Chapter 19

Go Follow ✔

Song rekomen

🎶Seventeen - Thanks🎶

Sinb sudah duduk bersama dua namja yang tak lain adalah Scoup dan DK, mereka memutuskan untuk membicarakan masalah ini bersama DK.

"Jadi? Sekarang kau mempercayaiku?" Tanya DK dengan kesal.

"Eh, ini juga salahmu. Jika malam itu kau tak membawa Sinb dan Yuju, mereka tidak akan terlibat dalam masalah ini." Tuduh Scoup kepada DK, Sinb tidak suka mereka berdebat.

"Diam! Tidak ada yang salah mutlak disini! Namja itu sudah merencanakan semenjak lama untuk menghancurkan perusahaan mereka. Kurasa ia memang licik dan serakah, untung kau yang memenangkan hati Sowon eonni hyung." Kata Sinb sambil menepuk bahu DK pelan, membuat namja itu menghela nafas. Wajahnya terlihat letih, seolah ia sedang memikul beban berat dipundaknya.

"Sesungguhnya dia sahabatku, semua ini salahku karena berusaha mengkhianatinya. Sebenarnya Woozi dan Sowon memang menjalin hubungan, akulah yang merusaknya." Akui DK membuat Sinb dan Scoup tercengang.

"Sepertinya kau tak pernah mengatakan hal ini?" Tanya Scoup yang masih tak mempercayainya.

"Hm...Hanya Joshua yang tau, aku tidak memberitahumu karena aku takut hubunganmu dengannya juga ikut memburuk. Aku tidak ingin kau di curigai sebagai pendukungku sama seperti Joshua, mengingat perusahaanmu sangatlah tergantung dengan kerja sama dengan perusahaan Woozi dan ia juga tak memiliki banyak teman." Ungkap DK sambil mendesah. Scoup masih memandang DK tak mengerti.

"Lalu bagaimana sekarang? Karena ulahmu Wonwoo, Mingyu dan Sinb harus terseret kedalam. Aku tidak mengerti, kenapa kau bertindak seceroboh ini. Menurutmu, mana yang lebih penting? Persahabatan atau seorang wanita hah?" Scoup terlihat begitu emosi dan Sinb, gadis itu tidak tau bagaimana cara mencegahnya.

"Ku pikir masalah kalian karena persaingan bisnis? Kenapa kau membuatku berperilaku seperti orang bodoh?" Lanjutnya yang terlihat mengacak rambutnya frustasi. DK menunduk sembari menghela nafas panjang, Sinb tidak pernah melihat DK dengan wajah seputus asa ini sebelumnya.

"Aku tidak tau bagaimana lagi mengatasi ini jika ternyata semuanya berakar darimu." Scoup masih tak berhenti untuk mengungkapkan kekecewaannya.

"Jadi, kau tidak bisa membantu kami?" Sinb menyela dan Scoup berdiri dan menggeleng.

"Ani, aku tidak bisa. Maafkan aku Sinb-ah. Aku pergi." Pamitnya yang kini melenggang pergi meninggalkan Sinb dan DK.

"Mianhae..." Lirih DK yang tak pernah sedikit pun namja ini terlihat sesedih sekarang. Sinb sangat tidak suka melihat ekspresi DK yang seperti ini.

"Hyung, kau pulang saja. Biarkan aku yang mengatasi ini." Kata Sinb yang sepertinya tak akan melibatkan DK dalam urusannya sekarang.

DK mendongak dengan wajah terkejutnya. "Kenapa? Kau juga marah padaku?" Tanyanya dengan wajah bersalahnya.

"Aku tidak marah padamu, karena itu terjadi dimasa lalu saat aku atau pun kau masih tak begitu mengerti tentang jalan hidup yang benar. Hanya saja, mulai dari sekarang lebih berhati-hatilah hyung. Bukan karena kau memiliki apapun, lantas kau bisa melakukan semua semaumu. Kau cukup tau cara mainnya kan? Hanya fokus pada sesuatu yang berarti dengan manfaat paling banyak untuk semuanya." Sinb menepuk bahu DK beberapa kali.

