14 -Hanya Sebatas Kata-

بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم

⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠

⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠

📖Selamat Membaca📖

🍁🍁🍁

Rasulullah mengagumi seorang mukmim yang bila ia memperoleh kebaikan, ia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah, ia memuji Allah dan bersabar.

(HR. Ahmad)

🍁🍁🍁

Demam yang dialami Haura baru saja berangsur membaik, namun tak lama setelah itu suhu tubuhnya kembali naik. Rama sendiri tidak mengerti dengan kesehatan istrinya beberapa hari belakangan ini. Wajah Haura tampak pucat sekali seperti sedang menahan sakit yang berat.

Rama duduk di tepian ranjang sambil mengompres kening Haura, berharap suhu tubuhnya normal kembali.

Rama memandangi wajah Haura dengan intens. Ia tidak tega melihat perempuan yang ia cintai harus terbating lemah seperti ini.

"Ayah..., Ayah ..., jangan tinggalin, aku, Yah...."

Rama mengernyit melihat Haura mengingau sambil memanggil mendiang ayahnya.

"Haura..., bangun, Ra."

"Ayah..."

"Haura...,"

"Ayaahh....,"

Kedua bola mata Haura praktis terbuka, pipinya dialiri air mata saat tubuhnya refleks terduduk.

Haura terisak, ternyata pertemuannya dengan sang ayah hanya sebuah mimpi.

Melihat Haura yang menangis, Rama memilih untuk membawa Haura ke dalam pelukan. Ia tahu Haura seperti ini lantaran dia demam.

"Kamu mimpi bertemu ayah?"

Haura hanya menganggukkan kepala. Pertemuan sekejap lumayan mengobati rindunya. Walau pun ayahnya tidak berbicara apa-apa, setidaknya ia masih bisa melihat bagaimana ayahnya tersenyum begitu manis. Senyuman hangat yang yak mungkin bisa dia lihat setiap saat.

Rama tersenyum kemudian mengusap punggung istrinya.

"Suhu tubuhmu masih belum turun, kita ke rumah sakit, ya?" Rama melepaskan pelukan sambil menatap manik mata Haura.

Haura menggelengkan kepala dengan telak. Jangan sampai Rama membawanya ke rumah sakit. Jika hal itu terjadi, Rama akan tahu bagaimana kondisinya saat ini.

"Enggak, Aa. Aku baik-baik aja, kok. Ini cuma demam biasa. Dulu waktu aku kecil juga suka gini kok. Dalam satu bulan pasti aku berkali-kali demam. Tapi beberapa tahun belakangan ini aku jarang demam, dan sekarang baru deh sakit lagi. Jadi Aa nggak usah khawatir."

"Hmm, baiklah. Tapi kalau sampai besok demam kamu nggak turun, kita tetap ke rumah sakit."

Haura mengembuskan napas resah. Bagaimana jika Rama tetap memaksanya untuk memeriksakan diri ke rumah sakit?

🍁🍁🍁

Ariel masuk ke dalam ruangan dokter Irwan---paman yang sudah mengasuhnya sejak kecil---, dilihatnya Irwan sedang memeriksa beberapa rekam medis pasien pasca operasi. Ariel tersenyum melihat pamannya itu, bagi Ariel dia adalah dokter yang paling baik hati. Dia sangat memperhatikan pasien-pasiennya seperti keluarga sendiri. Bahkan, Irwan pernah membiayai operasi salah satu pasiennya yang menderita kerusakan hati akut. Dia membentu dengan sepenuh hati, tanpa meminta imbalan apa pun. Sungguh, Ariel begitu kagum padanya, ia ingin menjadi dokter seperti pamannya nanti.

"Wah, ada apa nih Dokter muda." Irwan menyambut kedatangan keponakannya.

Ariel tersenyum malu, pamannya selalu begitu. Padahal dia masih belum resmi menjadi dokter spesialis seperti pamannya itu. Dalam artian dia masih menjalankan pendidikan spesialis.

"Sepertinya, Om sedang bahagia sekali."

Irwan kembali tersenyum. Bagaimana tidak. Salah satu pasiennya sembuh dari penyakit kanker yang ia derita. Anak perempuan berusia sembilan tahun itu dinyatakan bersih dari kanker yang ia derita sejak umur lima tahun. Perjuangannya sejak empat tahun belakangan membuahkan hasil.

Mulai dari prosedur operasi hingga kemoterpi. Sungguh bocah itu amat membuat Irwan takjub. Keinginan hidupnya begitu besar. Namanya Tiara, ia ingin sekali membuat kedua orang tuanya bahagia. Dengan bekal keinginan sembuh yang begitu kuat, tubuh mungil itu berhasil melawan ribuan sel kanker yang hampir melayangkan nyawanya.

"Kamu tahu pasien Om yang bernama Tiara itu?"

Ariel mengangguk sejenak. Dia adalah gadis kecil yang sempat Ariel berikan boneka panda besar. Itu sebagai hadiah karena dia mau melakukan operasi tanpa rasa takut.

