::9 -Bukan Jodohku-
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠
⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠
📖Selamat Membaca📖
🍁🍁🍁
Kedatangan Rama dan kedua orang tuanya disambut baik oleh Hanum. Ini kali pertamanya Rama dan Azia kembali bertemu setelah kepergian Azia ke Cairo selama beberapa tahun.
Rama tetap merasakan hal yang sama, tidak ada sedikit pun keraguan untuk menjadikan Azia sebagai istrinya. Perempuan yang ia pilih menjadi ibu dari anak-anaknya. Rama percaya, hanya bersama Azia surganya dan Allah terasa semakin dekat.
Saat menatap mata Azia, Rama selalu merasakan kenyamanan yang tidak bisa dijelaskan. Desiran cinta yang mungkin Allah tumbuhkan selalu bertambah saat kedua pasang mata itu saling beradu pandang.
"Rama, apa kamu yakin dengan pernikahan ini? Padahal kamu tahu kan, kamu belum pernah melihat wajah anak bunda. Bagaimana saat pernikahan nanti, kamu kecewa dengan wajah anak bunda?"
"Saya menikahi Azia karena akhlaknya, bukan wajahnya, Bunda. Pertama kali saya jatuh cinta padanya karena sosoknya yang tertutup dan pendiam. Saya yakin, hanya perempuan seperti Azia yang bisa menjaga kehormataannya dan menjaga saya dari siksaan Allah."
Hanum mengembuskan napas lega. Artinya Rama mau pun Azia tidak terpaksa dengan pernikahan ini. Awalnya Hanum takut, karena pernikahan mereka juga terjadi atas kesepakatannya dengan kedua orang tua Rama. Tapi sekarang Hanum tidak perlu cemas, sebab Rama tidak mungkin menyia-nyiakan Azia kelak, apalagi menyakiti hatinya.
"Sekarang keputusan hanya tinggal pada Azia. Apakah dia masih mau melanjutkan pernikahan ini atau memang dia sudah menemukan laki-laki lain yang membuatnya jatuh hati."
"Bismillah ... A Rama, In syaa Allah selama aku berada di Cairo, aku selalu berusaha menjaga hati ini. Karena aku tahu, bahwa aku sudah memiliki calon suami di sini. Jadi, aku akan dengan senang hati menerima A Rama sebagai suami aku." Azia tersenyum penuh rasa haru.
Haura yang saat itu berdiri di balik tembok menitikkan air mata, ia merasakan sesak yang tak terkira. Sakit sekali rasanya mendengar pembicaraan mereka yang penuh nada kebahagiaan. Padahal, Haura yang lebih dulu mengenal Rama. Dia yang lebih dulu menyukai Rama.
Haura menghapus air matanya. Ia sadar bahwa dia tidak berhak untuk merusak kebahagiaan Azia. Orang baik tentu akan dipertemukan pula dengan orang yang baik.
Azia mengangkat kepalanya, sepintas ia melihat Haura menangis dan pegi begitu saja.
"Bunda, aku pergi sebentar ya. Aku mau bicara sama Haura."
"Kenapa sama Haura?" tanya Sandra penasaran? Sebab sejak tadi dia juga tidak melihat anak itu.
"Nggak apa-apa, Bu. Aku cuma mau ngomong sesuatu sama Haura."
Sandra menganggukkan kepala pertanda mengerti. Setelah itu Azia menyusul kepergian Haura.
"Kenapa kamu menangis?"
Haura mengangkat kepalanya, tiba-tiba saja Marvin muncul.
"Nggak pa-pa."
"Apa kamu sedih karena pernikahan Azia dan laki-laki itu?"
"Kenapa kamu bisa menyimpulkan begitu."
Marvin tersenyum tipis.
"Aku lebih mengerti soal cinta dibandingkan anak kecil seperti kamu. Aku tahu, kamu menyukai calon suami Azia, bukan?"
Kedua bola mata Haura terbelalak kaget. Perkataan Marvin sangat tepat.
"Aku juga mencintai, Azia. Apa perlu kita bekerja sama untuk memisahkan mereka?"
Haura menggelengkan kepala. Rama bukan jodohnya, dia tidak pantas merebut Rama dari Azia.
