SoL ~45~ Revenge.
~*°_____SOL_____°*~
Dua bulan kemudian.
Semenjak kasus masuknya Soo-jin dan Lin Chia ke penjara. Yurika semakin geram pada In Hyun. Setiap kali bertemu dengan In Hyun di kampus. Ia selalu saja menatapnya sinis dan penuh dengan kebencian.
Jeong Soon yang selalu menenangkannya agar jangan terpengaruh oleh Yurika.
Jae Woon masih saja mengikuti Jeong Soon kemanapun dia pergi kecuali kamarnya yang kini telah menjadi kamar keramat terlarang baginya.
Semenjak kejadian penculikan In Hyun. Profesor Sang-ji tidak masuk ke Kampus dan mengatakan kalau dia meminta cuty atau mungkin keluar dari mengajar karena alasan tak enak pada In Hyun beserta keluarga Kim. Ia telah lengah menjaga In Hyun ketika ulang tahunnya dan dia juga banyak kerjaan di laboratorium di Busan.
In Hyun tak pernah melihat Sang-ji lagi semenjak hari ulang tahunnya.
Dan selama dua bulan ini pun rasanya ketegangan dan juga ancaman pada In Hyun mulai berkurang atau lebih tepatnya pergi menghilang bersama dengan Soo-jin dan Lin Chia.
Siang itu. In Hyun, Euna dan Sun Hi sedang di perpustakaan. Sementara hari itu, Jeong Soon tak masuk Kuliah karena pekerjaan di kantor Tuan Kim menumpuk dan harus dia yang menanganinya.
Sun Hi tiduran di atas buku-bukunya sambil mengeluh. "Akh. Sampai kapan kita harus bergelut dengan buku-buku tebal ini?"
"Sampai kita lulus pastinya," jawab In Hyun sembari menggelengkan kepalanya melihat betapa malasnya Sun Hi.
"Kalian berdua setiap hari sangat sibuk. Apalagi ujian-ujian pembedahan, soal penyakit dan cara penanganannya yang pasti masalah kadaver (mayat). Sungguh menakutkan." Kata Euna. Maka dari itu dia tak masuk ke fakultas kedokteran.
Sun Hi mengangguk. "Kau benar. Jurusan kita memang banyak tugas dan pastinya soal bedah membedah. Gimana kalau kamu menjadi kelinci percobaannya?" candanya pada Euna.
"Yaa. Kalau bicara jangan asal. Ngeri kalau dekat-dekat kamu Sun-ah." Euna yang tadinya duduk di dekat Sun Hi, bergeser mendekat pada In Hyun.
"Haha." Sun Hi dan In Hyun tergelak.
"Tanggal berapa kalian pergi ke laboratorium di Busan?" tanya Euna.
In Hyun melihat kalender di ponselnya. "Tampaknya minggu depan, ya kan Sun-yya?" ia melirik pada Sun Hi yang masih malas-malasan.
"Ye. Minggu depan ada kunjungan ke laboratorium di Busan. Ahh, lama tak bertemu dengan profesor tampan kita (Sang-ji)." Jawab Sun Hi menopangkan dagunya di atas buku melihat In Hyun dan Euna.
In Hyun menatap dan tampak menghitung hari di kalendernya. Tiba-tiba kedua matanya membelalak.
____🍁🎎🍁____
Di kantor Tuan Kim.
Jae Woon menatap aneh pada Jeong Soon yang kini duduk di ruang kerja tampak berkutat di depan komputernya. "Yang Mulia (panggilan ketika dia kesal pada Jeong Soon). Kau sibuk sekali hari ini sampai tak pergi Kuliah."
"Ya. Aku sibuk sekali. Jadi, jangan pernah menggangguku,"
"Apa kau tak menjemput istrimu?"
"Dia akan pulang dengan sopir," Jeong Soon menatap aneh pada Jae Woon yang sedang duduk santai di kursi depan mejanya. "Kenapa kau menanyakan terus Ratuku?"
Jae Woon nyengir. "Entah kenapa hatiku merasa tak enak sejak tadi pagi."
