27 : Kidnapped
Excessive love can be endanger.
♥️Author♥️
Author
Arabell berjalan sambil memegangi perutnya yang terasa nyeri, cetakan lebam juga terlihat jelas di kedua pipinya.
Ia meringis ketika darah di ujung bibir ia seka, berusaha menghilangkan jejak cairan kental berwarna merah yang tak lain adalah darah.
Setelah Meta beserta Ley dan Carl meninggalkannya, Arabell berhasil keluar dari sana lantaran pintu gudang yang tak dikunci.
Entah pintu itu memang dibiarkan Meta, atau memang tak ada kuncinya, yang pasti Arabell merasa bersyukur masih bisa pulang meski dalam kondisi mengkhawatirkan seperti ini.
Akibat kejadian tadi, dia harus rela meninggalkan kelas di kampus hari ini.
Dia hanya menghabiskan waktu di dalam perpustakaan hingga menunggu waktu pulang tiba.
Penjaga perpustakaan sampai terheran-heran melihat penampilannya yang berantakan juga dengan kondisi mengenaskan seperti itu, tapi Arabell bisa menjelaskan kalau dia hanya terjatuh, membuat penjaga perpustakaan yang awalnya mengerutkan dahi mendengar alasan tak masuk akal Arabell, akhirnya mengizinkan Arabell untuk berada di dalam perpustakaan.
Bukan untuk membaca buku, melainkan untuk menahan rasa sakit perutnya yang ditinju oleh Meta sambil membaringkan kepala di atas meja yang biasa digunakan pengunjung perpustakaan untuk menaruh buku pilihan mereka.
Dia tak pernah menyangka akan mengalami nasib buruk seperti hari ini oleh orang-orang tak terduga.
Padahal dia sendiri tak pernah menyukai Adam barang sedikit pun.
Tapi Meta---murid yang mengaku kalau Adam adalah miliknya---tetap tak percaya pada pengakuan Arabell.
Dia masih bertanya-tanya, sebenarnya mengapa efek hipnotis Ethan tak berlaku pada Meta dan kedua temannya?
Arabell menerka-nerka, mungkin saja seseorang bisa berubah lagi setelah mengalami kejadian yang menyakitkan hati setelah dihipnotis oleh Ethan. Itu sebabnya Meta bertindak seperti ini pada Arabell.
Arabell sebenarnya merasa miris sekaligus kasihan pada Meta, dia tak pernah terlibat perkelahian pada siapa pun selama ini untuk urusan cinta.
Apalagi dia tak punya rasa pada Adam, yang ada malah pria itu yang selama ini mengejarnya.
Tapi Meta tetap menyalahkan Arabell, menimbulkan sebuah pertanyaan besar di benak Arabell, apakah seorang gadis harus mengejar seorang pemuda sampai seperti itu?
Maklum, selama ini dia tak pernah merasakan yang namanya dikejar maupun mengejar laki-laki.
Bahkan suka dengan laki-laki pun tak pernah. Sampai akhirnya Ethan datang, menawarkan perjanjian konyol padanya dengan syarat dia harus menjadi kekasih pria itu seumur hidup.
Malangnya waktu itu dia terdesak, coba kalau tidak, mungkin dia belum menjadi milik siapa pun saat ini.
Tapi entah mengapa, Arabell akhir-akhir ini mensyukuri kehadiran Ethan di hidupnya. Meskipun pria itu sedang marah dan sering meninggalkan Arabell, tapi Arabell tau satu hal, Ethan benar-benar peduli padanya. Dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Arabell bahagia.
"Bell, kau baik-baik saja?"
Suara itu membuyarkan lamunan Arabell, ia menoleh dan mendapati Adam sudah berdiri di sampingnya dengan pintu mobil pria itu terbuka.
Dia benar-benar melamun, sampai-sampai suara mesin mobil Adam pun tak ia sadari.
"Ya."
Jawabnya tak minat. Dia selalu merutuki kehadiran Adam yang selalu datang di saat dia sendiri tak menginginkannya. Sungguh menyebalkan!
"Mana mungkin kau baik-baik saja dengan kondisi seperti itu. Katakan, ada apa sebenarnya?"
Arabell dapat melihat raut cemas yang ditunjukkan Adam, ia berusaha mengulas senyum tipis walaupun bibirnya masih perih. "Tak apa, aku baik saja."
"Kau ini sebenarnya kenapa? Apa perutmu sakit? Ada apa denganmu sampai bisa babak belur begini? Astaga, ayo pulang bersamaku. Aku akan membawamu ke rumah sakit."
