::2 -Ujian Seorang Anak-
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠
⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠
📖Selamat Membaca📖
🍁🍁🍁
Di karunia seorang anak adalah ujian bagi orang tuanya, mau anak itu baik atau pun tidak. Termasuk jika Allah memberikan sesuatu rezeki yang teramat banyak berupa harta dan keturunan, segala urusannya di permudah tanpa halangan. Jika Allah tidak menjatuhkan ujian, harusnya sadar. Barangkali kemanisan yang kamu nikmati adalah azab-Nya
🍁🍁🍁
"Lagi-lagi anak itu pergi entah ke mana." Fatih masuk ke dalam kamar Haura saat subuh. Ia berniat untuk memimta maaf pada Haura karena semalam sudah terlanjur menampar putrinya.
Tapi saat Fatih masuk, Haura tidak ada di dalam kamarnya, tempat tidurnya masih tertata rapi. Itu artinya Haura tidak tidur di kamarnya. Fatih menyimpulkan bahwa anaknya itu pasti kabur dari rumah.
Fatih terduduk di tepi ranjang dengan kaki yang menjulur kebawah. Fatih sangat mencemaskan Haura. Bagaimana jika orang-orang melakukan kejahatan pada Haura? Fatih tidak akan siap menerimanya.
Hanum melipat mukena dan duduk di samping suaminya.
"Maafin aku, Mas. Gara-gara aku nggak bisa bersikap tegas sama Haura. Dia jadi seperti ini, maafin aku."
"Ini bukan salah kamu, Hanum. Ini salahku, karena aku yang tidak bisa menjaga titipan Allah itu dengan baik. Sampai sekarang aku masih bertanya-tanya. Kenapa dia bisa berubah drastis seperti itu. Padahal dulu dia anak yang sangat baik."
Fatih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Diberikan seorang anak ternyata ujian berat bagi Fatih. Apalagi seorang anak perempuan, pertanggungjawabannya amat berat di hadapan Allah.
"Mungkin dia begini karena kehadiran aku, Mas."
"Bukan, Hanum. Bukan masalah kehadiran kamu, tapi karena Haura itu sama seperti almarhum ibunya, sama-sama keras kepala."
Hanum hanya mampu menundukkan kepala. Sungguh ia merasa bersalah.
"Dua bulan lagi, Azia akan pulang ke sini, bagaimana perjodohannya dengan Rama. Apa langsung dipersiapkan dari sekarang?" tanya Fatih mengalihkan pembicaraan. Setidaknya ada Azia yang masih bisa membuatnya bangga menjadi seorang ayah. Azia mampu menghormatinya sebagai seorang ayah. Padahal beda usianya dan Haura hanya berjarak tiga tahun.
"Aku terserah sama mereka, Mas. Yang penting kita tahu, Azia bisa mendapatkan suami yang benar-benar bisa menjaganya."
Fatih menganggukkan kepala. Ia yakin Azia pasti akan berjodoh dengan Rama. Sebab lelaki baik itu pasti akan menjaga Azia sepenuh hati.
Mengingat Haura. Sepertinya Fatih harus mengirimnya ke pesantren. Hanya di sana satu-satunya tempatyang bisa mengubah anaknya menjadi lebih baik.
🍁🍁🍁
Suasana kelab malam ini sangat ramai dengan dipadukan dentuman musik yang menggema di setiap penjuru ruangan, sorotan lampu penuh warna kini mengarah ke sana ke mari sambil menyorot orang-orang yang berjoget ria di bawah sinarnya.
Ruangan ini adalah satu-satunya tempat yang dianggap surga dunia bagi mereka orang-orang yang salah dalam menyimpulkan kehidupan.
Haura ikut bergoget ditemani Arga. Kadang mereka berpelukan sambil berteriak mengiringi musik yang membuat mereka senang.
Sesekali Haura meminum sebotol wine yang diberikan Arga, meminumnya secara bergantian hingga nyaris membuat kesadaran keduanya hilang.
Haura tertawa, dengan pikiran yang sudah melayang entah kemana.
Arga memandang Haura dengan seksama, kemudian kembali tersenyum, dibawanya Haura ke dalam dekapannya kemudian dicuimnya pipi Haura berkali-kali.
Arga sangat suka dengan tubuh yang dimiliki pacarnya itu. Putih dan mulus. Sempurna tanpa ada nya bekas luka sedikit pun.
Tempat ini adalah tempat mereka yang jauh dari Tuhan. Tapi mereka tetap tidak peduli, karena hal apa pun yang membuat mereka bahagia, akan mereka dapatkan. Jika Tuhan tidak memberi mereka kebahagiaan, mereka akan menjemput dengan cara mereka, dengan uang mereka bisa mendapatkan apa yang mereka mau.
