SH - 24

Jangan lupa Vote & Comment, ya!
Selamat Membaca 🐣

.

.

.

.

DUK

DUK

.

Bukan suara pukulan, melainkan dentuman antara kepala Mew dan kaca mobil. Ya, sejak mereka memasuki mobil, Mew langsung ambil posisi jauh dari Gulf dan menempelkan kepala ke kaca kemudian ingin menutup mata sejenak. Siapa yang tahu ia akan ketiduran dengan sangat lelap seperti ini?

Beberapa kali Gulf yang tengah fokus pada layar tablet miliknya, melirik Mew setiap kali dentuman itu terjadi sambil mengernyit heran, apakah kepalanya terbuat dari batu? Tidak merasa sakit setelah menghantam kaca mobil yang begitu keras?

"Hei, kau tidur atau mati?"

.

DUK

.

Sekali lagi, kepala Mew membentur kaca. Mew sempat bangun sejenak hanya untuk mengerjapkan mata dan kembali tidur.

Gulf merasa kasihan dengan keseimbangan tubuh nya yang lemah dan kacau kemudian berinisiatif menarik Mew untuk tidur di satu sisi pahanya.

"Seperti orang bodoh" Mengusap bagian merah pada dahi Mew. Gulf melirik ke arah Mild yang sepertinya tengah menolak panggilan beberapa kali, terbukti sudah ada 4x nada dering itu ia dengar.
"Kenapa tidak kau angkat, Mild?"

Mild terkejut.

"Tidak penting, Tuan. H-Hanya sales yang mau nawarin langganan telepon" Dan segera setelah itu, panggilan masuk kembali terdengar.

"Masih dari sales itu? Angkat"

Mild jadi panik sendiri. Ia akhirnya mau mengaku lebih dulu sebelum dipergok oleh Gulf.

"S-Sebenarnya ini bukan dari sales, Tuan. Maaf jika saya telah membohongi anda barusan"

Gulf menatap tajam ke arahnya.

"Siapa sebenarnya?"

"Dari Adik dia yang ada di rumah sakit"

DEG

"NUTTTT?? RUMAH SAKIT??? APA YANG TERJADI SAMA IBUKU??!" Mew langsung berteriak lantang begitu ia bangun.

"Kau dari tadi tidak tidur?"

Mew fokus pada nada dering ponsel Mild.

"JAWAB!!! TUNGGU APA LAGI?" Mew jadi tidak sabar dan hendak merampas ponsel Mild namun Mild berhasil menahannya.
"JAWAB PANGGILAN ITU!!!!"

Mild melirik ke arah Gulf dan setelah mendapat anggukkan kecil baru lah ia menjawab panggilan dan menekan tombol speaker agar dapat didengar semua orang.

"APAKAH PHI MEW BERSAMAMU? INI PENTING!"

"NUTTT!! NUT!! ADA APA?"

"PHI!!!! BISAKAH PHI KE RUMAH SAKIT SEKARANG? MAE---HIKSS,, MAE TIBA-TIBA KRITIS"

"APA???!!"

"DOKTER LAGI MENGUPAYAKAN YANG TERBAIK, APAKAH PHI BISA DATANG?"

"YA!! PHI KESANA SEKARANG. KAMU TUNGGU"

"BAIK, PHI"

"MILD, KITA KE RUMAH SAKIT SEKARANG"

"Tidak bisa! Tuan Gulf ada meeting hari ini bersama perusahaan asing"

Mew segera melirik Gulf dan memohon sambil bersujud di sisi nya.

"Bisakah kau mengantarku ke rumah sakit sekarang--hikss? Aku mohon! Atau kau bisa turunkan aku disini lalu aku akan pergi naik taxi. Aku tidak akan kabur. Aku tidak akan kabur. Aku bersumpah--hikss. Aku tidak akan kabur. Percayalah padaku. Aku tidak pernah kan berbohong padamu selama ini?"

Gulf melirik jam tangan sambil mengetukkan telunjuk pada area keyboard.

"Mild, kita ke rumah sakit sekarang"

"Tapi Tuan--" Mild langsung diam begitu Gulf menatap tajam.

"Pertemuan bisa ku undur"

Mew yang mendengar itu menarik nafas lega.

"Terima kasih--hikss. Terima kasih sudah mau membantuku. Terima kasih"

Gulf menarik dagu Mew untuk melihat kedua manik bulat pria mungil itu.

"Jangan nangis lagi"

Mew mengangguk dan menghapus air mata memakai sweater.

Berkat kemampuan supir pribadi Gulf yang sebelumnya adalah mantan pembalap, mobil berhasil sampai ke lobby rumah sakit hanya dalam waktu 10 menit saja.

Mew pun segera turun dan lari menuju ruangan sang Ibu.

"Mild, kau turun dulu kejar dia" Perintah Gulf sambil melirik ke arah kerumunan wartawan yang berkumpul di sebelah utara, dekat dengan pintu masuk rumah sakit.