Arabell menyentak pelan lengannya yang ditarik oleh Adam, gadis itu mendengkus kasar setelahnya.
Padahal dia sudah berusaha bersikap sebaik mungkin, tapi sepertinya Adam suka menaikkan emosi dengan paksaan yang tak Arabell harapkan itu.
"Aku tak ingin pulang bersamamu! Aku bisa sendiri!"
Adam cukup terkejut atas respon gadis di depannya itu barusan, namun dia cepat-cepat mengubah mimik wajahnya. "Baiklah, katakan saja padaku sebenarnya ada apa?"
"Tak ada apa-apa."
"Tak mungkin tak ada apa pun dengan kondisimu yang seperti ini? Please, Bell. Aku tau, aku salah kemarin. Tapi tolong, jangan menghindariku seperti ini."
Arabell menghela napas dalam-dalam sebelum membuangnya kasar. "Aku tak ingin dekat denganmu lagi. Mulai sekarang, jauhi aku. Maaf, Adam, aku tak bisa membalas perasaanmu, karena aku sudah punya kekasih."
Seperti tersambar petir di siang hari, perkataan Arabell barusan berhasil membuat Adam melebarkan kedua mata. "Kekasih? Yang benar saja? Kenapa kau tak bilang sebelumnya?"
Nada suaranya terdengar getir, tapi tak cukup untuk menimbulkan rasa peduli di hati Arabell.
Dia sudah muak pada Adam, mungkin dengan mengaku yang sebenarnya, pria itu akan menjauhinya.
Lagipula Ethan meminta untuk jujur mengenai hubungan mereka pada siapa pun, alasan itu pulalah yang membuat Arabell mengungkapkan hal barusan.
"Sebenarnya bahkan sebelum kau mengungkapkan perasaanmu waktu itu, aku sudah menjalin hubungan dengan seseorang."
"Kau penipu! Mana mungkin kau punya kekasih, sedangkan waktu itu kau bilang padaku akan memikirkan jawaban atas pengungkapan perasaanku? Jangan konyol, Bell! Jika kau masih marah, bukan begini melampiaskannya!"
Arabell melarikan pandangan, tak ingin bertatapan pada manik menuntut milik Adam. "Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku sudah punya kekasih, itu sebabnya aku sangat marah saat kau menciumku kemarin. Karena kekasihku juga memarahiku atas hal itu."
Adam menendang mobilnya tanda frustasi mendengar penjelasan tenang Arabell barusan.
Pertanyaan besar yang mengganggunya akhir-akhir ini akhirnya terjawab sudah. Alasan mengapa Arabell sangat marah saat dia mencium bibirnya, ternyata gadis itu sudah punya kekasih, yang bahkan tak ingin dia bayangkan sebelumnya.
"Aku tak menyangka kau sejahat ini. Kau berpura-pura seolah-olah kau tak punya kekasih saat aku mengungkapkan perasaanku. Sebenarnya apa maksudmu ini? Ah, sudahlah. Terima kasih sudah memberitahu, aku tak akan mengganggumu lagi."
Setelahnya Adam berbalik akan beranjak dari sana, kalau saja sebuah suara tak menghentikan niatnya tersebut.
"Adam!"
Arabell dan Adam sontak menoleh bersamaan pada si sumber suara.
Meta. Gadis itu kini keluar dari mobilnya dan berlari kecil menghampiri mereka.
"Adam, malam ini ada party di rumahku. Aku mengundangmu, kau pergi ya."
Ujar Meta antusias, tapi Arabell dapat melihat dengan jelas sesekali gadis itu meliriknya tajam, seolah bertanya ada apakah gerangan dia dan Adam bisa berada di situ berduaan?
Dengan masih memasang tampang kusut, Adam membalas ajakan Meta, "Aku tak mau,"
katanya singkat sebelum akhirnya menutup pintu mobil dan melajukan mobil meninggalkan Arabell serta Meta di sana.
"Kau! Apa yang kau lakukan padanya sampai dia terlihat marah begitu?"
Arabell hanya menatap datar jari telunjuk Meta tepat di depan wajahnya kini. "Aku menyuruhnya untuk menjauhiku. Sekarang, ambil saja dia. Tak perlu menggangguku lagi."
"Menjauhimu? Kau pikir selama ini Adam mengejarmu? Arabell, Arabell, ternyata kau memang sangat percaya diri. Tipe Adam bukan gadis sepertimu, brengsek!" Meta terbahak keras mengakhiri kata-katanya membuat Arabell yang melihat hal itu hanya bisa memutar bola mata malas, ia lebih memilih melanjutkan perjalanan ketimbang meladeni gadis tak jelas itu.
