SoL ~5~ Pindah Fakultas.
~*°,______SOL______,°*~
Setelah dokter mengatakan kalau In Hyun sudah sembuh total dan bisa kembali ke aktivitasnya seperti biasa, akhirnya dia pun diizinkan pulang oleh dokter. Terkecuali melakukan pekerjaan yang berat masih dilarang karena retakan di kaki In Hyun masih harus diperiksa secara rutin.
In Hyun menggunakan ponselnya lagi yang kebetulan waktu tabrakan dia tak membawanya, dengan gantungan kupu-kupu pemberian Jae Woon yang dia anggap sebagai pemberian dari Nam Suuk demi menghargai pemberiannya. Dia kembali masuk kuliah dan hendak mengajukan kepindahannya dari fakultas ekonomi menjadi fakultas kedokteran.
Pagi itu setelah sarapan. In Hyun pamitan pergi kuliah kepada Ibu Yumi. Meski keinginan Ibu Yumi kalau In Hyun pindah saja jangan kuliah di sana dan memulai fakultas kedokteran di kampus lain. In Hyun menolaknya dengan halus dengan alasan jika semua temannya di kampus itu, serta jaraknya dekat bisa berjalan kaki dan dia juga tak mau menghidari orang-orang yang sudah menyakiti dan sudah dilupakannya meski tahu luka itu masih menganga lebar di hatinya.
Ibu Yumi tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia tahu kalau anaknya bisa tegar tapi dia juga tahu kalau di dalamnya, In Hyun sangatlah rapuh.
In Hyun menuruni tangga. Biasanya di ujung tangga di pinggir jalan, di sana selalu ada Nam Suuk yang tengah menunggunya dengan senyuman hangatnya. Dari zaman SD sampai kuliah kemarin sebelum putus. Mereka selalu saja bersama-sama. Tapi kali ini kenyataan yang pahit menyapanya, sudah tak ada hari-hari indah itu. Dia harus segera melupakannya, meski dia tahu takkan semudah itu dia melakukannya.
Keluar dari pagar. In Hyun berjalan sendirian dengan senyuman tipis menghiasi bibirnya. Selama dua belas hari dia koma, serasa satu tahun di zaman khayalannya itu. Masih teringat jelas dan juga takkan terlupakan seumur hidupnya.
Gerbang kampus sudah terlihat. Ketika dia melewati halte bus dekat kampus itu.
Breeemmmm...
Sebuah mobil sport berwarna hitam metalik hampir saja menyerempetnya membuatnya hampir saja melompat ke pinggiran.
Dengan kesalnya In Hyun menyipitkan matanya menatap mobil siapa itu yang ugal-ugalan dan juga hampir menyerempetnya dan kini mobil itu berhenti tepat di depan gerbang kampus.
Tak berapa lama. Keluar Yurika pengemudi mobil, di pintu satunya Nam Suuk sang suaminya ikut keluar juga. Yurika menyuruh satpam di sana untuk memarkirkan mobilnya di pinggir kampus, dengan menyodorkan beberapa lembar uang ratusan tetapi dengan syarat agar berhati-hati karena mobilnya itu masih baru hadiah pernikahannya dengan Nam Suuk.
Kenapa In Hyun bisa tahu hadiah pernikahan Yurika dan Nam Suuk. Karena jelas-jelas Yurika menyebutkannya dengan lantang barusan sembari sedikit melirik ke arahnya.
In Hyun tak memperdulikan hal itu. Dia kembali berjalan sampai melewati keduanya.
"Hyun!?"
Suara itu, suara yang memanggilnya itu benar-benar membuat In Hyun tak bisa melangkah ataupun menoleh ke belakang. Kini dia hanya bisa berdiri terpaku di tempat.
"Hyun," lagi-lagi Nam Suuk memanggil In Hyun.
Yurika segera menghampiri Nam Suuk lalu menggandengnya. "Kenapa kau memanggilnya?"
Terdengar pertanyaan kesal Yurika kepada Nam Suuk yang jelas-jelas terdengar di telinga In Hyun.
