Silmang
Aku menyesap cangkir cappuccino yang ketiga sambil menunggu uri namjachingu di café milik sahabatku Lee Hyuk Jae. Rasanya aku sudah menunggu beberapa jam namun wajah pria yang kucintai belum juga nampak batang hidungnya.
Aku mengerti akan kesibukan ia sebagai aktor muda. Setiap hari ia sibuk dengan syuting, reality show dan sekarang ia juga mulai menyanyi.
Sempat terpikir untuk meneleponnya tapi kuurungkan niat itu karena jika ia sedang sibuk syuting maka percuma saja meneleponnya. Begitulah resiko menjadi pacar seorang idola.
Aku pernah mengalami sebuah kecelakaan yang mengakibatkan aku mengalami gegar otak ringan sehingga aku dibawa ke rumah sakit. Namun aku diperbolehkan pulang beberapa jam setelah dirawat. Karena kuatir dengan keadaanku, sang Dokter bertanya padaku apakah ada orang yang bisa mnegantarkanku pulang. Aku langsung menghubungi namja chinguku karena aku tinggal sendirian di Seoul, Appa dan adikku Myungsoo tinggal di Busan. Jadi satu-satunya yang bias kuhubungi adalah dia. Aku menelepon berkali-kali namun ponselnya tidak diangkat. Sampai aku berbohong pada Dokter kalau sebentar lagi aku akan dijemput. Lalu aku menelepon sahabatku Lee Hyuk Jae dan dialah yang mengantarkanku pulang. Hyuk Jae mengomel terus tentang namja chinguku. Ia menganjurkanku untuk memutuskan hubungan. Aku memintanya agar diam karena kepalaku makin sakit mendengar omelannya.
Keesokan harinya ia meneleponku.
"Kau meneleponku kemarin malam? Aku ketiduran karena kelelahan. Mianhae Noona."
Sambil menahan sakit yang mendera di kepalaku dengan singkat kukatakan kalau kemarin malam aku mengalami kecelakaan. Ia muncul di depan flatku tidak sampai satu jam kemudian sambil membawa sarapan pagi dan dua cangkir kopi cappuccino. Sambil memelukku ia berkata,
"Mianhae Noona. Karena aku kau harus mengalami hal ini. Aku berjanji hal ini tidak akan terjadi lagi."
Aku tidak menyalahkan dia. Ia bukannya tidak punya waktu untukku. Ia bukannya tidak lagi mencintaiku. Hanya karena kesibukannya ia jadi begitu.
Dulu sewaktu kami berkenalan, ia hanya seorang mahasiswa yang bekerja paruh waktu di sebuah restoran Jepang yang sering kukunjungi bersama rekan-rekanku di tempatku bekerja.
Ia pernah menuliskan nomor ponselnya di tissue yang ia sodorkan padaku. Namun aku mengabaikannya karena kuanggap ia hanya pelayan iseng.
Namun pada suatu hari ketika aku memiliki masalah pekerjaan, aku minum sake terlalu banyak sampai mabuk. Ketika aku sibuk mencari dompet di dalam tasku (dan akhirnya aku sadar kalau dompet kesayanganku ketinggalan di kantor), ia duduk di hadapanku dan berkata kalau ia telah membayar billku.
Aku mengucapkan terima kasih dan berjanji akan mengembalikan hutangku.
"Jamkanman, aku akan mengantarmu." tukasnya. Aku menggeleng dan dengan sisa kesadaranku, aku mencoba bangkit namun aku kembali jatuh terduduk.
Saat itu ia tersenyum. Senyuman yang paling memabukkan, lebih memabukkan daripada sake yang telah kuminum. Ketika ia tersenyum, rahangnya yang kokoh ikut tertarik, matanya bahkan ikut tersenyum. Aku baru sadar kalau, aku jatuh cinta padanya. Pada pemilik senyum dengan rahang kokoh dan mata bersinar cerdas itu.
"Dengarkan aku. Tunggu aku menutup restoran ini, akan kuantar kau pulang. Lagi pula kau berhutang lima belas ribu won padaku."
Akhirnya ia benar-benar mengantarkanku sampai ke depan pintu flat sederhanaku. Ketika aku membayar hutang lima belas ribu won, ia menolaknya.
"Aku hanya menerima pengembalian dalam bentuk kencan." tukasnya sambil mengedipkan matanya.
Sejak saat itu kami mulai dekat. Tak berapa lama kemudian kami pacaran. Ia memang lebih muda empat tahun dariku namun ia biasa bersikap dewasa sebagaiman pria dewasa.
"Mianhae Noona, aku terlambat."
Aku terkejut.
Wajah tampan yang paling kukagumi sudah duduk di hadapanku dengan wajah letih.
