29. Simfoni Takdir
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠
⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠
📖Selamat Membaca📖
☘☘☘
Hati ini sakit karena tak bisa menghentikan penyesalan, hati marah karena tak ada lagi yang membujuk tenang, cinta ini tidak ada arti jika hanya satu yang berjuang
☘☘☘
Ya Tuhan...
Batinku tersiksa begitu hebat...
Ingin berteriak namun mulutku seakan bungkam...
Kelaraan ini terlalu mengikat...
Hingga aku tidak mampu melepaskan.
Tuhan...
Air mata ingin segera tumpah.
Namun mata ini terlanjur lumpuh dan menutup rapat.
Dunia seakan menyuruhku pergi dari kelaraan...
Tapi takdir seakan menghalangiku...
Tuhan...
Aku lelah dengan keadaan...
Aku lelah dengan panderitaan..
Aku lelah dengan tangisan..
Aku lelah dengan kerinduan...
Tuhan...
Bisakah engkau memberiku kebahagiaan?
Memberikanku ruang untuk bebas dari penderitaan.
Berikan dia kembali untukku.
Bantu aku, Tuhan.
Bisikan padanya...
Aku ingin dia kembali.
Haura berdiri di atas balkon rumah sakit. Semua usaha yang dilakulan untuk mendapatkan maaf dari Ariel seakan sia-sia. Untuk apa semua janji yang pernah Ariel katakan dulu? Jika pada akhirnya janji itu tidak pernah dipenuhi.
Dulu saat ia ingin bunuh diri ketika keputus asaan menguasai diri, ada Ariel yang menyelamatkannya. Menyadarkannya bahwa menghabiskan nyawa dengan sia-sia tidak akan menyelesaikan masalah. Lantas, apakah Ariel akan datang jika ia melakukan hal yang sama?
Angin bertiup kencang mengembus rambut hitam Haura. Entah bagaimana caranya hijab yang selama ini menutupi rambutnya itu terlepas begitu saja. Yang jelas dalam pikirannya hanya ada sebuah penyesalan dan pembantahan atas segala masalah yang terus datang dalam hidupnya.
Pandangan Haura jatuh ke bawah. Dilihatnya seluruh area perkarangan rumah sakit. Jika saja ia melompat dari atas gedung rumah sakit ini, bisa dipastikan tubuhnya akan hancur saat terhempas menyentuh aspal.
"Ariel. Apa kamu bakal biarin aku lakuin ini?" kata Haura dengan suara lirih. Namun pada kenyataannya ia tahu Ariel tidak akan mungkin datang untuk mencegah perbuatan nekatnya itu.
Haura merentangkan kedua tangannya. Kaki kiri melangkah maju kedepan. Sekarang ia sudah berdiri di tepian atas gedung rumah sakit. Jika saja salah gerak, ia akan jatuh seketika. Haura juga melihat di bawah ada beberapa orang yang menyaksikan aksinya itu. Tapi sudalah, ia tidak peduli lagi.
Haura mencondongkan tubuh ke depan dengan mata terpejam. Sediki lagi tubuh itu siap melayang. Ia menjatuhkan dengan begitu saja. Tapi, ada yang aneh, tubuh itu serasa tertahan.
"Hauraa!"
Haura membuka mata, ia tersentak saat mendengar suara yang sudah tak asing. Tidak lama setelah itu ia merasa tubuhnya tertarik dengan kecang.
"Apa yang kamu lakukan! Kamu bodoh!"
Ariel memeluk tubuh Haura dengan erat. Ia tahu, Haura melakukan ini semua karena kesalahannya juga. Karena balasan yang ia lakukan sudah melampaui batas. Mungkin, ia memang sangat marah karena sikap Haura. Tapi, saat melihat Haura nyaris diambang kematian seperti tadi, sudah membuatnya ketakutan luar biasa. Ternyata rasa takut kehilangan lebih besar dibantingkan takut meninggalkan.
Haura menggelugut di dalam pelukan Ariel. Di peluknya Ariel kencang, seakan tidak ingin kehilangan laki-laki itu, tidak ingin kehilangan pelukann hangan itu.
