20. °Sesuatu Yang Hilang Akan Terganti°


بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠

⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠

📖Selamat Membaca📖

🍁🍁🍁

Azia dan Hanum berlari menuju ruangan UGD. Beberapa menit yang lalu mereka baru saja mendapat kabar bahwa Ariel sudah berhasil menemukan Haura.
Sayang saja keadaan perempuan itu dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Menurut keterengan yang Ariel berikan, Haura sempat diperlakukan kasar oleh seorang laki-laki, dia juga yang menyemabkan Haura celaka.

Di depan ruangan UGD Azia dan Hanum melihat keberadaan Ariel. Laki-laki itu berjalan mondar-mandir dengan wajah resah penuh kekhawatiran.

"Dokter, bagaimana kondisi Haura?"

Ariel memalingkan wajah ke samping. Dilihatnya Azia dan Hanum menekat ke arahnya.

"Dokter Ariel? Bagaimana keadaan Haura? Katakan, Dok."

"Azia, Bu Hanum, saya juga belum tahu bagaimana kondisi Haura saat ini. Dokter Jihan juga sedang berusaha menanganinya di dalam."

"Ya Allah...."

Terdengar helaan napas resah dari mulut perempuan paruh baya itu. Ariel juga melihat jelas bagaimana wajah Hanum yang begitu mencemaskan putrinya. Bahkan air mata pun juga sudah mengalir di pipinya.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Dok. Kenapa Haura bisa seperti ini?"

"Tadi saya tidak sengaja melihat Haura berlari dari kejaran seorang laki-laki. Saya melihat jelas bagaimana laki-laki itu menyakiti Haura, memaksa Haura agar ikut bersamanya. Dia begitu kasar, Azia. Sampai akhirnya saya tahu, bahwa dia adalah mantan kekasih Haura yang menyimpan dendam pada Haura."

"Laki-laki itu pasti Arga!" Kata Hanum tepat. Sudah dari dulu ia sangat khawatir saat Haura menjadi hubungan dengan Arga. Hanum sangat tahu bagaimana kelakuan buruk Arga. Hal itu terbukti bagaimana cara Arga selalu membawa Haura keluar rumah secara diam-diam, membawanya ke dalam dunia yang kelam.

Tidak lama setelah itu dokter Jihan keluar dari ruangan UGD. Pandangan ketiga orang itu terfokus pada dokter Jihan.

"Dokter bagaimana kondisi Haura?" tanya Hanum sambil berjalan mendekati dokrer Jihan.

"Alhamdulillah kondisi Haura saat ini sudah cukup baik, tapi...." ucapan dokter Jihan menggantung di tenggorokan. Rasanya dokter muda itu juga tidak tega menyampaikan kabar buruk ini. Kehilangan calon bayi tentu sangat menyedih bagi Haura nantinya. Rata-rata kondisi sang ibu juga bisa memburuk saat mengetahui bahwa janinnya tidak bisa diselamatkan.

"Tapi apa, Dokter?"

"Bayinya tidak bisa diselamatkan. Maafkan saya."

Suasana mendadak menjadi menengangkan. Ekspresi tenang bukan berarti bisa menerima begitu saja. Azia dan Hanum sangat sedih karena sudah kehilangan calon anggota keluarga baru mereka. Ternyata begini cara Allah mengambil titipannya kembali. Bukan dengan cara proses untuk meminta Haura merelakan bayinya digugurkan untuk keselamatan dirinya sendiri.

Ariel yang ada di sana juga tak kalah terkejut, ia ikut meyayangkan hal ini. Jika Haura tahu berita ini, pasti ia akan merasa sangat hancur.

"Kamu dengar Azia? Sekarang di mana Rama? Kamu bilang Rama akan pulang sejak kemarin, tapi kenapa sampai sekarang dia nggak sampai di sini?!"

Azia hanya bisa menggelengkan kepala. Ia juga tidak.mengerti kenapa Rama bisa-bisanya berbohong seperti ini. Padahal kemarin sudah sangat jelas bahwa lelaki itu memutuskan untuk kembali pada Haura. Ia juga berjanji tidak akan menyakiti Haura lagi.