"Aku hanya ingin menanyakan bagaimana keadaannya." Jawab Nam Suuk sedikit samar terdengar karena di depan gerbang itu banyak orang yang melihat ke arah mereka. Apalagi mereka datang ke kampus menaiki mobil sport berwarna hitam metalik dan masih baru. Sudah pasti itu menyedot perhatian banyak orang.
In Hyun mengembuskan napasnya. Dari pada mendengarkan mereka berdebat di sana, ia memutuskan melanjutkan langkahnya menuju ke ruang rektor untuk mengajukan kepindahannya ke gedung fakultas kedokteran.
"Hyu..n...?" Ucapan Nam Suuk terhenti ketika pandangan Yurika semakin kesal dan sangat jelas menampakkan ketidaksenangannya jika Nam Suuk bertutur sapa dengan In Hyun.
Nam Suuk mengalah. Dia hanya bisa memandangi punggung In Hyun yang sudah masuk ke koridor gedung rektor. Padahal tadinya dia hanya ingin menanyakan bagaimana keadaannya. Apakah benar-benar sudah sembuh atau belum. Kenapa sudah masuk kuliah? Hanya itu niat Nam Suuk.
Keduanya berjalan kembali ke gedung fakultas bisnis dan ekonomi dengan bergandengan tangan mesra. Atau lebih tepatnya, Yurika yang menggandeng lengan Nam Suuk dengan manjanya.
Di koridor gedung sebelum ruang rektor. Sun Hi dan Euna memanggil In Hyun.
"Hyun!" panggil Sun Hi.
In Hyun berhenti melangkah. Ia menoleh ke belakang dengan memasang senyumannya sembari melambaikan tangannya kepada kedua sahabatnya itu.
"Pagi Hyun. Bagaimana keadaanmu? Kenapa sudah masuk kuliah?" Tanya Euna sedikit khawatir.
In Hyun memperlihatkan berkas kepindahannya ke fakultas lain.
Sun Hi melongo. "Kau serius akan secepat ini pindah ke fakultas kedokteran?" Dia mengira awalnya In Hyun hanya asal bicara karena dia tahu kalau lulusan fakultas ekonomi nantinya akan mendapatkan pekerjaan dengan mudah dan pekerjaan apa pun itu. Tak seperti teknik, kedokteran atau lainnya yang hanya satu bidang pekerjaan saja.
In Hyun langsung menganggukkan kepalanya yakin. "Kan sudah aku katakan jika aku sangat serius ingin masuk fakultas kedokteran." Jawabnya sembari nyengir.
Sun Hi mengusap wajahnya dengan telapak tangan kanannya. "Aku belum mempersiapkan semuanya. Bahkan izin dari orang tua pun belum ada." Ujarnya frustrasi. Tak menyangka In Hyun akan secepat itu mengajukan kepindahannya.
In Hyun melingkarkan tangannya di leher Sun Hi. "Kau tenang saja. Pengajuan kepindahan bukannya berlaku sampai bulan depan, jadi masih banyak waktu untuk hal itu."
"Kau benar juga, Hyun. Aku hanya tak mau kau duluan yang pindah sementara aku telat untuk pengajuan itu." Jawab Sun Hi kini bisa nyengir lebar.
Euna menyeruduk ke tengah-tengah. "Ingat ya, jika kalian pindah, jangan sampai membuang atau menyingkirkanku." Ia cemberut menoleh kanan dan kiri.
Sun Hi dan In Hyun memeluk Euna dengan erat.
"Kau jangan khawatir. Pastinya kita akan terus bersama-sama, iya kan." In Hyun.
"Pastinya, kau termasuk teman berharga kami." Sun Hi.
Euna juga membalas pelukan keduanya. "Kita akan bersama, apa pun yang terjadi. Kalian tetap dua sahabat terbaikku juga."
In Hyun dan Sun Hi malah terkikik geli. Mereka kan sedang di kampus, kenapa malah jadi dramatis seperti itu.
Sun Hi dan Euna mengantarkan In Hyun ke ruang rektor yang kebetulan sudah datang.
