16::-Saat Ajal Tak Mampu Dicegah

بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠

⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠

📖Selamat Membaca📖

🌺🌺🌺

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar Rahman: 26-27)  Lalu …Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian …

🌺🌺🌺

"Bagaimana, Azia. Apa kamu mau memenuhi keinginan nenek? Menikah denganku?"

Azia yang mendengar tawaran Rama langsung menggeleng dengan cepat. Artinya ia tidak menerima permintaan Rina mau pun Rama.

Azia tidak bermaksud untuk memperburuk kondisi Rina, hanya saja ia tetap tidak ingin menyakiti hati Haura. Apalagi saat melihat Haura menangis karena tidak ingin dimadu, hal itu semakin membuatnya mantap untuk menolak mentah-mentah pernikahan itu.

Azia mengakui bahwa di hatinya masih tersimpan cinta untuk Rama. Namun hal itu tidak sertamerta membuatnya bisa masuk ke dalam rumah tangga Haura dan merampas kebahagiaannya.

"Kenapa, Azia. Apa kamu tidak ingin Haura terluka? Tapi sudah terlambat, Azia. Dia sudah meminta cerai dariku. Jadi percuma saja. Semuanya sudah terlambat!"

Kedua bola mata Azia terbuka lebar. Telinganya memanas saat mendengar kalimat buruk itu. Cerai katanya? Lantas apa Rama membiarkan begitu saja? Jika memang benar, rasa kagumnya pada Rama bisa hilang saat itu juga.

"Apa maksud kamu?!"

"Ya, Haura mengatakan kalau dia lebih baik diceraikan dari pada harus melihat aku menikah lagi. Aku kecewa, Azia. Seharusnya dia mengerti tentang kondisi nenekku. Tapi lihat, dia begitu egois, Azia."

Azia menggelengkan kepala tak percaya. Seandainya tangan itu halal itu halal ituk menyentuh Rama, mungkin ia sudah menampar Rama dengan seluruh tenaga yang ia punya. Secara tidak langsung Rama mengundang kemurkaan Allah.

Seharusnya, Rama juga memikirkan perasaan Haura. Perempuan yang sudah menjadi istrinya. Azia mengerti bagaimana Rama begitu menyayangi neneknya. Namun hal itu juga tidak bisa membenarkan bahwa Rama boleh mengambil keputusan sesuai kemauannya sendiri.

"Tidak semua wanita bisa menerima poligami itu, Rama."

"Iya, aku mengerti. Tapi seharusnya dia juga mengerti, nenekku sedang sakit!"

"Kamu memikirkan kondisi nenek. Itu memang hak kamu, Rama. Tapi kewajiban kamu juga harus memikirkan perasaan Haura. Perempuan mana yang mau diduakan, Ram. Bahkan aku sendiri juga belum tentu bisa menerima jika suamiku harus berpoligami."

Rama tidak bicara apa-apa lagi, yang jelas saat ini pikirannya benar-benar sudah kacau.

Tidak lama setelah itu ia melihat Aryo--papanya-- keluar dari ruangan perawatan Rani dengan mata merah. Ia berteriak sambil memanggil dokter berkali-kali.

"Pa, ada apa?"

"Nenekmu, Rama. Dia mengeluh dadanya sakit dan tidak bisa bernapas."

Rama mematung, tubuhnya terasa tegang saat mendengar pernyataan sang ayah. Jadi, kondisi neneknya semakin memburuk?

🌺🌺🌺

Haura mengusap air matanya yang jatuh semakin deras. Rasanya perkataan Rama kemarin masih terngiang jelas di telinga. Keputusan yang ia ambil justru membuatnya terluka sendiri. Rama mengingkari janji yang pernah ia katakan dulu.

Janji itu, hanya terucap di bibir saja.

Haura sadar kenapa Rama bisa melakukan hal ini, sejak awal seharusnya ia tidak menerima permintaan Azia untuk menikah dengan Rama. Jika saja sejak awal ia menolak, mungkin sekarang tidak akan sepedih ini menanggung luka yang teramat berat. Kesalahan ini berawal dari dirinya sendiri. Haura menyesal karena terlalu mengharapkan cinta dari laki-laki yang mencintai wanita lain.

Untuk apa semua perlakuan manis Rama selama ini, untuk apa perkataan cinta yang selalu terucap sementara hatinya mencintai wanita lain? Sekarang Haura merasa dipermainkan oleh takdir.