"Saya boleh minta foto Rama? Siapa tahu saya nanti bisa ketemu sama dia. Saya juga bisa meminta bantuan kepada teman saya untuk mencari keberadaan Rama."

Pandangan Hanum beralih pada Ariel. Sepeduli itukah dia pada Haura?

"Kamu ingin membantu Haura untuk bertemu dengan suaminya?"

Ariel menganggukkan pelan kepalanya. Dokter Jihan yang ada di sana juga diam-diam memerhatikan dokter Ariel. Jujur, sejak awal Ariel berada di rumah sakit ini dia sudah kagum pada dokter Ariel. Dia dokter yang baik dan sangat ramah, apalagi pada anak kecil, dia adalah tipe lelaki idaman dari seorang dokter Jihan. Sayang sekali Ariel tidak pernah menyadari hal itu, dokter Jihan pun tidak punya kuasa apa-apa untuk menyampaikan perasannya, karena dia hanya seorang perempuan yang lebih memilih untuk menyembunyikan perasaannya.

🍁🍁🍁

Azia memandang layar ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak saat melihat fotonya bersama dengan Safiya dulu. Keduanya sama-sama tersenyum manis menatap ke arah kamera. Itu adalah foto pertamanya dengan Safiya. Awalnya Azia selalu nenolak karena takut jika ponsel Safiya berada pada tangan yang salah. Bisa-bisa fotonya disalahgunakan. Tapi berkat rayuan Safiya akhirnya foto itu bisa diambil bahkan untuk kesekian kalinya.

"Sekali aja, Azia. Masa kita nggak punya foto berdua. Kalau nanti aku meninggal kita nggak punya kenang-kenangan!"

"Astagfirullah, jangan ngomong gitu ah. Setiap ucapan itu adalah doa. Jadi lebih baik kamu itu ucapin yang baik saja."

Safiya menganggukkan kepala sebagai jawabannya. Ia masih fokus pada kameranya. Entah keberapa kalinya jepretan terulang dengan pose yang tidak terencana.

Ada juga wajah Azia yang cemberut saat tak memgenakan cadar, begitu lucu hingga membuat Safiya tertawa terbahak-bahak.

"Aku kepikiran, gimana kalau kita bikin konten? Mencoba jadi youtubers gitu."

Azia lantas menggelengkan kepala dengan telak. Jangankan untuk membuat vidio ala-ala youtubers handal, berbicara di depan camera saja untuk tugasnya masih terlihat amat kaku, bagaimana jiga harus membuat vidio heboh seperti itu?

"Aku nggak bisa, Fi. Jangan aneh-aneh."

"Ayolah, Zi. Aku pingin terkenal."

"Memangnya kamu mau bikin konten apa?"

"Hummmm, belum kepikiran sih. Nanti aja deh."

Azia hanya menggelengkan kepala heran.

Beberapa fragmen itu masih terlintas jelas di benak Azia. Apalagi keduanya sama-sama memiliki banyak rencana untuk ke depannya. Safiya juga pernah mengatakan jika ia datang ke Indonesia, lebih tepatnya di rumah Azia, Azia harus membawanya keliling Indonesia. Hal itu juga sempat membuat Azia kaget, bagaimanapun, Indonesia tidak sekecil yang ada dibayangan Safiya.

Azia baru merasakan, ternyata kehilangan sahabat bisa sepedih ini. Apalagi keduanya sempat memiliki hubungan yang tidak baik, sebelum Safiya meninggal Azia merasa menjadi orang yang paling jahat karena sudah melukai hati Safiya.

Tangisan itu lama-lama kian mengencang. Setiap kebersamaan itu berlalu-lalang di dalam benaknya.

Seandainya Azia punya teman untuk mencurahkan isi hatinya, melepaskan kesedihannya, setidaknya hal itu bisa membuatnya jauh lebih tenang. Sayangnya Azia tidak memiliki sahabat selain Safiya. Hanya Safiya satu-satunya teman yang setia mendengar keluh-kesahnya.

Azia ingin sekali bercerita pada Hanum, tapi Azia sadar, ia tidak mungkin nemambah beban pikiran ibunya.

