22 : Jealous
Aku tipikal orang yang tak suka berbagi. Apalagi berbagi wanita.
♥️Ethan♥️
Author
Ethan menghela napas sambil membelai lembut rambut panjang Arabell yang terurai. Mereka kini sedang berada di dalam mobil dan sudah sampai di depan kampus. Namun, saat Ethan baru saja membuka sabuk pengamannya tadi, Arabell langsung mendekatinya, mendekap erat tubuh Ethan hingga menyebabkan tubuhnya tak bisa bergerak sedikit pun.
"Hei, sebentar lagi bukannya kau ada kelas?"
Arabell menggeleng di dada bidang Ethan, masih dengan mendekap erat tubuh pria itu.
Meski Ethan suka posisi mereka seperti ini, namun dia juga memikirkan gadisnya yang ada kelas di pagi ini.
Sejak kejadian dia meninggalkan Arabell selama seminggu dan kejadian digoda Zra kemarin, Arabell jadi berlaku sangat posesif padanya.
Bahkan, malam tadi gadis itu berkata dengan konyolnya bahwa dia ingin memeluk tubuh Ethan semalaman agar pria itu tak bisa lari lagi darinya.
Tentu saja hal tersebut membuat Ethan tak bisa menahan tawanya, dan langsung memberikan cubitan gemas pada pipi Arabell.
Dan sekarang, Arabell kembali berlaku posesif padanya, seolah sedetik saja ia melepaskan tubuh Ethan, maka Ethan akan segera menghilang.
"Ara---"
"Kau tak suka dipeluk olehku?"
Pertanyaan konyol. Ethan merasa heran mengapa gadisnya itu jadi lebih manja padanya sekarang.
Padahal sebelum kejadian dia meninggalkan Arabell, Arabell masih enggan untuk mendekatinya.
Saat ini, Arabell malah bertindak berani dan mengatakan hal-hal aneh padanya.
"Kenapa bertanya begitu?"
Arabell mendengkus, "Kau suka sekali membalas pertanyaan dengan pertanyaan."
"Tentu aku suka dipeluk olehmu, sangat suka. Tapi jika berlebihan, kau tau konsekuensinya 'kan? Nafsuku bisa naik, Ara."
"Aku kan hanya memeluk, bukan melakukan hal lain."
"Iya aku tau, tapi sekarang berbeda. Berada sangat dekat denganmu saja membuat suhu tubuhku memanas."
Jawab Ethan sabar, masih membelai rambut gadisnya dengan gerakan lembut.
"Memanas seperti apa?"
Arabell melepas pelukannya, menatap Ethan yang kini hanya berjarak beberapa centi darinya.
Ethan mulai mendekatkan mulutnya di telinga Arabell, membisikkan sesuatu pada gadis cantik itu. "Memanas seperti...ingin menyentuhmu."
Perkataan itu sontak saja menyebabkan Arabell tersentak dengan wajah merah padam, alhasil ia langsung memalingkan wajahnya agar hal itu tak dapat diketahui oleh Ethan.
"Begitu. Maaf."
"Katakan padaku, bagaimana bisa Allan dan Allen ke rumahmu? Kalian sudah saling kenal sejak kapan?"
Ethan bertanya sambil membetulkan posisi duduknya. Semalam, ia tak sempat menanyakan apa pun pada Arabell lantaran terus mendekap gadis itu di tubuhnya bahkan ketika tidur.
Pertanyaan yang memenuhi otaknya tentang bagaimana Allan dan Allen bisa membawa Arabell ke kerajaan, sampai bagaimana gadis itu bisa mengenal si kembar padahal seingatnya dia belum pernah sama sekali memperkenalkan kedua sahabatnya itu pada Arabell.
Masih dalam duduk mendekati Ethan, Arabell bergerak mengambil sebuah ikat rambut di tasnya, menggulung rambutnya asal sebelum membalas pertanyaan Ethan. "Kau belum tau ya? Mereka mengikuti mobilmu saat kau menjemputku dari kampus, mereka mengikuti kita sampai ke rumah. Itu sebabnya mereka tau rumahku."
