2nd: H Y D R A N G E A
(Note: Disini Jooheon lebih tua ya😂)
Abaikan Typo sayang~
HAPPY READING^^
.
Huft, sekolah jadi lebih membosankan tanpa Hyungwon. Biasanya kami akan bergurau dan saling berbagi makanan ketika istirahat tiba. Yahh meskipun aku yang lebih sering mengambil makanan milik Hyungwon. Tapi sekarang aku lagi-lagi hanya menatap tak bernafsu pada makan siangku.
"Hai Wonho~" sapa Changkyun dengan riang gembira.
Dia mantan teman sekelasku. Salah satu sahabatku juga. Dulu aku, Hyungwon dan bocah ini adalah tiga sekawan di Junior High School. Pada awalnya kami terpisah di Senior High School karena Changkyun tidak satu sekolah dengan kami. Tapi dengan alasan yang tidak ingin ku ketahui tiba-tiba dia muncul kembali. Dia pindah kesini. Kira-kira ini masih kali kedua aku bertemudengannya setelah tiga hari kepindahannya.
"Ada apa denganmu? Bertengkar dengan Hyungwon?" tanyanya asal sambil melahap makanannya.
"Aku dan Hyungwon tidak pernah bertengkar. Kau sudah melupakannya?"
"Kita sudah tidak bersama cukup lama. Aku hanya menebak, siapa tahu hidup dua teman ku sudah berbeda."
"Sayangnya semua masih tetap sama."
Hanya sedikit hal yang berubah.
Changkyun menghentikan makannya dan menatapku serius. Astaga, ada apa dengan anak ini. Dia membuatku ketakutan.
"Lalu kau kenapa? Tiga tahun tidak bertatap muka aku jadi tidak mengerti dengan hidupmu." kesalnya.
Hei, kenapa dia harus kesal? Kenapa juga dia harus mengurusi hidupku. Setelah sekian lama dia tetap menyebalkan di mataku. Malah jauh lebih menyebalkan lagi dari sebelumnya. Dia agak sedikit aneh? Entahlah, tapi dia tetap sahabatku.
"Hei! Shin Wonho, ayolah cerita padaku. Apa kau sedang patah hati?"
Hahh, patah hati apanya. Menyukai orang saja tidak. Ohh maaf, maksudku bukan begitu. Hemhh... tidak mungkin kan aku membiarkan lelaki super tak bisa diam ini tahu siapa orang yang ku sukai. Bisa-bisa niat yang ku deklarasikan kemarin jadi berantakan.
"Atau kau punya masalah dengan keluargamu? Atau sekolahmu? Ayolah cerita padaku."
"Wonho hanya kesepian karena Hyungwon lagi-lagi absen hari ini." sahut sebuah suara dari belakangku.
Bagus. Satu lagi orang yang tak bisa diam muncul. Dia Yoo Kihyun, lelaki yang setengah tahun duduk di depanku dan Hyungwon. Sifatnya tak beda jauh dari Changkyun, cerewet dan menyebalkan. Dia selalu menjadi orang ketiga ketika aku sedang berduaan dengan Hyungwon. Ibarat ayah yang selalu menjadi perusak suasana. Dan yahh, dia sama gilanya seperti ayah kami.
"Hyungwon? Ahh benar juga, aku tak melihat si pirang itu dari tadi. Kenapa dia tidak masuk?"
"Sakit lagi." jawabku dengan nada yang ku buat sekesal mungkin karena aku yakin dua orang ini akan memulai perbincangan yang panjang.
"Lagi? Kau mengatakan seolah Hyungwon itu penyakitan." cibir Changkyun seolah tak terima dengan kata-kataku.
Ehh? Penyakitan?! Hei! Aku tidak mengatakan seperti itu. Meskipun ada benarnya juga. Ahh tidak tidak, kata itu terlalu kasar. Hyungwon hanya sering sakit bukan berarti penyakitan. Bodoh.
"Kenyataannya dia memang sering absen karena sakit. Oh iya, Namaku Yoo Kihyun. Teman sekelas Wonho."
"Ah, namaku Im Changkyun. Teman Wonho dan Hyungwon dari dulu, sekarang hingga selamanya."
"Kau baru disini? Sepertinya aku belum lama melihatmu."
