16 : Rain

Tubuhmu seperti hujan, dingin. Hatimu pun beku. Seharusnya aku tak boleh jatuh di tangan makhluk sepertimu. Iblis.

♥️Arabell♥️

Author

"Kau gila, Eth!"
Ethan mengernyitkan dahi heran memandangi Arabell yang baru memasuki mobil dengan wajah sebal sambil mengatakan hal barusan.

"Ada apa? Apa ada yang mengganggumu lagi?"

Arabell menoleh, merasa gemas pada pria di sebelahnya ini. Bisa-bisanya Ethan masih bertanya setelah apa yang dilakukannya, dan lagi Ethan bertanya dengan tampang tak berdosa.

"Bukan mengganggu! Kau sudah membuat seluruh murid di kampus ini memperlakukanku dengan aneh seharian ini! Oh astaga, kau sudah merusak hidupku yang tenang."

"Perlakuan aneh seperti apa memangnya?"
Ethan mulai penasaran. Seingatnya dia hanya menghipnotis para murid di kampus Arabell untuk bersikap baik pada gadis itu dan melupakan apa pun yang dikatakan Kane pada mereka. Ditambah dengan tugas khusus yang ia beri pada Kane dan teman-temannya untuk menjaga Arabell. Ethan rasa hal itu tak bisa dikatakan aneh.

"Saat baru tiba di kampus tadi, mereka menyapaku dengan ramah, bahkan sesekali bertanya. Lalu saat istirahat, mereka berebut mengajakku ke kantin, aku sudah menolak tapi mereka tetap memaksa, bahkan mereka membelikanku makanan dan minuman hingga mejaku penuh dan disuruh habiskan sendirian. Dan lagi, yang paling penting, kau harus lihat ini."
Arabell mengeluarkan sesuatu dari tasnya, beberapa surat dengan pita berbentuk hati berwarna merah.

"Aku menemukan ini semua di atas mejaku saat kembali dari kantin. Setelah kubaca satu persatu, aku tak menemukan nama si pemilik surat. Dan itu berasal dari tujuh pria yang berbeda, mereka kompak tak memberikan nama mereka di sana."

Arabell tersentak saat Ethan merebut cepat surat cinta tadi dari tangannya.
Pria itu kelihatan kesal.

"Mengapa mereka berani mengirimimu surat cinta ini? Padahal aku sudah menyuruh para pria untuk tak mendekatimu."
Ethan langsung menyobek kasar surat tadi hingga menjadi beberapa potong lalu membuangnya.

"Eth, mereka memang tak mendekatiku. Mereka hanya mengirimiku surat itu. Yang mengajakku ke kantin pun hanya para perempuan di kelas, tak ada seorang pria pun yang menghampiriku."
Ujar Arabell lembut. Niatnya ingin memarahi Ethan lagi mulai ciut, takut melihat mata perak Ethan yang kini menyala.

"Kau yakin?"

Arabell mengangguk, "Ya. Dan soal Kane, dia dan teman-temannya terus mengintaiku seolah takut aku akan diganggu oleh siapa pun."

"Dia tak berbuat macam-macam padamu lagi 'kan?"
Arabell dapat bernapas lega saat melihat mata Ethan kembali berubah.

"Tidak. Tapi, ya itu. Dia dan teman-temannya membuatku risih atas sikap pengawasan mereka. Bisakah kau mengembalikan semuanya menjadi normal? Jika begini terus, aku tak akan bisa lagi ke perpustakaan untuk membaca buku."

"Kau bisa mengajak mereka jika kau mau, bukankah menyenangkan berbaur bersama orang lain? Sekali-sekali kau itu harus bergaul dan punya teman, sayang. Aku melakukan ini semua untukmu. Untuk kebaikanmu."
Hati Arabell menghangat mendengar ucapan lembut Ethan barusan. Sebelah tangannya bergerak untuk menyentuh tangan kekar Ethan yang kini berada di pipinya, mengelusnya lembut di sana.

"Kau benar juga. Maaf, aku hanya tak terbiasa menjadi pusat perhatian seperti sekarang ini."

Bibir Ethan terangkat membentuk sebuah senyuman, "Kau akan terbiasa, percaya padaku. Panggil saja namaku kalau mereka ada yang bertindak keterlaluan. Aku akan segera datang."

"Baiklah."

🍞🍞🍞

Arabell menatap takjub roti panggang dengan berbagai jenis yang kini tertata rapi di meja.
Dia memandangi Ethan yang duduk di hadapannya, melemparkan senyuman manis pada kekasihnya itu, membuat Ethan tak bisa tak melemparkan senyuman juga.

Setelah dari kampus, Ethan mengajak Arabell berbelanja di Iga St Lucia Marketplace, tempat biasa gadis itu berbelanja bahan masakan. Dan selanjutnya membawa Arabell ke salah satu toko roti terbesar di kota ini. Mengajaknya mencicipi berbagai roti yang dijual di sana.

"Ini enak sekali, Eth. Rugi kau tak mencobanya." Gumam Arabell sambil mengunyah roti pretzel dengan bersemangat sebelum akhirnya kembali mencelupkan roti berbentuk simpul tersebut ke dalam mustard.

