Bagian 31 : Gerbang Pertama

"Hoaam."

Entah sudah berapa kali aku menguap selama perjalanan ini. Setelah kami bangun, kami makan sebentar lalu kembali melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melalui jalan yang terdapat banyak akar pohon tebal. Aku lihat Anna, Yana dan Yoanne senang sekali melompat-lompat di setiap akar pohon yang mereka pijak. Alex sering sekali tersandung namun tidak sampai jatuh. Celdo terlihat berhati-hati saat berjalan. Peter meloncati akar-akar pohon.

Sedangkan aku melompat-lompat, sesekali tersandung namun tidak jatuh, berhati-hati sambil meloncati akar-akar pohon. Pohon-pohon di sini sangat besar, akarnya sampai kelihatan menonjol dari tanah. Namun yang paling aneh adalah daun pohon tersebut ada yang berwarna biru dan merah muda. Aku penasaran buah apa yang akan tumbuh pada dua pohon berbeda warna itu.

"Yoanne," panggil Alex pada Yoanne. Yoanne menoleh sambil tetap berjalan.

"Ya?" balas Yoanne dengan senyum.

"Kenapa kita tidak naik naga milikmu saja? Dan kenapa kau membiarkan kelima nagamu itu pulang ke rumah Kakekmu??" tanya Alex penuh keheranan. "Aku tidak suka jalan kaki! Melelahkan, tahu!"

"Cih. Dasar manja," timpal Celdo pelan yang mampu terdengar sampai ke telingaku karena dia berjalan di sampingku. Alex tampaknya sama sekali tidak mendengar ucapan Celdo.

"Ma-maafkan aku, Alex. Kata Kakek, aku harus mengembalikan naganya setelah sehari. Itulah janjinya, maka aku harus tepati," jawab Yoanne dengan wajah yang begitu bersalah. Alex menghela napas berat.

"Untuk apa kita memakai alat transportasi? Lagi pula gerbang pertama istana Jeswel tidak jauh dari sini," kata Peter santai yang sukses membuat kami berenam terkejut. Melongo hebat kecuali aku.

"Tidak jauh dari sini? Artinya, kita hampir sampai di istana Jeswel?" tanya Anna pada Peter.

"Sok tahu," timpal Celdo dengan suara pelan yang pedas menatap tajam Peter. Dia suka sekali mengatai orang. Kebiasaan.

"Gerbang pertama? Memangnya ada berapa gerbang?" tanya Yana.

Peter berhenti melangkah, begitu juga aku dan yang lain. Dia duduk di salah satu akar pohon yang menjadi tempat duduknya, melipat kaki dan kedua tangan.

"Lho? Kok malah duduk??" tanya Alex heran sekaligus kesal.

Mereka bicara dan sejak tadi aku hanya diam mendengarkan. Saat ini aku tidak punya niat untuk ikut bicara. Setelah aku mimpi si gadis sakura, Vione Planos, melihat Celdo, aku merasa mereka berdua itu sedarah. Maksudku, Vione itu Ibunya Celdo. Anehnya aku malah shock sendiri.

Aku tidak bicara sejak pagi. Celdo mengomel padaku karena aku telah meletakkan kepalanya di pangkuanku saat dia tidur, bukannya mengucapkan terima kasih. Kakiku sampai lelah hanya karena menahan berat kepalanya itu, huh.

Sampai dia lelah berkicau, dia sadar kalau aku sama sekali tak menggubrisnya bicara. Berdiam diri tanpa melihat ke arah Celdo yang mulai bertanya-tanya kenapa aku mendadak jadi pendiam.

Yang lain juga ikut bertanya-tanya kenapa aku sama sekali tak bicara. Mereka menyerah dan membiarkanku diam sampai aku akan bicara nanti. Aku juga ikut duduk di salah satu batu besar, melihat ke atas langit. Hm.

"Aku akan jelaskan tentang lima gerbang serta penjaga-penjaganya. Kalau kalian ingin berhasil melewati kelimanya, maka dengarkan dulu penjelasanku. Melewati lima gerbang sekaligus itu tidak mudah. Lima penyihir penjaga gerbang punya kekuatan hebat mereka masing-masing. Mereka bebas memutuskan satu rintangan pada orang yang ingin melewati gerbang. Bisa teka-teki, pertarungan sejata, fisik, maupun nyawa kalian. Kalau kalah, maka tamatlah sudah. Lagi pula, yang ingin bertemu dengan Presiden kan hanya Moune, kalian berlima yang masih anak-anak tidak perlu sampai jauh-jauh ke gerbang kedua ataupun sampai ikut masuk menemui Presiden--"

"TIDAK MAU!!" Anna langsung memotong ucapan Peter. Dia berdiri di hadapan Peter sedang duduk santai. "Aku akan ikut sampai Miss bisa bertemu Presiden dan mengalahkannya! AKU AKAN MENGHANCURKAN GERBANG PERTAMA DENGAN PANAHKU!!"

