::7 -Sebuah Hidayah-
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠
⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠
📖Selamat Membaca📖
🍁🍁🍁
Segala persoalan yang terjadi dalam hidup ini sesungguhnya bukan hanya sekadar menguji kekuatanmu, tapi juga untuk menguji seberapa besar kesungguhanmu dalam meminta pertolongan kepada-Nya.
🍁🍁🍁
Azia menginjakkan kakinya di Cairo International Airport. Tangisannya tak kunjung mereda. Ia baru saja mendapatkan kabar bahwa ayahnya telah meninggal dunia setelah salat subuh.
Hancur sekali hati Azia saat harus mendengar kabar duka ini, padahal sebentar lagi ia akan menjadi seorang sarjana seperti yang diimpikan sang ayah.
Marvin yang tidak tega membiarkan Azia pulang ke Indonesia sendirian, memilih untuk menemaninya.
Berkali-kali Azia menolak bahkan marah pada Marvin. Tapi laki-laki itu tetap saja besikeras untuk menemani Azia pulang ke Indonesia. Katanya---, ia ingin memastikan Azia selamat sampai tujuan.
"Azia, aku tahu kamu sedih, tapi jangan menangis terus. Kasihan ayahmu."
Azia tidak menjawab apa-apa, rasanya sulit untuk merespon orang-orang yang terus berusaha menjagaknya berkomunikasi.
Sayifa juga ikut mengantar Azia dan Marvin ke Bandara. Sebenarnya ingin ikut, tapi Safiya sedang sibuk dengan skripsinya yang tidak mungkin ditinggalkan.
Safiya memeluk Azia erat sebagai pertanda lewat pelukan itu ia bisa memberikan penguatan.
Azia sedih karena saat tiba di Indonesia nanti ia hanya bisa melihat kubur ayahnya. Karena ia tidak bisa menahan proses penguburan jasad sang ayah.
Azia menyesal karena tidak datang saat kemarin-kemarin Faih tsakit.
"Harusnya aku pulang, Safiya. Aku nyesel, aku nyesel."
Safiya tidak bisa mengatakan apa-apa selain memberikan pelukan untuk Azia. Ini kali pertamanya Sayifa melihat Azia menangis sesedih itu.
🍁🍁🍁
Orang-orang berpakaan sebaputih mengiringi kepergian orang tercinta. Tercetak wajah-wajah sendu penuh luka dari kerabat-kerabat Fatih. Kini, tugasnya di Dunia sudah selesai, tingga ia harus melanjutkan perjalanan menuju tempat peristirahatan terahirnya. Semuanya sudah berakhir, tidak akan ada lagi seorang ayah yang tulus menyayangi anaknya. Tidak akan ada lagi sosok Fatih yang akan menghiasi hari-hari orang terdekat. Tidak akan ada lagi orang yang memarahi Haura habis-habisan kala ia pulang larut malam.
Haura menangis melihat jasad ayahnya hilang ditutup tanah, untuk kesekian kalinya Haura harus kehilangan orang-orang yang dia sayang. Pertama ia melihat jasad ibunya dikuburkan, kedua ia harus melihat juga ayahnya dikuburkan.
Sakit sekali rasanya.
Kedua orang tuanya sidah tiada, di dunia ini ia hanya tinggal sendirian.
Hanum berusaha tabah, dalam sedihnya ia berusaha untuk menguatkan Haura. Walau pun ia juga merasakan duka lara yang amat perih, namun ia harus lebih kuat untuk Haura.
Haura tidak menyangka kalau sang ayah akan meninggal dunia secepat ini. Padahal kemarin mereka masih bercerita banyak, Fatih sangat baik padanya, Fatih juga berjanji akan memberinya kasih sayang yang utuh. Tapi kenapa Allah malah mengambil ayahnya?
"Sekarang aku udah nggak punya siapa-siapa, lagi. Semuanya udah pergi ninggalin aku."
"Haura, jangan bicara gitu. Masih ada bunda, walau pun ayah udah nggak ada, bunda akan terus ngerawat kamu."
Haura terisak pilu. Sebaik ini Hanum padanya? Padahal sejak dulu ia tidak pernah menghormati Hanum sedikit pun. Tapi kali ini, saat ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi Hanum tetap baik padanya.
