Chapter 21
🎶Playlist🎶
Stray Kids - 3rd Eye
.
.
.
Sinb masih memandangi selebaran yang Eunha berikan kepadanya, memikirkan ribuan kali untuk mengambil keputusan ini dan terakhir pandangannya beralih pada surat kabar tentang Wonwoo dan Mingyu.
"Wae? Kenapa kau melakukan ini kepadaku?" Lirih Sinb yang kini mulai menangis, merasakan semua kefrustasian dan sakit itu bersamaan.
"Sinb-ah..." Suara itu adalah suara eommanya, Sinb sedang berada dirumah Eunha. Entah mengapa? Ia menyetujui usulan Eunha untuk menginap dirumahnya.
Sinb menatap Eommanya dengan sendu, ia begitu merindukan sosok eommanya ini, ingin memeluknya erat tapi kecanggungan itu menghampirinya.
"Kau baik-baik saja?" Tanyanya dan Sinb menggeleng. Menutupi perasaannya yang kacau pun tak ada gunanya. Semua orang cukup tau bagaimana hancurnya perasaannya saat ini.
"Jangan menahannya, menangislah jika kau ingin." Kata eommanya membuat Sinb mulai terisak.
---***---
Wonwoo duduk berhadapan dengan Mingyu di depan kolam renangnya yang luas. Mereka meminum beberapa kaleng bir.
"Hentikan! Jangan terus meminumnya, perutmu akan sakit." Cegah Mingyu saat Wonwoo terus berusaha meminum semua kaleng bir dihadapannya.
"Ottokae? Dia pasti begitu membenciku sekarang." Lirih Wonwoo dengan mengacak rambutnya frustasi.
"Kau harus mengabaikannya. Kita hanya perlu mengirimnya ke luar negeri, aku sudah menyuruh Eunha untuk menanganinya. Setelah ia pergi, kita bisa menjatuhkan Woozi tanpa mengkhawatirkan apapun." Kata Mingyu membuat Wonwoo mendesah.
"Ya, aku tidak akan menyia-yiakan rencana yang telah kita susun. Kau sudah mengetahui siapa saja yang memegang sahamnya?" Tanya Wonwoo membuat Mingyu mengangguk.
"Hoshi hyung sudah mengurusnya, ia yang akan membereskan saham-saham itu, jadi kau tenang saja. Hanya menunggu 1 bulan untuk benar-benar membalikkan serangannya." Ucap Mingyu yang terlihat sekali bertekat dan Wonwoo mengangguk paham.
"Ah, aku sangat merindukannya." Kali ini Wonwoo meletakkan kepalanya pada meja, tak sanggup lagi menahan pusing di kepalanya.
"Ayo masuk! Jangan disini." Mingyu mengulurkan tangannya pada Wonwoo dan tanpa banyak kata Wonwoo pun segera meraihnya.
Mereka berjalan bersama, tepatnya Mingyu merangkul bahu Wonwoo agar tak terjatuh. Namja ini sangat kacau saat ini dan Mingyu cukup tau bagaimana perasaan Wonwoo. Terjebak pada dua sisi, antara ingin membuktikan bahwa ia adalah pria yang memiliki loyalitas, bertanggung jawab dan ketegasan untuk menyelesaikan sampai akhir tentang apa yang harus ia lakukan sementara disisi lain, ia harus tegas pada dirinya tak mengorbankan rasa frustasi dan kerinduannya agar gadisnya itu selalu aman. Wonwoo bukan tidak tau ancaman Woozi kepada Sinb? Tanpa mereka tau, Wonwoo memiliki mata-mata yang bekerja di tempat Woozi. Selama ini, pria itu hanya menunggu saatnya tiba untuk meruntuhkan semua rencana Woozi.
"Aku lebih tidak suka melihat kalian seperti ini, meskipun aku sangat menyukainya." Guman Mingyu yang sudah berhasil menjatuhkan tubuh Wonwoo pada tempat tidur ukuran king size itu. Mingyu jelas masih sangat menyukai Sinb tapi ia juga menyayangi Wonwoo terlepas konflik yang pernah mereka alami dulu. Mereka besar bersama dan telah melalui banyak hal bersama. Melihat Wonwoo lebih kacau dari saat Bona meninggalkan mereka, jelas membuat Mingyu sedih. Ia sudah bertekat, akan melakukan apapun untuk membuat rencana mereka berhasil kali ini.
