31 : Love

Cinta yang rumit, biasanya paling berkesan.

♥️Author♥️

Author

Arabell terus mengulum dan melumat bibir Ethan dengan agresif, membuat Ethan bahkan sampai kewalahan mengimbangi cumbuan tersebut.

Sesekali Ethan menggeram dalam cumbuan panas mereka, pertahanannya jika dihitung dalam persen, mungkin jumlahnya tersisa dua persen saat ini. Usahanya untuk menekan terus-terusan nafsu yang sudah menjalar dari tadi tampaknya akan sia-sia sebentar lagi. Apalagi Arabell sampai mengalungkan kedua lengannya di leher Ethan, semakin memperdalam ciuman mereka.

Dia tak mengerti apa yang sudah merasuki kekasihnya sampai bisa menjadi liar seperti ini.

Mereka baru melepas cumbuan mereka ketika dirasa pasokan oksigen mulai menipis. Kedua iris itu saling bertemu, menatap lekat diiringi deru napas yang saling beradu.

"Eth a---hmpph"
Sama seperti Ethan tadi, kali ini Arabell yang terkejut bukan main ketika Ethan kembali melumat bibirnya, semakin mendorong tubuh Arabell untuk mendekat, mengakibatkan kedua tubuh itu kini saling menempel erat.

Padahal tadinya Arabell ingin meminta maaf setelah melakukan itu, tapi tak disangka Ethan malah yang giliran memimpin cumbuan.

Ada sedikit rona merah di pipi Arabell ketika dia kembali mengalungkan lengannya di leher Ethan, berusaha memperdalam cumbuan panas mereka lagi.

Bunyi decapan khas orang bercumbu memenuhi kamar milik Arabell sebagai pengisi kesunyian malam ini.

Setelah merasa puas melumat bibir Arabell, mulut Ethan bergerak agresif berpindah dari bibir menuju ke leher jenjang kekasihnya. Dia mengecup, menjilat, bahkan menggigit leher jenjang Arabell hingga menciptakan tanda kepemilikannya di sana. Arabell yang nyatanya baru pertama kali diperlakukan seperti itu merasakan sesuatu yang aneh sedang menyerang tubuhnya. Dan Arabell sungguh menyukai sensasi tersebut. Seolah tubuhnya menginginkan lebih atas perlakuan Ethan padanya.

"Hhh Eth..."
Tanpa sadar Arabell meloloskan desahannya ketika tangan Ethan mulai bergerak lembut meremas kedua buah dadanya di saat bersamaan. Ia merasa tubuhnya memanas dan menginginkan tindakan lebih dari Ethan. Apalagi pria itu terus menerus memberi kissmark di lehernya, menimbulkan bercak-bercak merah yang sangat jelas tercipta di sana.

Ethan mengangkat kepala, menatap sang kekasih yang kini juga menatapnya dengan wajah merah padam. Pria itu bergerak mencumbu bibir Arabell sekilas sebelum akhirnya membuka kancing kemeja milik Arabell satu persatu dan mendorong lembut tubuh Arabell untuk berbaring terlentang di atas tempat tidur.

Mata peraknya menatap intens kedua payudara milik Arabell yang masih terbungkus bra berwarna hitam. Tanpa basa-basi lagi, dia mulai mengarahkan bibirnya di sana, mengecup kedua gundukan itu secara bergantian sebelum akhirnya meremas salah satunya dengan gerakan memijat.

"Eth---hhh." Rasanya Arabell tak kuasa untuk tak mengeluarkan desahan, alhasil tanpa dia sadari sebelah tangannya kini mendorong kepala Ethan, menyembunyikan wajah pria itu di sebelah gundukannya yang masih tertutup, seolah mengartikan agar Ethan mengulum benda tersebut.

Namun sebelum itu terjadi, Ethan seolah baru saja tersadar akan situasi saat ini. Dengan gerakan tiba-tiba Ethan langsung menutup kembali kancing kemeja Arabell yang sudah ia buka seluruhnya tadi, beranjak bangkit dari atas tubuh sang kekasih.

Ia meremas rambutnya kasar sembari mengumpat pelan, membuat Arabell yang tadinya terhanyut akan sensasi yang tak biasa kini mengernyit bingung memandangi Ethan.

"Eth?"

"Kita akan berkencan besok."
Jawab Ethan cepat, semakin menambah keheranan Arabell.
Padahal tadi Ethan sendiri yang bilang kalau dia tak mau berkencan seperti yang Arabell inginkan sebelumnya. Tapi sekarang, Ethan tiba-tiba saja mengubah keputusannya langsung, di saat mereka hampir melakukan hal itu pula.

"Tapi kau bilang tadi tak mau pergi berkencan?"

"Aku mau. Kita akan berkencan besok."
Arabell langsung bangkit dari tempat tidur, menggenggam sebelah tangan Ethan dan mengarahkan kepala pria itu untuk menatapnya.

"Ada apa? Kenapa...kau tak melanjutkannya?"
Arabell bertanya sambil memalingkan wajahnya yang merona merah. Seharusnya dia tak menanyakan hal ini, tapi akibat rasa penasaran dan juga nafsunya yang mulai muncul tadi, membuat Arabell mau tak mau mengatakannya.