Aku merengut.
"Kau tahu aku sudah lama menunggu." protesku.
"Mianhae Noona. Aku langsung ke sini begitu aku selesai syuting."
Kuperhatikan beberapa pengunjung mulai memperhatikan keberadaan namja chinguku. Ia tidak memakai penyamaran apa pun. Ia tidak pernah mau menyembunyikan hubungan kami. Di awal karirnya, ia mengaku kalau ia sudah punya pacar. Pihak manajemennya sendiri tidak memintanya menandatangani kontrak yang tidak mengijinkan ia menjalin hubungan spesial. Jadi hubungan kami terbuka. Aku sama sekali tidak terganggu dengan kemunculan wartawan di kencan kami tapi biasa kami memang selalu menghindari tempat yang ramai.
"Bogosipta Noona..." bisiknya. Aku tahu kalau ia sedang mencoba merayuku. Aku masih pura-pura marah padahal ia sudah tahu kalau aku tidak bisa marah padanya.
Tiba-tiba aku mendengar suara keroncongan dari dalam perutnya. Dan itu membuatku terbahak.
"Kapan terakhir kau makan?" tanyaku.
"Perutku baru terisi dua potong roti gandum dan kopi di pagi hari." jawabnya terdengar menyedihkan di telingaku.
"Cepat atau lambat, manajermu akan membunuhmu." tukasku kesal. Ia tertawa. Suara tawanya khas dan aku sangat menyukainya.
"Jamkanman, akan kupesan cokelat cake kesukaanmu."
"Kamsahamnida Noona." ujarnya sambil mengedipkan matanya.
Aku segera meninggalkannya dan memesan cokelat cake dan secangkir cappuccino pada seorang pelayan. Ketika aku sampai di meja kasir, aku melirik ke mejaku, beberapa pengunjung, yeoja tentunya sudah mengerumuni uri namja chingu. Aku menghela nafas.
Kasir yang juga sahabatku menjitak kepalaku.
"Sampai kapan harus begini?" tanyanya.
"Yaa! Lee Hyuk Jae!"
"Aku tidak suka kau harus selalu jadi pihak yang mengalah." tukasnya sinis. Dari awal ia tahu aku menjalin hubungan dengan namja yang lebih muda, Lee Hyuk Jae tidak setuju apalagi setelah namja chinguku menjadi aktor.
"Aku tidak sedang mengalah! Berapa harga cakenya?" tanyaku dengan nada sedikit gusar.
Ia mencibir.
"Gratis!" jawabnya tidak senang sambil menyodorkan sebuah majalah di dekat cokelat cake yang kupesan.
"Waeyo?"
"Lihat saja lawan mainnya. Ia mirip sekali denganmu."
"Itu bagus! Aku bahkan tidak perlu melakukan oplas."
Aku merengut jengkel, mengambil piring cake dan cangkir cappuccino dengan kasar dan mengabaikan majalah yang disodorkan Hyuk Jae. Ketika aku sampai di mejaku semula, uri namja chingu entah dengan alasan apa telah berhasil membuat para penggemarnya meninggalkan meja kami.
Kusodorkan cokelat cake itu di hadapannya.
"Gumawo Noona."
Ia makan dengan lahap. Aku suka caranya makan, ia tidak memperhatikan tata krama, menurutku begitulah seharusnya namja sejati makan. Ia bahkan tidak mau repot menggunakan sendok mungil. Ia mengangkat cake itu dan menggigitnya. Hop!
Tiba-tiba aku teringat alasan aku menemuinya hari ini. Aku harus segera mengemukakannya sebelum aku lupa. Aku sering lupa jika sedang memandangnya.
"Besok aku mau pulang ke Busan. Lusa hari peringatan Eomma." tukasku. Ia baru saja hendak mengangkat cangkirnya dan urung meminumnya begitu mendengar aku akan ke Busan.
"Lusa hari peringatan Eommanim? Aku benar-benar lupa. Mianhae."
Aku tersenyum.
"Gwenchana."
"Besok aku akan syuting sampai sore. Bagaimana aku bisa ikut denganmu?"
"Eh, gwenchana. Na,"
"Aku naik pesawat malam saja, otthe? Lusa kita pergi ke makam Eommanim bersama."
Aku hampir menangis mendengar ia mengatakan itu. Ia tak pernah berubah.
Dulu di tahun pertama di awal hubungan kami, ketika aku mengatakan akan pulang ke Busan untuk memperingati hari kematian Eomma, ia hanya mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Namun keesokan harinya, aku melihat ia berdiri di depan flatku lengkap dengan tas ransel di bahunya.