---***---
Sinb, Eunha beserta eommanya berada di ruang kepala sekolah yang tak lain adalah Ny. Jeon. Wanita paruh baya itu terlihat cantik seperti biasanya hanya saja sorot mata bersalah itu sangat bisa terbaca oleh Sinb.
Wanita itu segera menggenggam tangan Sinb, memandangnya lekat.
"Maafkan Wonwoo nak dan kami yang tak bisa melakukan banyak hal." Kata Ny. Jeon yang sebenarnya cukup membuat Sinb tak enak hati. Meskipun beliau adalah orang tua Wonwoo tapi bukan berarti, ini adalah tanggung jawabnya juga.
Segera Sinb menggeleng, mencoba untuk memaksakan dirinya tersenyum meskipun ia merasakan sayatan-sayatan yang semakin banyak melukai hatinya.
"Aku baik-baik saja Bibi." Ada banyak kata yang ingin Sinb katakan tapi ia merasa lidahnya keluh dan hanya berakhir dengan mengatakan ini.
"Ny. Jeon, kami datang kemari hanya akan mengurus kepindahan mereka berdua." Sepertinya eomma Sinb tau bahwa putrinya tak mampu menghandel lagi dan memutuskan untuknya mengambil alih.
"Ne, seperti yang anda bicarakan di telpon kemarin. Saya sudah menyiapkan semua berkas yang anda butuhkan." Kata Ny. Jeon sopan.
"Terima kasih, anak-anak ayo kita pergi." Ajak eomma Sinb kepada Eunha yang semenjak tadi hanya diam dan Sinb yang kini berdiri. Membungkuk bersama, kemudian meninggalkan ruang kepala sekolah.
Anak dan eomma ini berjalan bersama melewati lorong sekolah.
"Kau tidak ingin menemui Yuju atau teman mu yang lain?" Tanya Eunha membuat Sinb mendesah.
"Haruskan sekarang?" Tanya Sinb yang sepertinya enggan untuk menemui mereka, tak sanggup menerima kenyataan bahwa mereka tidak akan pernah bertemu lagi.
"Iya, besok kalian sudah pergi." Sahut eomma Sinb.
"Baiklah, aku akan menemui mereka." Kata Sinb yang kini berjalan meninggalkan eommanya dan saudari tirinya itu.
"Kau tidak ingin menemui Mingyu?" Tanya eomma Sinb pada Eunha membuat Eunha terdiam.
"Berjuanglah Eunha, eomma pikir kau memiliki peluang. Saat ia meminta bantuanmu, itu membuktikan masih ada rasa kepercayaan yang tersisa untukmu." Ucap eomma tirinya itu yang entah akhir-akhir ini membuat Eunha tak mampu membantah perkataanya. Eunha tak menyukai semua pendapat wanita ini meskipun terkadang itu benar. Eunha sunggu membencinya, bukan karena ia wanita yang menggantikan posisi eommanya tapi karena semua yang dilakukan wanita ini lebih dari apa yang di lakukan eommanya terhadapnya.
Eunha selalu berusaha sedingin mungkin namun wanita ini tak terpengaruh sedikit pun. Ia akan bertingkah lembut jika dalam kondisi seharusnya dan menjadi tegas, jika itu diperlukan. Sangat tidak terpengaruh dengan apapun! Sama seperti Sinb dan sepertinya gadis itu sangat mirip dengan eommanya ini.
Pada akhirnya Eunha lelah untuk menjadi pembangkang dan memilih untuk menyerah. Mengakuinya, bahwa wanita inilah sosok seorang eomma yang selalu ia inginkan. Memiliki perhatian, ketegasan dan cukup tau meskipun Eunha tak mengatakan segala bentuk pemikirannya.
Dan sepertinya sedikit demi sedikit Eunha bisa menerima kehadirannya dan mulai tergantung kepada wanita ini.
"Ah, kenapa bibi seperti cenayang? Aku tidak mau mempermalukan diriku." Keluh Eunha membuat eomma tirinya itu tersenyum.
"Menyesal atau merasa malu? Menurutmu, mana yang lebih baik?" Eunha mengecebikkan bibirnya. Selalu, eomma tirinya ini berhasil membuat dirinya kalah hanya dengan ucapannya saja.
"Araseo...Araseo...Lebih baik bibi pulang. Aku akan pulang bersama Sinb." Kata Eunha membuat wanita paruh baya itu mengangguk.
"Aigo...Aku berharap kedua anak ku itu mendapat kebahagiaannya. Tuhan, berikan mereka kebahagiaan. Aku tidak ingin melihat mereka menderita sama sepertiku." Gumannya yang kini membalikkan badannya dan pergi.