Dan bla bla bla. Benarkan dugaan awal ku? Mereka bahkan melakukan semuanya sesuai dengan sketsa yang sudah ku buat sebelumnya. Kedua anak tikus ini mencicit tiada henti. Hah! Jadi tambah bosan saja sekolah tanpa Hyungwon.
"Hyungwon, memang seberapa sering dia absen?"
"Aku tidak menghitungnya, haha.. Dia terlalu sering absen jadi aku tak bisa mengingatnya lagi."
Changkyun tampak mengangguk paham dengan penjelasan Kihyun. Sebenarnya aku sedikit kesal dengan topik pembicaraan mereka yang tiba-tiba berubah membahas Hyungwon. Apakah tidak ada topik yang lebih menarik lagi selain membicarakan orang? Dasar penggosip.
"Wonho, kenapa kau diam saja? Ceritakan sedikit padaku hidup kalian selama tiga tahun ini. Apa ada sesuatu yang terjadi pada Hyungwon hingga ia jadi sering sakit hm?"
Aku tertegun. Apakah ada sesuatu yang terjadi?
Setelah ku ingat kembali aku memang tak pernah berfikir sampai sana. Aku kembali mendengus. Sesegera mungkin menghabiskan makanku dan meninggalkan dua orang ini. Masa bodoh dengan Changkyun yang berteriak histeris meminta aku kembali duduk. Meninggalkan keduanya dengan berbagai pertanyaan berkecamuk di otak ku sendiri. Sepertinya pertanyaan Changkyun tadi akan menjadi beban bagiku.
Ada sedikit rasa aneh ketika aku terlibat pembicaraan mengenai Hyungwon dengan dua teman ku ini. Aku benar-benar tidak senang saat mendengar orang lain menyebut nama Hyungwon meskipun itu Changkyun dan Kihyun sekali pun.
Sampai sekolah usai aku berusaha menjauhkan diri dari mereka. Aku juga segera keluar dari gedung sekolah begitu bel pulang berbunyi. Menunggu bus dengan waktu yang tidak cukup lama dan berjalan cepat setelah turun darinya. Aku ingin segera bertemu Hyungwon. Kira-kira dia sedang apa dirumah.
"Aku pulang." teriakku.
Karena masih lumayan siang, jadi ayah belum ada dirumah. Biasanya ia akan pulang menjelang petang. Rumah sangat sepi, mungkin Hyungwon sedang tidur.
Ceklek!
"Eh, kau sudah pulang." sapa Hyungwon.
Rupanya dia tidak tidur. Mungkin baru bangun, tapi entah perasaanku saja atau memang posisi Hyungwon saat ini sedikit aneh? Duduk ditepi ranjang, ia membelakangiku. Tapi bukan itu yang membuatku merasa aneh, melainkan kepalanya yang mendongak diikuti gerakan tangannya yang terlihat memegang tisu bernoda merah.
Hah?! Apa?! Noda merah?
"Hyungwon?!"
Aku panik dan langsung melompat untuk membalik tubuh Hyungwon menghadapku. Dan betapa terkejutnya aku melihat hidungnya terus mengeluarkan darah. Begitu banyak hingga seluruh pakaiannya ikut berwarna merah.
"Astaga! Kau berdarah."
Dengan gusar aku membantu Hyungwon untuk menghentikan pendarahan di hidungnya. Tentunya hal itu membuat seragamku juga ikut ternoda. Dan yang lebih membuatku gelisah lagi, suhu tubuh Hyungwon masih sama seperti tadi pagi aku meninggalkannya. Padahal biasanya dia sudah baikan ketika aku pulang.
"Ayo, kita kerumah sakit sekarang." ujarku disertai gerakan tanganku menariknya turun dari ranjang.
"Tidak apa-apa, aku hanya kelelahan hyung."
"Tapi kau berdarah. Aku akan membawamu ke dokter."
"Wonho hyung, aku sudah biasa seperti ini. Kau saja yang tak pernah tau. Percayalah, aku baik-baik saja."
Aku mengabaikan ucapan meyakinkan yang dilontarkan Hyungwon. Ku lempar saja ranselku sembarang dan segera mengangkat tubuh lemah itu. Terlampau lemah hingga perlawanannya sangat tidak berpengaruh padaku.
"Shin Wonho! Turunkan aku!."
"Diamlah."
"Kenapa kau selalu memaksaku untuk ini itu dan sebagainya! Aku bisa mengurus diriku sendiri! Berhenti bersikap seperti ini!"
