22. Nabi pun Pernah Mengalami
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠
⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠
📖Selamat Membaca📖
🍁🍁🍁
Kebahagiaan itu tidak mungkin datang tanpa suatu risiko. Begitu pun dengan jatuh cinta, saat kita memulai bermain hati, maka kita harus siap untuk resiko patah hati seberat apa pun
🍁🍁🍁
Haura berdiri di sisi jembatan dengan mata yang memandang pada air yang mengalir deras. Dengan situasi seperti ini Haura sangat yakin, ia tidak akan selamat saat diseret arus sungai.
Untuk apa ia melanjutkan hidup ini? Sumber kebahagiaannya sudah pudar satu persatu. Saat kehilangan Rama, Haura merasa hidupnya benar-benar tidak ada artinya lagi.
Hanya Rama laki-laki yang memperlakukannya dengan begitu manis. Meski Rama sempat menyakiti hatinya itu belum sebanding daripada rasa sakit saat ia kehilangan Rama untuk selama-lamanya.
Masih kemarin rasanya ia kengenal Rama. Merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya dengan laki-laki itu.
Masih kemarin rasanya Rama memberikan perhatiannya, membujuk dengan cara apa pun agar ia tetap mau makan.
Masih kemarin rasanya Rama ngotot ingin terus berteman dengannya, walau Haura menolak untuk berteman, Rama selalu menunjukan bahwa ia benar-benar tidak ingin meninggalkan Haura.
Masih kemarin rasanya Rama menjadi suaminya, menjadi laki-laki baik yang mau menerima segala kekurangannya, laki-laki yang tidak mempermsalahkah masalalu buruk yang ia miliki, laki-laki yang mau menerimanya sebagai istri yang sempurna.
Sekarang, semuanya tinggal kenangan. Rama tidak bisa ia lihat lagi, tidak bisa Haura dapatkan senyuman semanis itu lagi, tidak pernah ia temukan laki-laki sebaik Rama lagi.
Mungkin, Rama hanya menyakitinya satu kali saja, bahkan hal itu belum apa-apa dengan semua kebaikan yang sudah ia berikan untuk Haura.
Mungkin dengan cara seperti ini, ia bisa kembali bertemu dengan suaminya.
"Haura, jangan lakukan ini. Saya tahu kamu sedang terluka. Tapi jangan pernah akhiri hidup kamu dengan sia-sia."
Suara itu menghentikan gerakan Haura yang nyaris melompat. Pandangannya beralih pada sosok laki-laki itu. Bibir Haura terangkat ke atas, memberikan senyum sarkas.
Tapi sayangnya Haura sama sekali tidak tertarik.
"Saya pernah dengar, orang-orang yang mendahului takdir Allah tidak akan diampuni dosanya. Seperti yang kamu lakukan saat ini, jika kamu bunuh diri maka kamu langsung dimasukan ke dalam api neraka. Dengan cara begitu kamu juga tidak akan pernah bertemu lagi dengan Rama. Apa itu yang kamu mau?"?
"Dokter nggak usah ikut campur. Saya udah nggak peduli. Dokter pikir, saya bisa menerima ini semua? Saya nggak bisa. Mana janji Allah yang katanya akan memberikan pendamping yang baik saat kita mengubah hidup kita? Itu semua bohong, dia mengambil semuanya, semuanya tanpa menyisakan satu pun!"
Ariel berjalan pelan mendekati Haura. Ia akan berusaha bagaimana pun caranya agar Haura tidak nekat mengakhiri hidupnya seperti ini.
"Kebahagiaan itu nggak diukur dari kita memiliki pasangan yang baik, kebahagiaan itu juga nggak diukur dari seberapa banyaknya uang yang kita miliki. Kamu harus tahu satu hal Haura, berdamai dengan keadaan itu adalah kebahagiaan yang sesungguhnya. Hanya satu, ikhlas. Jika kamu bisa melakukan itu, maka apa pun yang ada dalam hidup kamu, akan membuat kamu bahagia."
