung.. Bisakah aku meminta tolong padamu?" ujarku bahkan sebelum dokter bermarga Son itu menoleh kearahku.

"Ohh.. Tentu." dia membalas senyumanku. Menatap kulekat dengan diimbangi nuansa iba.

"Rahasiakan ini dari Hyungwon. Jangan biarkan dia tau bahwa dirinya sekarang menderita AIDS." ujarku lemah. Rasanya sulit sekali mengatakan kalimat tersebut. Apalagi ketika hendak mencapai kata terakhir yang kurasa mengerikan dalam hidupku untuk di ucapkan.

"Baiklah."

***

Keceriaan malam yang tengah ditemani bulan penuh rupanya tak mempengaruhi suasana kamar kakak-beradik itu. Wonho terlihat begitu menikmati tidurnya dilantai. Mendesis halus dengan tubuhnya yang masih terbalut seragam.

Sementara disampingnya, Hyungwon tengah terkapar dengan berbagai buku berserakan. Lihat saja betapa berantakannya kamar sempit itu. Dimana-mana ada buku.

Hyungwon memang sedang menyalin pelajaran yang ia tinggalkan tiga hari terakhir. Ia merutuki dirinya sendiri yang tertidur terlalu lama dirumah sakit. Juga kakaknya yang tak mau membantu sama sekali. Diminta menemani malah tidur. Membuat rasa lelahnya semakin menjadi.

Hyungwon menatap lekat pada rupa tenang disampingnya. Tampak sangat letih, begitu lah yang ia terka dari sana. Tidur tengkurap di alas yang keras harusnya tak menimbulkan kenyamanan. Tapi pada posisi seperti itu Wonho bisa sangat pulas. Pastilah lelaki itu sedang kelelahan.

Hyungwon merapat. Memiringkan tubuh Wonho dan menyusup ke bawahnya. Dan secara reflek meskipun berada pada alam bawah sadarnya, Wonho mendekap Hyungwon. Membuat lelaki itu meringkuk dipelukannya dan mendapatkan kehangatan secara langsung dari tubuhnya.

"Wonho hyung, aku mencintaimu." desisnya sembari menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Wonho.

Hyungwon tertidur. Mengabaikan isi kamarnya yang masih berantakan. Juga melupakan materi yang harus ia salin. Dan malah terjangkit virus tidur dari Wonho yang jauh terlelap disebelahnya.

Tapi belum lama ia memejamkan mata, bahkan belum sampai mencapai alam mimpinya Hyungwon kembali membuka mata. Dengan sangat hati-hati ia bangkit melepaskan diri dari Wonho. Membuat pergerakan seminimal mungkin agar tidur kakaknya tak terusik.

"Asshh..."

Hyungwon mendesis memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa melilit. Ia juga baru ingat bahwa dirinya belum makan siang hari ini karena terlalu sibuk dengan kegiatannya menyalin materi. Apalagi setelah pulang dari rumah sakit, Wonho mendadak jadi pangeran tidur. Setiap saat ia tertidur hingga terkadang tak mengingatkan dirinya yang dasarnya pelupa untuk jangan telat makan.

"Lapar." gumamnya.

Hyungwon bangkit. Sedikit terhuyung berjalan menuju pintukarena mendadak kepalanya terasa pening. Sesekali juga ia menyampar buku yangberserakan dibawahnya lantaran langkahnya yang tak seimbang.

DEG!

Tangan Hyungwon berusaha mencapai apa saja yang bisa ia gunakan sebagai sandaran. Mendadak jantungnya berdebar kencang. Rasa mual dan nyeri pada perutnya kembali membuatnya kehilangan kendali atas sel ototnya.

Pintu! Merupakan unit terdekat yang bisa ia capai. Tapi langkahnya kurang lebar untuk meraihnya dalam sekali gerak. Hingga akhirnya ia harus terjatuh membentur kayu itu dengan keras.

BRUK!

Wonho tersentak bangun dari tidurnya. Ia berkeringat lantaran ditarik paksa menuju dunia nyata. Karena langsung tersadar, Wonho segera bangkit dan menghampiri Hyungwon yang tengah berjongkok didepan pintu.