"Apa maksud, Kakak? Aku sayang sama kak Azia. Sejak kecil aku udah sering jahat sama dia, sekarang aku pengin lihat kak Azia bahagia. Aku nggak mungkin pisahin dia dari A Rama. Walau pun aku cinta sama A Rama, aku nggak berhak rebut kebahagiaan kakak aku sendiri. Lagipula, aku juga nggak pantas buat A Rama."
Haura tidak bisa menahan kristal bening yang ada di matanya. Segala rasa sakitnya juga tidak sebabading dengan perbuatan yang sudah ia lakukan dulu. Jadi sampai kapan pun ia tidak mungkin tega memisahkan Azia dan Rama begitu saja.
"Jadi kamu mencintai A Rama?"
Haura menghapus air matanya kemudian mengarahkan kepala tepat di mana Azia berdiri. Azia sudah mencari keberadaan Haura di kamar, tapi dia tidak meneukan siapa-siapa. Tapi saat ia memasuki dapur, ia melihat Haura menangis menyimpan rasa sakit yang luar biasa. Sebagai seorang kakak Azia tidak mungkin tega menyakiti adiknya sendiri. Kalau Azia bisa memberikan kebahagiaannya untuk kebahagiaan Haura, ia akan terus memberikan kebahagiaan itu untuk Haura. Sampai tersisa kebahagiaan yang seridaknya cukup untuk dirinya sendiri.
Sementara itu Marvin hanya bisa diam. Mungkin ucapannya sudah salah.
"Kak Azia?"
"Bilang sama kakak, Haura. Benar kamu mencintai A Rama?"
Haura menggelengkan kepala secepat mungkin, tapi.hal itu tidak lagi membuat Azia percaya. Karena dia sudah mendengar jelas apa yang terlontar dari mulut Haura.
"Kamu jangan bohong, Haura. Jujur sama kakak."
Haura terisak penuh rasa bersalah.
"Maafin kakak, Haura. Kakak nggak tahu kalau kamu mencintai A Rama. Maafin kakak karena kakak udah bikin kamu terluka."
Haura menggelengkan kapala dan berjalan mendekati Azia. Dipeluknya tubuh Azia seerat mungkin sambil berucap maaf. Ia tahu rasa ini tak sepentasnya hadir dalam hatinya, tapi ia bisa apa? Setiap kali berusaha mencegah untuk menghilangkan Rama dari hatinya, Haura malah semakin rapuh.
Haura merasa bersalah apalagi saat Azia menangis. Tapi ia berjanji tidak akan pernah merebut Rama dari sisi Azia.
"Kakak nggak perlu minta maaf. Kakak nggak salah, aku yang salah. Kalian saling mencintai, tapi aku hanya orang ketiga yang masuk ke dalam kehidupan kalian."
Azia menggelengkan kepala.
"Enggak Haura. Kamu bukan orang ketiga, tapi kakak yang orang ketiga. Selama ini kakak nggak tinggal di sini, jadi sudah sepantasnya kamu yang menyimpan perasaan ini untuk Rama. Kakak akan mengalah, Haura. Kakak pengin kamu bahagia sama A Rama."
Haura melepaskan pelukannya, ditatapnya Azia dengan tatapan sendu. Kenapa Azia yang harus berkorban?
"Maksud kakak apa?"
"Kakak akan membatalkan pernikahan itu, kamu bisa menikah dengan A Rama. Kakak percaya kalau dia bisa membuat kamu bahagia."
"A Rama nggak mungkin mau, Kak. Dia itu maunya kakak yang jadi istrinya, bukan aku. Kakak itu wanita sempurna, dia pantasnya sama kakak. Orang baik itu layaknya untuk orang baik."
"Kakak tau itu Azia. Tapi nggak menutup kemungkinan orang baik berjodoh dengan orang yang ingin memperbaiki diri. Hadirnya A Rama juga bisa menuntun kamu ke jalan yang lebih baik lagi, Haura."
Azia mengusap pipi Haura putih Haura dengan lembut.
"Mungkin kamu pernah dipertemukan dengan laki-laki yang salah, Haura, tapi Allah tidak serta-merja menjauh kan kamu dari laki-laki yang kamu inginkan itu. Bisa jadi Allah menjauhkan kamu dari Arga, agar kamu tidak terluka dikemudian hari. Sekarang kakak percaya, A Rama adalah laki-laki pilihan Allah yang Allah kehendaki untuk kamu."