Ethan menampilkan senyum geli melihat Arabell yang begitu menikmati beberapa jenis roti di atas meja saat ini, gadis itu seperti tak pernah memakan roti-roti yang Ethan belikan ini---atau memang dia memang tak pernah merasakannya mengingat bagaimana kondisi ekonomi Arabell sendiri.

"Aku tak bisa mencobanya, tentu saja. Santapan kesukaanku hanyalah jiwa manusia."
Ucap Ethan setengah berbisik, mengingat keadaan di kedai roti yang agak ramai.

"Memangnya apa yang akan terjadi kalau kau memakan makanan manusia?" Tanya Arabell tak kalah pelannya, kali ini memasukkan roti baguette yang berbentuk panjang seperti tongkat ke dalam mulut setelah sempat mencelupkannya dalam coklat panas yang ia pesan.

"Entahlah. Yang pasti raja sangat melarang hal itu. Nikmati semuanya dan habiskan, setelah itu kita akan pulang."

Arabell mengangguk sembari tersenyum, kembali mengambil roti-roti yang lainnya untuk ia cicipi. Di mejanya terdapat roti baguette, pretzel, bagel, focaccia, croissant, dan scone. Semuanya tampak menggugah selera Arabell dengan setiap roti berbau harum khas sehabis dipanggang dan juga kilatan mentega di atasnya, membuat Arabell tak sabaran untuk menyantap semuanya.

Dia sendiri memang tak pernah pergi ke kedai roti seperti ini.
Beruntung Ethan membawanya ke sini, mengenalkan Arabell akan cita rasa dari roti-roti terkenal yang berasal dari berbagai negara. Sadar akan ekonominya dan juga sang ibu yang bisa dibilang sangatlah kurang, membuatnya tak bisa membeli makanan lain selain makanan untuk mengenyangkan perut.
Memang, terkadang dia juga membelikan roti untuk dirinya dan juga sang ibu sebagai menu sarapan mereka, namun baru kali ini dia merasa menikmati roti dengan berbagai toping dan masih hangat dari pemanggangan langsung dari tempat jualnya.
Ngomong-ngomong mengenai sang ibu, Arabell jadi teringat pada Paula.

Tentang bagaimana keadaan Paula sekarang.
Dan apa yang dilakukan wanita itu bersama teman-temannya. Mendadak semangatnya perlahan luntur ketika memikirkan itu.

Entah kenapa dia jadi merindukan serta mencemaskan Paula.
Lupakan soal bagaimana Paula memperlakukannya. Paula tetaplah ibunya.

"Ara, ada apa?"
Menyadari perubahan dari raut serta tingkah Arabell, Ethan bertanya khawatir.

Arabell menatap Ethan dengan sorot mata sedih, semakin menimbulkan kerutan dalam di dahi pria tampan itu, "Eth, aku merindukan Ibu. Apa aku boleh menemuinya sekarang?"

Ethan menghela napas lega. Dikiranya ada suatu hal lain yang mengusik pikiran Arabell, ternyata hanya berhubungan dengan Paula.

"Kau boleh menemuinya, aku yang akan menemanimu. Tapi tidak sekarang, kau tau kan sekarang musim hujan? Dan untuk ke sana kita harus melewati beberapa tikungan tajam. Aku takut jalanan licin menghambat kita," Kata Ethan mengalihkan pandangan ke jendela di sebelahnya, menatap langit sore yang agak menghitam, diikuti Arabell menatap objek yang sama.
Ethan ada benarnya juga, sekarang ini memang tengah terjadi musim hujan di kota mereka. Itu sebabnya hujan selalu datang mau itu pagi, siang atau pun sore dan malam.

"Lain kali aku janji akan membawamu bertemu padanya. Kau setuju?"
Lanjut Ethan lagi, kembali mempertemukan iris zamrudnya pada iris biru kelabu milik Arabell.

"Apa kau tak bisa membawaku pergi bersamamu lewat asap hitam seperti biasanya kau pergi?"

Ethan berdeham, tangannya bergerak menggenggam kedua tangan Arabell yang terletak di meja, memberinya sentuhan lembut di sana. "Ara, itu tak bisa, kecuali jika kau hanya ingin pergi ke kerajaanku."

"Jadi maksudmu, aku bisa lewat asap hitam bersamamu jika ingin pergi ke kerajaanmu saja?"

Ethan mengangguk, membuat Arabell ikut mengangguk paham setelahnya, menyetujui perkataan Ethan bahwa mereka akan pergi lain kali.

Gadis itu memutuskan untuk melanjutkan kembali memakan roti-roti yang ada di meja dengan cepat, sebelum hujan kembali mengguyur kota Brisbane ini.
Meski mereka menggunakan mobil, tapi lebih baiknya kalau mereka akan sampai di rumah sebelum hujan turun.

Tbc...

Arabell kangen Paula, kira-kira readers SE ada yang kangen sama Paula gak?🙈

Kalo Aku sih nggak😝

Jan lupa ajak temen² kalian baca Silver Eyes biar SE rameee😁

Jangan plagiat.
Jangan siders.
Jangan sampe gak Vomment😚

❤MelQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top