"Anna! Jangan gunakan kekuatan itu! Kau tahu kan kekuatan itu bisa membuatmu kehilangan kendali??" kata Alex tampak panik menghampiri adiknya itu.

"Tidak akan. Lagi pula panahnya sisa satu. Aku membawa busur dan panahku karena pasti akan aku pakai untuk membantu Miss. Tidak apa, Kak. Aku akan baik-baik saja. Aku janji," balas Anna telah mulai memegang busur dan panah yang tiba-tiba saja sudah ada di kedua tangannya.

"Oh. Aku pernah mendengar tentang keluarga Edelexia. Kecolokkan kalian melalui warna rambut merah dan senjata panah yang ketajaman panahnya bisa menghancurkan lima gerbang istana Jeswel sekaligus. Setiap gerbang juga memiliki energi yang kuat agar tidak mudah roboh. Mungkin kau bisa menghancurkan lima gerbang sekaligus? Yaa walaupun hanya gerbangnya, tidak dengan penjaganya," ucap Peter.

Aku berpikir untuk menggunakan kekuatan yang diberikan Talia. Kekuatan mengendalikan benda mati. Kedua tanganku membuka, menjadi seperti magnet yang akan menarik benda tertentu. Tujuan benda yang aku fokuskan adalah panah dan busur Anna. Tidak sampai menunggu lama, busur dan panahnya melepaskan diri dari tangan Anna dan melesat ke tanganku. Semua terkejut melihat itu.

"Sejak kapan kau punya kekuatan Zaqtav?" tanya Celdo padaku.

Aku malas menjawabnya. Mataku hanya tertuju pada busur dan panah yang aku pegang sekarang.

"Kenapa Miss mengambil busur dan panah saya?" tanya Anna padaku.

Aku berdiri berjalan menghadap Anna. Tangan kananku melesat ke pipi kirinya dengan cepat, dengan kata lain, menamparnya.

PLAK!!

Semua begitu tercengang dengan apa yang aku lakukan, termasuk orang yang aku tampar. Aku menghempaskan busur dan panah itu ke tanah, lalu mencengkeram kedua bahu Anna.

"Peter benar. Kalian terlalu masih dini untuk ini. Seharusnya kalian tidak ikut. Aku tahu, kalian ikut karena ingin membantuku. Tapi, kalau berkaitan dengan nyawa, aku tidak mau kalian membantuku. Walaupun kalian bersikeras, aku tak akan berterima kasih. Aku .. malah akan membenci kalian. Aku mohon kalian pulanglah ke Akademi," kataku, pada akhirnya aku mengeluarkan suaraku.

Anna menatapku sedih sekaligus tak terima. Dia memejamkan matanya sebentar, sedikit menghela napas, lalu kembali membuka dan menatapku serius.

"Sekali saja, saya ingin Miss melihat kekuatan panah saya menghancurkan gerbang pertama. Setelah itu, saya akan pulang ke Akademi bersama dengan yang lain. Boleh?" kata Anna sukses membuatku menghela napas. Keras kepala.

"Oke. Kau boleh gunakan panahmu untuk menghancurkan gerbang. Setelah itu, kau pulang ke Akademi dengan yang lain. Berjanjilah, Anna." Aku mengambil kembali busur dan panah dari bawah tanah, menyodorkannya ke tangan Anna. Anna mengambil senjatanya dan mengangguk mantap.

"Saya berjanji!" kata Anna dengan senyumnya yang cerah. Aku hanya membalas datar.

Anna menoleh pada Alex, Yana, dan Yoanne. Alex mendengus, Yana mengepalkan tangan kanan ke atas, dan Yoanne tersenyum padanya.

"Huh. Terserah kau saja," kata Alex menyerah dengan keputusan Anna.

"Berjuanglah, Anna!!" teriak Yana mendukung Anna agar berhasil.

