21. Bukan Ujian Hidup
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠
⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠
📖Selamat Membaca📖
🍁🍁🍁
Melewati kesedihan yang menyakitkan itu tidak semudah orang-orang mengucapkan kata sabar. Ada kalanya kesedihan itu bisa mengubah kehidupan seseorang hingga membuat jiwanya tak lagi sehat.
🍁🍁🍁
Haura memasuki rumah dengan langkah terseok-seok. Di dalam sana sudah ada Azia dan beberapa tetangga yang duduk sambil mengelilingin Jenazah yang dikatakan Rama.
Haura menangis sambil memegang dadanya sesak. Belum hilang sakit hatinya saat harus menyadari bahwa ia telah kehilangan calon bayinya, sekarang ia juga harus kehilangan Rama, seorang laki-laki yang teramat ia cintai.
Haura melepaskan rangkulan sang bunda, berjalan mendekati jenazah Rama yang terbujur dengan wajah terbuka.
Haura tak kuasa menahan tangis tak kala saat melihat wajah Rama yang pucat, ada beberapa lebab di wajahnya yang diakibatkan kecelakaan itu. Jasad itu memang Rama, bukan orang lain. Haura sangat mengenalinya.
Tidak ada yang bisa ia katakan selain menangis, mendekap erat jasad Rama, menciumi kening dinginnya berkali-kali. Tatapan Haura tak lepas dari wajah sang suami. Ini sungguh tidak adil, Haura pikir ini bukan suatu ujian, tapi ini adalah salah satu bentuk bagaimana Allah membencinya.
Haura masih ingat betapa hangatnya pelukan Rama beberapa minggu yang lalu, senyuman Rama yang begitu manis padanya.
Sungguh, Haura merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi. Seandainya ia tidak menentang permintaan Rama untuk menikahi Azia, mungkin saat ini Rama masih hidup.
Haura baru merasakan, ternyata sakit kehilangan untuk selama-lamanya lebih menyesakkan daripada sakit saat harus berbagi dengan wanita lain. Jika harus melihat Rama menikah lagi, setidaknya ia masih diberi kesempatan untuk merasakan hidup bersama dengan Rama.
"Allah nggak sayang sama aku, Dia nggak pernah dengar doa aku, Dia selalu nyiksa aku." kata Haura dengan intonasi tinggi, buat apa dia menjalani hidup di dunia ini? Bukankah semua yang berharga dalam hidupnya sudah diambil?
"Haura, jangan pernah salahin Allah atas semua ujian yang sudah dia berikan. Harusnya kamu itu bersyukur karena Allah masih mau melihat seberapa kuat iman kamu!"
Azia memegang kedua lengan Haura. Tatapannya tak lepas dari kedua mata Haura yang sudah membengkak.
"Apa Kakak bilang? Bersyukur?" Haura menelapaskan sentuhan tangan Azia dengan kasar.
"Apa yang harus aku syukuri dari kejadian ini? Apa?! Kakak dan semua orang bisa dengan mudah nyuruh aku sabar dan nggak boleh berprasaka buruk sama Allah. Apa aku masih harus bersyukur atas kematian orang-orang ya aku cintai? Aku masih waras, Kak!"
Azia hanya diam. Tidak tahu harus berkata apa.
"Buat apa aku bersyukur, buat apa. Ini bukan ujian, ini bencana yang sengaja dikasih buat aku. Mungkin dengan cara kayak gini Allah itu baru mau maafin semua kesalahan aku di masa lalu!"
"Diam kamu Haura!" Hentakan Suara Sandra akhirnya keluar juga, ia sangat-sangat membenci Haura. Kali ini, kesalahan Haura tidak bisa ia maafkan.
Gara-gara Haura dia sudah kehilangan ibu mertuanya, dan gara-gara kesalahan Haura juga ia kehilangan calon cucu dan anaknya sekaligus.
"Buat apa kamu ngeliat anak saya? Belum puas kamu menghancurkan keluarga saya?! Pantas saja ibu mertua saya sangat membenci kamu. Apa yang dia katakan itu benar, kamu bukan perempuan yang tepat untuk Rama! Seandainya saya mau mendengarkan apa yang dikatakan ibu mertua saya, ini semua tidak akan terjadi! Anak saya ikut terkena azab kamu! Azab dari seorang perempuan murahan!"