Aku masih mengabaikan teriakannya hingga akhirnya aku memutuskan berhenti ditengah jalan ketika ku dengar sebuah isakan kecil dari balik punggungku. Hyungwon menangis, ia melingkarkan lengannya erat dan menyembunyikan wajahnya disana.
"Berhentilah membuatku terlihat menyedihkan..Hiks..."
"Kau sudah berjanji tak akan mengatakan kata itu lagikan?"
"Jangan seperti ini hyung, aku mohon. Biarkan aku mengurus diriku sendiri. Kau jangan terlalu banyak membantu."
"Kau ini bicara apa hah?!" ucapku dengan nada meninggi.
Hyungwon semakin menenggelamkan wajahnya. Hingga isakannya sulit tertangkap indra pendengarku. Tapi aku dapat merasakan getaran tubuhnya yang semakin lama melemah.
"Ayo kita pulang." desisnya.
"Tidak, kita baru pulang setelah ke dokter." Jawabku santai sembari kembali meneruskan langkahku.
"Hyung! Hiks... A-aku mohon... Kita pulang sekarang.. Hiks..Pulang hyung!"
Diluar dugaanku Hyungwon kembali menangis. Malah lebih kencang dari sebelumnya. Akhirnya aku pun hanya mendesah pelan dan menuruti kemauannya untuk kembali ke rumah.
Ketika ku turunkan tubuhnya diranjang, Hyungwon langsung beringsut menyembunyikan dirinya didalam selimut. Sedetik kemudian aku menyusul dan memeluknya dari belakang seperti tadi malam.
"Hei, kau ada masalah apa? Semalam kau juga seperti ini. Tidak mau cerita?" tanyaku lembut.
Hyungwon membalik tubuhnya menghadapku lalu memelukku erat. Dan lagi-lagi, dia menyembunyikan wajahnya dari hadapanku dengan cara membenamkannya di dadaku. Isakannya secara perlahan mulai teratur. Begitu juga gerakan tanganku yang terus mengusap surai pirangnya. Sepertinya aku masih harus diam.
Apakah ada sesuatu yang terjadi pada Hyungwon?
Lagi-lagi pertanyaan itu melintas. Seperti yang ku ingat memang Hyungwon baik-baik saja selama ini. Argh! Kenapa aku baru menyadari kalau pernah terjadi sesuatu pada adik ku ini? Tapi, memangnya apa yang sudah terjadi?
"Kau sudah makan?" tanyaku setelah tersadar dan merasa Hyungwon telah menguasai dirinya kembali.
"Aku buatkan bubur ya, tunggulah sebentar."
SRET~
Belum sempat aku menegakkan tubuhku dengan sempurna tiba-tiba sebuah tarikan kuat dari Hyungwon berhasil menahanku dan membuat tubuhku terjatuh tepat diatasnya.
CHU~
Oh Man!
Ku yakini mataku terlihat menakutkan sekarang karena terbuka terlalu lebar. Apa ini? Kami berciuman? Ahh tidak, Hyungwon menciumku?! Benarkah?! Aku tidak bermimpi 'kan?!!
Karena terlalu terkejut tubuhku begitu kaku. Tak ada reaksi sama sekali dariku untuk membalas ciuman hangat yang lumayan lama tersebut. Bahkan sampai Hyungwon melepasku, kedua bola mataku masih membulat.
"Aku ikut."
Kenapa dia melakukannya?
"Hyung..."
Aku merasa seperti dipermainkan oleh perasaanku sendiri. Padahal kemarin aku baru saja berjanji akan menyimpan perasaan ini sendiri selamanya.
"Wonho hyung!"
Tapi setelah kejadian barusan mungkinkah Hyungwon juga.. Sama denganku?
"Shin Wonho!!"
"Ahh iya, ada apa?"
"Aku ikut."
"Kemana?"
"Ya tuhan! Katanya mau membuat bubur. Aku ikut."
Aku tersenyum dan kembali mengangkat tubuh Hyungwon. Kalian tahu? Aku merasa seperti tengah menggendong bayi besar jika seperti ini.
"Aku bisa jalan sendiri hyung sayang."
"Aku tahu."