Sun Hi dan Euna masuk duluan ke kelas mereka. Sementara In Hyun masih duduk di ruang rektor sendirian. Ternyata untuk pindah fakultas tak semudah yang dia bayangkan, apalagi dia sudah hampir berada di ujung semester pertamanya di fakultas ekonomi. Jika dia ingin pindah fakultas kedokteran, maka dia harus masuk dari semester awal lagi dengan biaya yang tak sedikit juga.
In Hyun menelepon Ibu dan kakaknya. Ternyata keduanya sangat mendukung sekali, bahkan In Myun selalu siap untuk membantu biaya kuliah In Hyun dan Ibu Yumi juga masih sanggup untuk hal itu.
Akhirnya sudah diputuskan kalau In Hyun akan diterima di fakultas kedokteran dengan mengulang tahun. Masuk ke semester awal lagi.
Ketika dia masih mengurus semua surat-surat kepindahannya itu. Tiba-tiba datang seorang pemuda dengan penampilan anehnya masuk ke ruangan itu. Siapa lagi kalau bukan Jae Woon yang hendak mengambil berkas kepindahan kuliahnya untuk membatalkannya karena berkas itu yang mendaftarkan adalah Ayahnya, bukan dirinya. Dia lebih senang kuliah di Busan.
Jae Woon masih selalu memakai masker dengan kacamata dan juga tudung jaket yang menutupi kepalanya. Ketika melihat ada In Hyun di sana, dia benar-benar cuek bahkan seolah tak pernah mengenal atau pernah diselamatkan oleh In Hyun.
In Hyun merasa pernah melihat penampilan itu. Tapi di mana? Dia mencoba mengingat-ingat kembali penampilan yang seperti teroris itu.
Teroris??
Ya. Dia mengingatnya. Apakah dia pria misterius yang pernah diselamatkan olehnya waktu itu atau bukan? Ia bahkan sangat mengingat jelas pertemuan beberapa kali dengan pria itu di jalanan, melihatnya di seret di Kafe dan juga terakhir kali ketika dia mendorongnya di tengah hujan waktu kecelakaan.
In Hyun ingin bertanya kepada pemuda itu yang kini berdiri dengan tampak tak sabar ingin segera berbicara dengan rektor yang menyuruhnya untuk duduk dahulu karena dia masih mengurus berkas In Hyun.
Tetapi In Hyun takut salah orang melihat pemuda itu benar-benar terlihat dingin dan juga tak mengenalinya. Jika dia benar pemuda yang diselamatkannya dan telah membiayainya di rumah sakit. Sudah pasti pemuda itu mengenalnya atau paling tidak menanyakan keadaannya meski tak berterima kasih juga.
Jae Woon benar-benar acuh kepada In Hyun. Bahkan dia asyik memainkan ponselnya sehingga membuat In Hyun yakin kalau dia bukanlah pemuda yang diselamatkannya waktu itu. Lama dia duduk menunggu. Sang rektor malah sibuk dengan urusan berkas yang lain membuat Jae Woon hilang kesabarannya.
"Yah. Pak tua!" Tiba-tiba Jae Woon langsung bangkit dari duduknya. Dengan nada jengkel dia berucap. "Apa kau sengaja mempermainkanku?" Tanyanya geram karena dari tadi dia disuruh menunggu.
In Hyun terkesiap dengan sikapnya itu. Kenapa pemuda itu malah memaki Pak rektor? Benar-benar pemuda aneh dan dia hanya menoleh sekilas ke belakang di mana Jae Woon bangkit berdiri dari duduknya di sofa belakang.
Jae Woon untuk pertama kalinya melepaskan kacamata dan juga maskernya serta menurunkan tudungnya. Ia berjalan maju ke depan meja rektor.
Braakkk...!!
Jae Woon menggebrak meja sekerasnya sehingga membuat benda yang di atasnya separuhnya jatuh berserakan di atas lantai.
"Ya Tuhan. Apa yang kau lakukan Tuan Muda Kim?" Tanya Pak rektor benar-benar terkejut.