Ethan tampak mengernyit tak suka, bagaimana tidak? Allan dan Allen sudah bertindak tanpa sepengetahuannya. Jika kedua sahabatnya itu tergoda pada Arabell lalu melakukan hal buruk pada gadis bermata biru kelabu itu bagaimana? Di saat dia sedang tak bersama Arabell? Dia pasti akan menghajar si kembar habis-habisan lantaran dia tak mau terjadi apa pun pada gadisnya.
Beruntung hal itu tak terjadi, hingga bisa membuatnya bernapas lega masih melihat Arabell dalam keadaan baik-baik saja kemarin.
"Apa yang mereka lakukan di sana?"
Arabell mengedikkan bahu, "Entahlah, mereka bilang hanya penasaran pada gadis yang berhasil menjadi kekasihnya Ethan."
Arabell tersenyum penuh arti di akhir kalimatnya, namun hal itu tak bisa dimengerti Ethan, alhasil dia mengabaikannya.
"Sekarang masuklah. Jaga dirimu baik-baik dan jauhi si Adam itu. Apa kau mengerti?"
Mengangguk cepat, Arabell menyunggingkan senyum manisnya, senyum yang jarang ia tampilkan pada kekasihnya tersebut. "Baiklah, kau harus menjemputku tepat waktu hari ini. Kau masih tak ada tugas 'kan? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
"Tempat apa?"
"Nanti kuberitahu. Dah."
Setelahnya Arabell langsung keluar dari mobil dan berlari kecil memasuki kampus.
Gadis itu terlihat lebih semangat dibanding hari-hari sebelumnya.
Entah itu karena kembalinya Ethan.
Atau karena suasana hatinya yang sedang cerah?
Atau mungkin, penggabungan dari keduanya?
Entahlah. Hanya Arabell dan Tuhan yang tau.
📖📖📖
"Bell, kenapa kau tak membalas pesanku tadi malam?"
Arabell menggeser bukunya ke bawah secara perlahan demi melihat siapa yang datang barusan. Gadis itu menemukan Adam sudah mengambil tempat duduk di depannya.
"Maaf, aku jarang membuka hp."
Arabell kembali menaikkan posisi bukunya yang membentang hingga wajahnya tersembunyi di balik itu.
Ia ingat kalau dia harus menjauhi pria di depannya ini seperti yang disuruh Ethan.
"Kau tau? Tadi malam aku tak bisa tidur menunggu balasan pesan darimu. Tapi kau tak kunjung membalas sampai aku akhirnya tidur larut. Itu sebabnya pagi ini aku merasa sangat mengantuk, bahkan di kelas tadi guru pembimbingku sampai menegurku."
"Maafkan aku."
Adam merasa aneh pada sikap Arabell yang seakan membiarkannya, namun meskipun begitu, ia tetap melanjutkan apa yang ingin dia ucapkan. "Tak apa. Berjanjilah padaku nanti malam kau akan membalas pesanku, oke?"
"Lihat nanti ya, kalau banyak tugas kemungkinan besar aku tak bisa."
Jawab Arabell masih dengan sebuah buku seni yang menghalangi wajahnya sedari tadi. Alhasil karena sudah merasa sedikit kesal, Adam langsung merebut buku itu, menampakkan wajah Arabell yang seperti hendak protes karena buku yang sedang dibacanya diambil begitu saja.
"Ini perasaanku saja, atau kau memang mengabaikanku? Katakan, Bell. Apa ini ada sangkut pautnya pada ungkapan perasaanku waktu itu? Kau tak menyukaiku?"
Mata biru kelabu milik Arabell bergerak cepat menghindari tatapan menuntut dari Adam.
"Bukan begitu, aku..."
"Aku apa?"
Merasa tak bisa memberikan jawaban apa-apa, Arabell akhirnya mendesah lelah, memungut tumpukan buku dari atas meja di dekatnya kemudian memasukkannya di dalam tas miliknya. "Aku harus ke kelas, ada guru pembimbing yang akan masuk sebentar lagi."
ujarnya lalu pergi dari hadapan Adam, meninggalkan pria itu sendirian di dalam perpustakaan.
💋❌💋
"Arabell, tunggu aku!"