"Aku ikut. Aku ingin berkenalan dengan Abeonim dan saengmu." katanya sambil tersenyum. Kupukul bahunya dengan kesal.
"Mengapa kemarin kau tidak mengatakan apa-apa?"
"Aku sedang mengajukan cuti, kalau ditolak boss, kau pasti akan kecewa jika aku mengatakannya duluan padamu, Noona."
Uri namja chingu memang namja yang luar biasa.
Saranghaeyo.
***
Drtttt....
Aku tersentak ketika ponsel layar sentuhku berbunyi sehingga ketika aku berdiri, kursi yang kududuki bergeser dari tempatnya dan menimbulkan suara berderit. Myungsoo, adikku tersenyum masam karena aku telah mengganggu acara televise yang ditontonnya dengan penuh konsentrasi. Matanya melirikku dengan tajam seolah ia bisa membunuhku dengan ekor matanya.
Nama uri namja chingu tertera di layar ponsel.
"Yeobseoyo, kau sudah sampai?"
"Yeobseoyo. Siwon tidak bisa ke sana. Ia masih sibuk syuting."
"Ye?"
"Ia minta maaf."
"Ne, algeseumnida. Tolong ingatkan dia untuk tidak melupakan makan.."
Klik!
Telepon sudah diputus.
Ia sibuk, aku harus mengerti.
Tapi masa menelepon tentang ketidakhadirannya saja harus melalui manajernya.
Bukan berarti ia tidak mencintaiku lagi.
Ia selalu mencintaiku. Aku mencoba menghibur diri.
***
"Mianhae Noona, aku tidak bisa."
"Gwenchana."
"Aku janji akan segera ke sana bila sudah selesai."
"Ne."
"Mianhae."
***
"Mianhae Noona, lagi-lagi aku mengabaikanmu."
"Gwenchana. Aku hanya kebetulan lewat."
"Besok, kita bertemu di taman seperti biasanya."
Aku tersenyum. Ia membalas senyumanku.
***
Pesan masuk : Mianhae, Noona
Me : Gwenchana
***
"Anyeong haseo, Jung Hyera imnida. Aku lawan main Choi Siwon. Kau pasti yeoja chingunya. Ia banyak cerita tentang Eonnie."
Seorang yeoja manis memperkenalkan dirinya ketika aku datang ke lokasi syuting.
Kuperhatikan wajah yeoja di depanku ini.
Jadi inilah yeoja yang menurut Lee Hyuk Jae mirip denganku.
Ia muda dan bersemangat. Wajahnya berbentuk hati, dagunya lancip, hidungnya bangir dan bibirnya penuh. Ia mengenakan t-shirt kebesaran bertuliskan I'm hot dengan celana pendek jeans. Dan meski pakaiannya kebesaran namun tidak mampu menutupi kemolekan tubuhnya.
Berbanding terbalik denganku. Aku menyesali penampilanku yang asal-asalan. Sweater pendek dengan rok lurus selutut warna krem dipadu dengan sepatu converse di atas mata kaki berwarna pink. Benar-benar bukan pakaian yang cocok dengan lokasi syuting.
Krakkk!
Aku mendengar suara seperti patahan. Aku mencari asal suara sementara si yeoja cantik itu masih terus berceloteh ringan. Ketika aku menemukan asal suara di atasnya, aku tidak punya kesempatan untuk memperingatinya lagi. Segera dengan kekuatan penuh kudorong dia ke belakang untuk menghindari barang berat yang jatuh dari atas. Aku sama sekali tidak memperhitungkan kalau di belakangnya ada kaca yang digunakan untuk keperluan syuting. Ia jatuh menimpa kaca dan serpihan kaca itu berhamburan di mana-mana.
***
"Lihat apa yang telah kau lakukan, Noona?"
Aku menatap Siwon dengan nanar. Menahan rasa sakit di seluruh tubuhku.
Sekarang kami sedang berada di ruang tunggu Unit Gawat Darurat di mana Jung Hyera sedang ditangani dokter.
"Mengapa kau melakukan ini, Noona?"
"Aku tidak..."
"Kau melakukannya karena kau cemburu, eoh? Kau bodoh, Noona. Aku mencintaimu."
Aku menggeleng. Air mataku jatuh tanpa dapat kubendung.
Aku ingin menangis ketika aku mengalami kecelakaan dan mengalami gegar otak. Aku juga ingin menangis ketika aku meneleponnya namun ia tidak mengangkatnya. Namun aku berhasil menelan air mataku.
Aku ingin menangis ketika ia berjanji akan datang tetapi tak pernah muncul.
Aku ingin menangis ketika sang manajerlah yang meneleponku.
Aku ingin menangis ketika ia minta maaf dan aku hanya mengatakan gwenchana.