Karena sudah melihat Haura yang sudah kehilangan kesadarannya, Arga segera menyokong tubuh Haura agar tidak jatuh, berjalan dengan pelan menuju tempat Kamila duduk.
"Dia udah mabok, gimana nih."
"Yaa anterin ke rumahnya aja."
"Gila lo, yang bener aja. Kita bisa dihajar sama bokap nya."
"Yaudah gini aja deh. Lo pesan taxi online, terus suruh sopirnya buat anterin Haura pulang. Kalau ini si Haura gak pulang-pulang, bisa-bisa gue disamperin sama bokap dia."
Arga mengikuti instruksi yang Kamila berikan. Mereka berdua berjan keluar meninggalkan pub.
Bukannya Kamila tidak peduli dengan Haura sehingga membiarkan temannya itu pulang sendirian. Kamila hanya tidak suka dengan cara Fatih yang menyebutnya sebagai pembawa pengaruh buruk bagi Haura. Fatih hanya tidak tahu saja bagaimana serunya bergaul dengan teman-teman moderen.
Pantas saja Haura sering sirih dengan keluarganya sendiri. Karena ajaran orang tuanya menurut Kamila terlalu kuno. Kita sebagai manusia yang hidup di zaman milenial seperti ini harus mengikuti perkembangan zaman. Bukan hanya mengandalkan kebahagiaan yang Tuhan janjikan. Manusia juga wajib untuk menentukan apa yang terbaik untuk dirinya. Begitulah cara Kamila menyimpulkan dunia ini.
Saat taxi tiba, Arga mengangkat tubuh Haura dan meletakkannya di atas mobil.
"Anterin temen saya ke alamat yang sudah saya kasih ke bapak. Sekarang dia lagi nggak sadar. Nanti kalau udah sampe rumahnya, bapak panggil aja orang tuanya."
Sopir taxi itu hanya menganggukkan kepala sambil memberikan senyuman ramah. Setelah itu ia membawa Haura ke alamat yang sudah diberikan Kamila.
🍁🍁🍁
Pak Didit mengetuk pintu beberapa kali, membuat Fatih cepat-cepat keluar dari dalam kamarnya, diikuti oleh Hanum yang memasang khimar sambil berjalan.
"Ada apa?"
"Itu tuan, ada sopir taxi yang antar non Haura pulang. Tapi non Haura lagi nggak sadar, katanya habis mabok."
Fatih beristigfar. Lagi-lagi Haura seperti ini. Setelah sejak kemarin tidak pulang sekarang malah kembali dalam keadaan yang membuatnya amat malu. Para tetangga pun bahkan sudah mulai mencecarnya sebagai orang tua yang tak becus dalam mendidik seorang anak. Bahkan yang lebih menyakitkan, orang-orang mengatakan bahwa anaknya sudah menjual diri.
Fatih berjalan keluar dari perkarangan rumah. Di bukanya pintu mobil itu dan melihat Haura yang sudah tidak sadarkan diri.
Fatih menggelengkan kepala saat melihat pakaian yang Haura kenakkan. Antara marah dan menyesal karena tidak bisa menjadi seorang ayah yang baik.
Fatih membungkukkan badan dan mengangkat tubuh Haura lalu membawanya masuk ke dalam rumah.
Sementara itu Hanum membayar ongkos taxi yang sudah mengantarkan anaknya itu.
Fatih membawa Haura ke dalam kamar, meletakkan anaknya di atas tempat tidur kemudian ia duduk di samping Haura. Ditatapnya anak itu dalam-dalam dengan kekecewaan yang luar biasa. Ia selalu gagal mencegah anaknya seperti ini. Fatih takut, jika Haura terus-terusan seperti ini, otaknya akan rusak.
Tidak lama setelah itu Fatih merasakan sebuah tangan menyentuh punggungnya dengan lembut.
"Kita harus sabar menghadapi ujian seperti ini, Mas. Selama ini segala urusan kita selalu dilancarkan dalam kekayaan. Tapi tidak dengan anak. Artinya Allah menguji kita lewat Haura. Jangan membencinya."
"Sampai kapan Hanum? Selama belasan tahun, aku harus menghadapi anak seperti ini."
"Mas, Allah nggak mungkin memberikan ujian ini tanpa sebab. Di luar sana banyak orang yang menginginkan seorang anak, tapi Allah nggak memberinya. Tapi coba Mas lihat sekarang. Allah menitipkan Azia dan Haura pada kita. Artinya Allah percaya kalau kita satu-satunya orang tua yang bisa menjaga titipan itu. Baik atau buruknya sifat mereka, kita harus menerimanya."