"Dia sembuh dan sudah bersih dari kanker," kata Irwan dengan mata berbinar. Ariel ikut senang mendengarnya. Dari sekian banyak penderita yang gagal bertahan hidup, si kecil Tiara justru berhasil mengalahkan penyakit itu. Bagaimana Ariel tidak bangga dengannya? Siapa pun pasti bangga.

"Alhamdulillah..."

Tidak lama setelah itu, dokter Irwan melirik amplop putih yang Ariel bawa.

"Ini salah satu rekam medis salah satu pasien. Dia sama seperti Tiara."

Ariel menunjukan rekam medis pasien itu.

"Om masih ingat kan dengan peremouan yang aku tolong dulu? Dia salah satu korban kejahatan. Perempuan yang mengingatkan aku pada mendiang ibuku."

Irwan menganggukkan kepala saat mengingat perempuan yang Ariel ceritakan.

"Ternyata aku dipertemukan kembali dengannya. Aku ingin dia sembuh seperti Tiara, Om. Tapi dia tidak mau melakukan operasi."

Setelah membaca hasil medis Haura, Irwan bisa menemukan cara lain selain operasi atau pun kemoterapi. Sebab, penyakit yang menyerang baru menapaki stadium pertama. Dalam artian, dia masih masih bisa melakukan pengobatan dengan sejumlah cara lainnya.

Salah satunya adalah Ablasi. Ablasi sendiri adalah salah satu tindakan untuk menghancurkan sel kanker secara langsung. Pengobatan ini akan menginjeksi etanol, atau suhu yang beku siroterapi untuk menghancurkan sel kanker. Dimana energi panas menghancurkan penyakit dan jaringan abnormal menggunakan sinar laser ablasi laser dan suhu dingin yang ekstrem krioterapi.

"Kita bisa melakukan Ablasi, Ariel. In syaa Allah, pasien ini akan bisa sembuh."

Ariel mengangguk, dengan didampingi pamannya, Ariel yakin bahwa Haura pasti akan sembuh.

🍁🍁🍁

Azia memegang pipinya yang terasa sakit setelah mendapatkan tamparannyang cukup keras dari Safiya.  Sekarang persahabatan mereka yang manis seolah sudah tidak membekas lagi.

Safiya sangat membencinya. Berulang kali Azia meminta maaf, tapi nyatanya Safiya tidak mau mendengarkan. Terlebih Marvin yang tidak mau mengerti dengan keadaan yang terjadi.

Marvin belum tentu menjadi jodohnya, bagaimana kalau dia dan Marvin tidak bersatu? Lantas ia harus kehilangan seorang sahabat juga.

Azia sudah memberikan keputsan kepada Marvin, jika Marvi tidak mau memenuhi permintaannya, maka Azia enggan untuk menemui Marvin, bahkan yang lebih parahnya lagi, Azia mengatakan bahwa dia tidak akan pernah lagi menganggap kehadiran Marvin.

Ternyta hal itu berhasil Azia lakukan, pikirnya Safiya senang dengan kabar ini. Tapi pediksinya salah, Safiya malah semakin marah padanya.

"Kamu pikir dengan cara kamu ini aku bakal berterima kasih? Tidak, Azia!"

Safiya menatap Azia dengan mata berapi-api.

"Aku cuma mau Marvin mencintaiku sepenuhnya, buka karena dia menerimaku atas permintaan kamu!"

Azia menggelengkan kepala. Sungguh, dia tidak ingin pertengkaran in terus terjadi, ia tidak mau jika kesalah pahama ini berlarut-larut dalam jangka waktu yang lama.

"Terus apa yang harus aku lakuin, Fi. Kamu mau aku tidak menerima Marvin, aku dah lakuin itu. Kenapa kamu masih begini?" lirih Azia sangat pelan.

Safiya hanya diam, enggan menatap Azia yang semakin mendekatinya. Bahkan Safiya menepis tangan Azia dengan kuat saat kedua tangan Azia memegang tangannya.

Azia menjatuhkan pandangannya ke bawah, air matanya sudah tak bisa dibendung lagi. Persahbatan yang dulunya selalu manis, malah berakhir seperti ini.

Azia tidak punya sahabat selain Safiya. Sejak awal masuk ke kampus ini, hanya Safiya yang mau berteman baik dengannya.

"Besok aku akan kembali ke Indonesia. Apa kamu nggak pengin hubungan kita membaik? Setidaknya kita tidak menyimpan dendam, Fi."

Safiya melayangkan senyuman sinis.

"Kamu ingat? Saat awal kita kenal. Kamu cerewet banget," Azia tersenyum di balik cadarnya. Manis sekali masa-masa itu. Apalagi saat Safiya yang begitu peasaran meliha wajah Azia yang katanya tidak cantik. Tapi setelah melihat secara langsung, ternyata Azia malah berbohong. Dia memiliki wajah yang begitu cantik, bahkan Safiya sendiri sempat merasa iri, kenapa dia tidak secantik Azia?