"Mau ke mana kau? Aku belum selesai denganmu, brengsek!"
Arabell berdecak keras ketika pergelangan tangannya ditarik oleh Meta. "Kau pikir kau itu siapa? Aku akan memberimu pelajaran supaya hatimu itu tak terlalu percaya diri lagi terhadap Adam! Apa kau mengerti?"
Meta menghempaskan cekalannya begitu saja sebelum pergi dari jalan itu menggunakan mobil miliknya.
👁👁
Arabell menghela napas lelah ketika kakinya berhasil menapak di halaman rumah. Sore ini begitu melelahkan sekaligus menyakitkan untuk fisiknya. Rasa nyeri yang menyerang sedari tadi pun tak kunjung berhenti, ditambah ia harus berjalan kaki lagi untuk sampai ke rumah. Dia merasa, penderitaannya sudah sangat lengkap hari ini.
Tangan Arabell mulai bergerak memutar kunci pintu rumah dengan cepat, membayangkan dia akan merebahkan tubuh di atas ranjangnya yang empuk.
Tapi sepertinya kesialan Arabell belum berhenti sampai di sini.
Saat dia sudah berhasil membuka pintu dan akan masuk, dua orang tak dikenal menculik Arabell dengan membekap mulutnya, memasukkan tubuh Arabell yang memberontak ke dalam sebuah mobil.
Sebelum Arabell sempat berpikir akan siapa yang menculiknya itu, tangannya sudah diikat oleh seseorang disertai mulut yang sudah tertampal lakban bersamaan dengan bokongnya yang kini dihempaskan di kursi belakang penumpang.
Netra biru kelabu milik Arabell dapat melihat dengan jelas bagaimana rupa dari dua orang yang menculiknya yang kini berada di masing-masing sisi.
Satu punya mata sebiru laut, dan satu lagi berwarna sehitam jelaga. Mereka sama-sama mengenakan topi kupluk, tengah menyeringai menatap Arabell yang kini masih setengah berontak.
"Diam saja, gadis kecil. Kau tak akan bisa lari dari sini. Jadi, menurut saja pada kami ya," kata salah satu di antara yang duduk di sisinya tadi, yang punya mata berwarna biru.
"Kau pasti bertanya-tanya siapa kami, kan? Perkenalkan, aku Thomas. Dan dua orang di sebelahmu itu Thris dan Alex." Kali ini si penyetir mobil yang bersuara, jadi di dalam sana ada tiga orang penculik dan mereka sama-sama mengenakan jaket kulit, setidaknya itulah hal lain yang dapat Arabell tangkap.
"Ya, namaku Thris."
Thris, si pria bermata hitam terkekeh memandangi Arabell yang kini membalasnya dengan tatapan tajam.
Arabell menjerit di dalam mulutnya yang tertempeli lakban, bertanya siapa mereka sebenarnya. Namun semua pria di situ tak ada yang menggubris, mereka tak ingin mengambil resiko jika nanti gadis itu berteriak meminta pertolongan atau semacamnya, jadi mereka berusaha mengabaikan jeritan teredam Arabell itu.
Tau bahwa dia tak dipedulikan, perlahan-lahan jeritan Arabell tak kembali terdengar. Tubuh Arabell yang tadinya meronta pun kini lebih tenang. Perutnya sudah terlalu sakit apalagi saat dia meronta tadi, semua anggota tubuhnya terasa nyeri.
Jadi dia mencoba menenangkan diri sendiri. Arabell hanya berharap akan ada keajaiban menolongnya nanti.
Atau yang paling ia harapkan, Ethan akan menolongnya dari ketiga orang yang ia sendiri belum tau jelas mengapa mereka menculik dirinya.
Semoga saja Ethan akan datang dan memusnahkan mereka semua. Entah ke mana mobil ini akan membawa Arabell, yang pasti dia sudah lelah. Fisiknya yang terluka semakin menyulitkan, dia memohon di dalam hati bahwa Ethan akan menolongnya. Meski dia tak yakin Ethan akan mendengar lantaran ini hanya panggilan di dalam hati, namun dia sangat berharap pria berjubah itu akan datang.
Tbc...
Huaaa Arabell diculik😭
Kira-kira Ethan bakalan datang gak ya nyelamatin Arabell?🤔
Siapa sebenernya orang yang menculik Arabell? Adakah yang bisa menebak?
Kalo ada, kuy komen.
Jangan plagiat.
Jangan siders.
Jangan sampe gak Vomment😚
❤MelQueeeeeen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top