Fatih tidak merespon apa-apa lagi, semua sifat Haura seperti jungkir balik dari masa kecilnya.
Fatih merindukan Haura kecil. Anak yang selalu manja kepadanya, betapa bahagianya Fatih kala itu saat dikarunia seorang bidadari kecil yang amat cantik. Meski pernikahannya dan Lina tidak berjalan manis, tapi Fatih sangat yakin, Lina akan berubah dan mau menerima pernikahan mereka. Menganggap perjodohan itu bukan sebagai takdir yang paling buruk dalam hidupnya.
Fatih yakin, sangat yakin bahwa Lina akan berubah. Buktinya Lina juga bahagia saat Haura hadir ke dalam hidupnya. Fatih tidak peduli walau pun Lina bersikap manis kepadanya hanya di depan Haura. Ia ingin membuat anaknya itu bahagia.
Fatih juga ingat, betapa bahagianya ia saat pertama kali Haura tercatat sebagai anak yang bisa mewakili TK-nya dalam bacaan surah As-sajdah kala itu. Fatih bisa membayangkan jika kelak anaknya bisa menjadi perempuan penghafal Al-Qur'an seperti yang ia idam-idamkan.
Ada yang lebih mengharukan lagi, Haura kecil pernah berjanji padanya, akan membuatnya bangga dan terus menyayanginya.
Tapi lihatlah sekarang, Haura sudah berubah drastis, bahkan namanya pun sangat bertolak belakang dengan dirinya.
Dulunya Fatih meberikan nama itu agar anaknya bisa menjadi bidadari surga yang didambakan. Tapi lagi-lagi Haura sudah terlalu membuatnya kecewa.
"Sepertinya aku memang harus mengirimnya ke pesantren, Hanum."
"Yasudah, Mas. Kalau menurut mas Fatih itu jauh lebih baik untuk Haura. Aku hanya bisa mendukung apa pun keputusan, Mas."
Fatih hanya mampu tersenyum.
🍁🍁🍁
Pagi-pagi sekali Haura memuntahkan seluruh isi perutnya. Sepertinya semalaman ia terlalu banyak meminum alkohol, sehingga membuat perutnya tidak nyaman.
Sementara itu Hanum terus mengusap punggung Haura beberapa kali. Haura heran dengan ibu tirinya itu, tidak pernah menyerah berpura-pura baik dengannya.
Seperti seorang ibu yang selalu siap siaga saat anaknya sakit. Tapi hal itu tidak serta-merta membuat ia akan luluh dan menerima kehadiran Hanum. Ia akan terus membenci wanita itu.
"Nggak usah peduliin aku!" Haura menepis tangan Hanum dengan telak.
"Gimana bunda gak peduli sama kamu, Haura. Kamu ini lagi sakit, nggak mungkin bunda biarin kamu muntah-muntah kayak gini."
"Nggak usah sok peduli!"
"Cukup Haura!"
Bentakan keras berhasil ke luar dari mulut Fatih.
"Ayah rasa, sudah cukup ayah sabar sama sikap kamu."
Haura hanya berjalan menujut tempat tidur sambil memegang perutnya yang perih.
"Besok ayah akan kirim kamu ke psantren." kata Fatih penuh penekanan.
"Ayah mau usir aku dari rumah ini? Nggak akan! Aku nggak bakal mau!"
"Ini demi kebaikan kamu, Haura!"
"Demi kebaikan aku? Demi kebaikan seperti apa kalau ayah tega buang anak ayah sendiri!"
"Ayah gak buang kamu, Haura! Ayah cuma mau kirim kamu ke tempat yang lebih baik, tempat yang bikin kamu sadar kalau apa yang kamu lakukan ini salah!"
Haura mengusap wajahnya dengan kasar. Air matanya tidak bisa di bendung, sakit hati dengan ayahnya sendiri.
"Sekarang aku yang kasih Ayah pilihan. Ayah tetap biarin aku tinggal di rumah ini tanpa harus kirim aku ke pesantren itu, atau biarin aku keluar dari rumah ini dan aku hidup semau aku di luar sana. Aku bakal bikin ayah lebih malu. Kalau perlu aku jual diri sekalian!"
"Haura!"
Fatih menyentuh dadanya yang dirasa sakit. Serangan jantung sepertinya sedang menyerangnya. Ia terlalu frustrasi dengan sikap Haura yang sudah tak bisa diatur lagi.
Tubuh Fatih melemah hingga tergeletak di atas lantai. Hanum menjerit, berusaha membangunka. Fatih yang sudah tak sadarkan diri.
🍁🍁🍁
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top