---***---
Sinb sudah memasuki ruang musik saat ia melihat DK, Scoup, Sowon dan Mingyu disana. Ia pun sudah menghubungi Yuju untuk segera datang kemari.
"Cacing Hwang!" Pekik DK yang pertama kali melihat Sinb masuk kedalam membuat perhatian semua teralih pada sosok mungil itu yang masih berjalan mendekat dengan santai.
"Kau baik-baik saja? Aku dengar kemarin kau pergi bersama Eunha? Dia tidak menyakitimu kan?" Tanya DK yang kini menggoyang-goyangkan tubuh Sinb, bukan seorang DK jika ia tak pernah berlebihan.
"Ani, aku baik-baik saja. Lagi pula Eunha sudah berubah." Ucap Sinb membuat Mingyu nampak mengkirutkan keningnya.
"Apa ia ada disini sekarang?" Tanya Mingyu pada Sinb membuat Sinb menganggkat satu alisnya.
"Maksudmu Eunha?" Tanya Sinb dan Mingyu mengangguk.
"Ada di luar bersama eomma." Jawab Sinb.
"Kalau begitu aku pergi." Pamit Mingyu dan Sinb tak menghalanginya. Ia rasa Mingyu akan segera tau tentang kepergiaanya dari Eunha.
"Ada apa? Sesuatu terjadi?" Kali ini Scoup bertanya.
"Aku akan pindah ke Jerman bersama Eunha dan menjalani pendidikan disana." Ucap Sinb membuat DK dan Scoup terkejut, Sowon terlihat sedih.
"Wae?" Tanya Scoup.
"Apa karena Wonwoo?" Sinb diam tak menjawab pertanyaan DK membuat pria itu mengacak rambutnya.
"Ini semua salah kita. Aku harus menghadapi Woozi agar ia tak mengganggu mereka lagi." Lirih Sowon.
"Percuma, Wonwoo dan Woozi sama-sama keras kepala. Mereka tidak akan mudah untuk mengubah keputusannya." Kata Scoup yang cukup mengerti tabiat kedua orang itu.
"Kalau saja dulu, aku lebih cepat menanganinya." Sesal DK.
"Kalian tidak harus menyalahkan diri kalian. Semuanya sudah berjalan seperti garis yang ditentukan oleh takdir. Mungkin kami tidak memiliki takdir untuk bersama dan kalian, aku harap kita tetap berteman meskipun terpisah jarak." Kata Sinb yang kini memeluk DK, kemudian Scoup dan Sowon.
"Sinb..." Mereka menoleh saat menjumpai sosok Yuju yang terlihat menangis.
"Wae? Jangan menangis, aku belum akan mati. Hanya pergi ke Jerman dan jika pendidikan ku telah selesai, aku akan kembali ke korea untuk menemuimu." Sinb berusaha menenangkan Yuju yang kini sudah mendekapnya.
"Tapi aku pasti sangat merindukanmu." Lirih Yuju.
"Aku juga pasti akan sangat merindukanmu. Hyung, kau harus menjaganya dengan baik." Kata Sinb sambil mengelus rambut Yuju.
"Tenang saja Cacing Hwang. Aku pasti akan menjaganya dengan baik." Balas Scoup membuat Sinb tersenyum.
"Kalian harus tetap mengingatku sampai aku kembali." Kata Sinb yang kini menunjukkan senyumannya--senyuman yang berbeda hanya untuk membuat teman-temannya tak merasa terlalu mengkhawatirkannya.
Sementara Mingyu mencari keberadaan Eunha, gadis itu ternyata sedang duduk disebuah bangku kosong yang sering ia duduki.
"Kau menungguku?" Tanya Mingyu, entah untuk apa? Ia menanyakan hal ini?
"Ne, aku hanya akan mengatakan bahwa kami akan pergi besok." Kata Eunha dengan nada sedikit lembut, tidak ketus seperti biasanya. Nampaknya gadis ini sedikit berubah.
"Hoh, gomawo." Kata Mingyu dan Eunha segera bangkit membuat Mingyu mengkirutkan keningnya.
"Kalau begitu aku pergi." Kata Eunha yang kini meninggalkan Mingyu begitu saja.
"Dia banyak berubah, apa dia baik-baik saja. Aku lebih suka ia sinis seperti biasanya. Ah, kenapa aku jadi mengkhawatirkannya sekarang?" Guman Mingyu yang masih memandang punggung Eunha yang semakin menjauh.