"Kamu jahat Ariel, kamu jahat. Kamu udah bikin aku kayak gini. Kamu pembohong, kamu nggak tepatin janji kamu, kamu nggak mau maafin aku, kamu udah ninggalin aku, kamu jahat, kamu jahat!" Teriak Haura diiringi isakan pilu. Tangisan itu benar-benar pecah.
Ariel memejamkan mata, ternyata keadaan Haura diluar dugaannya. Ia tidak menyangka kalau Haura akan seperti ini saat ia tinggalkan.
"Aku nggak mau kamu ceraiin aku, aku nggak mau kita pisah. Aku cinta sama kamu, aku cinta sama kamu Ariel."
Mulut Ariel diam, ia hanya berekspresi tetap memeluk Haura.
"Saat A Rama kembali, aku baru sadar. Itu bukan perasaan cinta. Itu hanya perasaan kasihan, Ariel. Aku kasihan sama dia, dan saat itu aku belum bisa bedaiinya."
"Maafkan aku, sayang."
"Aku nggak bisa kehilangan kamu, Ariel. Lebih baik aku mati."
"Jangan bicara begitu, apa kamu tidak memikirkan Aira?"
Ariel berjalan ke arah ruang rawat Hauram setidaknya sebelum ia pergi dari kehidupan Haura, ia bisa melihat Haura untuk terakhir kalinya. Tapi saat itu ia melihat Haura berjalan keluar dari ruangan rawat dengan tatapan kosong.
"Haura?"
Karena merasa penasaran, Ariel berjalan pelan mengikuti Haura dari belakang. Satu hal yang terpernah ia duga-duga. Kalau saja ia tidak datang tepat waktu, mungkin ia akan kehilangan Haura untuk selama-lamanya.
Sekarang, Ariel masih memeluk Haura. Sementara Haura berubah menjadi diam.
"Haura, kamu kenapa?"
"Perut aku sakit."
Tidak lama setelah itu mata Haura terpejam. Ariel tersentak kaget.
☘☘☘
"Bia, Bundanya Ai kok nggak ke sini sih? Masih cariin ayah ya?"
Azia mengusap pelan rambut Aira.
"Iya sayang. Makanya sekarang Ai sama Bia dulu ya. Jadi pulang sama Bia mau kan?"
Aira menganggukkan kepala. Sebenarnya ia sangat merindukan bundanya. Karena dua hari berlalu tanpa bunda seakan membuat hari-hatinya tidak ceria. Biasanya Haura selalu mendengarkan ceritanya. Entah tentang kesukaan tentang Doraemon si boneka ajaib, atau cerita Upin-Ipin, sikembar tanpa rambut yang lucu membuatnya gemas.
"Kalau Nenek kemana, Bia?"
"Nenek lagi nemenin Bundanya Ai. Jadi kita berdua aja ya."
Aira menganggukkan kepala.
"Mau jalan apa Bia gendong?"
"Jalan aja, Bia. Soalnya kata bunda, di dalam perut Bia ada adik kecil, jadi Ai nggak boleh gendong sama Bia, nanti adiknya jadi sakit. Terus kalau adik kecil sakit, nanti di dalam perut bunda dikasih infus, sama kayak Ai. Rasanya itu sakit."
Azia terkekeh pelan. Lucu sekali anak ini.
"Ai pinter banget sih sayang. Nanti adik kecil pasti sayang banget sama kakak Ai, soalnya kakak Ai udah sayang sama afik kecil."
"Iya dong, Ai kan mau jadi kakak yang baik."
Aira mengangkat kepala, tersenyum manis ke arah Azia. Ia sangat menyayangi Azia dan bundanya.
"Bia itu cantik kayak bunda. Tapi kenapa Bia pakai nikab?"
"Karena Bia itu orangnya pemalu. Terus nanti idungnya merah kayak kepiting rebus."
Aira tertawa cekikikan sambil menutup mulut. Kemudian keduanya berjalan keluar meninggalkan rumah sakit.