"Belum terlambat untuk berusaha memperbaiki, seperti apa hasil akhirnya? Yang pasti akan berbeda dari pada tidak bertindak sama sekali. Ka, pergilah aku akan menangani ini sementara waktu sampai kau memiliki ide yang lebih brilian untuk membantu kami." Kata Sinb membuat DK mendesah dan berdiri, hendak pergi tapi ia kembali mematung.

"Wae?" Sinb sedikit bingung dengan tingkah aneh DK.

"Kau tidak pulang bersama ku? Ini sudah larut malam." Kata DK dan membuat Sinb tersenyum.

"Gwanchana, ada hal yang masih harus aku selesaikan." Sinb beralasan dan DK pun terpaksa mengangguk. Ia sangat khawatir dengan Sinb tapi ia juga tidak bisa memaksa gadis yang sudah ia anggap seperti dongsaengnya sendiri ini.

"Baiklah, jaga dirimu." DK membelai rambut Sinb dengan sayang sebelum akhirnya meninggalkan gadis kecilnya itu pergi.

Sinb menghela nafas dan menggembungkan pipinya merasa panik, ia tak setenang tadi saat masih ada kedua namja itu. Seketika pikiran itu terlintas--pikiran yang sungguh ditolak keras oleh hatinya yaitu menemui Appanya. Sinb memejamkan matanya sebelum memantapkan dirinya untuk melangkahkan kaki menemui Appanya.

40 menit kemudian tepatnya jam 8 malam Sinb sudah berada di depan sebuah rumah besar, berpagar tinggi, ia menggela nafas beberapa kali dengan kepalan di kedua tangannya. Sinb, tidak masuk karena ia menyiapkan diri dan perasaannya yang selalu akan mengalami kekecewaanya kepada sosok Appanya ini dan kebencian tentang masa lalu yang tak pernah berakhir membuat gadis ini bertambah enggan untuk memasukinya.

"Sampai kapan kau akan berdiri disitu?" Sinb terlonjak saat mendapati sosok Joshua dari arah luar dan sebuah mobil yang tertengger disana.

"Kau tidak ingin masuk?" Tanyanya lagi yang membuat Sinb kikuk. Bukan karena ia masih memiliki rasa tapi karena ia tak nyaman.

Sinb masih setia dengan kebungkamannya sampai Joshua menarik tangannya untuk masuk kedalam rumahnya dan menyuruh beberapa pengawal untuk membukakakan pintu gerbang dan membawa mobilnya masuk kedalam.

Sinb membiarkannya, saat tangan dingin itu menariknya untuk menyusuri halaman luas dan sampailah mereka di depan rumah besar dengan gaya eropa, rumah yang dulu ia sering kunjungi saat remaja. Sinb diam, seolah sedang mengingat semua hal yang terjadi kepada dirinya dimasa lalu.

"Kau ingin menemui Appa?" Joshua bertanya lagi dan Sinb menjawabnya dengan anggukan.

"Masuklah, jam segini Appa ada diruang tamu." Katanya dan Sinb segera melepaskan tangannya dan melangkah memasuki rumah itu tanpa menoleh sedikit pun pada Joshua membuat namja itu lagi-lagi mendesah.

Benar kata Joshua, pria paruh bayah itu sedang bersantai memakai sweater warna putih tulang. Duduk dengan istrinya yang bersandar pada dadanya yang membuat Sinb mengumpat dalam hatinya.

Sinb pov

Anggap saja aku sedang tidak waras, saat melangkahkan kakiku ke tempat terkutuk ini! Aku benci, melebihi apapun tempat ini! Mereka, yang berhasil menghancurkan hidup ku dan bersenang-senang tanpa rasa bersalah. Mereka adalah Appaku dan wanita yang tak tau malu itu membuat ku dan Joshua oppa harus merasakan sakit sepanjang waktu.

Aku benci orang dewasa yang tak memiliki tanggung jawab seperti mereka!

"Apa aku mengganggu kalian?" Tanya ku dan aku melihat mereka nampak terkejut dengan kerut di dahi keriput mereka.

"Sinb? Kau kah itu?" Cih, wanita itu selalu saja berlebihan.

"Ne..." Beramah tama seperti ini selalu menjadi momen memuakkan.

"Ada apa?" Aku melihat ketegangan pada diri Appa. Ku rasa ia cukup mengenal putrinya ini yang tak akan menemuinya jika tidak ada hal penting yang menggiringnya kemari.

