SoL ~38~ Secret and Sorrow.
~*°______SOL______°*~
Jeong Soon sampai di rumah sakit. Dia langsung melihat keadaan Tuan Kim Ayahnya. Dokter menjelaskan kalau nyawanya sudah terselamatkan. Namun, Ayahnya itu mengalami benturan yang kuat pada kepala saat kecelakaan waktu itu dan kemungkinan akan mengalami koma tetapi tak lama.
Yoon Ha memeluk lengan Jeong Soon. "Aku tak mau kehilangan Appa. Kita sudah tak punya Eomma, apakah kita juga akan kehilangan Appa?"
Jeong Soon mengusap lengan Yoon Ha. "Berdoalah. Semoga apa yang kita takutkan tidak akan terjadi." Dia berpikir, seandainya mereka ada di zamannya. Semua luka yang ada di tubuh Tuan Kim akan segera sembuh. Apalagi menggunakan aliran tenaga dalam, pastinya tidak akan terbaring terlalu lama di sana.
Sayangnya. Aliran tenaga dalam itu tidak bisa keluar di zaman itu dan juga gerakan bela dirinya pun menjadi kaku.
Ji Hoon berdiri di samping satunya. "Ya, aku juga sangat takut kehilangan Appa. Meski selama ini sikapnya berbeda dengan Ayah lainnya dan selalu banyak mengatur. Tetapi, aku tak mau jika Appa harus-"
"Ssstthhh," Jeong Soon memotong kalimat Ji Hoon. "Aku yakin semuanya akan baik-baik saja."
Baik-baik saja? Dia juga tak bisa meramalkannya apakah benar-benar akan baik-baik saja atau malah sebaliknya.
Setelah melihat keadaan Tuan Kim. Mereka semua pergi ke ruangan lainnya di mana di sana Nenek Kim juga terbaring lemah.
Saat itu Nenek Kim baru saja bangun dari tidurnya. Napasnya sudah benar-benar lemah dan tak beraturan. Selain itu dia sudah terlihat pasrah dengan keadaannya.
Ketika melihat cucu-cucunya datang. Nenek Kim tersenyum lalu tangannya mencoba memanggil Jeong Soon.
Jeong Soon mendekati ranjang Nenek Kim lalu memegang tangannya.
Dengan nada lemah Nenek Kim berujar. "Jae Soon. Tolong jaga kakak dan adikmu itu,"
"Halmeoni. Anda bicara apa? Saya pasti akan menjaga mereka, dan Anda akan segera sembuh seperti sedia kala," jawab Jeong Soon menelan salivanya berat merasakan detak jantung Nenek Kim di pergelangan tangannya sudah mulai melemah.
Nenek Kim melepas alat bantu pernapasannya. Kemudian kembali berujar. "Nenek yakin jika suatu hari. Apa yang kau impikan semuanya akan tercapai dan kebahagiaan yang sempat hilang akan segera kembali,"
Yoon Ha tak tega melihatnya. "Halmeoni. Istirahatlah, jangan banyak bicara lagi."
"Iya halmeoni. Istirahatlah." Kata Ji Hoon.
Shige Kazu mengusap punggung Ji Hoon untuk menenangkannya.
Tetapi Nenek Kim tak menghiraukan mereka. Terpancar kebahagiaan di kedua matanya yang mulai berkaca-kaca lalu senyumnya mengembang. "Jae Soon, Ji Hoon dan Yoon Ha. Kalian harus berjanji kepada Nenek untuk selalu bahagia. Terutama untukmu Jae Soon. Kau harus benar-benar memaafkan Ayahmu dan juga jaga dia baik-baik,"
Napas Nenek Kim sedikit tercekat seperti sesak.
"Panggilkan dokter!" kata Shige Kazu.
Tangan Nenek Kim yang tak dipegang Jeong Soon melambai tanda tak mau diperiksa. "Nenek sudah tidak punya banyak waktu lagi. Jae Soon, jaga istrimu dan selalu bahagiakan dia. Yang pergi biarkan pergi dan yang datang sambutlah di-a …." tangannya yang melambai barusan mulai terkulai tanda beliau sudah tak ada lagi di dunia.