Katanya bisa jalan sendiri. Tapi Hyungwon malah mengeratkan pegangannya. Dan baru melepasnya ketika kami sudah sampai didapur. Disana dia hanya asyik memperhatikan kesibukanku. Memandangi dengan senyum aneh yang menurutku justru sangat manis.
"Nah, sekarang kau makan, okay?" ucapku seraya menyodorkan semangkuk bubur buatanku yang masih terdapat asap mengepul disana. Tentu saja, ini 'kan baru matang.
"Kau tidak mau menyuapiku?"
"Kenapa kau jadi manja?" cibirku sembari mengambil duduk disamping Hyungwon.
"Hanya padamu."
Acara makan Hyungwon berlangsung dengan banyak gurauan dariku. Meski pun tak jarang Hyungwon tersedak karena aku membuatnya tertawa.
"Hyung, kau juga harus makan."
"Aku belum lapar."
"Ehh, tidak boleh. Kau tetap harus makan. Kemarikan buburnya. Buka mulutmu, katakan aaaaaa~"
"Hyungwon, aku belum ingin makan." tolakku dengan halus seraya tersenyum kecil.
Hyungwon mendengus dan tetap memaksaku makan hingga terjadi adegan saling mendesak. Aku memang tak terbiasa makan siang dirumah karena aku sudah melakukannya di sekolah. Tapi tetap saja, Hyungwon bersikeras ingin berbagi makanan dan menyuapiku balik.
"Hei, jangan bertengkar didepan makanan."
"Ehh? Papa sudah pulang." ucapku membalas teguran ayah yang tiba-tiba menyembul dan mengacak dapur untuk mencari makan. Seperti beruang kelaparan saja dia.
"Tentu saja. Kalau belum sedang apa aku disini."
"Ya biasanya 'kan sore. Apakah Papa sudah mendapatkan pekerjaan?"
"Hyahaha.. Akhirnya iya. Mantan pacar ku memberi tempat di perusahaannya."
"He?"
Aku sedikit mendelikkan mataku menatap ayah yang berdiri dengan senyum anehnya. Senyum bangga yang benar-benar aneh. Sebentar, ayah itu 'kan dulunya gay dan setahuku kekasihnya mati. Lalu ini siapa?
"Jangan dengarkan Papa, dia membohongimu sayang." ucap Hyungwon dengan senyumannya yang sangat menenangkan namun menusuk ayah.
"Hei, Aku tidak berbohong. Aku memang sudah dapat pekerjaan, serius."
"Tapi bukan perusahaan mantan papa 'kan?"
"Eeeee.... Baiklah, memang bukan dia pemiliknya sekarang." pada akhirnya ayah mengalah terhadap desakan Hyungwon.
"Jadi?" tanyaku masih tak mengerti.
"Hashh! Kau masih kecil jangan tahu dulu masalah seperti ini." ujar ayah yang mendudukkan diri bersama makanannya di depanku dan Hyungwon.
"Hei! Papa, kau selalu saja begitu! Aku ini sudah besar. Sudah sembilan belas tahun dan sebentar lagi akan dua puluh. Apa itu masih kecil?"
Sementara aku kembali berdebat dengan ayah, Hyungwon hanya terkikik pelan sambil menghabiskan buburnya. Hingga pada akhirnya perdebatan kami kembali menimbulkan badmood parah untukku.
"Wonho, kenapa bajumu? Apa yang terjadi? Kau terluka? Kau kecelakaan?" tanya ayah panik saat melihat kearah ku lebih detail.
Aku kebingungan menjawabnya. Ayah terlalu panik hingga aku jadi gugup. Tapi sebelum menjelaskan aku sempat melirik Hyungwon yang hanya menunduk dengan memainkan sendoknya.
"T-tidak Papa. Ini terkena saus tadi." Ujarku meyakinkan dengan wajah serius.
"Saus apanya? Bagaimana bisa saus menodai kemejamu dibagian itu dan bla bla bla."
Kami kembali berdebat. Sebenarnya aku sudah sama sekali tak bersemangat mendengar ocehan ayah. Melihat wujudnya saja membuat moodku kembali buruk. Bahkan sampai makan malam berakhir aku masih mendiami lelaki menjelang tua itu. Tadinya saja aku hendak menghindari makan malam, tapi sayangnya perutku mengerjaiku.
"Wonho hyung." bisik Hyungwon yang membaringkan diri disampingku.
"Kau sudah tidur?" tanyanya lagi.