"Apa benar kau mempunyai hati?"
"Aigoo. Kau pikir aku roh yang tak punya perasaan." Jawab Jae Woon kesal.
Jeong Soon hanya tersenyum tipis. Senang sekali dia menggoda Jae Woon. Apalagi akhir-akhir ini Jae Woon selalu menunjukkan kecemburuannya pada Jeong Soon jika bersama dengan In Hyun.
Jeong Soon juga baru teringat kalau yang menyelamatkan Jae Woon ketika hampir tertabrak adalah istrinya In Hyun. Ketika ia tahu tentang perasaan Jae Woon pada In Hyun ia merasa tenang dan anehnya, ia sama sekali tak marah. Bahkan melihat kecemburuan Jae Woon semakin membuatnya ingin menggoda pemuda itu.
Triinggg...
Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ia melirik jam dinding di ruangan itu lalu tersenyum. Jam segitu adalah jam pulangnya In Hyun dan pasti pesan itu pesan kabar kalau istrinya sudah sampai di Mansion.
Ketika hendak membuka pesan. Sin Wan mengetuk pintu.
"Masuk," jawab Jeong Soon menaruh lagi ponselnya tak jadi membuka pesan.
Sin Wan membuka pintu kemudian masuk. Dia membawa beberapa berkas lalu menaruhnya di atas meja depan Jeong Soon.
"Berkas apa ini?" tanya Jeong Soon heran melihat berkas bersampul warna biru tua dan warna itu baru di perusahaannya.
Sin Wan tersenyum simpul. "Hari ini perusahaan Liu dan In telah hancur. Besok semua aset perusahaan mereka akan disita oleh Bank karena telah melanggar peraturan pemerintah dengan memakai banyaknya uang gelap beberapa perusahaan ilegal."
"Benarkah? Akh, akhirnya kita berhasil juga. Selama dua bulan ini kita berusaha terus untuk mencari titik lemah dan juga kesalahan yang dibuat oleh dua perusahaan besar itu. Ternyata dugaan kita benar kalau mereka bergabung dengan perusahaan serta pasar-pasar gelap." Jeong Soon hampir saja bersorak saking senangnya.
"Akhirnya. Keinginanku untuk menghancurkan mereka telah terwujud dan semua itu berkat kau, Yang Mulia." Jae Woon yang bersorak kegirangan.
Jeong Soon juga tersenyum puas. Semua yang mereka lakukan selama dua bulan belakangan ini tidak sia-sia.
Jeong Soon dan Sin Wan melihat berkas-berkas itu untuk memastikan kalau dua perusahaan itu benar-benar telah hancur.
Sementara In Hyun kini duduk terpaku di sebuah bangku di rumah sakit. Melirik ponselnya berkali-kali, tak ada balasan dari Jeong Soon.
Secarik kertas hasil pemeriksaan kini berada di tangannya. Air matanya menetes tak tertahankan. Ia menelepon sopir yang parkir di belakang gedung rumah sakit sambil mengusap air matanya itu. Setelah itu ia bangkit dari kursi-- berjalan keluar dari gedung rumah sakit menuju ke pinggir jalan karena menyuruh sopir untuk membawa mobilnya ke depan gedung.
In Hyun memasukkan kertas hasil pemeriksaan dokter ke dalam tasnya lalu berdiri di pinggir jalan. Hampir lima menit sang sopir tak kunjung datang-datang juga.
Tiba-tiba sebuah mobil besar hitam metalik berhenti di depannya kemudian menarik In Hyun paksa masuk ke dalam mobil.
"Kyaaaa?!" jerit In Hyun kala dua pria menyeretnya masuk ke dalam dan mobil pun melaju kembali meninggalkan gedung rumah sakit.
Sang sopir masih di dalam mobilnya yang terparkir di belakang gedung dan dalam keadaan pingsan dikarenakan seseorang membiusnya dari belakang barusan.
Di dalam mobil yang tak dikenal itu terdapat empat orang pria dengan pakaian serba hitam serta memakai topi hitam, memakai masker dan juga kacamata. Tubuh mereka terlihat besar dan kekar seperti bodyguard.