"Aku ingin membicarakan sesuatu dengan mu Appa." Kataku sambil melirik wanita itu, aku tidak ingin dia ada disini. Kurasa ia merasakan kerisihan ku atas kehadirannya dan wanita itu menghela nafas.

"Aku akan meninggalkan kalian berdua." Katanya dan aku sangat tak keberatan.

Kini hanya tinggal aku dan Appa, ia menatap ku dengan rasa penasaran. Aku berusaha membuat diriku tak tegang, duduk dengan sedikit mendorong tubuh ku untuk menempel pada sofa empuk yang terasa tak membuatku nyaman.

"Appa tau, Jeon Ho bekerjasama dengan perusahaan HAN group?" Tanya ku dan ia mengangguk.

"Apa Appa tau juga bahwa mereka sudah memiliki beberapa saham dengan nama orang lain?" Dan Appa tidak terkejut sama sekali. Ia menyesap teh dalam cangkir warna putih itu dan memandangiku dengan santai.

"Woozi sudah menghubungiku."

"MWO? Wae?" Apa yang dia bicarakan dengan Appa?

"Kurasa kau cukup tau itu. Sebentar lagi Jeon Ho dan bank milik tuan Kim akan mengalami pergolekan, saham mereka akan turun dan mereka mungkin hanya mampu menyelamatkan seperempat dari apa yang mereka miliki sekarang." Kenapa Appa harus sesantai ini menjelaskannya.

"Lalu, Appa tidak akan melakukan apapun?" Aku penasaran dengan reaksinya.

"Untuk apa? Biarkan saja, aku sudah membuat kesepakatan dengan Woozi." Bagaimana pria sepertinya menjadi Appaku?

"Appa, aku akan bertunangan dengan salah satu diantara mereka! Lupakah kau dengan fakta itu?" Kataku dan dia tertawa tanpa suara.

"Itu hanya bisnis, jika kau lupa. Jika keadaan tidak memungkinkan, kita hanya perlu membatalkannya. Lagi pula Appa sudah membicarakan ini dengan Woozi, sepertinya ia tertarik kepadamu." Sialan! Bodoh kau Sinb, pria ini sama brengseknya seperti Woozi jika kau ingat.

"Kau pikir aku ini apa? Sebuah senjata atau alat yang bisa kau atur semaumu?" Sinis ku dan ia menunjukkan tatapan tajam yang menusuk.

"Hentikan! Aku tidak ingin berdebat denganmu sekarang." Katanya dan tentu saja aku tak pernah berhenti. Aku kesal dan sedih, kenapa ia terus mengecewakan ku?

"Aku mencintai Wonwoo Appa! Tak tau kah kau itu?" Ia tersenyum, yang hampir mirip dengan ejekan.

"Kau masih terlalu kecil untuk mengerti tentang cinta putriku." Aku benci kata-kata manis nan menjijikan ini.

"Oh ya, jadi jalan cinta yang kau ukir sekarang dengan wanita itu adalah yang terbaik? Pemahaman mu tentang cinta itu sudah menghancurkan hidup eomma ku dan juga diriku." Aku melihatnya menajamkan matanya lagi dan ku pastikan dia akan meledak.

"Hwang Sinb!" Bentakan yang selalu membuatku mengkirut ketakutan dulu, tidak sekarang. Aku sudah tidak bisa menahan kekesalah ku kepadanya.

"Aku benci marga itu, aku benci mengakui bahwa pria brengsek dihadapan ku ini adalah Appaku." Aku melihatnya berdiri dan aku pun bisa menduga apa yang dia lakukan kepadaku.

PLAK

Sakit! Tapi hatiku lebih sakit!

"Siapa yang mengajarimu memaki orang tua seperti ini? Aku mendidikmu bukan untuk menjadi gadis tak bermoral." Aku hanya mampu menyunggikan senyum masam ku, disela-sela pipiku yang memar karena tamparannya.

"Mendidikku? Kau sudah tua untuk mengingatnya kan? Baiklah, aku akan memberitahumu sebuah cerita menarik. Siapa yang mendidik ku? Hanya ada ajumma Jung yang selalu menemaniku dan kau selaku sibuk berkencan dengan wanita itu kan? Mengenang semua romansa menjijikan itu dan eomma selalu mengurung diri dikamar karena sedih. Jadi sekarang aku tanya kepadamu, kapan kau mendidikku?" Wajahnya semakin memerah dan keduanya tangannya mengepal.

