37 : Bitch!

If you take something that belongs to someone else. Congratulations! You have become a pathetic person.

♥️Author♥️

Author

"Menjauh dari kekasihku, jalang!"
Ethan dan Zra reflek mengalihkan pandangan ke arah Arabell, Allan, serta Allen di depan pintu. Lantaran sudah tak tahan lagi, Arabell segera saja melemparkan benda yang ternyata kalung salib yang dibawanya dari rumah tadi ke arah Zra, membuat wanita berambut merah menyala itu berteriak kepanasan diikuti tubuhnya yang terlihat mengeluarkan asap ketika kalung salib tadi mengenainya.

"Argh! Bedebah kau, manusia!"
Arabell tak mempedulikan umpatan dari Zra yang tubuhnya bergerak liar seperti cacing kepanasan kini hingga wanita tersebut keluar dari ruangan.

Allan dan Allen langsung bergerak mendekati Ethan, mereka yang awalnya ingin membuka tali yang meliliti tubuh Ethan terpaksa mengurungkan niat saat Ethan memberitahu kalau tali itu adalah salah satu senjata untuk melawan iblis. Alhasil, mereka hanya menaikkan kembali celana Ethan yang sempat diturunkan Zra tadi tanpa membuka ikatan talinya.

"Arabell, kau yang harus membukanya."

Arabell yang masih memastikan kalau Zra benar-benar pergi dari ruangan itu memutar badan memandangi Allan dan Allen heran. "Kenapa?"

"Tali ini khusus untuk menyiksa iblis, entah darimana Zra mendapatkannya dan entah bagaimana bisa dia melilit tubuh Ethan tanpa kesakitan. Yang pasti, jika para iblis menyentuh tali ini kulit mereka akan terbakar."

Mendengar kata terakhir dari kalimat Allan barusan sontak membuat Arabell segera bergerak maju membukakan tali yang melingkari tubuh Ethan.

"Eth, kulitmu terbakar."
Ujar Arabell khawatir saat sudah selesai melepas talinya dan memperhatikan wajah sang kekasih meringis kesakitan. Hal itu hanya terjadi sebentar karena setelahnya Ethan langsung mengubah cepat mimik wajah menjadi tersenyum, tak ingin semakin menambah kekhawatiran Arabell.

"Ini hanya sedikit, aku tak apa, Ara."

"Tapi kulitmu terbakar, kita ke rumah sakit saja ya?" Tanya Arabell dengan nada suara seperti hendak menangis sembari memperhatikan bagian-bagian tubuh Ethan yang terbakar, dari lengan, perut, hingga punggung, sampai-sampai jubah yang dikenakan Ethan berlubang karena hal itu.

"Tak apa, Ara. Kita pulang saja, hm?"

Arabell menggenggam tangan kekar Ethan yang berada di sebelah pipinya, mencoba menatap lekat mata sang kekasih, memastikan kalau Ethan memang benar baik-baik saja seperti yang pria itu katakan.

"Nanti lukanya akan sembuh beberapa hari lagi, manusia, jangan terlalu berlebihan."

"Benar kata Allen, nanti akan sembuh dengan sendirinya kok, tak perlu dibawa ke rumah sakit. Tapi yang ingin kutanyakan Eth, bagaimana bisa Zra tahan melilit tubuhmu dengan tangannya sendiri?" Allan mengelus dagu tanda sedang berpikir. Memang, jika Zra sendiri nekat wanita itu bisa saja melakukannya dengan tangan kosong, tapi apa iya Zra mau melakukannya hanya demi menjebak Ethan di situ?

"Dia dibantu seseorang, aku tak tau itu siapa karena mataku ditutup menggunakan kain saat dia membawaku ke sini."

Pernyataan dari Ethan barusan berhasil membuat Allan dan Allen mengernyit bingung. Siapa sebenarnya yang membantu Zra untuk melakukan hal konyol ini?

Belum sempat Allan dan Allen menebak lebih jauh siapa yang membantu Zra, Arabell sudah bergerak mengangkat tubuh Ethan dari kursi, membantu kekasihnya berdiri.

"Kita pulang saja sekarang, ya."

Ethan mengangguk, membuat Allan dan Allen mengerti dan langsung membantu merangkul Ethan hingga kembali ke rumah Arabell.