Merasa familiar pada suara itu, Arabell menambah kecepatan berjalannya, bahkan gadis itu terlihat berlari kecil demi menghindari orang yang terus memanggilnya.
Dia memutar bola mata saat sebuah tangan kekar berhasil menangkap lengannya, menghentikan jalannya.
"Kau benar menghindariku."
"Please, Adam, aku hanya---hmmph."
Ucapan Arabell terpotong oleh ciuman bibir Adam di bibirnya.
Memang hanya sebuah ciuman singkat namun hal itu dapat membelalakkan dan memucatkan wajah Arabell seketika.
Bukannya suka atau pun menikmati, gadis itu justru merasa marah, terkejut, dan takut di saat bersamaan mengingat posisinya kini sudah sangat dekat pada area luar kampus, yang di mana berarti Ethan bisa saja melihat kejadian barusan, jika pria itu memang sudah menunggu kepulangannya.
"Menyebalkan!"
Bentak Arabell langsung berlari cepat meninggalkan Adam yang terlihat menunjukkan raut bersalah.
Kedua mata Arabell memandangi Ethan takut-takut saat didapatinya sang kekasih memang sudah menunggu di samping mobil biru dongkernya. Entah karena perasaan takut Arabell atau memang benar adanya, tapi saat ini wajah Ethan terlihat mengeras diikuti dengan tatapan menusuknya yang ditujukan untuk Arabell hingga gadis itu berada di dekatnya.
Dengan satu gerakan kasar, Ethan langsung menarik lengan Arabell dan mendudukkan gadis itu di kursi sebelah pengemudi sebelum akhirnya dia menyusul duduk di sebelahnya.
Arabell menundukkan pandangan, jantungnya sudah bergemuruh hebat saat Ethan mengegas kencang mobilnya tadi. Tidak salah lagi, pria itu pasti melihat kejadian dimana Adam menciumnya tiba-tiba.
Memegangi sisi tempat duduknya kuat, Arabell menoleh takut ke arah Ethan yng sudah jelas terlihat emosi, "Eth, tolong pelankan kecepatannya."
"..."
Yang diajak bicara hanya diam masih mengegas mobilnya dengan kecepatan yang bisa dikatakan di atas rata-rata.
Barulah ketika sampai ke rumah Arabell, pria itu menoleh memandangi Arabell yang ketakutan dengan warna mata peraknya. "Kau berjanji padaku untuk menjauhi pria itu!"
Desisnya tajam, dia sudah menahan emosinya sejak melihat Adam mencium gadisnya tadi. Andai saja dia tak ingat kalau Arabell adalah kekasihnya, mungkin dia akan menghirup habis darah gadis itu bersama dengan Adam.
Tapi tentu saja hal tersebut tak akan dilakukannya pada Arabell. Tidak, meski dia marah besar sekali pun.
"Kau pasti tau itu bukan kemauanku---"
"Tapi kau diam saja saat dia menciummu tadi!"
Arabell sedikit berjengit mendengar bentakan sang kekasih, alhasil meski tangan sudah bergetar, dia berusaha menatap mata Ethan dengan sorot memelas, berharap dengan begitu Ethan mau mengerti pada penjelasannya. "Aku terkejut Eth, itu terjadi secara tiba-tiba---"
"Turun."
Mengangkat satu alis heran, Arabell memiringkan kepalanya tanda tak mengerti. "Apa?"
"Turun sekarang dari mobilku."
"Tapi---"
"Kubilang turun!"
Dengan perasaan hancur, mau tak mau Arabell membuka pintu mobil dan langsung keluar dari mobil Ethan.
Dia ingin menangis, tapi ditahannya mati-matian dengan menggigit bibir bawahnya. Rasa sakit di hati Arabell makin menjadi ketika Ethan meninggalkannya begitu saja bersama mobilnya entah ke mana.
Kuharap kau tak akan pergi lagi, Eth.
Tbc...
Kira² Ethan mau ke mana ya?
Ada yang bisa jawab?
Jangan plagiat.
Jangan siders.
Jangan sampe gak Vomment😚
❤MelQueeeeeen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top