Kedua dari pria itu langsung menutup mulut serta kedua mata In Hyun. Bahkan kedua tangannya juga diikat tali agar tak berontak memukuli mereka.
"Paduka. Kau di mana? Tolong aku?!" jerit hati In Hyun memanggil nama Jeong Soon.
Degg!!
Jeong Soon yang masih sibuk dengan berkas-berkasanya mendadak memegang jantungnya yang tiba-tiba saja merasakan debaran yang sangat kencang. Ternyata hal itu juga dirasakan oleh Jae Woon.
"Perasaan aneh apa ini?" tanya Jae Woon memegang jantungnya juga.
Keduanya langsung teringat pada In Hyun.
Jeong Soon buru-buru meraih ponselnya untuk membuka pesan yang sempat dilupakannya dari tadi.
Isi pesan itu adalah In Hyun pergi ke rumah sakit besar. Kepalanya sedikit pusing dan juga tak enak badan ketika di Kampus. Jadi, dia saat ini sedang di rumah sakit.
Jeong Soon sontak bangkit dari duduknya membuat Sin Wan kaget. "Ada apa?" tanyanya aneh melihat wajah Jeong Soon yang tiba-tiba berubah pucat.
"Aku harus pergi dulu. Kau urus saja semuanya, Hyung. Kita bicarakan lagi nanti di Mansion." Kata Jeong Soon meraih jas kerjanya kemudian bergegas keluar dari ruangan itu diikuti oleh Jae Woon.
"Baiklah. Serahkan padaku!" jawab Sin Wan sedikit keras karena Jeong Soon sudah akan menutup pintu.
"Pesan apa yang kau terima?" tanya Jae Woon penasaran.
"Dari In Hyun. Dia sekarang di rumah sakit." Jawab Jeong Soon sambil memencet nomor In Hyun tetapi ponselnya malah di luar jangkauan. Ia pun segera menelepon sopir memastikan apakah In Hyun sudah pulang atau belum. Dia dengan gelisah menunggu lift.
Panggilan pertama tak diangkat sang sopir. Jeong Soon menelepon ke Mansion. Telepon diangkat oleh Paman Hoong bertepatan dengan pintu lift terbuka.
Jeong Soon masuk dengan langkah lebar ke dalam lift kemudian memencet nomor B untuk ke Lobby gedung. "Hallo. Paman Hoong. Apakah istriku sudah pulang?"
"Belum Tuan. Nyonya muda belum pulang dari tadi. Sudah satu jam saya menunggu Nyonya muda."
Jawaban Paman Hoong membuat keringat dingin Jeong Soon semakin mengucur. Apakah istrinya baik-baik saja? Apakah dia sakit parah sehingga pergi ke rumah sakit. Bodohnya ia karena tak langsung membuka pesan dari In Hyun dan menghubunginya.
Jae Woon terus saja menggerutu membuat Jeong Soon semakin gelisah.
Jeong Soon naik ke dalam mobil dan menyuruh sopir untuk pergi ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, pikiran Jeong Soon mengembara kemana-mana, begitu juga Jae Woon.
Mungkinkah In Hyun dirawat di rumah sakit sehingga ponselnya tidak aktif? Atau dia masih dalam pemeriksaan di sana? Lalu sakit apa sehingga pemeriksaan memerlukan satu jam lamanya?
Sesampainya di rumah sakit. Jeong Soon bergegas masuk dan menanyakan kepada resepsionis pasien yang periksa di sana bernama In Hyun.
Penjaga itu hanya mengatakan ruangan berapa In Hyun periksa dan tak tahu kalau In Hyun sudah pergi dari tadi.
Jeong Soon langsung saja menuju ke ruang dokter yang tadi memeriksa In Hyun yang ada di lantai dua. Namun, Lift terlihat penuh, jadi Jeong Soon menaiki tangga menuju ke lantai dua.
"Apakah In Hyun sakit?"
"Apa dia dirawat?"
"Bagaimana keadaannya?"