Emosi Sandra benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Ia serasa ingin menghabisi nyawa Haura saat itu.
"Astagfirullah, Ma. Jaga bicara kamu. Jangan berbicara kotor tentang Haura, apalagi di depan jasad Rama." Aryo yang saat itu merasa kesedihan, berusaha untuk menenangkan Sandra.
Sandra semakin mengencangkan tangisannya. Seperti layaknya seorang ibu, hancur saat melihat anak satu-satunya yang ia punya harus meninggalkannya untuk selama-lamanya.
"Ini kenyataannya, Pa. Papa lupa siapa dia? Dia itu perempuan banyak dosa. Makanya Allah itu marah sama dia dan ambil semua apa yang dia punya. Ayah dia, anak dia dan sekarang suami dia! Anak kita sendiri!"
"Ini semua musibah, Ma. Papa tau Mama itu marah. Tapi tolong, jangan berkata sampai sejauh itu!"
Sandra menepis tangan Aryo yang ada di lengannya. Kini tatapan itu tertuju kepada Hanum.
"Hanum, kamu lihat? Memangnya ada yang salah dengan ucapan saya? Seandainya Azia yang menikah dengan Rama pasti semuanya tidak akan seperti ini. Tapi perempuan ini begitu licik, hingga bisa membuat Azia meminta Rama untuk menikahinya."
"Tante, jangan salahkan Haura. Ini salah aku, aku yang minta Haura untuk menikah dengan Rama. Karena aku tahu, bahwa hanya Rama yang tepat untuk Haura."
"Jangan melindungi dia, Azia. Seharusnya kalau dia memang perempuan baik, dia pasti akan menolak kan? Dia tidak mungkin mau mengambil calon suami kakaknya sendiri!"
"Tapi, Tante. Ini memang bukan kesalahan Haura. Tapi aku, aku yang bersalah!"
"Tidak Azia, bagaimanapun, di mata saya Haura yang bersalah! Dia yang udah nyebapin anak saya meninggal."
Haura yang tidak tahan merasa tersudutkan kembali memegang perutnya yang terasa amat sakit, sakit sekali hingga membua perempuan itu kehilangan kesadarannya.
🍁🍁🍁
"Aku dengar, kamu lagi sakit. Jadi, aku bawain kamu kerak telur. Kamu pasti mau makan."
Haura menatap bingkisan yang dibawa Rama. Tidak lama setelah itu tatapannya beralih pada Rama yang sedang mengembangkan senyum.
"Aku nggak mau makan, aku cuma mau ayah nggak usah menikah lagi. Sekarang aja ayah udah sering marahin aku, apalagi kalau nanti ayah udah nikah lagi. Pasti ayah nggak bakal sayang lagi sama aku."
"Jangan gitu. Kamu pasti takut punya ibu tiri jahat, kan? Nggak semua ibu tiri itu jahat, Haura. Ayah kamu milih buat menikah lagi berarti dia itu tau kalau calon ibu kamu itu orang yang baik."
"Tetap aja, A. Aku nggak mau."
"Kamu sayang sama ayah kamu?"
"Sayang."
"Kamu yakin kalau kamu bakalan terus disamping ayah kamu? Kalau kamu dewasa nanti, kamu pasti bakal ninggalin ayah kamu. Akhirnya dia bakal tinggal sendirian."
"Aku janji nggak bakal ninggalin Ayah. Kalau A Rama ke sini buat bikin aku kesal, mending A Rama pulang, buang aja kerak telurnya, aku udah nggak suka."
Rama mengembuskan napas kecil. Haura memang kerasa kepala, tapi bagi Rama Haura tetap memggemaskan.
"Kok kamu jadi ikut marah sama aku? Katanya kita bakal terus berteman."
"Yaudah, kita nggak usah temanan lagi."
"Tapi aku tetap mau kita berteman, Haura."
"Tapi aku nggak mau!"
"Aku mau!" kata Rama penuh penekanan, sampai kapan pun ia tidak akan membiarkan Haura sendirian. Kesepian apalagi bersedih.
"Yaudah, terserah A Rama."
Rama hanya terkekeh pelan. Ia sangat yakin bahwa Haura tidak akan mungkin bisa marah padanya. Karena seriap hari Haura selalu membutuhkannya. Termasuk untuk bermain sepatu roda.