Tidak ada yang bisa Haura lakukan selain menangis. Ia juga tidak bisa mengatakan apa-apa, bibirnya terasa berat untuk menolak tawaran Azia yang ingin memberikan Rama untuknya. Di satu sisi Haura tidak tega dengan Azia, tapi di sisi lain juga ingin menjadi istri Rama.
Rama setiap hari bertemu dengannya semakin membuat cinta dihatinya membesar, bahkan bisa mengalahkan nama Arga yang sempat tersemat di hatinya.
"Marvin, kamu mau kan bantu aku? Katakan pada bunda kalau kamu ingin melamarku juga."
Marvin terkejut atas keputusan Azia. Tapi tidak apa, memang ini yang Marvin inginkan, walau pun sekarang Azia terpaksa meminta hal seperri itu Marvin akan tetap melakukannya sambil menunggu Azia mencintainya.
Azia mengembuskan napas pelan, ia tahu keputusannya ini akan membuat semua orang kecewa, termasuk Rama. Azia yakin, Rama akan marah padanya, tapi Azia tidak peduli. Ini adalah risiko yang harus ia terima.
"Aku akan melakukannya, Azia."
Azia hanya tersenyum. Ia menelan luka sendiri. Ia ikhlas melakukan ini semua demi Haura. Sebab Azia yakin, Allah akan memberinya jodoh yang lain.
🍁🍁🍁
Safiya membuka laptopnya, tiba-tiba saja ada email yang masuk ke akunnya.
@Marvinuel_ ;
Safiya, aku ingin memberi tahu sesuatu padamu. Ini sungguh diluat dugaanku, Fi. Kamu tahu apa yang dilakukan Azia? Dia membatalkan perjodohannya dengan laki-laki bernama Ramadhan itu. Dia menyuruh adiknya untuk menikah dengan calon suaminya, sebab dia tahu bahwa adiknya mencitai laki-laki itu. Azia juga memintaku untuk mengatakan pada ibunya bahwa aku ingin melamarnya. Aku sangat bahagia, Safiya. Walaupun Azia terpaksa melakukan ini, setidaknya aku mempunyai cara yang besar untuk benar-benar menikahinya. Aku berterimakasih padamu, Safiya. Berkatmu, aku bisa menemukan perempuan seperti Azia. Jika aku memang menikah dengan Azia, aku ingin kamu menjadi tamu spesial di hari pernikahanku dan Azia nanti.
Safiya meremas sprei yang membalut kasurnya. Sakit sekali rasanya membaca pesan bak bumerang yang menghancurkannya.
Safiya tidak tahu bagaimana nanti ia harus bertemu kembali dengan Azia. Apakah masih bisa bersikap baik atau tidak.
Mungkin dulu dia masih bisa berpura-pura, tapi bagaimana nanti?
"Oh God, please help me...."
Safiya merenggut rambutnya kuat, frustrasi rasanya.
🍁🍁🍁
Tengah malam, Azia melakukan salat istiqarah untuk meminta petunjuk pada Allah akan semua keputusan.yang sudah dia buat.
Dalam hidup ini cobaan pasti akan selalu ada menimpa setiap umat penguhi bumi. Terkadang manusia sering kali bimbang saat membuat keputusan atau ragu dengan keputusan yang sudah ia lakukan.
Sama halnya seperti yang sempat Azia lakukan, selama beberapa saat dia ragu atas keputusannya tadi. Ia merasa bahwa hatinya tidak tepat mengambil keputusan untuk melepaskan Rama. Hal ini membuat Azia benar-benar bimbang. Hanya dengan cara ini Azia meyakini bahwa keputusan yang ia ambil sudah tepat, dan tidk berhak ada keraguan.
Azia memejamkan mata, ikhlas tanpa harus meminta balasan dari Allah untuk mengirimkan laki-laki yang lebih baik lagi. Seperti yang ia katakan pada Haura, bukan kita yang menginginkan siapa pun berjodoh dengan kita, tapi Allah yang menginginkan seseorang untuk menjadi jodoh kita.
🍁🍁🍁
Siapa yang paling tersakiti? Ada tiga perempuan dan satu laki-laki lho.
Rama
Azia
Haura
Safiya
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top