"Ka! Sebelum aku menghajarmu!" Cih, dia mengancamku.

"Tentu saja, aku akan pergi. Tapi kau selalu ingat ini Appa, 17 tahun aku selalu diam dengan perlakukan semena-menamu tapi kali ini tidak! Aku akan tetap bersama Wonwoo, apapun yang terjadi!" Tegasku.

Dia berdecak. "Ya, lakukan saja apapun yang kau mau selagi kau bisa. Kau tidak akan pernah lepas dari genggaman Appa." Katakan padaku, apakah ada Appa sepertinya di dunia ini?

"Wow, aku ketakutan tapi bagaimana ini Appa? Sepetinya aku tidak pedulinya, kalau kau memisahkan ku dengan Wonwoo? Aku akan membuatmu menyesal seumur hidupmu karena memiliki putri sepertiku!" Geram ku dan ia pun hendak melayangkan tamparannya lagi, aku membiarkannya sebelum aku membalas semuanya.

"Hentikan Appa!" Suara itu? Joshua oppa.

"Dia putrimu!" Aku benci dengan pembelaan menyebalkan ini.

"Bawa dia pergi dari sini sebelum aku membunuhnya!" Brengsek! Eomma Kenapa kau menikahi pria sepertinya? Kenapa!

"Ayo!" Joshua oppa segera menyeretku untuk pergi dari hadapan Appa.

Aku berjalan dengan keheningan menuju halaman rumahnya, disana ia melepaskan ku.

"Kenapa kau seperti ini?" Katanya mengacak rambutnya frustasi dan aku hanya memperhatikannya dalam diam. "Appa marah besar kepadamu, dia bisa melakukan apapun kepadamu." Katanya lagi.

"Termasuk membunuhku? Itu bagus, aku sudah menanti saat itu. Dia akan merasa lega karena telah berhasil membuat bukti kesalahan dalam hidupnya lenyap!"

"Hwang Sinb!" Kali ini ia yang berteriak kepadaku. Kenapa kau membelanya?

"Wae? Kau tidak suka Appa tercintamu itu terus ku maki?" Dia diam.

"Ini hanya makian, tidak ada apa-apanya dengan semua hal yang ku alami selama ini jika kau tau oppa. Ku rasa kau juga mengalaminya kan? Sampai kapan kau akan menjadi pecundang? Kau menyebalkan sama seperti mereka!" Kataku yang kini berbalik dan apa yang ia lakukan, ia memeluk ku.

"Mianhae..." Aku hanya mampu menunjukkan senyum getirku.

"Kau ingin ku maafkan? Mudah saja, kau hanya perlu membantuku menangani kasus Perusahaan Wonwoo dan Mingyu. Aku akan sangat berterima kasih kepadamu jika kau berhasil melakukannya." Kataku sambil melepaskan pelukannya, ia menatapku sembari berfikir.

"Sebenarnya masalah ini berakar dari masalah pribadi antara DK, Sowon dan Woozi." Aku melihat matanya membulat, sesuai dengan perkataan DK bahwa Joshua oppa cukup mengerti masalah ini.

"Baiklah, aku akan membantumu. Sekarang, ayo aku antar pulang." Aku menggeleng.

"Tidak! Kau harus membicarakan ini dengan DK hyung, lebih cepat lebih baik." Ia mendesah lagi.

"Ya, baiklah jangan khawatir." Jawabnya dan aku segera membalikkan tubuh ku tanpa berpamitan kepadanya.

Menyusuri jalanan yang telah lengang dengan pikiran kalut seperti ini, membuat hatiku semakin gelisah. Masalah ini menggangguku, sampai dibatas ketenangan ku yang mulai hilang.

Drttt

Drttt

Aku merasa getaran dalam saku jas ku dan aku membukanya. Wonwoo? Aku segera mengangkatnya.

"Kenapa lama sekali?" Tanyanya, memprotesku yang seketika membuat ku tersenyum. Aku merindukannya.

"Kau dimana?" Ia bertanya lagi.