Aku sedang berpura-pura tidur. Dan Hyungwon melompat keranjangku. Jika saja Hyungwon berhasil membuatku membuka mata dapat kupastikan aku akan mendapat godaan yang luar biasa keren.
"Hyung~"
Argh! Belum membuka mata saja dia sudah mulai mempermainkanku. Menekan pipi kiriku dengan jari telunjuknya. Dan jangan lupakan panggilan yang dia buat seseksi mungkin itu.
"Ck! Hyungwon, ada apa?" ujarku kesal karena aku memang sedikit kesal.
Tanpa menjawab Hyungwon menaikkan kepalanya ke dadaku yang kebetulan sekarang tengah berbaring. Lalu menarik tanganku untuk merengkuh tubuhnya.
"Hangatkan aku."
Aku diam membiarkan dia melakukan apa yang dia mau. Termasuk menyusupkan lengannya pada pinggangku yang terbalut kaos tipis. Aku memangtidak biasa mengenakan baju tidur dan hanya memakai kaos, terkadang malah tidak sama sekali.
Aroma tubuh Hyungwon dapat ku hirup dengan leluasa. Seperti apa yah? Yang jelas itu sangat ku sukai. Hingga lama kelamaan aku mulai tergerak untuk benar-benar memeluknya. Huwaaaa~ Malam ini kami tidur berpelukan lagi.
###
Author pov~
Di siang hari yang lumayan cerah berawan ini Wonho menghabiskan waktunya dikantin sekolah. Ditemani segelas jus mangga yang tinggal sepertiga dan juga Hyungwon yang menempel pada lengannya. Oh jangan lupakan sosok lelaki berwajah manis dan agak datar yang duduk dihadapan mereka berdua. Lelaki yang tengah asyik melahap makan siangnya itu.
"Kau yakin tidak makan hyung?" tanya Hyungwon pada Wonho.
Wonho menggeleng pelan dan kembali menyeruput jus mangga dihadapannya melalui sedotan. "Aku belum ingin makan."
"Pantas saja tubuhmu abstrak." Cibir Changkyun pedas.
"Kau pendek jangan banyak bicara. Makan saja." balas Hyungwon sewot.
"Hei, dua lawan satu ini tak adil!." protes Changkyun yang terkejut atas selaan Hyungwon yang membela sang kakak.
"Aku yang akan menjadi partner mu." sahut orang lain yang menyembul dibelakang Changkyun. "Boleh bergabung 'kan?" lanjutnya.
"Aku tak butuh bantuan darimu, Kihyun."
"Hei sesama makhluk pendek harus saling membantu 'kan?" tanya balik Kihyun setelah mendudukkan diri.
"Bagus, tiga lawan satu." dengus Changkyun.
Wonho hanya kembali mendesah mendengar dua orang dihadapannya kembali mengoceh. Memang kalau diperhatikan dia hampir tak bersuara sedari tadi. Lelaki ini terlalu malas terlibat perdebatan. Pengecualian jika itu dengan ayah nya.
"Eungh..."
Wonho melirik kearah samping dimana Hyungwon masih menempelinya. Menyadarkan kepalanya pada bahu Wonho. Dan baru saja lenguhan ringan yang dikeluarkan bibir lelaki itu berhasil didengar Wonho.
"Hyungwon?"
Tak mendapat respon, Wonho memutuskan untuk memutar tubuh Hyungwon menghadapnya. Tapi baru saja dia mencoba melepaskan sandaran Hyungwon, lelaki pirang itu langsung ambruk dalam pelukan Wonho dengan keadaan sudah tak sadarkan diri.
"H-hei! Hyungwon?! Kau kenapa?!"
Dengan panik Wonho menggoncangkan tubuh Hyungwon berusaha menyadarkannya. Namun tak ada reaksi. Dan yang ia dapat hanyalah kepanikan yang semakin menjadi karena tiba-tiba dari hidung Hyungwon keluar darah lagi.
"Astaga! Wonho, cepat bawa ke ruang kesehatan!" panik Changkyun melihat noda merah yang tertinggal diseragam Wonho.
Wonho pun mengangguk dan segera mengangkat Hyungwon dengan bantuan Kihyun dan Changkyun. Begitu sampai di ruang kesehatan mereka telah disambut dengan sigap oleh Lee Jooheon yang merupakan petugas kesehatan tetap disekolah itu.