"Halmeoni!!" Yoon Ha dan Ji Hoon berteriak langsung menangis.
Yoon Ha memeluk suaminya sembari meraung menangis. Ji Hoon menangis di punggung Jeong Soon. Sementara kedua tangan Jeong Soon memegang tangan kanan Nenek Kim dengan erat. Tak terasa air matanya juga menetes.
Jeong Soon membayangkan saat kakeknya meninggal ketika dia masih kecil. Setelah menikah, Ibunya yang meninggal. Dan saat perang besar, Ayahnya beserta istrinya juga meninggal. Masih terasa basah luka itu, masih terasa sangat sakit menerima kenyataan kehilangan mereka.
Namun, salah satu dari mereka masih bisa ditemui serta kini masih bersamanya. Yaitu In Hyun, istri serta Cinta dan napasnya.
______🍁🎎🍁______
Jeong Soon sampai di mansion dengan wajah pucat dan kedua mata yang memerah karena menangis. Dia pulang sendirian karena Ji Hoon langsung pergi ke rumah Yoon Ha untuk menginap di sana. Karena besok banyak yang harus mereka lakukan yaitu pemakaman Nenek tercintanya.
Paman Hoong berdiri di dekat tangga sembari menunduk sedih. Dia telah mendapat kabar dari Yoon Ha dan semua pelayan menyambut kedatangan dengan kesedihan juga.
Jeong Soon tak banyak bicara dan hanya berjalan menapaki tangga dengan lesu menuju ke kamarnya.
In Hyun yang belum mengetahui kabar meninggalnya Nenek Kim duduk sembari menatap makan malam yang sudah tertata rapi di atas meja pendek di kamarnya itu. Sesekali dia tersenyum menatap bulan yang hampir Purnama dari balik jendela.
Dia menoleh ke arah pintu yang terbuka dan bibirnya langsung tersenyum melihat siapa yang datang. Tetapi, tak lama kemudian, senyumnya itu langsung hilang seketika kala melihat betapa pucat serta sedihnya wajah Jeong Soon.
In Hyun bergegas bangkit lalu memburu Jeong Soon yang hampir jatuh terkulai ke atas lantai. "Paduka, kau kenapa?" tanyanya khawatir. Ia membantu Jeong Soon berjalan lalu di dudukkan di pinggir ranjang.
Melihat Jeong Soon diam terus dari tadi. In Hyun ikut duduk di sampingnya dan semakin heran. Sebenarnya apa yang terjadi?
Tiba-tiba kedua mata In Hyun membulat kala melihat Jeong Soon yang tampak mencoba bernapas tetapi merasakan sesak yang sangat menyesakkan. Ia mulai membantunya membuka jas serta kancing kemeja Jeong Soon setengah dada lalu mengusap-usap dadanya. "Bernapaslah Paduka. Tarik napas lalu embuskan perlahan."
Jeong Soon mencoba bernapas dengan arahan dari In Hyun. Tetapi entah kenapa rasa sesak semakin menekan dadanya seolah menyempit membuat In Hyun bertambah panik.
Tak punya pilihan lain selain menyalurkan napas buatan pada Jeong Soon dengan mencium bibirnya. Jeong Soon membulatkan matanya menerima napas buatan dari In Hyun sehingga membuat hatinya sedikit tenang.
Ciuman itu hanya berlangsung beberapa menit saja. In Hyun baru menyadari akan kebodohannya itu lalu segera melepaskan bibirnya dari bibir Jeong Soon. "Mianhaeyo. A-aku …," ucapannya menggantung melihat senyuman Jeong Soon.
"Gomasseumnida. Kau telah menolongku meringankan beban ini," kata Jeong Soon memegang pipi kanan In Hyun.
In Hyun bangkit berdiri sembari mengulurkan tangannya. Jeong Soon menerimanya lalu mengikuti In Hyun dari belakang menuju ke balkon depan kamarnya.