"Apa Ethan sungguh tak perlu dibawa ke rumah sakit?"
Arabell bertanya masih dengan nada khawatir begitu mereka berempat sampai ke rumah. Mendengar hal tersebut Allan menyunggingkan senyum tipis. "Tak apa, Arabell, lukanya akan sembuh beberapa hari lagi. Lagipula jika dibawa ke rumah sakit pun tak ada obat yang bisa menyembuhkan lukanya, karena kami adalah makhluk berbeda."

"Iya sayang, aku baik-baik saja, tak perlu khawatir."

Allen yang sejak tadi diam kini mendengkus kecil mendengar Ethan menyebut Arabell dengan panggilan sayang barusan. "Sebaiknya aku segera pulang daripada harus melihat kalian bermesraan di sini lama-lama."

Ethan terkekeh begitu juga Allan, sedangkan Arabell sendiri hanya bisa tersenyum kecil menanggapi sindiran Allen.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Allen langsung pergi bersama asap hitam miliknya, meninggalkan Allan yang masih gemas terhadap tingkah adik kandungnya tersebut. "Baiklah, aku juga ingin pulang. Kalian tak membutuhkan apa-apa lagi 'kan?"

Arabell menggeleng, "Tidak, terima kasih sudah membantu kami, sampaikan juga terima kasihku untuk Allen."

"Kau tak perlu sungkan begitu, Arabell. Ingat, kita ini sahabat, kan? Jadi jangan mengucapkan terima kasih. Aku pamit ya, Eth, jangan berbuat macam-macam pada Arabell, awas saja jika kau sampai macam-macam padanya, aku yang akan memberimu pelajaran!"

Ethan mendengkus pelan, "Aku bukan seperti kalian. Pergi saja kau, lama-lama kau menyebalkan!"

"Aku kan hanya memperingatkan, siapa tau setelah hatimu berdetak kau bisa berubah jadi kehilangan kendali atas nafsumu sendiri. Arabell, kau jangan mau ya kalau Ethan berbuat yang buruk padamu, ya meskipun aku percaya padanya, tapi setelah hatinya berdetak kita harus berjaga-jaga. Kalau begitu aku pulang dulu, jaga diri baik-baik, Arabell, dah."

Ethan berdecak kesal diikuti munculnya asap hitam yang membawa kepulangan Allan ke kerajaan.

Arabell kembali berjongkok di depan Ethan yang tengah duduk di sisi ranjang, memperhatikan luka bakar Ethan yang tentunya belum pulih. "Apa lukanya masih sakit?"

Itu pertanyaan konyol, tentu saja. Jika luka bakar tersebut masih ada, pasti rasa sakitnya juga demikian. Entahlah, Arabell hanya ingin meredakan rasa cemasnya dengan mendengar jawaban baik-baik saja keluar dari mulut Ethan. Meskipun kenyataannya memang tidak baik-baik saja.

"Aku tak apa, sayang. Bukankah sudah dikatakan Allan dan Allen kalau lukanya akan sembuh beberapa hari lagi?"

"Sebenarnya siapa yang menolong Zra melakukan hal ini padamu?" Tanya Arabell sambil menggenggam sebelah tangan Ethan, menyalurkan rasa cemas yang tadi sempat sedikit hilang.

"Aku juga tak tau, tak usah pikirkan itu. Yang pasti Ara, aku ingin minta maaf atas semua ini. Maafkan aku, seharusnya aku tak kembali disentuh oleh jalang itu."

Arabell menggeleng cepat-cepat, "Ini bukan salahmu, Eth. Si jalang itulah yang bersalah."

Ethan menghela napas panjang. Arabell memang benar, tapi entah mengapa dia juga merasa bersalah pada Arabell, apalagi hubungan mereka sudah jauh lebih dekat setelah kejadian tadi malam. Malam yang mengubah semuanya menjadi nyata.

"Aku ingin bertanya satu hal, Ara. Apa kau menyesal telah melakukan yang kita lakukan malam tadi bersamaku?"

Dahi Arabell berkerut, lantas menatap heran Ethan yang juga tengah menatapnya takut-takut. "Kenapa aku harus menyesal? Aku tak menyesalinya."

