Part 4

Sebuah fanfiksi dari LadyElvish (Farezta_)
.
.
.
“Hei, Sai… sini!” Kiba melambai pada Sai yang baru saja masuk kedalam toilet pria sambil celingukan. Saat menemukan teman semasa SMP nya itu Sai mengerti apa yang direncanakan oleh Sasuke untuk mengelabui bodyguard mereka. Sai mendekat kearah Kiba dan langsung membuka maskernya.

“Kita harus cepat, Sai, sebentar lagi kereta Sasuke akan berangkat, kita harus bertukar pakaian,” Kiba menginstruksikan Sai dan membawanya masuk ke dalam bilik, Sai mengikuti perintah Kiba tanpa ada protes sama sekali. Mereka mulai menukar pakaian yang mereka kenakan, dan kemudian berjalan keluar toilet dengan sedikit terburu-buru.

“Kau masuklah kedalam kereta lewat pintu yang disebelah sini, nanti kau bisa menemui Sasuke saat di dalam kereta,” Kiba menjelaskan “Aku akan berpura-pura menjadi kau sampai kereta benar-benar berangkat, dan doakan misi kita sukses. Sampai jumpa Sai, hati-hati,” Kiba kemudian melangkah pergi meninggalkan Sai. Saat Kiba sudah hilang dari pandangannya, Sai langsung masuk dan keretapun mulai berjalan dengan pelan.

Sai pikir mungkin ini keputusan terbaik yang harus diambilnya. Pergi dan lari dari masalah sebenarnya bukan cara untuk menghilangkan kebencian Mikoto terhadap dirinya malah sebaliknya, mikoto mungkin akan memiliki keinginan untuk segera menyingkirkannya dari muka bumi ini.

Namun, ini adalah jalan yang dia pilih, dan tidak ada waktu lagi untuk sekedar menoleh kebelakang. Dia akan menghadapi ini semua karena dia tidak sendiri, dia punya Sasuke dan Ayame yang Sai yakini akan menerima keberadaannya dengan senang hati, biarpun seluruh dunia menjauh asalkan kedua orang itu ada di sisinya dia tidak akan menyerah. Tidak akan.

Kereta mulai menambah kecepatannya dan sepertinya semua penumpang telah di berangkatkan. Sai berjalan menyusuri gerbong untuk menemukan Sasuke, dan dia melihat kakaknya itu di dekat pintu masuk gerbong ke 3, segera saja dia mendekat dan berdiri di belakangnya. Sasuke masih melambai kearah Kiba yang kini berpura-pura menjadi dirinya, serta Lee dan bodyguard-bodyguard keluarga Uchiha yang berdiri di tepian rel.

Sasuke menjalankan rencananya dengan baik dan mereka akan segera meninggalkan Konoha, Sai sangat berterima kasih dengan Kiba dan Lee yang sudah sudi membantu mereka berdua kabur dari para bodyguard—ah tidak, bukan boduguard, lebih tepatnya mereka adalah robot-robot keluarga Uchiha—itu dengan mulus, tanpa kecurigaan sedikitpun. Detik berikutnya Sasuke menemukan keberadaan Sai tepat di balik punggungnya, dia nyaris melonjak kegirangan dan langsung memeluk Sai sebelum melakukan high five bersama.

“Kita berhasil Sai! Bukankah ini hebat!” kata Sasuke dengan mata berbinar-binar. Selama ini dia belum pernah melanggar perintah dari ibunya, dia selalu menjadi pangeran Uchiha yang penurut dan membanggakan. Tapi hari ini dia melanggar semua itu, dia telah berani melakukan pemberontakan terhadap Ibunya. Sasuke yakin, hidupnya tidak akan sama lagi seperti hari-hari kemarin.

Mereka akan menjadi seperti buronan, namun Sasuke tidak memperdulikan itu semua, menjadi buronan dari ibumu sendiri bukanlah ide yang buruk, pikir Sasuke.

“Terima kasih, aku sangat menghargai usahamu, Sasuke,” Sai hanya mampu memberikan senyuman terbaiknya untuk kakak yang paling di sayanginya ini.