"Di ruangan mana dia dirawat?"
Banyaknya pertanyaan-pertanyaan Jae Woon pada Jeong Soon membuatnya hanya bisa menjawab tidak tahu. Bagaimana dia bisa tahu kalau mereka saja belum sampai dan melihat In Hyun atau dokter.
Akhirnya keduanya sampai di ruangan dokter yang memeriksa In Hyun. Jeong Soon segera mengetuk pintu. Kebetulan pasien terakhirnya baru saja keluar dari sana.
"Masuk," terdengar sang dokter mempersilakan Jeong Soon masuk.
Jeong Soon bergegas masuk ke dalam lalu duduk di depan meja dokter.
Wanita paruh baya itu menatap pada Jeong Soon. "Ada yang bisa saya bantu Tuan muda?" tanyanya mengenali siapa pemuda itu.
"Tabib- maksud saya. Dokter, apakah istri saya tadi periksa ke sini?"
"Istri Anda ...?"
"In Hyun," jawab Jeong Soon cepat.
"Ahh, Nona In Hyun, ya saya hampir melupakan kalau Nyonya muda yang periksa ke saya tadi adalah istri Anda pantas saja wajahnya tampak familier."
"Cerewet sekali dokter itu. Ingin rasanya aku mencekiknya agar mengatakan di mana In Hyun sekarang." Yang bisa Jae Woon lakukan hanya menggerutu atau mengomel-ngomel.
"Apakah dia sakit dokter?"
Dokter itu malah tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Istri Anda tidak sakit. Hanya saja dia saat ini sedang hamil Tuan," jawabannya membuat Jeong Soon membulatkan kedua matanya.
"Apa Anda yakin dok?"
Sekali lagi dokter mengangguk. "Usia kandungan Nyonya In Hyun saat ini baru menginjak 6 minggu."
Jeong Soon langsung saja tersenyum lebar. Berbeda dengan Jae Woon yang memelototkan matanya pada Jeong Soon. Secepat itu dia dan In Hyun akan mempunyai anak? -ralat- Jeong Soon dan In Hyun.
"Jadi, istri saya sekarang di rawat di mana dok?" tanya Jeong Soon mengira kalau In Hyun masih di sana.
"Istri Anda sudah pergi dari sini sekitar satu jam yang lalu karena pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama Tuan."
Jeong Soon langsung berdiri. "Kalau begitu terima kasih dok. Saya permisi dulu."
Tanpa membuang waktu lagi. Jeong Soon keluar dari ruangan itu lalu kembali menelepon sopir. Belum sempat terhubung orang yang hendak dihubungi memanggilnya.
"Tuan Jae Soon!"
Jeong Soon dan Jae Woon sontak menoleh ke belakang di mana sang sopir menghampiri mereka.
"Kau? Mana In Hyun?" tanya Jeong Soon aneh sembari melihat ke belakang berharap kalau In Hyun masih di sana.
Sang sopir menunduk.
"Cepat katakan di mana In Hyun?!" teriak Jae Woon.
Jeong Soon menoleh ke samping. Mana bisa sopir itu mendengarnya.
"Saya tidak tahu Tuan. Maafkan saya, karena ketika saya hendak pergi membawa mobil menjemput Nyonya muda. Tiba-tiba seseorang membius saya dari belakang dan ketika saya sadar. Saya sudah terbaring di ranjang rumah sakit ini, dua orang security membawa saya ke dalam sini dalam keadaan pingsan Tuan." Jelas sopir panjang lebar.
"Pingsan?"
Sang sopir mengangguk ketakutan.
Jeong Soon tidak bisa menyalahkan sopirnya itu. Jika sopirnya pingsan karena seseorang telah membekap dan membiusnya. Sudah pasti saat ini In Hyun dalam bahaya. Kandungannya? Bagaimana kalau terjadi apa-apa pada calon anaknya. Apalagi kandungan In Hyun masih rentan keguguran karena baru saja menginjak 6 minggu.
Berbagai sangkaan kini bersarang di benaknya sehingga panggilan sang sopir atau Jae Woon tak digubrisnya.