Dia mengajak suaminya duduk di sofa panjang di luar lalu menunjuk bulan. Jeong Soon menatap bulan yang bersinar terang itu. Teringat kembali kala masih di Joseon. Setiap malam dia dan Ratunya selalu duduk di balkon istana menatap bulan juga. Atau kalau siang harinya melihat pemandangan sekitar lembah terkutuk. Sungguh takkan bisa terlupakan kenangan-kenangan dikala itu.
In Hyun tersenyum tipis melihat ketenangan di wajah Jeong Soon.
"Nenek Kim telah meninggal," kata-kata Jeong Soon seketika membuat In Hyun mengerjap tak percaya.
"A-apa? Ne-nenek meninggal?" senyum In Hyun hilang seketika berganti dengan air mata yang tiba-tiba saja mengalir.
Mendadak Jeong Soon menelusupkan wajahnya ke pinggir dada In Hyun lalu menangis pula di sana. Jangan sampai di kehidupan itu, dia dipisahkan lagi dengan In Hyun dengan orang-orang yang disayanginya juga.
In Hyun mengusap belakang kepala Jeong Soon lalu memeluknya erat. Keduanya menangis di sana dan sama-sama merasakan sesak di dadanya.
Meski itu bukan Neneknya. Tetapi itu adalah Nenek pemuda yang kini menjadi dirinya. Nenek yang baik dan tak pernah curiga akan perubahan pada dirinya. Yang selalu mendukung semua keputusannya.
_____🍁🎎🍁_____
Dari pagi sampai sore semuanya tampak sibuk mengurus pemakaman Nenek Kim. Yang membuat mereka semakin sedih adalah Tuan Kim belum sadarkan diri dan tak bisa menghadiri pemakaman itu.
Semua tamu yang datang untuk ikut turut berduka cita memberi penghormatan terakhir pada foto Nenek Kim.
Jeong Soon, Ji Hoon, In Hyun, Yoon Ha dan Shige Kazu berdiri di dekat foto Nenek Kim menerima para tamu. Sementara Sin Wan, Han Cho, Hwan Ki dan Dae Chung berdiri di luar.
Puluhan rangkaian bunga turut berduka cita datang ke sana dari semua sanak saudara dan juga teman Tuan Kim beserta kenalan Nenek Kim.
In Myun dan Bibi Yumi juga datang ke sana untuk membantu.
Suasana berkabung terasa memilukan bagi keluarga Kim.
Sampai malam tiba dan pemakaman pun selesai. Semuanya pulang ke rumah masing-masing.
Jeong Soon mendekati Ji Hoon yang sedang duduk di atas karpet sambil sandaran ke kursi sofa. Ia datang untuk menghiburnya.
"Ji Hoon. Bagaimana kalau kita pergi keluar untuk menghirup udara segar," Jeong Soon mengajak adiknya itu untuk pergi ke taman.
"Tak usah hyung. Aku lelah hari ini, besok akan ada ujian di sekolah. Jadi, lebih baik aku tidur saja." Jawab Ji Hoon terlihat lelah dan tahu niat kakaknya itu.
Jeong Soon tahu kalau Ji Hoon pasti lelah setelah seharian merima tamu yang datang. Akan tetapi tadinya dia berniat sedikit menghibur adiknya itu dan lupa kalau adiknya harus sekolah. "Kalau begitu, istirahatlah dan jika tak sanggup pergi sekolah besok. Aku akan memintakan izin untukmu."
Ji Hoon tersenyum terpaksa demi menenangkan hati kakaknya itu. Ia bangkit dari duduknya lalu pergi ke kamarnya.
Jeong Soon duduk di sana melihat-lihat video kenangan keluarga Kim. Dia tahu kalau In Hyun juga sudah tidur duluan karena lelah.
Dia melihat satu kaset video di antara video lainnya yang membuatnya penasaran. Akhirnya dia memasukkan kaset ke dalam DVD lalu duduk kembali.