Rama yang saat itu memimpin doa, juga ikut sedih. Bagaimana pun ia mengenal sosok Fatih yang begitu baik. Yang ia tahu, Fatih adalah sosok ayah yang sangat baik, sayang sekali Haura selalu menyia-nyiakan waktu yang ia punya bersama Fatih.
Setelah proses pemakanan sekasai, semua orang pergi meninggalkan pemakanan itu dan hanya menyisakan Haura, Hanum dan Rama.
Hanum tahu kalau Haura sangat terpukul, ia tidak berhenti menangis di depan makam ayahnya. Beribu maaf Haura ucapkan pada Fatih. Tapi itu percuma, karena Fatih juga tidak akan kembali.
Mungkin ini adalah ujian yang harus ia tempuh, saat kehormatannya ternodai, ia juga harus menerima kehilangan ayahnya untuk selama-lamanya.
Seandainya Haura tidak pergi malam itu, pasti semuanya tidak akan terjadi. Haura harus balas dendam pada Arga. Sebab memburuknya kondisi Fatih, juga karena Arga.
"Tante, apa Azia sudah diberi tahu?" tanya Rama pelan.
Hanum mengapus air matanya, kemudian menganggukkan kepala.
"Dia dalam perjalanan pulang."
🍁🍁🍁
"Azia, kalau kamu sedih, aku bisa memelukmu. Barang kali itu bisa sedikit mengurangi kesedihanmu."
Azia yang saat itu menatap awan dari kaca jendela pesawat langsung melempar pandangannya pada Marvin.
"Aku tidak bermaksud apa-apa, Azia. Ini hanya untuk menenangkanmu, aku yakin Allah pasti mengerti kenapa aku memelukmu. Kita hanya berpelukan, sebatas itu saja, tidak lebih."
"Terimakasih atas tawaran kamu, Marvin. Tapi sesedih-sedihnya aku, aku tidak akan pernah menyandarkan tubuhku pada laki-laki yang nggak layak aku sentuh. Aku tau maksud kamu baik, tapi itu bukan berarti baik bagi Allah. Gimana kalau saat aku membiarkan kamu melakukan itu, pesawat ini jatuh dan kita semua meninggal. Apa kamu siap mempertamggung jawabkan perbuatan kamu di hadapan Allah?"
"Apa itu terhitung sebagai kesalahan besar? Hanya memberikan satu pelukan saja, Azia."
"Kalau aku melanggarnya, artinya kamu membiarkan aku menyiksa ayahku saat dia tiba di hadapan Allah."
Marvin mengebuskan napas.
"Maafkan aku, Azia. Aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja aku tidak tega melihat kamu menangis."
Azia tidak menjawab apa-apa lagi. Marvin pun juga larut dalam pikirannya. Bagaimana mungkin dia lupa bahwa Azia adalah perempuan bak berlian yang tidak bisa disentuh sembarangan orang.
Selain mengantarkan Azia ke Indonesia, Marvin juga akan membuktikan bentuk cintanya pada Azia. Saat sampai di Indonesia nanti, Marvin akan menyampaikan kepada ibu, Azia, bahwa dia ingin menikahi Azia.
Marvin tahu betul, kalau Azia ingin dijodohkan, tapi kalau mereka tidak berjodoh, pasti pernikahan itu tidak akan terjadi.
Perjalanan mereka untuk sampai di Indonesia masih tersisa sebelas jam lagi.
🍁🍁🍁
Hanum masuk ke dalam kamar Haura sambil membawakan Haura baju gamis dan khimar. Kali ini, Hanum akan memulai kembali kedekatan mereka dengan mengajarkan Haura tentang menutup aurat.
Haura menyeka air mata yang ada di pipinya, kemudian memandang Hanum yang duduk di pinggiran tempat tidur.
"Ini salah satu baju, Azia. Bunda tahu ini bukan baju baru, Haura. Tapi ini bersih, kok. Kamu sayang sama ayah kamu, kan?"
Haura hanya menganggukkan kepala. Lagi-lagi air matanya menetes. Hanum segera mengusapnya.
"Kamu mau kan pakai baju ini untuk menutupi aurat kamu?"