Haura tergelak pelan. Berdamai dengan keadaan? Apa ia bisa? Setelah semua apa yang terjadi, apa ia bisa melakukan hal itu? Ikhlas itu hanya teori saja, tapi nyatanya tidak semudah itu. Kehidupan yang ia lalui terasa begitu pahit, tidak mudah bagi seorang perempuan bisa melupakan begitu saja.
Mungkin selama ini Haura bisa terlihat baik-baik saja atas masa lalu buruk yang pernah ia alami. Tapi nyatanya hati perempuan itu tetap saja hancur. Sulit sekali untuk menenukan obat sebagai penyembuhnya.
Setelah Ariel dekat dengan Haura, ia langsung menarik tangan Haura, hingga perempuan itu jatuh ke dalam pulukannya.
Entah bagaimana ceritanya, dengan posisi meneluk Haura seperti itu, membuat gadis itu menangis kencang. Ia bisa merasakan bagaimana perempuan itu membalas pelukannya lebih erat.
Ariel tahu, bahwa memeluk Haura seperti ini sudah membuatnya menanggung dosa. Tapi ia tidak punya pilihan lain, hanya dengan cara seperti ini ia bisa menyelamatkan Haura. Ariel pun yakin, Allah pasti akan mengerti.
Ariel bisa merasakan isakan Haura semakin mengencang, bersamaan dengan pelukan perempuan itu yang semakin erat.
🍁🍁🍁
Azia kembali pulang tanpa membawa Haura. Untuk kesekian kalinya, ia gagal menemukan Haura.
Tercetak wajah kekecewaan yang Hanum pancarkan saat mengetahui bahwa Azia gagal menemukan Haura.
"Maafkan aku, Bunda. Aku gagal menemukan Haura."
Hanum mendesah resah. Pandangannya beralih pada Marvin.
"Kamu sudah janji sama Bunda untuk menemukan Haura. Tapi kenapa kamu kembali tanpa membawa Haura?"
"Maafkan saya, Bunda. Saya tidak bermaksud untuk mengingkari janji. Tadi saat mencari Haura, Azia sempat pingsan. Saya takut, jika terus membiarkan Azia untuk mencari Haura, dia akan sakit."
"Apa, Azia sempat pingsan?"
Pandangan Hanum beralih pada Azia. Ia merasa bersalah karena terlalu memikirkan Haura dan mengabaikan Azia beberapa waktu ini. Semua perhatiannya terpokus pada Haura.
Tapi sungguh, Hanum tidak bermaksud untuk mengabaikan anaknya sendiri, hanya saja Hanum begitu khawatir dengan keadaan Haura yang beberapa waktu ini selalu diterpa masalah besar. Hanum melakukan ini juga karena tidak ingin mengecewakan mendiang suaminya. Sebab ia sudah berjanji akan menjaga Haura semampunya, tidak akan pernah membiarkan Haura menderita.
Tapi sepertinya ia sudah gagal. Ia tidak bisa menjaga Haura mau pun Azia. Apa ia sudah tidak adil dalam bersikap?
"Astagfirullah, Azia. Maafin Bunda. Bunda nggak tahu kalau kamu sakit, maafin bunda, Azia."
"Bunda, Bunda jangan bicara begitu. Aku nggak apa-apa."
"Saya bukan bermaksud untuk menasehati Bunda. Hanya saja saya merasa kalau Bunda kurang peka terhadap Azia. Apa Bunda tahu? Dia juga sedang banyak masalah, menurut saya, hati Azia saat ini sedang tidak baik-baik saja."
Kening Azia berkerut. Ia tidak suka Marvin berkata seperti itu. Padahal, laki-laki itu sudah berjanji tidak akan menceritakan masalah yang Azia hadapi beberapa waktu ini, sebab ia tahu bahwa hal ini bisa menambah beban pikiran untuk ibunya sendiri.
"Masalah? Masalah apa?"
"Bukan masalah serius, Bunda. Marvin terlalu berlebihan. Sekarang, Bunda suruh Marvin pulang. Aku cuma mau istirahat."
Tanpa menoleh, Azia berlalu begitu saja.