"Kau pasti bisa menghancurkan lima gerbangnya sekaligus. Pasti bisa!" seru Yoanne juga ikut mendukung Anna.

Anna tersenyum mendengar dukungan yang lain. Dia mulai mengangkat panah dan busur. Tidak ada suara lagi yang kami keluarkan. Semua mata tertuju pada Anna yang akan melepas panah. Aku baru sadar bahwa kami telah ada di dekat gerbang pertama. Gerbang hitam yang sangat tinggi dan memanjang secara horizontal yang entah sampai menuju ke mana. Peter terlihat santai sekali. Tidak seperti yang lain, tegang lantaran panah Anna bisa menembus gerbang pertama sampai akhir ataukah tidak. Jawabannya ada pada kekuatan panah Anna.

Tangannya telah menarik tali busur beserta panah. Cahaya merah muncul di ujung panahnya. Tak ada yang berisik. Semua bergeming memandang tidak santai, kecuali Peter yang kini membuatku kesal saja. Dia begitu santai sekali.

"Agaella!!" Aku tidak mengerti apa yang Anna katakan, tapi sepertinya itu sebuah mantra atau nama kekuatannya pada panah itu.

SYUNG!!

Panah itu dia lepaskan tepat menuju tengah pintu gerbang pertama. Cahaya merah memenuhi penglihatan. Aku melindungi kedua mataku dengan lengan karena kesilauan. Setelah cahaya merah itu terasa sudah lenyap, aku menjauhkan lengan dari depan mataku dan melihat menuju gerbang.

Gerbang pertama hancur, bisa dibilang telah lenyap, tak ada sisa yang membekas. Semua begitu tercengang dengan apa yang gerbang itu terjadi. Peter tampak ikut tercengang hebat, kemudian menyeringai.

"Cuma gerbang pertama, ya? Lumayan .." kata Peter bersiul ria dan bertepuk tangan heboh.

Aku melihat ke arah Anna. Dia baik-baik saja setelah menembakkan panah. Tidak terjadi apa-apa seperti kehilangan kendali yang Alex katakan. Syukurlah.

Anna menjatuhkan busurnya, berlari ke arahku dan kagetnya dia langsung memelukku. Terdengar suara isak tangis kecil terdengar jelas di sebelah telingaku. Aku membalas pelukannya sambil mengelus kepalanya.

"Maafkan saya, Miss. Saya tidak bisa banyak membantu. Panah saya hanya menghancurkan satu gerbang. Sesuai janji, saya akan pulang ke Akademi. Saya akan terus mendoakan Miss agar tetap hidup dan mengalahkan Presiden. Jangan mati dan kembalilah menjadi wali kelas 6-A," kata Anna membuatku juga ikut sedih. Aku mengeratkan pelukan.

"Kau begitu banyak sekali membantuku. Satu gerbang saja, itu sudah meringankan bebanku. Terima kasih, Anna. Tentu saja, aku tidak akan mati dengan mudah. Aku akan mengalahkan Presiden dan segera kembali. Tunggu saja," balasku sembari mengelus-elus rambut merah Anna.

Kami melepas pelukan. Kedua pipi Anna dipenuhi dengan air mata. Sialnya aku malah terkekeh. Dia tampak cemberut sekali. Aku mengusap semua air matanya, merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakkan dengan jemariku, dan memegang kedua lengannya.

"Nah, sekarang kau pulanglah bersama yang lain," suruhku kemudian. Anna mengangguk lesu, namun dia masih bisa tersenyum manis padaku.

Aku berjalan ke arah Yana, Yoanne, dan Alex. Tanganku menepuk lembut kepala Yana dan Yoanne. Mereka menatapku antusias.

"Kalian berdua, jika tidak ada kalian, aku tidak bisa sampai sejauh ini. Terima kasih," ucapku dengan senyum. Mereka tiba-tiba saja memelukku. Aku balas memeluk mereka.

"Kami sayang Miss Manove," kata mereka bersamaan. Seketika aku tertegun. Aku jadi teringat perkataan Vione yang ada di mimpiku.

Kau adalah gadis yang beruntung. Kau disayangi oleh orang-orang di sekitarmu. Bagaimana menurutmu tentang itu?

Menurutku? Aku tidak bisa mendeskripsikannya. Namun aku mengerti satu hal. Jika ada satu orang atau lebih yang menyayangiku, artinya aku sama sekali tidak berdiri sendirian. Dengan kata lain, aku tidak sendiri.

Mereka semua ... begitu berharga bagiku.