Awalnya video itu hanya berisi tentang kebersamaannya Nyonya Kim, Tuan Kim dan juga dia beserta Yoon Ha dan Ji Hoon waktu kecil. Tetapi, satu video lainnya membuatnya heran. Sebuah hotel di mana Nyonya Kim dikatakan bunuh diri di salah satu hotel tersebut.
Jeong Soon kembali berpikir. Kenapa dan bagaimana bisa Ibu Jae Woon bunuh diri di sana dan karena hal apa? Berita miring selama ini adalah karena dia ketahuan selingkuh dengan pria lain, ada juga yang mengatakan kalau Tuan Kim yang berselingkuh dan dia sudah tak tahan mengurus ketiga anaknya.
Apakah seperti itu? Sebaiknya dia yang harus menyelidikinya sendiri untuk membersihkan nama baik Ibu Jae Woon. Hanya dengan melakukan hal itu. Setidaknya untuk berterima kasih kepada Jae Woon yang mau dipinjam tubuhnya olehnya.
Dia pun mematikan video lalu kembali ke kamarnya. Ketika masuk, dilihatnya In Hyun tampak terlelap sekali. Perlahan dia naik ke atas ranjang lalu menelusupkan tangan kanannya ke bawah kepala In Hyun kemudian tangan kirinya memeluk perut istrinya itu.
In Hyun bergerak sedikit menyamankan tidurnya. "Bagaimana dengan Ji Hoon?" tanyanya pelan dengan kedua mata masih tertutup.
"Dia terlihat baik-baik saja. Meski aku tahu dia tak begitu. Memang berat ditinggalkan oleh orang yang sangat di sayangi seperti Nenek Kim." Jawab Jeong Soon semakin merapatkan tubuhnya dengan tubuh In Hyun.
"Aku tahu hal itu," In Hyun bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan yaitu meninggalnya Ayah yang sangat dicintainya. "Tidurlah, kau pasti lelah hari ini."
Jeong Soon mengecup pipi kiri In Hyun lalu tertidur pulas juga.
_____🍁🎎🍁_____
Pagi-pagi.
Semua sudah seperti biasa lagi.
Hari ini Jeong Soon berniat untuk datang ke hotel di mana Nyonya Kim bunuh diri. Satu kamar itu telah ditutup rapat dan tak ada yang berani memasukinya. Tetapi karena itu salah satu hotel terbaik di kota Seoul. Mereka tak menghiraukan hal itu dan hotel tetap ramai oleh pengunjung.
In Hyun mendekati Jeong Soon yang sudah rapi. "Hari ini aku mau ke rumah Ibu untuk melihat keadaannya." Ia meminta izin dulu pada suaminya itu.
"Pergilah, setelah urusanku selesai. Aku akan datang berkunjung juga ke sana,"
"Benarkah?"
Jeong Soon tersenyum sembari memeluk pinggang In Hyun. "Bagaimana bisa aku harus berjauhan lebih dari satu jam denganmu."
Kedua pipi In Hyun memerah. "Sudahlah, aku akan menyiapkan sarapan dulu menurut seleramu." Ia segera melepaskan diri dari pelukan Jeong Soon.
"Seleraku?" Jeong Soon mengernyitkan keningnya. Apakah dia memang masih mengingat semua kesukaannya?
Setelah beberapa saat. Jeong Soon turun ke bawah untuk sarapan.
Ji Hoon tersenyum melihat kedatangan kakaknya. "Hyung. Coba kau lihat sarapan kita pagi ini."
Jeong Soon melihat hampir semua makanan kesukaannya ketika di Joseon. Dari bakpau isi sampai dengan daging sapi dengan irisan jagung muda dan tomat segar.
"Hyung. Pagi ini kita tak sarapan roti. Tapi kakak ipar masakin kita menu biasa." Kata Ji Hoon tampak semangat.
Jeong Soon menoleh melihat In Hyun datang dari dapur. Ia tersenyum dan sangat berterima kasih padanya karena berhasil mengembalikan mood Ji Hoon. Setidaknya dia sudah tampak lebih baik tidak terlalu larut dalam kesedihan.