Marvin tahu, Azia sudah pasti marah padanya. Ya sekalipun begitu ia tidak peduli. Sebab bagaimanapun, Hanum memang harus memperhatikan Azia juga.
Mungkin Azia terlihat biasa saja di depannya, tapi Marvin sangat percaya, Azia pun juga pasti membutuhkan ibunya.
"Marvin, memangnya Azia punya masalah apa?"
Hanum bertanya dengan wajah penasran. Mereka berdua sama-sama duduk di atas sofa. Jarakbkeduanya tidak terlalu jauh.
Marvin menarik napas sejenak, kemudian mengembuskan secara perlahan. Ia memandang Hanum dengan seksama.
"Bunda tahu kan bahwa saya sangat mencintai Azia? Dan Azia pun begitu. Bunda masih ingat saat pertama kali saya datang ke sini untuk mengantarkan Azia? Saat itu Safiya yang tak lain adalah sahabat Azia sendiri, diam-diam menentang hubungan kami berdua. Saya tidak tahu kalau Safiya ternyata menyimpan cinta untuk saya. Saat itu, Safiya menyuruh Azia untuk melupakan saya, saya sangat kecewa dengan sikap egoisnya itu. Jadi saya menolak saat Azia menyuruh saya untuk bersatu dengan Safiya. Sayangnya hal itu membuat hubungan Azia dan Safiya menjadi tidak baik. Mereka yang saya kenal bersalabat baik saling menjauh. Oh maaf, makaud saya Safiya yang memusuhi Azia. Azia sudah mati-matian untuk selalu bisa berteman dengan Safiya, tapi sayang. Perempuan itu terlalu membenci Azia."
Marvin menjeda ucapannya. Sementara itu Hanum masih mendengarkan Marvin.
"Pada akhirnya, saya terpaksa untuk memenuhi permintaan Azia, saya pikir dengan begitu mereka berdua akan kembali bersahabat. Tapi saya salah, Safiya terlanjur membenci Azia. Bahkan, dia sampai mempermalukan Azia di kampus. Dia menyebut Azia sebagai perempuan munafik dan sebagainya. Saya tahu, itu adahal hal yang paling buruk yang pernah Azia alami. Bahkan sampai dia pulang ke sini, mereka belum sempat saling memaafkan."
"Safiya setega itu? Kenapa Azia tidak pernah cerita? Setahu Bunda, Azia selalu bercerita bahwa Safiya yang selalu menolongnya selama berada di sana. Bahkan saat Azia kekurangan makanan dan bunda atau pun ayah terlambat mengirimkan uang, sahabatnya itu selalu menolong."
Marvin menganggukkan kepala. Dulu Marvin mengakui Safiya memang sebaik itu. Tapi semua itu berubah semanjak Safiya menjadi perempuan yang kejam.
"Apa sampai sekarang mereka masih bermusuhan? Lalu kenapa kamu datang ke sini? Itu bisa mmembuat Safiya semakin membenci Azia. Azia akan semakin tertekan, Marvin."
Marvin menggelengkan kepala.
"Tidak, Bunda. Saya ke sini atas permintaan Safiya. Safiya sudah meninggal dunia."
"Inna lillahi wa inna ilahi rojiu'un..."
"Jadi hal itu membuat Azia terpukul. Azia selalu merasa bersalah. Saya tahu Azia ingin sekali ke Cairo, tapi dia tidak mungkin pergi meninggalkan Bunda han Haura dalam keadaan seperti ini."
Hanum tidak bereaksi apa-apa. Jujur, ia tidak menganyka bahwa putrinya pernah mengalami kejadian menyakitkan sepetri itu. Azia sudah mengorbankan perasaannya agar Haura bisa bahagia dengan Rama, lalu ia harus berkorban lagi untuk sahabatnya sendiri. Apakah takdir putrinya harus selalu mengalah untuk kebahagiaan orang lain?
🍁🍁🍁
Sandra memeluk erat foto-foto Rama. Mulai dari masa kecil hingga dia tumbuh dewasa seperti sekarang ini. Sandra benar-benar merasa hancur saat satu-satunya anak yang ia punya telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.