"Apa dia sering seperti ini?" tanya Jooheon pada Wonho sambil membersihkan hidung Hyungwon dan mengecek kadaannya.
"Maksudmu mimisan? Aku baru dua kali melihatnya. Tapi Hyungwon bilang dia sudah biasa seperti ini ketika kecapekan."
"Sudah periksa ke dokter?"
Wonho menggeleng dan menatap punggung Jooheon dengan sedikit heran. Karena dari nada bicaranya dia terdengar sangat khawatir dan sedikit panik.
"Apa ada yang salah?"
"Ku sarankan saja agar kau cepat memeriksakan nya. Mimisan itu dapat berarti banyak hal. Aku takut Hyungwon memiliki penyakit tertentu. Apalagi ku dengar dia sering sakit kan?"
Wonho bungkam dengan itu. Fikiran semacam penyakit berbahaya memang pernah melintas di benaknya. Namun segera saja tertepis ketika Hyungwon menggenggam tangannya dan mengatakan dia baik-baik saja.
"Sejauh ini suhu tubuh adikmu hanya sebatas demam. Kurasa dia masih butuh istirahat." ujar Lee Jooheon lagi.
Wonho mengangguk dan memutuskan untuk menunggui Hyungwon. Menemaninya yang tengah terlelap sementara tiga orang dibelakangnya mulai beranjak.
"Kau akan bolos?" sergah Kihyun sebelum keluar.
"Kau pikir aku akan meninggalkan Hyungwon sendirian?"
Kihyun mendengus mendapati kalimat ketus dari Wonho. Dengan mendapat tatapan mengusir dari Wonho, lelaki itu akhirnya menghilangkan diri dibalik pintu.
Menyadari dirinya kini hanya berdua dengan Hyungwon, Wonho mulai menampakkan raut perhatiannya. Berbeda seratus dua puluh derajat denganWonho sebelumnya yang acuh dan ketus pada Kihyun. Dengan posisi duduk dikursi samping ranjang, Wonho menjatuhkan kepalanya tepat disamping kepala Hyungwon berada.
"Manis." gumamnya dalam hati.
Secara perlahan jemari panjang milik Wonho terulur untuk mengusap rambut Hyungwon. Sekedar pelampiasan atas rasa kagumnya pada keindahan yang diberikan Tuhan kepada sang adik.
"Apa kau benar-benar tak apa? Hyungwon, Apa yang kau rasakan sekarang?" bisiknya pelan.
"Aku sangat menyayangimu. Tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku 'kan?"
Wonho mendekatkan wajahnya pada Hyungwon. Hingga jarak diantara mereka telah tersingkir. Dan sebuah kecupan singkat akhirnya mendarat dipipi kanan Hyungwon. Tidak benar-benar singkat sebenarnya karena Wonho nampak enggan melepas Hyungwon.
"Sampai kapan kau akan mencium ku hyung?"
Wonho tersentak dan segera menjauhkan bibirnya dari pipi Hyungwon. Dengan semburat merah yang begitu jelas lelaki berambut kecoklatan itu menggaruk kepala belakangnya tanpa menatap manik mata Hyungwon secara langsung. Sekilas terdengar kekehan kecil dari Hyungwon. Terhibur oleh aksi menggemaskan kakaknya.
"Hei, kenapa wajahmu seperti itu huhh? Tak perlu malu jika aku milikmu 'kan?"
Hyungwon mengulurkan tangannya untuk meraih wajah Wonho. Hal itu membuat Wonho malah bermanja pada tangan tersebut.
"Kau tau, aku akan selalu gugup jika kau mengatakan hal itu."
"Kenapa?"
Wonho diam. Ia kembali teringat ucapannya sendiri malam lalu. Perasaan ini hanya akan dia simpan sendiri bukan?
"Bukan apa-apa."
Hyungwon tersenyum dan mencoba bangkit. Karena sedikit kesulitan, Wonho pun dengan sigap membantunya. Tapi siapa sangka kesigapan Wonho itu justru membuat mereka berdua terdiam cukup lama dalam posisi setengah-setengah dengan kemiringan empat puluh lima derajat.
"Apa aku..... Mengganggu?"
Lagi-lagi acara berduaan sepasang kakak-adik dengan selisih tak jauh ini terganggu oleh interupsi dari Jooheon. Sang penjaga ruang kesehatan yang hendak memberi Wonho segelas air. Namun niatnya itu terpaksa harus tertunda ketika mendapati pemandangan itu ketika dia membuka tirai.