☘☘☘
"Dokter, bagaimana kondisi Haura?"
Ariel sempat bingung, kenapa tiba-tiba dokter Luna memanggil dokter Clara--Dokter spesialis kandungan--
Dokter Clara mengembuskan napas resah.
"Dari hasil pemeriksaan saya. Haura mengalami pendarahan yang mengakibatkan dia keguguran."
"Aa---apa? Ke--ke keguguran?" tanya Airel kaget sekaligus tidak percaya. Haura keguguran? Dia sedang mengandung? Tapi kenapa ia tidak pernah bercerita.
"Mungkin Haura tidak menyadari bahwa dia sedang mengandung. Sebab pendarahan itu tidak terjadi saat ini saja. Mungkin Haura sudah mengetahui bahwa pertanda adanya flek yang timbul itu adalah menstruasi biasa."
Ariel masih tercengang.
"Lalu bagaimana kondisinya?"
"Kondisinya sekarang bisa dikatakan buruk. Semoga nyawanya bisa kita selamatkan. Dokter pasti tahu sedikit banyaknya tenyang kasus keguguran ini. Banyak nyawa yang terancam keselamatannya akibat mengalami keguguran."
Kedua tangan Ariel terkepal. Dengan luapan emosi ia melayangkan pukulan pada dinding.
Ini semua salahnya. Karena keegoisannya ia harus menerima risiko seburuk ini. Ia yang menyebabkan Haura keguguran, ia yang menyebabkan Haura putus asa. Tuhan, apa ini balasan yang harus ia terima?
"Ini salah saya, ini salah saya, Dokter!"
Ariel menjambak rambutnya kuat. Berkali-kali menampar pipinya sendiri. Seandainya ia tidak mengabaikan Haura, mungkin saat ini ia sudah bahagia menunggu kehadiran anak kedua.
"Maafkan aku, sayang. Maafkan aku."
Dokter Clara pun menjadi tidak tega melihat kesedihan Ariel yang seperti itu. Baru kali ini ia melihat seorang dokter Ariel menangis sesedih itu.
☘☘☘
Ariel percaya, takdir Allah pasti akan terjadi atas kehendak-Nya yang berlaku. Baik hidup dan matinya seseorang sudah menjadi takdir yang dirahasiakannya.
Seperti sekarang. Ariel tidak menyangka kalau ia akan melihat Haura seperti ini. Matanya terpejam seakan menandakan bahwa ia akan segera pergi untuk selamanya. Sungguh, Ariel tidak akan siap jika harus kehilangan.
Ariel mengerti, tidak seharusnya ia menetang kehendak Allah. Tapi kenapa rasanya sangat sulit menerima takdir seperti ini?
"Sayang, kamu tahu? Hal yang paling aku sesali seumur hidup aku?" Ariel menggenggam tangan Haura yang terasa dingin.
"Yaitu saat aku dengan sengaja memberimu penderitaan. Aku mengerti Allah marah padaku, makanya Dia ingin memperingatiku seperti ini. Dia siap kapan saja mengambil kamu dariku. Yang bisa aku lakukan saat ini hanya berdoa, sayang. Selebihnya, jika kamu memang ingin pergi, siap tidak siap aku harus siap. Aku tidak ingin menambah penderitaanmu, Haura. Jika kamu tidak ingin pergi, buka mata kamu, kita berdua sama-sama membesarkan Aira. Tapi, jika kamu ingin pergi, pergilah sayang. Kejar surga yang kamu inginkan."
Walau pun berat, Ariel hanya bisa pasrah. Karena saat ini kondisi Haura memang semakin memburuk. Janin yangvada di dalam rahimnua sudah terlanjur hancur dan menyebar keseluruh tubuh yang menyebabkan kompikasi hebat pada tubuh Haura. Dalam kondisi seperti ini, mustahil seseorang akan bertahan hidup. Tapi, semuanya kembali pada takdir Allah. Jika memang Haura diberikan umur yang panjang, tentu ia akan lolos dari maut itu.
☘☘☘
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top