In Hyun menaruh makanan lainnya di dekat Jeong Soon yang baru saja duduk. Sebelum dia melangkah lagi ke dapur. Jeong Soon menarik tangannya agar ikut duduk juga. "Makanlah bersama kami, duduklah. Kau pasti lelah memasak sebanyak ini."
In Hyun hanya tersenyum. "Aku tidak lelah, banyak yang membantuku memasak." Jawabnya sembari menoleh ke arah para koki yang berdiri di sana.
Jeong Soon membungkuk sedikit berterima kasih pada mereka. "Kalian boleh pergi untuk sarapan juga. Dan Anda juga Paman Hoong." Ucapnya menyuruh semua yang ada di sana pergi untuk sarapan. Biasanya mereka tak berani pergi sebelum Tuan Muda mereka selesai makan. Namun, karena itu sama dengan perintah. Jadi mereka pergi meninggalkan Jeong Soon dan adik serta istrinya di meja makan.
"Mmm, enaknya. Baru pertama kali sarapan nasi dengan lauknya yang benar-benar enak di pagi hari." Kata Ji Hoon ketika satu suapan makanan baru saja masuk ke dalam mulutnya.
"Ji Hoon. Kalau kau mau, aku bisa memasakkan setiap pagi." Kata In Hyun senang jika kini masakannya disukai orang. Dulu ketika dia terdampar di Joseon. Memang belum pintar dalam memasak. Tetapi, semenjak Ibunya koma dan mereka harus belajar mandiri. Akhirnya In Hyun pintar memasak juga.
Ji Hoon nyengir. "Jika kakak ipar tidak keberatan. Aku akan benar-benar sangat berterima kasih. Aku senang sekali masakan yang berbeda setiap hari. Apalagi masakan kakak mengalahkan koki di sini."
In Hyun semakin tersenyum lebar. Tangan kiri Jeong Soon memegang tangan kanan In Hyun yang ada di atas meja lalu menurunkannya ke bawah tetapi tak melepaskan genggamannya. Keduanya makan dengan tangan yang bebas. In Hyun sedikit kesulitan makan menggunakan tangan kiri. Jeong Soon tersenyum tipis lalu menyuapi istrinya itu.
Ji Hoon tak menoleh sedikitpun kepada mereka. Karena, jika dia sedang fokus makan. Sekitarnya seolah tak ada. Kegemarannya hanya dua. Makan dan bermain game.
Seusai sarapan.
Ji Hoon pergi ke sekolah diantar sopir. Sementara Jeong Soon mengantar dahulu In Hyun pergi ke rumah Ibunya.
Sepanjang jalan. In Hyun diam melihat Jeong Soon tampak memikirkan sesuatu. Dia tak mau mengganggu, mungkin sedang memikirkan tentang Nenek Kim.
Mobil berhenti di depan rumah Ibu Yumi.
Tangan In Hyun menyentuh tangan Jeong Soon sontak membuatnya sedikit terkesiap.
"Ada apa?" tanya Jeong Soon menoleh ke samping.
"Aku sudah sampai." Jawab In Hyun.
"Oh, kalau begitu turunlah. Seperti apa yang aku katakan semalam. Nanti setelah urusan selesai, aku akan datang ke sini." Ucap Jeong Soon tersenyum.
In Hyun mengangguk mengerti lalu bergegas turun. Setelah itu, dia menyuruh sopir menuju ke Hotel.
Sesampainya di Hotel.
Semua menyambut kedatangan anak Tuan Kim itu. Sudah lama dia tak mengunjungi hotel mereka. Semenjak Jae Woon kehilangan Ibunya. Semenjak itu tak pernah dia menginjakkan kakinya ke sana.
Sang Manager menyambutnya dengan ramah. "Selamat datang di hotel ini Tuan. Bagaimana kabar Anda? Kami semua mengucapkan turut berduka cita untuk Nyonya besar Kim (nenek Kim)."