“Tidak perlu berterima kasih, karena ini semua sudah menjadi kewajibanku untuk melindungimu, kita akan menghilang dari kehidupan mereka dan menjalani hari-hari yang baru,” Sasuke mengacak rambut Sai

“Semoga ini pilihan terbaik yang kita ambil,” batin Sai. Kereta pun melaju di kegelapan malam yang semakin pekat.

-oOo-

Mikoto barusan menerima telepon dari orang kepercayaannya, Genma Shiranui—yang mengabarkan bahwa Sasuke telah melarikan diri bersama anak haram itu. Sekarang, anak buahnya sedang melacak keberadaan Sasuke dan berusaha menemukannya. Wanita paruh baya itu hanya bisa termenung di ruang kerjanya, dia tidak habis pikir dengan Sasuke, anak yang selalu dia banggakan, kini berbalik melawannya. Menyakiti hati dan perasaannya yang terdalam.

Sungguh kini tidak dapat di pungkiri jika keberadaan Sai memang akan membawa keburukan bagi keluarganya.

Seharusnya Mikoto tahu akan hal itu dari dulu sebelum dia memutusakan untuk merawat Sai. Akhirnya dia kembali teringat bagaimana pertemuan pertamanya dengan anak itu.
.
.
.
Konoha, 29 Januari 1996

Suasana di koridor ruang ICU rumah sakit Central Town di Konoha terlihat cukup sibuk. Ada banyak anggota keluarga Uchiha dan beberapa orang berseragam polisi berada di tempat itu.

Mereka terlihat sedang menunggu seseorang atau mungkin saja dua orang yang sedang melakukan oprasi di ruang ICU tersebut akibat kecelakaan mobil yang terjadi beberapa jam yang lalu. Salah satu dari mereka adalah Uchiha Mikoto yang terlihat sangat kusut dan sembab akibat kebanyakan menangis.

“Tenanglah, Mikoto… suamimu akan baik-baik saja,” seorang wanita Uchiha yang lain mencoba menenangkan Mikoto yang terus menangis.

“Fugaku akan selamat, dia tidak akan apa-apa,” kata yang lainnya ikut menambahkan.

Seorang dokter keluar dari ruang ICUdengan bercucuran keringat dan masih mengenakan pakaian yang digunakan selama proses oprasi. Dia menunjukkan ekspresi yang menyiratkan kesedihan namun sedikit tepancar rona kelegaan dari senyumnya.

Dia berjalan mendekati para Uchiha yang tengah berkumpul. Seraya menyeka keringat yang masih bercucuran di pelipisnya dia berkata “Tuan Fugaku dan anak laki-lakinya selamat. Sedangkan nyonya Anko Mitarashi tidak bisa kami selamatkan,”

Seluruh anggota keluarga Uchiha yang hadir di sana hanya mampu membisu saat dokter tersebut menyebutkan nama Anko Mitarashi, istri kedua Fugaku yang dinikahinya secara diam-diam 2 tahun silam. Tidak dapat di pungkiri bahwa sebenarnya banyak dari kerabat Mikoto yang membenci wanita itu. Mereka tidak munafik bahwa mereka menginginkan kematiannya. Sekarang Anko sudah benar-benar meninggal, mungkin ini menjadi kabar gembira bagi sebegian besar Uchiha.

“Kami sangat menyesal mendengar kabar ini dok,” sandiwara Uchiha Takeru, salah satu paman Mikoto yang ikut mengantar Fugaku ke rumah Sakit. “Padahal dia masih memiliki anak laki-laki yang baru berusia 2 tahun.. Kasihan sekali nasip anak itu harus kehilangan ibu di usia semuda ini,” Takeru menunjukkan raut wajah sedih dengan mata berkaca-kaca.

“Setidaknya dia masih memiliki ayah dan keluarga besarnya yang akan menjaga dia,” kata dokter itu bijaksana

“Yah, kau benar dok,” Takeru menyeka matanya “Kapan, Fugaku akan di pindah keruang rawat inap?”