"Hyungwon, kau tidak apa-apa?!" paniknya.

Hyungwon meringis memegangi jidatnya yang membentur pintu dengan keras. Wonho membalik tubuhnya. Terkejut dengan darah yang mengalir dari dahi Hyungwon.

"Kau jangan pingsan."

Wonho segera membawa Hyungwon ke ruang makan. Mendudukannya disana sementara dirinya sendiri sibuk mengobrak-abrik kamar ayahnya guna mencari kotak P3K. Benda macam itu memang selalu disimpan rapi tapi mudah ditemukan oleh ayah mereka. Tapi karena jarang menggunakan dan dalam keadaan panik, Wonho sedikit kesulitan.

"Ini dia."

Wonho menghampiri Hyungwon. Menarik kursi dan duduk berhadapan. Ia mengobati luka Hyungwon dengan hati-hati karena lelaki pirang itu berulang kali meringis kesakitan atas perlakuannya.

"Apa kau merasa pusing?"

"Tidak."

Wonho menghela napas mengetahui ini hanya luka ringan. Meskipun panik sangat melandanya. Dan mengingat kekebalan tubuh Hyungwon bermasalah, ia harus melakukan pengobatan sesteril mungkin.

"Apa yang terjadi tadi?"

"Aku lapar, tapi saat hendak keluar mendadak pusing dan terjatuh." jelas Hyungwon singkat.

Wonho tersentak. "Kau belum makan?"

Mendapat gelengan lemah dari Hyungwon, desahan kecil keluar dari bibir Wonho. Ia merutuki dirinya sendiri yang melupakan hal terpenting yang harus rutin dilakukan Hyungwon; makan.

Setelah menutup luka Hyungwon dan membereskan peralatannya, Wonho mengobrak-abrik isi kulkas. Mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk membuat makanan. Dan akhirnya ia mendapat beberapa bahan sederhana yang bisa Hyungwon makan.

"Karena kau tak boleh memakan mie, maka aku akan memasak untukmu." ucap Wonho sambil berkutat dengan pisau dan alat-alat lain.

GREP!

"Memangnya kau bisa memasak?"

Hyungwon memeluk Wonho sambil sedikit berbisik. Ia memiringkan kepalanya guna menatap wajah merah Wonho dari samping. Hyungwon berani bertaruh bahwa saat ini Wonho sedang sweetdrop karena lelaki itu sangat payah dalam memasak. Yang bisa dia buat dengan rasa layak makan hanyalah bubur. Hyungwon tak mau membayangkan bagaimana nanti rasa masakan Wonho jika ia membiarkan lelaki itu bereksperimen sesukanya.

"Eee.. Kalau begitu bantu aku." ucap Wonho menepis kelemahannya.

Hyungwon tersenyum senang. Ia sangat menyukai sifat Wonho yang bersedia mengakui kekurangannya. Dan terang-terangan meminta bantuan seperti sekarang. Tandanya Wonho adalah tipe lelaki yang menghendaki kemajuan dalam dirinya.

"Kau siapkan alatnya saja, panaskan minyak." Ujar Hyungwon memberi perintah.

Wonho menurut. Ia tak mau ambil pusing untuk memprotes karena Hyungwon lebih unggul dibidang ini daripada dirinya.

"Wonho hyung, tolong kau potong bumbu-bumbu ini."

Lagi, Wonho hanya mengiyakan perintah Hyungwon. Sementara dirinya sibuk dengan pisau ditangannya, Hyungwon sibuk mengobrak-abrik kulkas.Sepertinya mencari bahan lain yang bisa ia gunakan. Untung saja ayah mereka sudah bekerja, jadi persediaan makanan ada meski pun terbatas.

GREP!

"Aaa~ Hyungwon, kau membuatku gugup." ucap Wonho yang dipeluk dari belakang oleh Hyungwon.

Hyungwon menyunggingkan senyum jail. Ia makin mengeratkan pelukannya pada pinggang Wonho dan menyamankan posisi kepalanya dipunggung lelaki itu. Tapi jari-jarinya yang lihai tampak bergerak meraih kancing seragam Wonho dan membukanya.