"Melanjutkan apa?"
Ethan berdeham, berusaha meredam nada suaranya yang terdengar menggebu karena nafsu yang tersisa. Meski matanya sudah berwarna hijau kembali, namun keinginan untuk menyentuh Arabell masih menguasai dirinya saat ini.

Arabell menggigit bibir bawah, wajahnya sudah merah padam saking malunya. "Melan-jutkan yang tadi."

"Kau gila?"

Gadis itu menatap Ethan cepat, terkejut atas respon Ethan barusan. "A-apa yang salah?"

Ethan mendengkus kasar, "Tentu saja salah, Ara! Apa yang kau pikirkan? Mengapa kau malah bertanya seperti itu disaat aku tak jadi menyentuhmu? Seharusnya kau senang dan merasa lega, bukannya malah mempertanyakannya!"

"Tapi aku menyukainya, tak masalah jika kau ingin melanjutkan."
Arabell berkata sembari menatap lekat mata Ethan yang terbelalak. Tentu Ethan syok akan perkataan Arabell barusan. Dia sungguh tak mengerti apa yang sudah benar-benar merasuki tubuh gadisnya ini sampai Arabell berani mengatakan hal barusan.

"Kau...gila. Dengar Ara, jangan bicara begitu lagi. Kau tak boleh mengizinkanku untuk menyentuhmu, oke? Aku berusaha mati-matian untuk menahan nafsuku karena memikirkanmu, memikirkan perasaanmu. Kau tak boleh mengatakannya lagi, Ara. Jangan pernah mengizinkanku lagi, apa kau mengerti?"

Arabell menggeleng, "Tapi aku mencintaimu, Eth. Aku mencintaimu, ini sudah lama kurasakan."

Belum habis rasa syoknya atas kata-kata Arabell yang seolah mengizinkan untuk menyentuh tubuhnya, kini Ethan harus dikejutkan lagi oleh kata-kata barusan. Dia terdiam beberapa saat menatap lekat iris biru kelabu yang juga tengah menatapnya.

Ethan tau Arabell sedang tak bercanda dan tak ada setitik pun kebohongan di mata gadisnya. Tapi dia terlalu bingung harus bereaksi bagaimana. Demi apa pun di dunia ini, Ethan belum pernah sama sekali membayangkan akan membuat seorang gadis manusia jatuh cinta padanya.
Ini terasa seperti sesuatu yang konyol. Seorang manusia baru saja mengakui kalau dia punya perasaan untuk seorang iblis.

"Y-ya, biarpun kau jatuh cinta padaku, kau tak boleh mengizinkanku untuk menyentuhmu. Tak ada peraturannya jika gadis sudah jatuh cinta itu berarti dia harus menyerahkan tubuhnya untuk orang yang ia cintai."

Arabell tertegun akan ucapan kekasihnya barusan, dia tersenyum lembut sambil bergerak mengusap sebelah pipi Ethan. "Apa kau...juga mencintaiku?"

Ethan terdiam, pria itu melarikan pandangannya ke objek lain agar tak bertatapan pada iris biru kelabu.

Arabell melarikan tangannya yang bergerak mengusap pipi Ethan tadi, wajahnya berubah sendu lantaran mengartikan diamnya Ethan pertanda kalau pria itu tak punya perasaan yang sama untuknya. "Kau tak mencintaiku."

"Aku tak tau, Ara. Kau pasti tau kalau iblis sepertiku tak bisa merasakan yang namanya jatuh cinta. Tapi saat kau masuk ke kehidupanku, aku merasakan sesuatu. Aku tak mengerti cara menjelaskannya, tapi, kalau boleh aku jujur, sejak pertemuan kita di malam itu, aku merasakan sesuatu yang aneh seperti khawatir berlebihan terhadapmu, ingin melindungimu sepenuhnya, dan tak suka ketika ada lelaki lain menyentuhmu barang sedikit pun. Dan hal itu tak pernah kurasakan sebelumnya selama hidup menjadi iblis pada gadis mana pun. Hanya kau, dan aku tak tau itu pertanda apa."

Wajah Arabell yang tadinya sendu seketika berubah cerah mendengar pengakuan panjang lebar Ethan. "Itu berarti kau juga mencintaiku, Eth!"

"Itu hal mustahil, Ara. Kau juga tau itu kan."

Arabell menggeleng cepat sambil bergerak memeluk tubuh Ethan, "Aku yakin itu cinta. Aku yakin kau juga sudah jatuh cinta padaku, Eth."
Ujar Arabell antusias, seolah percaya bahwa yang dirasakan Ethan juga sama seperti yang ia rasakan.

Semoga saja, Ara.

Tbc...

Wah wah, kira-kira apa arti dari perasaan yang dirasa Ethan itu ya?
Kalo mau tau tunggu jawabannya di next part😚

Jangan plagiat.
Jangan siders.
Jangan sampe gak Vomment😚

❤MelQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top