"Ee..T-tidak." jawab Hyungwon lemah setelah duduk sempurna. "Wonho hanya ingin membantuku duduk hyung." lanjutnya.
Jooheon tersenyum simpul pada Hyungwon. Hei, dia bukan lelaki polos yang tak tau apa-apa seperti Kihyun dan Changkyun bukan? Jooheon adalah lelaki yang cukup dewasa untuk memahami perilaku mereka berdua.
"Aku mengantarkan minum karena ku pikir Wonho akan lama menungguimu disini." ucapnya dengan meletakkan segelas air putih tersebut.
"Terima kasih hyung." senyum Wonho.
Dan kali ini senyuman lah yang kembali Jooheon tunjukkan. Sebelum akhirnya memberikan waktu untuk mereka kembali berduaan.
"Kenapa kau tak kembali saja? Aku tidak apa disini sendiri."
Hyungwon memperhatikan Wonho yang menegak air putih pemberian Jooheon barusan. Menghabiskan jus mangga di kantin beberapa saat lalu sepertinya tak membuat perut lelaki itu penuh dengan air, karena dalam sekali teguk air dalam gelas yang di teguknya berhasil disisakan seperempat saja.
"Aku tahu kau akan kecewa seandainya aku tak mendampingimu."
"Tapi kalau kau bolos siapa yang akan ku salin catatannya? Kihyun huhh? Dia saja selalu bercermin memperhatikan make up nya saat pelajaran berlangsung."
"Adik-ku yang cantik.. Kau itu sedang sakit, jangan memikirkan pelajaran. Itu urusan ku nanti, kau tinggal tahu beres. Cepat sembuh dan jangan buat aku khawatir lagi."
"Apa?! Cantik?! Apa kau bilang?! Heii!!"
Wonho terkekeh mendengar pekikan pelan dari Hyungwon disertai bibirnya yang manyun. Ia juga pasrah saja saat Hyungwon mencubiti lengannya dengan kesal.
"Hahahaha~ Sudah sudah, ini sakit asal kau tau."
"Siapa suruh kau sembarangan bicara!."
Wonho menaikkan tubuhnya menjadi duduk diranjang Hyungwon. Menatap teduh pada mata bulat Hyungwon sebelum beralih menerawang jauh ke jendela yang ada disamping mereka. Kalau diingat kembali, sepertinya ini pertama kali Wonho menampakkan senyum manisnya disekolah. Biasanya juga tampang datar-datar saja. Sayangnya lagi-lagi senyuman itu hanya dapat dilihat oleh Hyungwon. Memang kenyataannya Wonho hanya memperlihatkan itu pada Hyungwon.
"Hyungwon, menurutmu kita ini apa?" ucap Wonho masih pada pandangannya yang jauh.
"Tentu saja saudara, kau kakak-ku dan aku adikmu."
"Hanya saudara yah." gumam Wonho pelan dengan hembusan napas ringan yang ia keluarkan. Oh jangan lupa senyumnya belum hilang.
"Tapi kalau aku ingin lebih, bagaimana?" ucap Hyungwon tiba-tiba.
Wonho terdiam. Ia mengembalikan perhatiannya secara penuh untuk menatap sorot mata tak menentu dari Hyungwon. Hmm... Sejujurnya perasaan Wonho lah yang lebih tak menentu saat ini.
"Lebih bagaimana maksudmu?"
"Eee.. Lupakan saja."
Hyungwon tersenyum simpul sebelum memalingkan wajahnya dari Wonho. Saat ini dia lah yang berganti menerawang jauh keluar jendela. Sementara Wonho terus saja menatap Hyungwon dengan tatapan menuntut. Sebenarnya Hyungwon tahu mata Wonho tak beralih darinya, tapi nampaknya dia sedang tak ingin bertatap muka.
Jika hati kami telah saling terhubung, bukankah aku tak perlu lagi mengatakan secara rinci apa yang kurasakan karena dia pasti sudah mampu memahami perasaanku.
.
TBC
.
Jangan lupa tinggalkan komentar sayangkuu~ Up cepet supaya cepet selesai. Huehehe~
Rabu [19:45]
Kalsel, 10 Mei 2017
Love,
B A B Y W O N
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top