Aku menghampiri Alex. Dia kelihatan lebih cemberut dibandingkan Anna. Seperti bebek saja. Aku memegang ujung dagunya, bermaksud mengangkat sedikit wajahnya sambil tersenyum jahil.

"Tidak ada kata-kata terakhir sebelum kau pulang?"

"Huh. Miss jahat. JAHAT! AWAS KALAU SAMPAI MATI SAYA TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN MISS!!"

Aku hanya bisa tersenyum melihatnya berlalu menyusul Anna, Yana, dan Yoanne yang telah berjalan pergi. Lalu melihat ke arah Peter yang telah duduk manis di Motor hitam beroda apinya.

"Tugasku sudah selesai mengantarmu menuju lokasi istana Jeswel. Saatnya aku pergi! Dah, sayang!" kata Peter mencium telapak tangannya menunjukku. Aku hanya menatapnya jijik dan mual.

Tinggal aku sendiri yang ada di tempat ini. Eits! Ralat, rupanya Celdo masih ada di sini. Dia menatapku datar, aku yakin ada sesuatu dari wajah datarnya itu.

"Aku tidak mau pulang ke Akademi. Aku sudah janji untuk membantumu sampai akhir, Letta!" ucap Celdo tajam menekankan pada bagian akhir yaitu namaku. Aku membalas datar. Sudah aku duga.

"Pulanglah, Celdo," suruhku.

"Kau tidak dengar ucapanku tadi, hah? Aku tidak mau pulang!!" teriak Celdo semakin keras memekakkan telinga.

Aku menghela napas. Oke, aku menyerah. Dia lebih keras kepala kelas atas dibandingkan orang-orang keras kepala yang pernah aku hadapi sebelumnya. Aku bingung kenapa ada manusia seperti dia tidak bisa aku kalahkan agar dia menyerah saja.

Dasar bodoh.

"Nyihihihi, siapa yang menghancurkan gerbang pertama? Oh, kalian berdua ingin aku bunuh rupanya."

Aku tersentak. Kami berdua menoleh ke arah sumber suara. Seorang gadis berambut pendek perak tengah terbang oleh sayap yang mirip dengan sayap kelelawar, gaun selutut merah berpaduan satu pita pada samping pinggang, terdapat topi putih pucat di atas kepala, dan tangan kanan memegang tombak besar merah yang dilapisi oleh aliran listrik. Dia menyambut kedatangan kami dengan senyuman yang teramat sadis.

Sepertinya dia telah membunuh banyak orang yang pernah berhadapan dengannya. Aku bisa melihat terdapat bekas darah di sekeliling gaun yang dia kenakan. Sayap kelelawar itu, bukannya takut, aku malah geli melihatnya.

"Aku bertugas menjaga gerbang pertama istana Presiden. Karena kalian telah merusak gerbangnya, pasti kalian punya tujuan utama. Menemui Presiden atau ... mencari MATI??"

Mendadak segaris aliran listrik merah itu melesat ke arahku, namun tak berhasil mengenaiku karena Celdo dengan kehebatannya berpedangnya menangkis serangan kejut itu dengan pedang putihnya. Mata birunya menyala, kecuali mata yang ungu.

"Biarkan kami lewat," kata Celdo datar pada gadis bersayap kelelawar itu.

Gadis itu tertawa kencang setelah mendengar perkataan Celdo, bersamaan dengan menggelegarnya petir di atas langit. Mendadak langit yang biru menjadi merah pekat. Matahari menjadi putih seputih bulan malam namun seperti terdapat bercak darah yang mengerikan.

"Mau lewat? Oke, setelah kalian mampu menghiburku tertawa sampai perutku kesakitan!" Gadis itu menjilati kuku-kuku hitamnya yang begitu panjang.

"Boleh! Aku akan menusuk perutmu dengan pedangmu sampai kau tidak akan bisa tertawa lagi!!" balas Celdo.

Celdo menggunakan kekuatan teleportasi, melesat ke hadapan gadis itu di atas langit. Dia langsung menyerang gadis itu dengan tebasan, namun sayangnya gadis itu juga tidak kalah cepat. Gadis itu menangkis serangan Celdo dengan tombaknya.

Aku hanya duduk di atas batu sambil melihat mereka berdua bertarung di atas langit. Tak ada yang bisa aku lakukan selain menonton mereka bertarung sengit.

Dengan kata lain, aku terabaikan di bawah sini.

To be continue ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top