"Yah. Kaisar Jeong Soon!"
Jeong Soon langsung tersentak kaget melihat ke samping.
"Cepat lihat dari CCTV!"
"Baiklah, kita harus melihat In Hyun naik mobil apa. Dan kau istirahatlah di rumah." Untuk meyakinkan kalau In Hyun baik-baik saja. Mereka harus melihat In Hyun pergi ke arah mana dan naik mobil apa.
Jeong Soon kini berdiri dengan perasaan gelisah di ruang CCTV rumah sakit. Terlihat kalau In Hyun datang ke sana lalu masuk ke dalam ruangan dokter tadi. Setelah itu keluar dengan sebuah kertas di genggamannya. Terlihat juga dia duduk di kursi koridor rumah sakit dan tampak merenung.
Hampir 10 menit dia duduk di sana kemudian keluar dari rumah sakit menunggu sopirnya.
Kedua mata Jeong Soon membulat kala melihat sebuah mobil berhenti di depan In Hyun kemudian keluar dua pria langsung membawanya masuk ke dalam bertepatan dengan camera CCTV belakang gedung rumah sakit seorang pria berpakaian serba hitam, memakai topi dan masker masuk paksa ke dalam mobil sopir untuk membiusnya.
"Dia diculik!" Jae Woon menjadi geram.
"Kita harus segera mencari tahu siapa yang berani menculiknya." Kata Jeong Soon mengepalkan tangannya geram. Ia akan mencari siapa dalangnya meski berada di lapis bumi ketujuh pun. Akan dicari juga istrinya secepat mungkin.
Jeong Soon dan Jae Woon bergegas keluar dari ruangan tersebut.
Dari rumah sakit mereka kembali dahulu ke Mansion. Di kumpulkan semua bodyguard, Sin Wan sampai dengan ketiga sahabatnya untuk menyebar di seluruh kota itu.
Takkan kulepaskan orang yang telah menculik dan menyakiti istriku. Geram Jeong Soon begitu juga Jae Woon.
_____🍁🎎🍁_____
In Hyun kini berada di sebuah ruangan yang hanya diterangi satu lampu gantung -- menyinari dia sendiri sementara sudut-sudut lainnya gelap dan temaram.
Perlahan dia tersadar dari pingsannya. Mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat itu yang gelap.
Di mana ini? Batinnya dan hendak bergerak. Tetapi baru sadar kalau mulutnya kini ditutup dengan sebuah kain serta kedua tangan dan kakinya dalam keadaan terikat di kursi yang dia duduki.
"Hmmmm!" In Hyun tak bisa berteriak. Ia mencoba bergerak-gerak agar terlepas dari ikatan itu. Nihil, ikatannya terlalu kuat sementara tubuhnya benar-benar masih lemah.
"Bergeraklah sesukamu!" terdengar suara seorang wanita datang dari sudut ruangan.
In Hyun melihat ke arah tersebut. Wanita itu berjalan semakin mendekat. Ketika wajahnya sudah terlihat jelas. Kedua mata In Hyun membulat, ia benar-benar tak menyangka kalau wanita itu akan berbuat sekejam itu padanya.
"Kau pasti takkan menyangka kalau yang berbuat seperti ini adalah aku," bibir wanita itu menyeringai sembari memperlihatkan sebuah belati yang sangat tajam.
Sambil memainkan belati itu di depan wajah In Hyun. "Sudah lama sekali aku ingin merusak wajahmu yang cantik dan mulus itu. Aku heran sekali, kenapa semua orang sangat menyukaimu dan juga sangat melindungimu?"
In Hyun menjadi gemetaran melihat belati yang mengilap di depan kedua matanya.
Wanita itu kini memainkan belakang belati di pipi kanan In Hyun sampai ke lehernya. "Aku juga ingin mengeluarkan kedua matamu yang besar itu yang selalu menatap suamiku dengan tatapan Cinta,"
Keringat dingin mulai mengucur di kening serta seluruh wajah In Hyun. Napasnya mulai memburu, ingin sekali dia berteriak meminta tolong tetapi mulutnya masih diikat sebuah kain sehingga mustahil baginya untuk berteriak.