Sementara Eunha sendiri terus merutuki dirinya sendiri yang membeku dan tak seperti biasanya yang mengatakan dengan gamblang tentang semua hal yang ia rasakan.
"Ku rasa, aku harus segera melupakannya. Mungkin dengan ke Jerman, aku akan mudah melupakannya." Guman Eunha.
---***---
Hari berikutnya saat Sinb dan Eunha akan melakukan penerbangan ke Jerman...
Wonwoo semenjak semalam tak tidur, mencoba menyelesaikan semua pekerjaannya sembari terus berusaha membuat dirinya lupa bahwa hari ini adalah hari dimana Sinb akan meninggalkannya.
"Tuan muda tidak akan melihat nona Sinb?" Sek. Park mengingatkan Wonwoo membuatnya mendesah.
"Aku sangat ingin paman tapi aku harus menahannya. Ini juga untuk kebaikannya, setidaknya aku harus menunggu sampai bulan depan. Woozi, keparat itu akan membayar untuk semua hal yang kami alami!" Kata Wonwoo yang terlihat begitu kesal.
"Tuan muda Hoshi sudah menghubungi saya, ia sudah berhasil mengakuisisi 40% saham yang diambil oleh Tuan Woozi dari beberapa orang kepercayaannya." Terang Sek. Park membuat Wonwoo mengangguk.
"Bagus, bagaimana dengan perusahan keuangan milik Mingyu?" Tanya Wonwoo.
"Saya sudah mengurusnya dan bekerjasama dengan lembaga keuangan lainnya untuk menginvestasikan modalnya pada perusahaan pak Kim." Lanjut Sek. Park
"Hm...Ku rasa persiapannya sudah 80%, kita hanya perlu menunggu sedikit lagi untuk segera menyelesaikan semua kekacauan ini." Guman Wonwoo.
---***---
Dibandara, Sinb dan Eunha sudah berjalan untuk melakukan penerbangan. Sinb sengaja tak memperbolehkan teman-temannya untuk mengantar karena ia tidak sanggup untuk tak menangis.
"Kau tak berharap Wonwoo datang?" Tanya Eunha membuat Sinb memandangnya dengan sedikit tersenyum.
"Dia tidak akan datang. Dari awal, ia ingin aku pergi. Ada sesuatu yang membuatnya melakukan ini tapi aku tidak tau apa itu? Sepertinya memang harus terjadi seperti ini." Lirih Sinb, perasaannya kacau-sedih karena merasa Wonwoo tak lagi mempedulikannya. Bahkan hanya untuk mengucapkan kata perpisahan lewat pesan singkat saja, pria itu tak melakukannya.
Sinb pov
Meskipun berulang kali aku menyebutkan namanya. Wonwoo...Wonwoo...hampir seperti sebuah mantra dalam ingatan ku namun sepertinya mantra itu tak bekerja karena sosok itu tak pernah muncul dihadapanku meskipun dalam mimpi. Ia menghilang seperti tertelan bumi dengan perasaan ku yang semakin hancur.
Seperti sebuah cerita dongeng yang selalu memiliki ujung, sepertinya kisah cintaku benar-benar berakhir dan akan segera menghilang tergilas angin.
Sementara babak baru kehidupan akan dimulai, dinegeri asing dengan orang-orang baru dan suasana baru. Entah mengapa aku merasakan perasaan takut lebih dari biasanya. Aku tak punya siapapun yang cukup kuat untuk ku jadikan sandaran sama seperti mereka.
Pada akhirnya semua sama. JANGAN TERLALU BERHARAP PADA MANUSIA. Jika pada akhirnya rasa sakit teramat akan kau alami karena kekecewaan pada janji yang kemudian tak dapat ditepati.
Manusia hanya mampu memberikan harapan dan menyakiti, menjadi begitu dekat dan menjadi asing dalam sekejap. Teori sempit itu masih saja berjalan mengelilingiku seolah dengan bangganya ia berusaha memberitahuku bahwa teorinya itu selalu benar.
Haruskan aku mengukukuhkannya? Bahwa itu benar? Berjalan seperti ini dengan segala sesuatu yang tidak berlebihan? Menekan emosi, menekan perasaan? Membiarkan semuanya berkembang dengan pias?
-Tbc-
Hi...Ada yang menunggu FF ini? 😊
Semoga ada 😂
Jangan lupa VOTE 😉
KOMEN juga 😉
Thanks 😉
S E R Y U N G
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top