Tuan Muda Kim? Berarti benar kalau pemuda itu orang yang telah diselamatkannya waktu itu. In Hyun menoleh--mendongak sekilas kepada pemuda itu yang wajahnya sudah tak tertutupi apa-apa. Wajahnya tampan. Dalam hatinya.
Degg.. degg..
Tiba-tiba saja jantung In Hyun berdetak cepat dengan darah yang berdesir kencang. Wajah itu? Ia menoleh kembali menatap wajah yang saat ini terlihat merah karena marah.
Kedua mata In Hyun menjadi terbelalak. Bukankah wajah itu adalah ...? Tidak mungkin. Benar-benar tidak mungkin, wajahnya benar-benar sangat mirip dengan pria yang ada di mimpiku. Ya. Wajahnya sangat mirip dengan suamiku di dunia imajinasiku.
Tanpa sadar In Hyun memanggil pemuda itu. "Paduka Jeong Soon?"
Pak rektor dan Jae Woon menoleh menatap aneh kepada In Hyun.
"Paduka Jeong Soon?" Keduanya mengulang perkataan In Hyun dengan tatapan bingung.
"Nona, kau bicara apa?" Tanya Jae Woon dingin dan datar.
Deggg.. degg..
Bahkan suaranya sangat mirip dengan Jeong Soon. Apakah benar itu dia? In Hyun masih terpaku menatap dalam wajah Jae Woon yang benar-benar sangat mirip dengan Jeong Soon.
"Yah. Pak tua!"
Lamunan In Hyun membuyar seketika tatkala suara melengking dari Jae Woon membuatnya tersentak.
Jae Woon bukanlah orang yang penyabar. Ia datang hanya ingin mengambil berkas pendaftarannya--atau kepindahannya ke kampus itu. Tetapi Pak rektor malah menyuruhnya menunggu dan dia benci akan hal itu.
Jae Woon tiba-tiba saja menarik baju kerah kemeja Pak rektor membuat In Hyun semakin terpaku tak percaya. Dia kini yakin kalau itu bukanlah Jeong Soon. Karena Jeong Soon suaminya sangat baik, lembut, penuh tata krama dan juga sangat berwibawa. Tapi melihat pemuda di hadapannya itu benar-benar jauh berbeda sehingga membuat In Hyun semakin yakin, dunia khayalan tak seindah dunia kenyataan.
Mungkin dia merasa karena telah menyelamatkan pemuda itu. Wajahnya masuk ke dalam imajinasinya bahkan menjadi suaminya. Sayangnya sifat dunia bawah sadar dengan kenyataannya sangat-sangatlah berbeda jauh.
Jae Woon masih menarik baju kerah depan Pak rektor. "Mana berkasku? Bukankah sudah berulang kali kukatakan jangan pernah menandatangani surat kepindahan itu sebelum aku datang menemuimu!"
"Tapi Tuan Muda Kim, Ayah anda yang-"
"AKU YANG AKAN KULIAH, BUKAN APPA-KU!!" suara yang keras dan sangat memekakkan telinga membuat In Hyun menutup telinganya sembari bangkit berdiri dan...
Plaakkkk...!!
Refleks tangan In Hyun tiba-tiba menampar pipi kanan Jae Woon. "BERBICARALAH YANG SOPAN, DIA PASTI SEUMURAN DENGAN AYAHMU BUKAN!" Tanpa sadar In Hyun memaki Jae Woon. Dia benar-benar geram jika ada pemuda yang tak sopan kepada orang yang lebih tua. Mungkin Pak rektor seumuran dengan mendiang Ayahnya saat ini jika masih hidup. Bahkan beliau sangat baik hati dan murah senyum. Hal itulah yang membuat In Hyun tak tahan atas bentakan yang dilayangkan Jae Woon pada Pak rektor.
Jae Woon melepaskan tangannya di kerah baju Pak rektor. Kini dia menatap In Hyun geram. Kedua mata bernetra biru langit itu membuat In Hyun semakin yakin kalau pemuda itu bukan Jeong Soon yang mempunyai Netra mata berwarna hijau jamrud-akh sudahlah Hyun, jangan memikirkan dunia khayalanmu itu, pikirkan apa yang hendak kau lakukan karena telah menampar pemuda yang bukan orang sembarangan itu.