Itu salah satu alasan kenapa Azia ingin menutupi wajahnya, sebab dia tidak ingin ada wanita lain yang tidak puas dengan apa yang sudah Allah berikan untuknya.

"Yaudah, nggak apa-apa. Kalau seandainya kamu udah mau maafin aku, kamu bisa temuin aku. Itu pun kalau kamu masih mau maafin aku. Seenggaknya aku masih punya harapan sampai besok."

Azia menjauh, kemudian melangkah pergi meninggalkan Safiya yang masih mematung di tempatnya. Dipandangnya kepergian Azia begitu saja.

Tidak lama setelah itu Marvin datang, sebenarnya tidak suka denga sikap Safiya yang seperti ini. Tapi, demi Azia ia akan berusaha meyakinkan Safiya agar mereka berdua kembali menjalin hubungan yang baik.

"Aku pikir persahabatan kalian kuat. Tapi ternyata itu semua bisa hancur karena kedatangan aku. Jika kita sama-sama memilih untuk egois. Mungkin aku tidak akan memenuhi permintaan Azia untuk belajar mencintai kamu. Bisa saja aku menolak permintaan Azia dan aku meninggalkan kota ini. Itu bukan hal sulit bagiku. Sayangnya aku bukan orang egois. Setidaknya aku masih bisa memiliki Azia sebagai seorang sahabat."

Safiya tidak menjawab apa-apa. Ia hanya pergi begitu saja tanpa menghiraukan kedatangan Marvin.

🍁🍁🍁

"Berarti besok kak Azia udah berangkat pulang ya, Bun?"

"Iya. In syaa Allah lusa udah sampai di sini."

Haura hanya menganggukkan kepala memgerti. Jujur, ia takut jika Rama dan Azia tinggal di tempat yang sama. Bagaimana pun Rama baru mencintainya, itu artinya cinta Rama untuknya belum sebanding dengan cinta yang Rama miliki untuk Azia.

Terlebih mengingat nek Rani. Dia pasti amat senang mendengar kabar kepulangan Azia.

Haura masih ingat bagaimana nek Rani begitu ingin menyatukan Rama dan Azia kembali. Tentu hal itu tidak akan menjadi mudah bagi Haura.

"Kamu khawatir dengan pertemuan Azia dan Rama?"

Haura membuka kedua bola matanya praktis. Bagaimana mungkin tebakan sang bunda bisa benar seperti?

"Kamu tidak usah khawatir. In syaa Allah Rama itu laki-laki yang baik. Dia tidak mungkin menyimpan cinta untuk Azia lagi, karena Bunda percaya. Cinta Rama hanya untuk kamu."

Tidak lama setelah itu Haura mendengar mobil Rama.berhenti di depan rumah. Artinya Rama sudah kembali pulang ke rumah.

Haura lantas menyambut kedatangan Rama dengan wajah berkali-kali lipat lebih bahagia.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumussalam...," entah bagaimana caranya, Haura langsung memeluk tubuh Rama. Seperti baru saja melepas rindu yang sudah lama di tahan. Mendapatkan perlakuan itu, Rama hanya bisa tersenyum.

"Ma syaa Allah. Pulang kerja sampai rumah ditungguin sama penghuni rumah, cantik, salihah, lucu lagi."

Dengan penuh kelembutan Rama membalas pelukan itu dengan hangat.

"Aku mau ngadu sama Aa."

"Ngadu? Ngadu kenapa?"

"Tadi pas aku lagi belanja sama bunda, masa ibu-ibu itu pada bilang kalau aku berpakaian begini cuma topeng supaya bisa dapetin suami sebaik A Rama. Padahal mereka nggak tau, aku itu udah berusaha keras untuk berubah menjadi perempuan yang lebih baik."

Rama mengembuskan napas pelan.

"Tuh kan, ketauan. Kamu kan harus istirahat. Lagi sakit, kan."

Rama menyentuh pipi Haura. Setidaknya suhu tubuhnya memang sudah tidak panas lagi.

"Udah, Aa. Aku nggak masalahin hal itu. Aa tau nggak sih, tadi mereka itu hina aku."

"Hmmm, Hauraku sayang. Begini, ya. Celaan manusia yang ada di bumi tidak akan mengacaukan penilaiaan Allah terhadap hambanya, cukup diam dan tidak perlu menyimpan sakit hati. Lakukan sebagaimana layaknya setangkai bunga, tetap memberikan bau harum sekali pun kepada tangan yang telah menghancurkannya. Artinya kamu tidak perlu mendengarkan seburuk apa pun komentar orang lain terhadap kamu. Sebab mereka tidak tahu bagaimana proses kamu, kan? Tapi Allah yang tahu."

Haura tersenyum mendengar jawaban Rama. Apa yang dikatakan Rama memang benar. Sebab apa pun yang ada di bumi pasti akan menjadi komentar bagi setiap manusia. Bahkan saat Allah menganugerahkan hujan dan panas sekali pun. Manusia tidak pernah merasa puas akan apa yang sudah Allah cukupkan untuk umatnya.

🍁🍁🍁

Bersambung

Alhamdulillah, Up juga 😁😁😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top