Haura memandang kain yang ada di tangan bundanya selama beberapa detik.
"Anggap saja ini sebagai hadiah untuk ayah kamu,"
"Aku mau, bunda. Ajarin aku, ya."
Hanum tersenyum penuh arti, dia langsung membawa Haura ke dalam pelukan. Hatinya sangat senang mendengar pengakuan Haura barusan.
Mungkin ini sudah menjadi takdir yang digariskan Allah. Haura diberikan cobaan hingga ia merasa jera dan memilih kembali ke jalan yang benar.
Haura begitu beruntung, Allah turunkan hidayah kepadanya. Dengan adanya kejadian buruk, Allah juga datangkan rahmat untuknya.
Allah sayang padanya, hingga memerikan salah satu hidayah yang memang Allah kehendaki pada umatnya yang terpilih. Tidak semua orang yang bisa merasakan keberkahan itu. Ada juga yang banyak diberikan cobaan sebagai balasan atas perbuatannya, tapi Allah tidak menggerakan hatinya untuk kembali.
Haura mengambil kain yang ada di tangan sang bunda. Dulu Haura begitu benci pakaian ini, karena dianggap ribet dan kuno seperti ibu-ibu.
Numun sekarang ia sadar, justru pakaian seperti ini lah yang bisa melindunginya di dunia dan di akhirat. Ia berjanji, akan memperbaiki diri dan meninggalkan masa lalu yang buruk. Belajar dari kesalahan yang pernah ada, mulai kembali menata hidup yang sudah hancur.
Haura bersyukur saat Allah memberikannya orang-orang terbaik yang menemaninya. Meskipun sudah berlaku kasar, tapi ia tetap menerima perlakuan baik.
Hanum tersenyum penuh rasa kagum saat melihat pakaian itu menempel di tubuh Haura. Sangat menyejukkan hati jika dipandang.
"Ma syaa Allah, anak bunda." Puji Hunum penuh rasa takjub.
"Bunda. Aku udah lupa bacaan salat. Aku pengin salat dan berdoa untuk ayah."
Tentu saja Hanum tidak akan menolak permintaan anaknya itu. Dengan senang hati Hanum akan membimbingnya.
"Makasih, Bunda."
Sekali lagi Hanum mengangguk. Ia yakin bahwa sekarang Fatih sangat bahagia, sebab anaknya sekarang sudah banyak berubah.
Setelah bercerita cukup banyak, Hanum membawa Haura untuk keluar kamar. Karena sejak kemarin Haura tidak mau makan.
Saat sampai di meja makan, Haura kaget karena sudah ada Rama dan orang tuanya di meja makan. Kedatangan Haura itu kendati membuat Rama kaget.
Dia terkejut atas perubahan Haura yang amat drastis.
"Lho, Aa Rama ada di sini?"
"Iya, Haura. Rama sengaja bunda suruh datang ke sini. Sebentar lagi kakak kamu kan pulang. Sebelum ayah kamu meninggal, dia pengin cepat-cepat pernikahan Rama dan Azia dilangsungkan."
Tiba-tiba saja pancaran wajah Haura berubah. Ia cemburu pada Azia yang disukai beberapa lelaki. Sudah jelas pria itu mencintainya dengan tulus. Tidak seperti cinta yang Haura dapatkan dari Arga.
Apalagi mendapatkan calon suami seperti Rama. Laki-laki yang sempat Haura cintai secara diam-diam ketika SMA dulu. Saat ia tahu Rama mencintai Azia, detik itu juga rasa cintanya pada Rama hilang.
Tapi sekarang perasaan itu kembali muncul saat Rama terlalu sering muncul di hadapanya selama beberapa hari ini.
"Kak Azia beruntung ya, bisa milikin suami kayak A Rama."
Sayangnya kalimat itu hanya terucap dalam hati. Haura pun sadar bahwa Azia memang pantas medapatkan laki-laki baik seperti Rama.
🍁🍁🍁
Ada kisah cinta antara, kemanakah jadinya?
Marvin-Azia-Rama
Haura-Rama-Azia
🍁🍁🍁
Haura mariam Az-zahra
Kubuang, 17 Rabiul Awal 1441 / 24 November 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top