"Aku merindukanmu." Balas ku yang keluar begitu saja membuat air mataku mengalir, aku mencemaskannya lebih dari apapun.

"Kau menangis? Wae? Kau dimana sekarang? Apa yang terjadi?" Dia sudah mulai mencemaskan ku. Aku tentu saja tak mungkin mengatakan semua rencana busuk yang akan menimpanya itu. Aku tidak tega! Sebelum ia tau, lebih baik aku berusaha untuk menyelesaikan semuanya bukan? Aku melindunginya seperti saat ia melindungiku.

"Aku hanya merindukanmu." Balasku.

"Baiklah, mari bertemu. Katakan dimana kau sekarang?"

Saat ini yang ku mau hanya menemui dan memeluknya.

Sinb pov end

Mobil sedan hitam milik Wonwoo berhenti tepat dihadapan Sinb yang duduk di trotoar. Namja itu sedikit berlari untuk menjangkau Sinb dan kini ia berjongkok dihadapan gadisnya yang menunduk.

"Wae? Apa yang terjadi?" Menyadari suara tak asing ini, Sinb segera menghamburkan dirinya dalam pelukan Wonwoo. Wonwoo segera mengusap lembut rambut Sinb dan menghela nafas lega saat melihat tidak ada yang kurang sedikit pun dari tubuh Sinb.

"Kau dari rumah Appamu?" Selidik Wonwoo setelah menyadari daerah disekitarnya dan Sinb mengangguk. Seketika Wonwoo mulai menduga bahwa kesedihan Sinb ada sangkut pautnya dengan Appanya.

"Jangan berjalan sendiri dimalam hari. Aku akan gila jika sesuatu terjadi kepadamu." Kata Wonwoo sembari mengecup dahi Sinb.

Chu~

Sinb memejamkan matanya, menikmati sentuhan bibir Wonwoo pada dahinya.

"Ayo aku antar pulang." Ajak Wonwoo yang kini membantu Sinb berdiri dan apa yang Sinb lakukan? Ia memeluk Wonwoo lagi.

"Wae? Kau tidak mau pulang?" Tebak Wonwoo dan Sinb mengangguk. Membiarkan Sinb terus memeluknya, ia mengecek jam pada tangan kanannya.

"Ini sudah lewat jam 9 malam, pasti paman dan bibimu mencemaskanmu." Perkataan Wonwoo benar dan Sinb hampir melupakan hal itu tapi entah kenapa malam ini gadis itu masih ingin berlama-lama memandangi wajah Wonwoo, memeluknya dan menghirup aroma khasnya dengan kuat-kuat.

"Aku ingin bersamamu, menginap dirumahmu." Permintaan konyol dan cukup mengagetkan Wonwoo yang kini memandangi Sinb dengan bingung.

"Wae? Kau tidak mau?" Sinb mulai merajuk dan Wonwoo menghela nafas.

"Ada banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan. Kalau pun kau menginap, aku tidak akan bisa menemanimu dan belum tentu juga paman mu mengizinkan?" Dan semua alasan Wonwoo ini sangat masuk akal membuat Sinb mendengus sebal.

"Aku tidak mau tau, aku mau bersamamu sekarang." Sengeknya membuat Wonwoo tak mampu menolak lagi. Lagi pula ini pertama kalinya Wonwoo melihat Sinb semanja ini.

"Baiklah, ayo masuk. Udaranya dingin." Kata Wonwoo mempererat mantal yang sudah ia berikan kepada Sinb beberapa lalu.

Sedan hitam itu melaju dengan kecepatan rata-rata dan sampai di halaman rumah Wonwoo hampir jam 10 malam. Saat diperjalanan tadi, Wonwoo sudah meminta izin kepada paman Sinb dan pamannya pun mengizinkannya.

Mobil berhenti tepat di depan pintu dengan ukuran besar sebagai jalan utama untuk masuk kedalam rumah Wonwoo. Mereka turun dengan saling bergandengan tangan dan berjalan masuk bersama.

"Kau ingin makan?" Tawar Wonwoo dan di jawab gelengan kepala oleh Sinb.

"Tidur?" Tanyanya lagi dsn Sinb menggeleng lagi.

"Lalu apa?" Wonwoo tak tau apa yang di mau gadisnya ini.