"Kabarku baik. Terima kasih juga atas ucapannya." Jawab Jeong Soon menatap sekitar ruang resepsionis.
Sang Manager tampak kebingungan bertanya kembali. Apa maksud kedatangan Tuan muda Kim itu ke sana.
Jeong Soon langsung menangkap kebingungan sang Manager. Ia pun langsung menjelaskan semua maksud kedatangannya ke sana.
Sang Manager tampak sedikit terkejut tetapi segera ditutupinya. "Baiklah, Anda bisa mengikuti saya ke sana."
Jeong Soon dengan santainya mengikuti sang Manager masuk ke dalam lift menuju ke kamar tujuannya. Dari tadi dia tampak curiga dengan sikap dan tingkah laku sang Manager yang salah tingkah dari saat kedatangannya. Tetapi dia masih bisa terlihat biasa saja.
Sesampainya di lantai di mana kamar Nyonya Kim pernah bunuh diri di sana lift pun terbuka. Sang Manager masih berjalan di depan diikuti oleh Jeong Soon.
Lorong hotel mewah itu terlihat sepi. Tapi di beberapa kamar selain kamar yang dikunci rapat. Masih ditempati oleh para tamu yang datang.
Setibanya di depan kamar yang tidak pernah dibuka selama bertahun-tahun itu. Sang Manager mengeluarkan kartu untuk membukanya.
Ckliikkk...
Pintu perlahan dibukanya.
"Kau boleh pergi." Suara Jeong Soon yang datar membuat sang Manager terkesiap.
"Kalau begitu, jika Anda membutuhkan sesuatu. Segera panggil saya di bawah. Saya akan segera datang." Jawab Sang Manager.
Jeong Soon hanya mengangguk.
Manager langsung pergi dari sana meninggalkan Jeong Soon sendiri. Perlahan dia melangkah masuk kemudian menyalakan lampu serta menutup pintu.
Terlihat kamar yang berantakan dan penuh debu. Tampak sudah lama tak ada yang datang ke sana serta ada pita kuning bekas penyelidikan polisi.
Jeong Soon menatap kamar itu sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sebenarnya kamar sengaja tak diubah atau dibersihkan karena permintaan Tuan Kim yang ternyata suka datang ke sana juga untuk sekadar mengingat kenangan bersama istrinya.
Jeong Soon terus berjalan membuka kamar mandi dan juga gorden kamar. Memang terlihat sangat kotor dan berantakan sekali. Tetapi, dia yakin akan menemukan sesuatu di sana.
Dia duduk di pinggir ranjang lalu membuka laci. Hanya terdapat foto-foto kenangan mereka masih kecil. Kamar itu adalah kamar hotel pribadi milik kedua orang tua Jae Woon. Jadi tak ada yang berani masuk ke sana sembarangan.
Setelah memeriksa hampir seluruh kamar itu. Jeong Soon tampak kecewa karena tak menemukan apa-apa.
"Huuuh, tak ada apa di sini." Ia menghela napasnya lelah.
Traakkk...
Tak sengaja dia menyenggol tumpukan buku dan foto di atas nakas lalu berjongkok untuk memungutinya.
Sriinggg...
Sudut matanya menangkap sesuatu mengkilap di bawah ranjang. Suatu benda yang tersinari matahari pagi. Dia semakin membungkukkan tubuhnya untuk mengambil benda apa itu.
"Hmmm ….?"
※♚♥♡🎎♡♥♚※
**°°____TBC____°°**
Maaf ya ini sempat lama hiantus.. soal'y nyelesaiin dlu DAT dan alhamdulillah sudah selesai cerita itu. Kini fokus pada satu cerita ini.. lalu nyelesain K&K dan Neighbor. Jadi cerita fantasy sequel PDKT akan lama dibikin'y.
Nyusun plot?
Nama² karakter?
De el el... belum tersusun rapi di otak'y.. 😄🙏
Harap di maafkeun..
Up* 19~07~2019
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top