“Segera setelah semua proses didalam ruang ICU selesai,” kata dokter itu. Kemudian dia mohon diri dan menghilang kembali kedalam ruang oprasi itu.

“Mikoto… Kau akan segera menerima hadiah perkawinan paling buruk dari Fugaku, jadi bersabarlah,” kata Takeru datar “Kalau kau tidak menyukainya, kau bisa menitipkannya di panti asuhan saja,”

Mikoto hanya diam mendengar perkataan Takeru, sebelum sebuah brankar di dorong keluar dari dalam kamar ICU, disana terbaring seorang anak laki-laki dengan banyak perban menempel di tubuhnya serta beberapa alat bantu pernapasan. Mikoto tertegun melihat pemandangan tersebut, tanpa sadar dia berjalan mendekat ke arah anak itu dan mengamati wajahnya dalam-dalam.

‘Dia benar-benar mirip Sasuke…’ batin Mikoto ‘Anak ini benar-benar mengingatkan aku dengan Sasuke… kenapa aku jadi tidak tega menitipkannya ke panti asuhan? Bagaimana jika aku merawatnya? Lalu apa reaksi kerabatku jika aku memutuskan untuk merawatnya? apa mereka akan mengataiku bodoh?’ pikiran-pikiran penuh praduga memenuhi benak Mikoto, dia sebenarnya ingin membuang anak itu ke panti asuhan, namun karena kemiripan wajah anak tersebut dengan Sasuke, dia menjadi sedikit iba dan ingin membesarkannya juga bersama dengan anak-anak kandungnya—Sasuke dan Itachi.

Akhirnya Mikoto hanya terpaku sambil memandangi brankar yang perlahan menjauh darinya. Air mata kembali mengalir di pipinya ‘KENAPA AKU HARUS MENERIMA NASIP SEPERTI INI?’ teriaknya dalam hati.

Setelah mengalami perawatan selama 2 hari, akhirnya Fugaku siuman dan sudah dapat berkomunikasi dengan baik. Berkali-kali dia meminta maaf pada Mikoto, entah sudah tak terhitung banyaknya kata maaf terlontar dari lisannya. Namun, Mikoto belum memberikan tanggapan apapun kepada suaminya tersebut, dia hanya mengurus keperluan Fugaku tanpa banyak bicara, sebagai istri yang baik dia masih harus melayani suaminya, meskipun sang suami telah menghianatinya.

Anak hasil pernikahan Fugaku dan Anko, yang diberi nama Uchiha Sai itu juga telah siuman. Dia masih sering menangis dan mengamuk, hal itu cukup memperburuk kondisi kesehatannya.

“Mikoto, aku mohon maafkan aku..” kata Fugaku kepada istrinya itu di suatu siang, saat Mikoto sedang menyuapinya di dalam kamar tempatnya dirawat.

“Hn,” balas Mikoto singkat

“Kau boleh membenciku, aku tahu ini pasti berat untukmu… tapi aku sudah menjalin hubungan dengan Anko jauh sebelum aku mengenalmu, tidak mungkin aku meninggalkan dia dan aku tidak bisa menolak perjodohan kita. Dengan berat hati aku menikahi kalian berdua, aku pikir ini cara yang tepat. Ternyata ini salah. Maafkan aku, Mikoto…”

“Aku sudah memaafkanmu,” kata Mikoto sambil membuang muka dan menatap keluar jendela

“Anko memiliki satu permintaan untukmu sebelum dia meninggal. Dia memohon kau bersedia merawat Sai seperti kau merawat Sasuke dan Itachi. Anak itu tuna rungu, jadi dia bisu. Aku mohon, kasihanilah dia,” Fugaku menggenggam tangan Mikoto yang masih memegang mangkuk bubur.

“Tolong terima dia, Mikoto…”

Mikoto hanya memandang Fugaku dengan tatapan yang mendalam. Egonya menolak, sungguh dia tidak ingin merawat anak itu, tapi hati kecilnya berkata lain saat mendengar permohonan Fugaku.