Aku berkali-kali mengatakan gwenchana tetapi hari ini ketika aku membutuhkan ia memelukku dan mengatakan kalau ini akan baik-baik saja, ia tidak melakukannya.
"Kemarikan tanganmu yang terluka." perintahnya.
"Aku tidak apa-apa."
"Kemarikan tanganmu. Biar kubalut lukamu." perintahnya datar sambil menarik tanganku. Aku meringis. Tanganku tergores pecahan kaca ketika aku jatuh. Tapi rasanya hatiku lebih sakit sehingga aku bahkan tidak menyadari luka di tanganku.
Siwon mengeluarkan sapu tangan dan membalut lukaku dengan sapu tangan itu.
"Noona, waeyo?"
"Kau tidak percaya padaku, eoh? Aku tidak merencanakan hal yang buruk terhadap Hyera."
Siwon menghela nafas.
"Aku ingin Noona. Tapi lihatlah akibat perbuatanmu."
Matanya menuju ruangan UGD tempat Hyera sedang ditangani.
Dengan sisa-sisa kekuatan terakhir, aku menelan semua rasa sakit yang mendera di dadaku. Kata-katanya yang terakhir telah menikam jantungku sehingga aku kira aku telah mati, saat ini juga.
Aku bangkit dari dudukku.
"Dwaesso."
Ia menatapku dengan tatapan tajamnya.
"Aku melakukannya, Siwon ah. Aku merencanakan ini semua. Aku egois. Aku benci ketika kau menjadi aktor dan dikagumi para fansmu. Aku benci fansmu. Aku benci siapa pun yang dekat denganmu. Aku makhluk egois yang hanya memimkirkan diri sendiri. Aku takut pada Hyera karena kau bisa saja jatuh cinta padanya."
"Noona,"
Siwon menatapku dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Tatapannya pilu dan menyayat hati.
"Aku tidak sanggup bertahan seperti ini. Aku bukan bagian dari duniamu lagi, Siwon ah."
"Pabo. Aku mencintaimu. Kau tak perlu melakukan apa pun. Aku mencintaimu, Noona." rintih Siwon.
Aku tersenyum getir.
"Mulanya aku juga berpikir begitu. Aku mencintaimu dan kau mencintaiku, itu saja sudah cukup. Tapi ternyata, semua tidak sesederhana itu. Aku orang yang egois. Aku hanya ingin memilikimu."
"Noona..."
"Kita berpisah Siwon ah. Mianhamnida atas segala yang kulakukan karena keegoisanku. Mianhamnida karena Jung Hyera harus mengalami hal ini. Aku pasrah jika ia akan mengambil tindakan hukum. Anyeong higaseo, Siwon."
Aku membalikkan badanku namun ia menarik lenganku, mencoba menahan kepergianku.
"Shiroyo."
"Siapa keluarga pasien?"
Siwon melepaskan tanganku ketika Dokter yang menangani Jung Hyera keluar dari ruang UGD. Tanpa menunggunya, aku langsung melangkah pergi, tanpa menoleh lagi.
Anyeong higaseo, Siwon.
Meskipun aku mencintaimu tapi cinta saja tidak cukup untuk membuatku bertahan. Aku ingin kau percaya padaku tetapi kau tidak.
***
"Kau yakin dengan keputusanmu ini? Berkali-kali aku membujukmu tapi kau tetap bertahan." tanya Hyuk Jae ketika aku meminta ia memberikan pekerjaan mengurus café yang akan dibukanya di Shanghai.
"Aku yakin." jawabku pendek.
"Aku tidak percaya, kau sengaja menyebabkan yeoja itu terluka. Aku terlalu mengenalmu." tukas Hyuk Jae. Aku tersenyum sinis.
"I did it!" jawabku.
"Ada CCTV di tempat kejadian."
"Saat Siwon menyadarinya, aku sudah pergi dari Seoul. Koperku bahkan sudah beres."
"Kau yakin sekali aku akan memperkerjakanmu."
Aku mendengus.
"Tentu saja, aku sahabatmu."
***
Aku masuk menuju pintu keberangkatan pesawat yang akan menerbangkanku ke Shanghai, kota di mana aku akan memulai hidup baru. Aku baru saja mengirim pesan kepada Siwon. Pesan singkat terakhir.
Gwenchana, aku pergi. Kudoakan hidupmu lebih bahagia tanpa aku.
Nana.
** One shoot keduaku, kuharap tidak mengecewakan. Nulis dalam waktu sempit karena didemo readers yang menunggu kelanjutan Our Family dan proyek baru. Pakai acara note kehapus segala. Hahahaha
Christy Sue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top