"Hei!" pekik Wonho dengan dada yang bergemuruh hebat.

"Nanti seragammu kotor. Lepaskan saja." ucap Hyungwon sambil terus membuka kancing Wonho dari bawah.

Dan pada saat tiba kancing terakhir, Hyungwon menariknyahingga terlepas. Lelaki itu kemudian menyusupkan kedua tangannya pada tubuhWonho yang bersembunyi dibalik kemeja seragam tersebut. Menelusuri lekuknyadan berusaha mencapai dua tonjolan kecil pada dadanya.

Wonho tersentak dan berbalik. Mencengkram kuat pergelangan tangan Hyungwon dan menatapnya tajam.

"Kau itu sebenarnya mau apa?" ucapnya lembut.

"Habis aku tergoda sih. Wonho hyung terlalu tampan." jawab Hyungwon dengan nada berbisik.

Lagi-lagi Wonho tersentak. Ada perasaan senang yang muncul di dadanya ketika mendengar Hyungwon berkata demikian. Tapi sedetik kemudian raut terkejutnya berubah menjadi seringaian yang menusuk tepat dimata Hyungwon.

"Akan ku tunjukan betapa aku tergoda dengan mu, Shin Hyungwon."

"Akhmmpphh."

Hyungwon bungkam pasrah akan perlakuan Wonho yang tiba-tiba menyerangnya. Mencium dan melumat ganas bibirnya hingga ia sendiri tak mampu mengimbangi. Ia hanya bisa menikmatinya saja. Dan ketika Hyungwon merasakan tubuhnya terangkat dan terjatuh dimeja makan, ia juga tetap pasrah. Apalagi ketika Wonho mulai menggerayangi tubuhnya. Ahh, nikmati sajalah, begitu pikirnya.

Berciuman dengan Wonho tanpa ada pengganggu seperti sekarang ini sangatlah langka. Momen yang sangat sulit didapat mengingat orang ketiga selalu saja ada untuk menengahi mereka. Tapi kali ini nampaknya bukan orang ketiga yang merusak kegiatan panas mereka, melainkan benda ketiga yang bertengger tak kalah panas diatas kompor.

"Hyung! Penggorengnya!" pekik Hyungwon ketika tautan mereka terlepas.

Wonho kelabakan sendiri. Ia segera mematikan kompor dan menatap sedih pada penggorengannya. Terlihat hitam hangus pada bagian dasarnya. Terlalu lama dipanaskan bahkan sampai minyaknya habis. Dan akhirnya berdampak pada penggoreng cantiknya yang menghitam.

"Hahah, kau pasti akan kena marah." tawa Hyungwon melihat ekspresi Wonho.

"Argh! Hyungwon, ini semua gara-gara kau." cibir Wonho.

"Kenapa aku?"

"Kenapa kau menggodaku? Argh! Lupakan. Hadapi saja omelan ayah. Hei, sampai mana kita tadi memasaknya?"

Wonho mengalihkan pembicaraan dan mengambil pisaunya kembali. Melupakan momen langka mereka barusan. Ia bahkan baru teringat bahwa Hyungwon harus segera makan.

Sementara itu di belakang Wonho, Hyungwon tersenyum tenang. Masih pada posisinya yang duduk diatas meja, ia memperhatikan punggung polos Wonho penuh arti. Betapa ia menyukai lelaki berparas sempurna itu. Lebih dalam dari sekedar orang dapat melihat dan menembus perasaannya.

Aku sangat menyukainya.

.

TBC

.

Btw, BabyWon cuk tipi akun ig aa_wonho masa :)) Hehe.. Hehe.. Baper tidak ya? *gg Males baca deng, bikin nangis aja ah liat gituan :)) Cukup fams baby dan kalian yg tau Baby ini aslinya gimana. Huehuee.. kan aku baperan orangnya T__T *gg

KOMENTARNYA SAYANG ~ :*


Jumat [19:57]
Kalsel, 12 Mei 2017
Love,
B A B Y W O N

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top