Apa ini buah dari kejadian dari masalalu yang buruk? Allah menghukumnya sekarang atas segala kesalahannya dulu. Jika memang begitu, kenapa hukumannya sangat berat? Sungguh Haura merasa tidak sanggup.

Allah telah mengambil ayahnya, laki-laki yang sama sekali tidak pernah mempermainkan rasa cintanya untuk Haura. Tapi dengan begitu bodohnya, Haura membuatnya terluka hingga akhirnya meregang nyawa karena kesalahan yang ia perbuat. Ia baru menyadari, bahwa hanya seorang ayah lah yang bisa mencintai anak perempuannya dengan begitu tulus.

Saat ia jatuh terpuruk, Allah mengirimkan Rama untuknya, lelaki yang bisa mengobati hatinya dari segala luka-lara yang menimpa. Belum sempat merasakan begitu lama kebahagiaan itu, sekarang ia harus terluka sebab Rama si penyembuh lukanya malah berbalik mencabik luka yang sudah ia obati sendiri.

"Aku mohon, izinkan aku memenuhi keinginan nenek, izinkan aku menikah dengan Azia. In syaa Allah kamu akan menjadi salah satu wanita yang dirindukan surga."

Kalimat manis tapi seperti petir yang menyambar disiang bolong. Kalimat itu amat menyakitkan.

Tidak lama setelah itu, Haura mendengar ponselnya berbunyi, di layar ponsek itu menunjukkan panggilan masuk dari Rama.

"Assalamualaikum, A."

"Waalaikumussalam."

"Ada apa, A?"

"Nenekku sudah meninggal. Bagaimana? Kamu merasa puas bukan?"

"Ma--maksud A Rama, nek Rani meninggal?" tanya Haura tak percaya, bibirnya bergetar menahan tangis.

"Puas kamu? Bukankah ini yang kamu inginkan? Seandainya kamu tidak melarangku untuk menikahi Azia, semuanya tidak seperti ini, Haura. Ini salahmu, ini salahmu." kata Rama penuh penekanan. Ia kalang-kabut saat mengetahui nenekknya sudah meninggal dunia.

Haura bisa mendengarkan isakan suara Rama di seberang sana.

"Maafin aku, A. Aku nggak tau ka--"

"Aku tidak bisa memaafkanmu." Kata Rama memotong ucapan Haura, tanpa membiarkan Haura melanjutkan ucapannya Rama sudah lebih dulu mematikan ponselnya.

Haura menangis pilu. Semarah inikah Rama kepadanya? Bahkan dengan mudahnya Rama menyalahkannya atas kematian nek Rina. Padahal dulu dia selalu berkata, bukan manusia yang menyebabkan kematian manusia lainnya, baik manusia itu dibunuh manusia sekalipun, yang menyebabkan kematian sendiri hanya ajal yang sudah datang menjemput.

Hanum masuk ke dalam kamar Haura, dilihatnya Haura menangis dengan isakan yang semakin mengencang.

"Haura."

"Bunda..."

"Ada apa, Ra?"

"Nek Rani baru saja meninggal dunia."

"Innalillahi wa inna ilahi roji'un..."

"Apa iya ini semua salah aku? Kata A Rama aku yang udah nyebapin neneknya meninggal karena aku nggak biarin A Rama nikah sama kak Azia. A Rama marah dan nggak mau maafin aku."

Haura menggelugut dalam pelukan Hanum. Tuduhan Rama sangat mohok hatinya.

"Bunda harus bicara sama Rama. Dia nggak seharusnya terus-terusan menyalahkan kamu, Haura. Bunda akan temuin dia sekarang."

Haura mengangguk, ia harus menemui Rama. Rama tidak bisa terus-terusan melakukan hal ini padanya.

🌺🌺🌺

Aryo menangis saat dokter menyatakan bahwa ibunya tidak bisa diselamatkan. Satu jam yang lalu, Allah sudah memanggil ibunya. Aryo merasa bersalah saat menydari kalau ia tidak mampu untuk mewujudkan keinginan terakhir ibunya.

Sandra yang ada di samping Aryo hanya bisa mengusap pelan legan suaminya, menguatkan Aryo agar bisa lebih tenang.

Tidak hanya Aryo dan Sandra. Rama juga ikut merasa bersalah karena tidak cepat mengambil keputusan, bahkan hanya sekadar untuk mengatakan 'ya' untuk menyenangkan hati sang nenek.