"Bagaimana perasaanmu saat bangun pagi tadi? Apa kau tak merasa menyesal sedikit pun? Kau tau, aku ini seorang iblis dan kau adalah manusia. Aku sudah merenggut kesucianmu, Ara."

Arabell kembali menggeleng, kali ini badannya bergerak mengubah posisi menjadi dialasi dengan kedua lutut, merangkum wajah tampan Ethan dengan kedua tangan, "Hei, aku mencintaimu, Eth. Kita saling mencintai, mana mungkin aku menyesal melakukannya bersamamu, bersama pria yang kucintai. Aku tak peduli kau makhluk apa, yang terpenting kau adalah pria pertama yang mengenalkanku arti cinta. Sungguh, aku tak menyesal melakukannya, malah aku berharap kita bisa benar-benar jadi pasangan hidup yang punya anak nanti."

Ethan menelan saliva susah payah, dia bahagia mendengar pengungkapan panjang lebar dari mulut sang kekasih barusan, tapi dia juga merasa sedikit cemas karena Arabell mulai membayangkan hubungan yang lebih serius di antara mereka. Siapa bilang Ethan tak menginginkan apa yang jadi keinginan Arabell itu? Tentu Ethan juga sangat menginginkannya, apalagi mengingat Arabell gadis pertama yang berhasil membuat hatinya berdetak. Tapi jika seorang iblis dan manusia punya anak? Akan jadi apa anak mereka nanti? Ethan bahkan tak berani hanya sekedar membayangkan.
Alhasil, lantaran tak ingin keinginan Arabell dibahas lebih jauh, Ethan mencoba mencari topik lain untuk dibicarakan, meski hatinya sendiri melahirkan sebuah harapan.

"Terima kasih sudah mencintaiku, Ara. Aku juga sangat mencintaimu, sayang. Katakan, dari mana kau tau kalau aku diculik oleh Zra dan dibawa ke kerajaan?"

"Edward yang memberitahuku."

Mata Ethan membulat sempurna, hatinya mendadak gelisah hanya dengan mendengar nama tersebut. "Dia tak menyakitimu 'kan? Apa yang dia katakan padamu?" tanyanya tanpa bisa menyembunyikan kekhawatiran sembari mengelus sayang pipi sang kekasih menggunakan tangan.

"Aku baik-baik saja, dia datang hanya untuk memberitahu bahwa kau sedang digoda oleh seorang iblis wanita di kerajaan. Setelah itu dia pergi, aku langsung memanggil Allan dan Allen menggunakan gelang yang mereka berikan padaku."

Ethan melihat sejenak gelang berlonceng emas yang ditunjukkan Arabell di lengan kanannya yang belum pernah ia lihat, sebelum beralih cepat menatap lekat mata Arabell, menatap gadisnya dengan raut cemas. "Ara, sebenarnya ada hal yang belum kuberitahukan padamu."

"Apa?" Entah mengapa Arabell merasa perasaannya jadi tak enak ketika menangkap sorot mata Ethan penuh gelisah saat ini. Dia menebak, ini pasti ada sangkut pautnya dengan Edward. Dan jika sudah begitu, pasti tak jauh-jauh dari hal buruk.

"Sebenarnya, Edward adalah anak dari Raja terdahulu, Carlos Terry. Karena dia punya kemampuan lebih dari iblis lainnya mewarisi darah sang Ayah, Edward juga menjadi manvil hingga detik ini bersama para iblis pilihan lainnya. Manvil adalah sebutan untuk para iblis terpilih yang punya kemampuan luar biasa dibanding iblis lain. Mereka bisa mengetahui tanggal kematian seorang manusia hanya dari tatapan mata, mereka bebas memangsa jiwa manusia jahat mau pun jiwa manusia baik, saat mata perak mereka aktif kedua taring mereka akan menyembul membedakan dari iblis biasa, dan para manvil punya ciri khas tato lambang pentagram yang pasti ada di setiap tubuh anggotanya. Itulah sebabnya mengapa Edward selama ini berusaha mendekatimu, karena dia sudah tau tanggal kematianmu, Ara. Dan tentu saja, dia sudah bisa melihat bahwa hatiku berdetak untukmu. Edward sangat membenciku, begitu pun sebaliknya. Dia tentu tak ingin melihat aku bahagia bersamamu, itulah alasan mengapa dia selalu mendekatimu, dia berusaha untuk memakan jiwamu, mempercepat hari kematianmu dari yang sudah ditentukan malaikat kematian."