Terlalu banyak kesedihan yang Allah datangkan saat ini untuknya. Azia rasa ia sudah terlalu lelah.

Diusapnya wajah Safiya yang ada di dalam layar. Dia begitu cantik.

"Maafin aku, Fi. Untuk terakhir kalinya, aku nggak bisa ketemu sama kamu. Seaidainya kamu tahu, aku sangat sayang sama kamu. Seharusnya saat ini kamu udah bahagia sama Marvin. Nggak perlu pikirin perasaan aku karena aku ikhlas asalkan kamu bahagia bersama Marvin."

Tidak lama setelah itu ponsel Haura. Azia mengambil tasnya, ia lupa bahwa ponsel Haura masih ada bersamanya.

Saat Azia melihat layar ponsel, di sana tertera panggilan masuk dari Rama.

"Rama?"

Azia sempat tercengang melihat panggilan masuk itu, tapi setidaknya sekarang Rama sudah mau menghubungi Haura.

"Assalamualaikum? Rama?"

"Waalaikumusalam."

Azia mengerutkan kening saat mendengar suara asing di seberang sana. Ia sama sekali tidak mengenali pemilik suara itu. Azia kembali melirik ponsel itu. Matanya memang tidak salah lihat, nama Rama memang tertulis di sana.

"Benarkah ini keluarga dari saudara Ramadhan Shidiq Arsyahlan?"

"Iya, saya iparnya."

"Kami dari pihak kepolisan ingin mengabarkan bahwa saudara Ramadhan menjadi salah satu korban kecelakaan di tol cipularang. Saat ini jenazah korban sedang berada di rumah RSUD Cikalong Wetang."

Azia menutup mulutnya dengan ketiga jari kanannya. Berita tak terduga kembali didengarnya, lagi-lagi tentang kematian.

Ponselnya jatuh seketika bersamaan dengan air mata yang sudah jatuh menetes. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan Haura nanti saat mengetahui semua berita buruknya. Kehilangan anak sekaligus kehilangan suaminya.

Seandainya dulu ia tidak meminta Haura untuk menikah dengan Rama, mungkin saat ini adiknya itu tidak akan menyandang status janda di usia semuda itu.

"Maafkan aku, Haura."

🍁🍁🍁

Di kantin rumah sakit terlihat sepi. Hanya ada Azia, dokter Ariel dan juga Hanum. Ketiganya sama-sama diam dengan pikiran masing-masing. Mulai dari Hanum yang nemikirkan kondisi kesehatan Haura kedepannya, Ariel yang begitu iba denhan nasib Haura yang begitu menyedihkan serta Azia yang dipenuhi rasa bersalah saat merasa bahwa dialah yang menyebabkan Haura menderita seperti ini.

"Apa uang harus kita bicarakan pada Haura?"

Azia hanya menggelengkan kepala.

"Nanti jenazah Rama akan dibawa pulang. Aku nggak tau gimana nanti reaksi Azia, Bunda."

"Menurut saranku. Lebih baik kita tetap kasih tau Haura. Seburuk apa pun kabar itu, dia harus siap. Setidaknya mengatakan yang sebenarnya jauh lebih baik dari pada dia berfikir kalau suaminya meninggalkannya begitu saja."

"Tapi bagaimana kalau Haura tidak terima? Saya takut kalau Haura melakukan hal-hal buruk."

"Kita akan menjaganya dan memastikan kalau dia selalu berada dalam pengawasan kita."

Azia tidak menjawab apa-apa lagi.

"Itu kalau menurut saya, kalau seandainya saran saya tidak berkenan, tidak masalah."

Azia hanya mendesah resah. Sementara itu Hanum hanya benar-benar bisa diam. Pikirannya tidak menentu, sebagai seorang ibu melihat putrinya hancur hatinya akan menjadi lebih hancur. Cobaan terus datang pada putri bungsunya itu. Mulai dari kehilangan masa depannya, kehilangan ayah yang ia cintai, sekarang Allah kembali mengujinya dengan mengambil anak dan suaminya dalam waktu bersamaan.

🍁🍁🍁

Bersambung








Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top