Gulf adalah orang yang cukup berpengaruh di Thailand dan karena itu lah, orang seperti dia tidak bisa sembarangan ada di mana-mana atau namanya akan tercetak di seluruh sosial media dengan gosip miring yang menyertainya.

"Baik, Tuan" Mild segera turun dan masuk ke rumah sakit.

Mild memang asisten pribadi Gulf tapi ia jarang menunjukkan wajahnya di depan media, oleh karena itu ia tidak menjadi target saat melewati kerumunan wartawan sedangkan Gulf berpikir keras bagaimana caranya melewati wartawan-wartawan menyebalkan tersebut.

Umur dan kematian seseorang memang tidak ada yang tahu, kecuali sang Pencipta.

Ketika Mew baru saja menginjakkan kaki di pintu ruangan, ia melihat Nut berjongkok lemas di sisi tubuh yang terbungkus oleh kain putih.

"Tidak" Mew menggelengkan kepala, tidak mempercayai apa yang ia lihat.

Apakah,,,

Ia,,,,

Terlambat?

Dengan langkah ragu-ragu, Mew mendekat ke brankar itu.

"Nut, dimana Mae?"

"HIKSSSS PHI HIKSSSSSS MAE SUDAH TIDAK ADA"

DEG

"Tidak"
"Apa-apaan ini? Kenapa kalian membungkus tubuh Ibuku dengan kain jelek ini?"

"Phi---"

"Mae? Mew sudah datang. Mae kenapa tidur?"

"PHI!"

"MAEEEEEEEEEEE!!!! HIKS" Mew menggigit bibirnya erat-erat.

Sakit.

Mengapa hatinya sakit sekali?

Ibunya, orang tua satu-satunya yang ia miliki, kini telah terbaring kaku di atas brankar itu.

"MAE, MEW MOHON BANGUNLAH. MEW SUDAH DATANG" Mengguncang tubuh sang Ibu.

"Tuan, maaf, kami tidak dapat menolongnya. Pasien sudah---"

"DIAMMMMMMMM!!!! JANGAN KATAKAN APAPUN!!! HIKSSS HIK---HIKKSSSSSS"
"IBU SAYA MASIH HIDUP!!!!! MASIH HIDUP!!! APA-APAAN KALIAN SEMUA MEMANDANG BELIAU DENGAN WAJAH TERTUNDUK? DIA HANYA TIDUR"
"KAN?" Mew mencengkram kain itu dan jatuh lemas dengan posisi lutut membentur lantai.
"HIKSSSSS HIK---HIKSSSS MAE BANGUN! HIKSSSS MAEEEE HIKSSSSSSSSS HIKKSSSSS MAE TIDAK SAYANG MEW? MEW SUDAH DATANG TAPI KENAPA MAE TIDAK MAU MELIHAT MEW? HIKSSSSS HIKSSSS HIKSSSS MAEEEEEEEEEEEEE!!!!!!!!! HIKSSS HIK HIKSSSSSS HIKSSSSSS AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA ha ha haaaaAAAAAAAAAAAAAAAAAAA-------!!!!!!!!" Mew menjerit histeris. Tubuh lemahnya sudah tidak mampu menahan sakit di hatinya lagi sehingga ia jatuh pingsan tepat di pelukan Gulf yang kebetulan masuk saat itu dengan memakai masker.

Gulf tidak perlu bertanya lagi tentang apa yang terjadi setelah melihat ekspresi berkabung pada wajah orang yang hadir disana.

"Kamu bisa urus semuanya dulu? Aku akan bawa dia pergi karena kondisinya sedang tidak stabil" Ujar Gulf pada Nut.

"Bisa hikss"
"Tuan, tolong jaga Kakak saya. Kabari secepatnya jika Kakak saya sudah sadar"

"Hm" Gulf menggendong Mew ala bridal dan ia bawa kembali ke mansion untuk Off obati. Entah mengapa Gulf lebih tenang dalam mempercayakan Mew pada Off daripada dokter lainnya.

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

2 MINGGU KEMUDIAN

Hari-hari dimana Mew lewati terasa semakin suram. Semakin lama, Mew menjadi pribadi yang lebih banyak diam.

Biasanya ia adalah pribadi yang cerewet. Mengatakan apa yang ingin dia katakan walau ia tahu bahwa Gulf tidak akan mendengarkannya namun kali ini, ia sama sekali tidak bersuara, membuat Gulf rindu dengan kebawelannya tersebut.

Karena kondisi Mew yang memburuk oleh kesedihan, Gulf berupaya melakukan segala cara agar setidaknya ia mau makan dengan teratur. Ia memperbolehkan Mew untuk jalan-jalan di luar kamar bahkan menjeda hubungan seks nya tapi tetap saja tidak ada dampak baik yang terjadi. Mew masih sibuk dengan dunia pikirannya yang gelap dan kesedihan yang berlarut-larut

"Mae--hikss Mew kangen sama Mae"

Gulf mendekati Mew yang terisak di lantai dan berlutut.