'Akhirnya dia menyusul neneknya.' Kata-kata itu selalu berulang muncul di benaknya.
Sejak kecil, Sandra begitu menyayanginya. Sedikitpun tidak pernah terlintas bahwa ia akan kehilangan Rama secepat ini.
Seandainya Rama tidak pernah menikah dengan Haura, pasti takdir Rama tidak akan seperti ini. Ia tidak akan mengalami kecelakaan yang harus merenggut nyawanya.
"Maa" Aryo memanggil Sandra lirih. Ia sangat khawatir dengan kondisi Sandra sekarang. Kondisi psikisnya tidak stabil. Kadang istrinya itu menangis seharian, kadang marah dan menyalahkan keadaan.
Sandra hanya mengabaikan panggilan dari Aryo.
"Sandra ... aku ingin mengatakan satu hal. Aku tahu kita berdua sama-sama sedih karena kehilangan Rama. Tapi kita harus ikhlas. Karena jika kita pernah kehilangan pasangan yang paling kita cintai, ksedihan meliputi hati kita karena kehilangan buah hati yang kita cintai, ibu yang kita sayang dan penyayang telah pergi meninggalkan kenangan atau pun sahabat yang setia dan siap berkorban telah berpisah dengan dunia, Maka kamu harus ingat, semuanya sudah pernah dialami oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan Allah pun berfirman
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al-Baqoroh : 155)"
Kamu tahu kenapa Allah memberikan cobaan kepada hamda-Nya? Sebab semakin tinggi keimanan hamda-Nya, maka akan semakin tinggi pula ujian yang akan dihadapinya. Dan tidak diragukan lagi bahwasanya ujian-ujian yang pernah dihadapi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ujian yang sangat berat. Nabi telah diuji dengan ujian-ujian yang berat dan bermacam-macam. Diantaranya adalah perginya orang-orang yang dikasihi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kamu pernah mendengar bahwa beliau marah atas semua cobaan itu? Tidak, Sandra. Rasulullah tetap memuji Allah. Dia sedih tapi tidak pernah menyalahkan Allah. Bahkan kamu pun pasti tahu, Rasullullah bahkan sudah kehilangan ayahnya sebelum dia lahir ke dunia. Jadi, segala kesedihan yang kita rasakan belum sebanding dengan kesedihan yang pernah dialami oleh Rasullullah."
"Aku tidak butuh ceramah kamu, Mas. Aku cuma butuh Rama. Rama kembali, itu saja. Seperti yang kamu katakan, semakin tinggi keimanan seseorang semakin berat ujiannya. Apa itu adil? Lebih baik kita tidak beriman, kan? Jadi kita tidak perlu diuji."
"Astagfirullah, Sandra. Jangan berbicara seperti itu. Allah memberikan ujian itu, karena Allah menyayangi kita, surga itu tidak mudah didapatkan Sandra, jadi kita harus bersabar karena jika demikian, balasan yang Allah berikan adalah surga."
"Aku tahu mendapatkan Surga itu memang tidak mudah. Lagipula kenapa harus seperti ini, banyak orang di luar sana yang hidup berlimpah kebahagiaan tetap bisa masuk surga."
"Darimana kamu tahu bahwa mereka bahagia? Apa kamu bersama mereka selama dua puluh empat jam? Semua manusia sama-sama punya beban hidup masing-masing."
"Kamu kenapa, Mas? Kenapa kamu sama sekali tidak bersedih karena kehilangan Rama. Apa kamu tidak sayang sama dia? Ia?" Suara Sandra naik dua oktaf. Tatapan mata tajam ia layangkan pada Aryo. Aryo menggelengkan kepala, meninggalkan Sandra begitu saja. Aryo sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk membuat Sandra tenang dan menerima segala yang sudah terjadi.
"Mas! Mas Aryoooo!" Teriakan histeris kembali terdengar, bersamaan dengan tangisan pilu yang membuat hati Aryo teriris perih.
🍁🍁🍁
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top