Jae Woon menggertakkan giginya geram dengan tangan yang masih menempel di pipi yang terasa ngilu akibat tamparan In Hyun. "Beraninya kau,"
"Tolong maafkan dia Tuan Muda Kim." Ucap Pak rektor yang gemetaran. Entah apa yang akan dilakukannya kepada gadis polos itu.
Jae Woon masih terlihat geram. Ia menoleh menatap Pak rektor. "Kau Pak tua. Cepat kembalikan atau bakar berkas kepindahanku itu. Dan untuk kau nona," ia kini menatap In Hyun. "Kau harus membayar mahal atas apa yang kau lakukan barusan." Setelah mengucapkan hal itu. Jae Woon bergegas pergi keluar dari ruangan tersebut dengan langkah lebarnya.
Lagi-lagi secara diam-diam ada yang mengamera kejadian itu. Tangan yang sama dan penampilan yang sama yaitu seorang pemuda. Melihat Jae Woon keluar, pemuda itu pura-pura sedang belajar di depan Pak rektor sehingga Jae Woon tak tahu kalau dia dari tadi sedang di kamera olehnya. Bahkan sampai kepergiannya ke tempat parkir dengan menahan amarah membuat sang pemuda yang merekamnya itu menyeringai puas.
Pak rektor menyuruh In Hyun untuk keluar dulu. Ternyata situasi sudah keluar dari kendali. Pak rektor itu sangat tahu bagaimana sikap keras sang anak kedua dari Tuan Kim. Sang pemilik lambang macan kumbang yang disegani, ditakuti bahkan menjadi billionaire nomor satu di seluruh korea membuat lambang dan nama marga Kim selalu berada di urutan teratas.
Kini entah apa yang akan dilakukan oleh pemuda itu terhadap dirinya dan juga gadis itu. Tak ada pilihan lain, setelah In Hyun keluar. Dia menelepon seseorang di seberang sana untuk melaporkan semua kejadian itu.
Sementara Jae Woon sudah masuk ke dalam mobilnya. Dia menatap wajahnya ke kaca spion tengah. Pipinya masih terlihat merah akibat tamparan yang sangat keras dari In Hyun. Menggelikan. Selalu saja dia berkata-kata seperti itu jika sedang merasa geram. Seringaian mengerikan kini tersungging di bibirnya.
Selama ini tak ada yang berani menyentuhnya apalagi memukulnya seperti itu. "Kau harus membayar mahal atas apa yang kau lakukan padaku."
Jae Woon langsung saja menghidupkan mobilnya lalu menancap gas meninggalkan parkiran kampus.
In Hyun masih terpaku dengan tatapan nanar ke depan. Ia kini berada di dalam perpustakaan menunggu Euna dan Sun Hi. Dia masih tak percaya apa yang telah dilakukannya di ruang rektor tadi. Itu adalah pertama kalinya ia menampar seseorang yang bahkan tak dikenalnya.
~♛♡🎎♡♛~
*°°°_____TBC_____°°°*
Ngurusin PDKT jadi lupa Up SOL.. 😁😁
Enjoy.. Dan kalian pasti sudah bisa menebak siapa dan bakalan jadi siapa Pemuda yang bernama Kim Jae Jung Woon itu.. Jhehe
Kenapa mereka harus bertengkar dahulu? Karena Cinta berawal dari pertengkaran dan kedatangannya selalu dengan cara yang aneh. Tak selama'y Cinta datang berawal dari keindahan ataupun musuhan.. [Kata'y jhehe]
Gomawo.. Masukan'y boleh..
Up* 16~08~2018
Besok hari kemerdekaan. Hati-hati yang mau ikut berbaris di lapangan harus sarapan dahulu dan perbanyak minum air. Sebelum hal tak diinginkan terjadi.
Selamat merayakan 17 Agustus. Semangat dan tetap semangat 45'y.. 😂😂
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top