“Baik, aku akan merawatnya..” kata Mikoto tampak bimbang. Seterlah diam beberapa saat Mikoto tersenyum kecil.

Dia memiliki rencana rahasia untuk melampiaskan sakit hatinya. Dia akan membalaskan dendamnya terhadap Anko melalui anak itu. Dia akan membuat hidup anak itu menderita, Mikoto yakin hal itu dapat membunuhnya secara perlahan-lahan.

“Terima kasih Mikoto… hatimu memang sangat mulia, kau malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan ke bumi.. aku berjanji akan selalu setia denganmu, maafkan aku Mikoto..”

Mikoto menyadari bahwa pujian dari Fugaku itu sebenarnya menambah pedih luka hatinya. Namun dia tidak mampu berbuat apa-apa, karena dia sebenarnya sangat mencintai suaminya itu. ‘Anak itu akan menerima hal yang setimpal!’ Tekad Mikoto dalam hati.
.
.
.
Lamunan Mikoto buyar seketika saat telepon genggamnya berdering lagi dan dia melihat siapa yang menghubunginya

Itachi
+340834578
Calling….

Mikoto menghela napas pelan, hanya Itachi yang mungkin bisa menenangkan kegundahan hatinya. Sejak kecil Itachi memang mampu menjadi kebanggaannya tanpa ada cela sedikitpun, anak itu sangat cerdas,tampan, dan selalu menuruti apapun yang di sarankan Mikoto dengan sebaik mungkin.

“Hallo..” Mikoto mengangkat telepon dari itachi dengan suara sedikit bergetar

“Kaasan, kau baik-baik saja?” sahut Itachi khawatir

Mikoto diam sejenak dan kembali menghela napas “Anak haram itu membawa Sasuke pergi dari rumah, dia mempengaruhi adikmu dan menyuruhnya meninggalkan Kaasan. Itachi, tolong Kaasan.. bawa adikmu kembali… anak haram itu memang sudah merusak keluarga kita dengan luar biasa… sekarang dia membawa adikmu pergi. Bunuh saja dia kalau bisa, Kaasan sudah sangat muak melihat tingkahnya selama ini,” Mikoto berbicara panjang lebar kepada Itachi dia sungguh kecewa dengan semua hal yang terjadi di rumah ini. Jika bukan Fugaku yang memintanya untuk tetap tinggal mungkin dia sudah pergi dan hidup tenang bersama kedua putranya kini.

“Tunggu.. maksud Kaasan, sekarang Sasuke pergi dari rumah bersama anak itu?” Tanya Itachi terkejut

“Ya, tentu saja. Kau tahu kan Sasuke tidak mungkin memiliki ide segila itu jika tidak di pengaruhi oleh anak haram itu,”

“Aku tahu Kaasan. Aku mengenal adikku dengan baik.”

“Kalau begitu Itachi, cepat temukan Sasuke dan bawa dia pulang,” Mikoto memerintahkan Itachi dengan kemarahan yang meluap “Habisi saja anak itu, terserah apa rencanamu, Kaasan akan menyetujuinya,”

“Jadi kita akan membunuhnya?” Itachi meminta kepastian

“Tentu saja, bukankah hal itu yang selama ini kau nginkan, sayang?” Mikoto balik menanyai Itachi

“Keputusanmu sangat tepat, Kaasan. Aku memang ingin membunuhnya bahkan sejak pertama kali aku melihat wajahnya di rumah kita,” kata Itachi dengan seringai liciknya

“Kalau begitu, lakukan semuanya dengan baik. Kau harus ingat, kehati-hatian dan ketelitian dalam menjalankan rencana ini akan mempengaruhi keberhasilan kita, jangan sampai kita terbukti terlibat dan berakhir di penjara,” Mikoto mewanti-wanti Itachi.

“Serahkan semuanya padaku, Kaasan…”

“Kau memang anak kebanggaanku,” dan kalimat terakhir Mikoto tersebut memutus sambungan telepon keduanya.
.
.
.
To be continued

Voment yaaak!!😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top