Arabell terhenyak mendengar penjelasan panjang lebar dari Ethan barusan. Kini dia mengerti mengapa waktu itu Edward berkata dia tak peduli walau jiwa Arabell suci sekali pun, dia bisa memakannya. Dan soal taring Edward yang tak dimiliki Ethan waktu itu, kini semua sudah jelas, ternyata Edward merupakan iblis terpilih.

"Saat dia ke sini tadi, aku memang tak sengaja melihat sebuah tato lambang yang sama persis dengan yang aku lihat di bangunan kerajaan kalian di lengan Edward. Apa itu tato ciri khas manvil?"

Ethan mengangguk, "Benar, Ara. Meskipun dia berusaha untuk memakan jiwamu, kau tak perlu khawatir, aku tak akan membiarkannya melakukan hal itu. Kupastikan semuanya akan baik-baik saja selama kau berada di sisiku."

"Tapi dia iblis terpilih, Eth. Bagaimana cara mencegahnya?" Nada suara Arabell terdengar takut, membayangkan dia akan mati di tangan seorang iblis tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Padahal dia dan Ethan sedang dalam masa-masa jatuh cinta. Tapi sepertinya takdir memang menginginkan hubungan mereka penuh rintangan, bukan hanya lurus mulus seperti yang diharapkan.

"Aku juga tak tau, Ara. Aku akan mencari tau, aku janji."

Entah bagaimana caranya, Ethan sendiri bahkan tak yakin akan janjinya.

👀👀👀

"Siapa gadis manusia yang berani menyebut Ethan sebagai kekasihnya itu?"

Seorang pria berwajah tampan yang sejak tadi memasang raut malas hanya bisa kembali melirik ke arah wanita yang sejak tadi menggerutu merutuki gadis bernama Arabell.

"Kekasihnya, tentu saja."

Sang wanita terkekeh hambar sambil meringis masih merasakan sakit akibat luka bakar yang diderita. "Kekasih? Sebentar lagi dia akan musnah di tangan Ethan!"

"Dia berbeda, dia adalah gadis yang dicintai Ethan."

Wanita berambut panjang sepunggung tadi sontak terbahak keras, seolah kata-kata dari si pria barusan adalah sebuah lelucon yang sangat menggelitik perut. "Ethan tak pernah mencintai siapa pun, lagipula, dia hanya milikku. Arabell itu pasti bermimpi, dasar manusia sialan!"

Si pria yang sejak tadi duduk agak jauh dari si wanita kini mulai mendekat, menggerakkan sebelah tangan menyingkirkan poni yang hampir menutupi sebelah mata sang wanita, lantas mendekatkan bibir tepat di telinganya. "Tak pernahkah kau sadar, bahwa setiap saat ada yang mencintaimu dan memperhatikanmu?"

Bulu kuduk si wanita meremang saat napas pria tadi menyapu kulit lehernya. Ia menatap pria di hadapannya itu lekat, berusaha mencerna maksud dari ucapan barusan.

"Apa maksudmu sebenarnya?"

Sang pria menghela napas lelah, meski manik matanya tak seindah milik si wanita, tapi tatapannya saat itu begitu membuat sang wanita mematung di tempat. "Berhenti mengejar Ethan."

Setelah mengucapkan itu, si pria mengubah cepat wujudnya menjadi bayangan dan menghilang meninggalkan sang wanita sendirian.

Apa maksud dia sebenarnya?

Tbc...

Hayooo pasti pada penasaran kan siapa yang diadegan terakhir itu? Oke, mungkin wanitanya udah bisa ketebak, tapi si pria? Siapa hayo? Kalo ada yang tau, kuy komen.

Aku mau minta maap sama readers SE yang selalu nungguin SE up😢
Sprti yang kalian tau, SE skrg jarang up, bukan karna ak sengaja tapi emg ak lagi sibuk akhir² ini *soksibukbangetyak:"v
Pokoknya makasih banget buat kalian yg sabar selalu nungguin SE up😘
Apalagi buat yg habis baca langsung Vomment, makasih banget❤
Love u gaes❤

Jangan plagiat.
Jangan siders.
Jangan sampe gak Vomment😚

❤MelQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top