Sekiranya itulah beberapa fragmen di masa lalu. Alasan mengapa Haura pada akhirnya jatuh cinta pada sosok seorang Rama. Setiap kejadian belasan tahun yang lalu masih terekam jelas di benaknya. Semua kebaikan Rama telah membuatnya jatuh hati. Mencintai Rama begitu dalam hingga akhirnya ia merasakan patah hati luar biasa.
Karena, Rama sempat menaruh hati pada Azia.
Namun di saat takdir sudah menyatukan mereka dalam kehidupan yang baru, Allah justru merenggut Rama dari sisinya, kebahagiaan itu hanya terasa sebentar, sesaat saja, hanya sebagai penawar rasa sakit setelah kehidupannya hancur karena Arga.
"A Rama kenapa ninggalin aku? Ayah udah ninggalin aku, sekarang A Rama ikut-ikutan. Siapa yang mau nemenin aku, A."
Tangis Haura pecah, pegangannya begitu erat pada batu bisan yang bertuliskan nama Rama. Haura merasa sudah tidak sanggup menjalani hidup.
"Apa aku harus nyusul A Rama?" Seperti kehilangan akal sehatnya. Haura merasa bahwa mengakhiri hidup adalah keputusan yang tepat.
"Iya, benar. Lebih baik aku mati aja." Haura mengsap pipinya dengan kasar, menegakkan tubuhnya lalu tertawa pelan. Entah apa yang ingin direncanakannya, yang jelas sudah pasti akan membahayakan nyawanya sendiri.
🍁🍁🍁
Azia keluar dari dalam kamar Haura. Sejak kemarin, Haura tidak mau bicara, makan atau minum sekali pun. Kematian Rama benar-benar menghancurkan dunianya.
Marvin yang juga berada di sana mengerutkan saat melihat tingkah Azia seperti orang sedang panik.
"Azia, ada apa?"
"Haura nggak ada di kamarnya."
"Ya Tuhan, kemana lagi anak itu. Azia, bunda mohon cari adik kamu. Bunda takut dia ngelakuin hal-hal aneh lagi."
"Tante tenang saja, saya berjanji untuk membantu Azia mencari keberadaan Haura."
Hanum menganggukkan kepala menerima janji Marvin.
Di dalam mobil Azia tidak melepaskan padangannya dari sisi jalan, Marvin baru melihat ada seorang kakak yang begitu menyayangi adikknya seperti Azia menyayangi Haura. Padahal mereka sama sekali tidak memiliki hubungan darah.
"Aku tau kamu cemas. Tapi kita tidak boleh panik. Bukankah kamu selalu mengingatkanku tentang Allah? Dia yang akan selalu menolong setiap persoalan kita di dunia ini."
Pandangan Azia beralih pada Marvin sejenak. Memang apa yang dikatakan Marvin itu benar. Hanya saja Azia benar-benar tidak bisa mengontrol kekhawatirannya saat ini.
Menduga-duga hal yang belum pasti memang tidak boleh, tapi Azia sangat tahu bagaimana tabiat Haura, dia adalah perempuan yang sangat nekat. Azia juga masih ingat, ketika kecil nyawa Haura nyaris melayang akibat aksi nekatnya, setelah acara pernikahan orang tua mereka, Haura mengancam tidak ingin pulang, ia berhasil kabur dari pengawasan ayahnya sendiri yang membuatnya mengalami kecelakaan. Beruntung saat itu kondisinya tidak terlalu parah.
"Di saat kita panik, imun di tubuh kita akan menurun drastis. Saat itu juga kita bisa diserang berbagai penyakit, pemicu penyakit serangan jantung dadakan. Jadi, aku minta kamu sedikit lebih tenang. Aku tidak mau kalau nanti kamu jatih sakit."
Azia menganggukkan kepala. Setidaknya saat ini ada beberapa orang yang mencari Haura. Tadi sebelumnya Azia juga sempat mengirim pesan pada dr. Ariel. Seandainya dia memiliki waktu, Ariel mau membantunya untuk mencari keberadaan Haura. Bagaimanapun hanya Ariel satu-satunya yang dekat dengan keluarganya selain Marvin.
🍁🍁🍁
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top