"Ibuku sudah meninggal, Sandra. Dia sudah pergi meninggalkan aku."

"Tenang, Mas Aryo. Kamu harus ikhlas."

"Maafkan aku, Pa. Ini semua salahku. Kalau seandainya aku mau mengikuti kemauan nenek, mungkin setidaknya keadaan nenek bisa memabaik."

"Sudahlah, Rama. Jangan bicara seperti itu. Ini sudah mejadi kehendak Allah. Sekarang kita hanya bisa berdoa agar nenek kamu diberikan tempat yang baik."

Rama membuang muka saat menyadari kedatangan Haura bersama Hanum. Rasa marahnya pada Haura masih tersisa. Untuk sekarang, Rama tidak ingin menemuinya. Rasa kecewa itu sudah berhasil menguasainya.

"Aku ingin nenek cepat dikuburkan. Aku minta Haura tidak ikut."

"Tapi, A..."

Hanum mengusap lengan Haura. Meminta Haura untuk tidak bicara apa-apa.

Jenazah Nek Rani akan segera dibawa pulang dan dimakamkan siang ini. Sebenarnya Sandra tidak tega melihat Rama memperlakukan Haura seperti itu. Tapi ini belum saatnya Sandra memaksa Rama untuk tidak menyalahkan Haura.

🌺🌺🌺

Ariel yang baru saja selesai salat tidak sengaja melihat Haura menangis sendiri di teras masjid. Kedua matanya sudah sembab akibat terlalu lama menangis.

"Haura. Kamu kenapa?"

"Dokter Ariel?"

Ariel ikut duduk tak jauh dari Haura.

"Kenapa kamu menangis? Apa ini karena penyakitmu?"

Haura menggelengkan kepala. Sebenarnya Ariel sudah bisa menduga bahwa Haura memangis pasti karena permintaan suaminya yang kemarin.

"Ada apa Haura? Barang kali saya bisa membantu. Saya ni dokter yang sedang menangani kamu. Jadi saya harus memperhatikan segala kondisi yang menyangkut kesehatanmu."

"Terima kasih, Dokter. Dokter begitu baik sekali. Tapi saya baik-baik saja. Hanya hanya sedih karena nenek suami saya baru saja meninggal dunia."

Dokter Ariel tampak terkejut mendengar kabar itu. Padahal baru kemarin dia meminta Haura untuk membiarkan suaminya menikah lagi.

"Innalillahi wa inna ilahi roji'un. Saya turut berduka cita, Haura. Lantas mengapa kamu masih berada di sini? Bukankah seharusnya kamu ikut ke pemakaman beliau?"

"Tidak, Dokter. Ibu saya melarang saya untuk ikut ke pemakaman. Karena dia takut kondisi saya memburuk nanti."

Dokter Ariel mengangguk pelan.

"Haura, kamubtahu tidak?"

"Apa?"

"Pamanku suka berkata padaku. Saat aku sedih dan putus asa, dia selalu mengatakan hal ini. Ariel, seberat apa pun masalah yang sedang kamu hadapi, sehancur-hancurnya harapan yang kamu inginkan, jangan pernah biarkan masalah itu membuat kamu tidak bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan. Kamu tahu artinya, kalimat itu juga berlaku untukmu, Haura. Mungkin kita tidak ada hubungan apa-apa selain dokter dan pasien, tapi kamu belum tahu, kalau aku bisa menerawang seseorang hanya lewat wajah saja."

Tawa Haura seketika berderai. Entah kenapa lucu saja mendengar kalimat dokter Ariel itu.

"Memangnya dokter punya kemampuan seperti Roykiyoshi? Sampai bisa menerawang orang lain."

"Anggap saja begitu."

Haura hanya menganggukkan kepala. Ternyata benar, jika ingin mengurangi kesedihan di dada, cukup dengarkan orang lain bercerita dengan kelucuan yang tidak diduga. Layaknya dr. Ariel tadi, Haura cukup terhibur karena kehadirannya.

🌺🌺🌺

Bersambung

Terima kasih banyak sudah mau meluangkan waktu untuk membaca kirah ini. Masih bingung siapa pemeran utamanya? Ikutin terus ceritana 😁😁😁

Tembus 100 komen, bakalan double up deh 🙊🙈

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top