"Menemanimu..." Jawab Sinb membuat Wonwoo gemas seketika, ia mecubit pipi Sinb sambil tertawa geli.

"Mandi dulu sana, lalu temui aku di ruang kerja. Eomma sedang pergi menemui Appa." Sinb mengangguk sambil tersenyum.

"Tapi aku harus mandi dimana?" Tanya Sinb dengan lucu membut Wonwoo lagi-lagi mengulumkan senyumnya.

"Ajumma, tunjukkan jalan menuju kamarku!" Pinta Wonwoo yang segera direspon oleh wanita paruh baya yang semenjak tadi berdiri disekitar mereka.

Wonwoo merapikan rambut Sinb yang sedikit berantakan. "Setelah mandi kau boleh memakai bajuku, terserah kau pilib yang mana atau kau ingin menggunakan baju eomma?" Tanyanya pada Sinb yang kini membalasnya dengan gelengan.

"Aku memakai bajumu saja." Jawabnya.

"Mandilah, setelah itu temui aku di ruang kerja." Pinta Wonwoo dan Sinb mengangguk, kemudian membalikkan tubuhnya menuju kamar Wonwoo.

---***--

Sinb sudah keluar dari kamar mandi dan membuka lemari dengan deretan kaos didalamnya. Sinb memilih kaos warna putih dengan motif tulisan warna hitam dan celana pendek yang kebesaran membuat tubuh mungilnya seakan tenggelam. Ia sampai dibuat tertawa sendiri melihat penampilan kacaunya ini tapi entahlah ia tidak mau memusingkan masalah ini dan Wonwoo juga tidak akan memusingkan ini.

Ia turun melewati tangga menuju ruang kerja Wonwoo yang membuatnya berpapasan sengan sekertaris perusahaan dan beberapa orang yang keluar dari dalam ruangan itu. Sinb membungkuk kepada mereka membuat mereka melakukan hal yang sama kemudian berlalu.

Ia masuk kedalam dan mendapati Wonwoo dengan wajah lelahnya. Sinb mendekatinya, membuat Wonwoo mengalihkan perhatiannya sementara pada gadis itu, tersenyum saat melihat penampilan Sinb dengan kaos dan celana kebesaran.

"Kau sudah mandi?" Tanya Wonwoo yang sudah berhasil menarik pinggang ramping Sinb dan menempelkan kepalanya pada perut Sinb, mengendus aroma sabun miliknya yang melekat pada tubuh Sinb. Gadis itu hanya diam, mengelus pucuk kepala Wonwoo.

"Pasti sangat melelahkan." Guman Sinb dan Wonwok menganggu masih dengan memeluk pinggang Sinb dan menempelkan wajahnya pada perut rata Sinb.

"Belum selesai?" Tanya Sinb lagi.

"Belum, aku harus membuat beberapa bahan untuk presentasi dengan mode yang berbeda." Kini Wonwoo melepaskan tangannya dari pinggang ramping Sinb dan mulai fokus lagi pada laptop dihadapannya.

"Aku akan membantumu, kau hanya perlu membelikan konsepnya saja kepadaku." Wonwoo menatap Sinb sekilas seolah menimbang, kemudian ia menyodorkan beberapa kertas kepada Sinb dan membuka satu buah laptop lagi.

"Kerjakan disini, kalau selesai beritahu aku." Sinb mengangguk mendengarkan ucapan Wonwoo.

"Tapi jika kau lelah, sebaiknya kau tidur." Sarannya yang seketika membuat mereka saling tersenyum.

"Ya aku tau. Mari kita kerjakan bersama!" Sinb berusaha menyemangati Wonwoo dengan mengecup pipi namja itu.

Chu~

"Sebagai penyemangat!" Ucap Sinb sambil tersipu malu membuat Wonwoo semakin gemas saja.

"Ah, kalau saja tidak banyak pekerjaan. Aku sudah membalasmu sekarang!" Kata Wonwoo membuat Sinb menjulurkan lidahnya sebelum akhirnya duduk di sofa dengan laptop dan kertas, terkubur dalam kesibukannya sendiri sama seperti Wonwoo.

-Tbc-

Hai...Ada yg menunggu ff ini?

Uda aku update ya 😉
Go VOTE & KOMEN
Thanks 😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top