Dilihat olehnya Mew memang menangis tapi tidak ada air mata yang keluar.

Kau tahu kenapa? Selama 2 minggu ia menangis dan Gulf rasa sumber mata airnya telah kering.

Di elus nya pipi Mew yang tipis dan kurus secara lembut.

"Cukup"
"Apakah kau pernah berpikir Ibumu akan tenang disana jika Anak yang paling disayanginya menangis seperti ini?"

Mew diam.

"Lihat dirimu"
"Tidak lebih dari ikan asin. Kurus dan tidak terawat"
"Apakah kau pikir Ibumu akan senang melihat kondisimu seperti ini?"

Mew menepis tangan Gulf lalu menatapnya tajam.

"Kau tidak perlu ikut campur"
"Mau aku mati sekalipun, semua ini bukan urusanmu"

Ingatkan Gulf kapan terakhir kali ia menjadi orang yang kasar.

Sejak kondisi Mew lemah, Gulf secara sadar telah melatih emosinya agar sedikit lebih sabar. Supaya apa? Supaya Mew tidak mati karena sifat kasarnya itu.

Tapi ia tidak pernah mengatakan batas kesabarannya sejauh apa.

Ia tidak pernah mengira hanya karena Mew menepis tangannya, kesabarannya itu langsung habis dalam sekejap mata.

Gulf menekan Mew ke belakang lalu mencekik lehernya kuat-kuat.

"Hei, kau lupa siapa di depanmu ini?"

"Khekkkk khe---khhhh" Mew tidak melawan. Ia memang terlihat seperti seseorang yang siap mati sejak beberapa hari yang lalu.

Tidak banyak yang tahu seberapa sering Mew coba untuk mengakhiri hidupnya sendiri tapi selalu gagal, baik oleh Gulf atau ucapan Ibunya semasa hidup yang tiba-tiba melintas.

Mew menutup kedua mata secara perlahan. Dadanya mulai sesak karena minimnya asupan oksigen yang masuk ke tubuh.

"Khekk---napa baru m--lakukhan--nya? Bu--nuh aku sekhhhh---arang"

Wajah Gulf merah dan sepertinya ia akan benar-benar membunuh kali ini, namun, beberapa detik kemudian ia melepaskan Mew.

Sebuah cetakan jari terlihat jelas di leher Mew yang putih susu.

Secara reflek Mew menarik nafas dan terbatuk-batuk.

"Kenapa kau tidak membunuhku?" Tanya Mew.
"Ah, karena aku masih punya hutang padamu, ya?" Tersenyum.
"Orang kaya sepertimu tidak ingin rugi pastinya"

"Apa yang kau bicarakan?"
"Bicara tentang kerugian? Dengar, aku tidak pernah merasa rugi oleh apapun. Jalang sepertimu sudah 5 orang yang ku bunuh karena tidak mau menurut"

Mew sempat kaget namun berhasil ia tahan dan tidak ditunjukkan di depan Gulf.

"Apa mau mu sebenarnya?" Tanya Mew.

Apakah pertanyaannya aneh? Mew rasa tidak. Sebab Gulf tidak menyentuhnya selama 1 minggu ini dan barusan mengatakan tidak merasa rugi untuk membunuh lalu---untuk apa ia dipertahankan? Kondisi tubuh Mew kurus dan kusam, tidak membuat orang bernafsu sama sekali.
Jika tidak dipakai/dijual, kenapa tidak disingkirkan selama tidak merugikan? Pikir Mew.

Tidak salah Mew sepenuhnya berpikir seperti itu. Pikirannya telah menjadi kacau. Ia lebih suka merendahkan diri sendiri karena ia merasa tidak mampu berbuat yang terbaik untuk siapapun. Termasuk kepada Ibunya selama masih hidup.

Gulf menatap wajah Mew sambil menetralkan emosinya dan ketika emosi itu sudah padam, perlahan ia mengangkat tangan ke atas.

Mew sempat mengelakkan wajah ke samping karena berpikir Gulf akan memukulnya dan yang ia dapatkan justru berbeda 180°. Gulf membelai pipi Mew dan menggendongnya menuju lift.

"Apa yang kau lakukan? Turunkan aku! Kau mau bawa aku kemana?" Tanya Mew dengan heran sedangkan Gulf tidak menjawab sama sekali.
"TURUNKAN AKU!"

"Melawan sekali lagi, aku akan memperkosamu didepan mereka"

'Mereka' yang Gulf maksud adalah penjaga mansion yang sejak tadi memberi hormat kepada Gulf.

"KAU BRENGSEK"

"Ya, aku memang tampan. Terima kasih"




To Be Continue,,,,,


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top