Sreeettt...
Belati itu mengayun tepat ke kain yang mengikat mulut In Hyun sehingga memotong sekaligus membuka mulutnya.
In Hyun menghirup udara dalam-dalam. "Yu-Yurika. Kenapa kau me-lakukan semua ini?" tanyanya dengan nada gemetaran.
Ternyata itu adalah Yurika. Bibirnya semakin menyeringai mengerikan. "Apa yang aku lakukan? Kau bertanya apa yang aku lakukan?"
In Hyun mengangguk ketakutan dan masih tak percaya kalau saudaranya sendiri yang melakukan hal sekeji itu.
"Hahaha! Kau tak tahu atau pura-pura tak tahu?" tanya Yurika dengan masih memainkan belatinya.
Kedua kaki In Hyun yang terikat diangkatnya lalu menendang kaki Yurika sampai terjengkang ke belakang dan belati terlempar ke atas lantai.
Yurika menatap geram pada In Hyun. Bergegas bangkit dari atas lantai kemudian menghampirinya.
Pllakkk... plakkk...
Berulang kali kedua tangan Yurika menampar sampai memukul kedua pipi In Hyun sehingga membuat wajahnya sembap serta sudut bibir In Hyun mengeluarkan darah.
Ketika Yurika hendak menampar lagi.
"Hentikan Yuri!" suara lantang seorang pria menghentikan pukulan Yurika.
In Hyun seperti mengenali suara itu. Tampak berdiri seorang pria di ambang pintu dengan wajah yang masih ditutupi kegelapan.
"Jangan pukul lagi. Nanti itu akan berpengaruh pada janinnya." Ujar pria itu lagi.
"Janin?" Yurika memelototkan kedua matanya lalu menoleh menatap pada In Hyun. "Jadi, kau ha-hamil? Hahaha!" ia malah tertawa terbahak-bahak mendengar kalau saat ini In Hyun sedang hamil.
"Hoho. Kenapa Tuhan selalu tak adil buatku. Aku yang menikah sudah hampir satu tahun lebih tetapi belum dikaruniai seorang anak. Namun dia, wanita jalang ini selalu mendapatkan apa yang aku impikan selama ini," Yurika tampak frustrasi mendengar kalau In Hyun sedang hamil ahli waris keluarga Kim.
Yurika mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke wajah In Hyun dengan tatapan mengerikan. "Dari dulu aku sangat membencimu. Kau mendapatkan hati Nam Suuk dan aku berhasil merebutnya. Tapi, kau kini mendapatkan pemuda yang menjadi incaran utamaku yaitu Kim Jae Woon. Kau menikahi pemuda milioner Kim dengan mudahnya dan kini kau telah mengandung anaknya,"
Ucapan Yurika benar-benar terlihat seperti orang gila. "Kau harusnya mati saja agar tak ada lagi yang membuatku cemburu atau membuatku marah."
"Yurika! Aku bilang hentikan!" teriak pria itu yang tampaknya tak berani menampakkan wajahnya pada In Hyun.
Tetapi In Hyun yakin siapa pria itu. Mustahil dia. Di dalam hatinya tak menduga kalau pria itu akan ikut berbuat jahat juga.
"Paduka. Kau di mana? Tolong aku dan juga calon anak kita!" jerit batin In Hyun dengan cucuran air mata bercampur keringat yang terus mengucur dari tadi menahan rasa sakit di seluruh wajahnya yang sudah berubah membiru.
※♚♥♡🎎♡♥♚※
**°°_____TBC_____°°**
Ngejar target.. 😁😁
Oh ya.. Mau tanya.. Apakah ada yang berniat beli e-book KOJ (King Of Joseon)?? Sebelum diterbitkan dalam bentuk cetak.. Jika ada maka akan dicetak dlu dalam bentuk E-book.. Jika gk ada yk minat gk bakalan deh.. 😁😁
Nanti aja dalam versi cetak'y.. 😆
Up* 21~08~2019
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top