SoL ~28~ Gieog (Kenangan).
~*°_______SOL______°*~
Sesampainya di Mansion.
Jeong Soon masih menggendong In Hyun. Turun dari mobil sampai masuk ke dalam, terus berjalan menaiki tangga menuju ke kamar In Hyun. Berulang kali In Hyun ingin turun, tapi tak digubris oleh Jeong Soon.
In Hyun benar-benar malu karena tatapan para pelayan di sana membuatnya seolah seorang wanita spesial saja. Padahal menurutnya, dia sama saja dengan yang lainnya.
Para pelayan aneh karena itu sudah sekian kalinya Jeong Soon menggendong In Hyun pulang ke Mansion.
Paman Hoong mengikuti Jeong Soon sampai di kamar In Hyun. Bahkan dia membawakan Jeong Soon kotak P3K untuk mengobati luka. Setelah itu dia pergi dari kamar membiarkan mereka berdua.
In Hyun di dudukkan di pinggir ranjang dan Jeong Soon berjongkok di hadapannya.
Ketika membuka kotak P3K. Jeong Soon terlihat bingung, banyak sekali obat-obatan dan juga benda yang tak dikenalnya.
In Hyun sampai memiringkan kepalanya sedikit melihat kebingungan Jeong Soon. "Tu-Tuan. Maksudku, Jae Soon. Jika kau tak bisa, biar aku saja yang mengobatinya. Lukanya tak terlalu parah."
"Sstthhhh," Jeong Soon menyuruh In Hyun untuk tidak banyak bicara. "Beritahu saja aku, bagaimana cara-caranya dan kamu cukup diam saja." Wajahnya terlihat serius sambil tangannya meneliti obat apa saja di dalam kotak.
In Hyun menghela napasnya. Keras kepala sekali pemuda itu. "Pertama, bersihkan dulu lukanya dari tanah." Ujarnya. Sebenarnya lukanya tak parah, hanya sedikit goresan dari lantai ubin taman tadi. Reaksi pemuda itu benar-benar terasa berlebihan baginya.
Jeong Soon mulai mengambil sebuah kapas dan juga cairan seperti alkohol serta sebotol kecil detol. Perlahan dia membersihkan luka-luka In Hyun sambil meniupinya saat melihat In Hyun merintih perih.
"Lalu?" tanya Jeong Soon lagi. Tatapannya masih fokus pada luka di kedua lutut In Hyun.
"Oleskan juga obat merah itu dengan kapas lalu tutupi dengan plester luka itu."
"Yang ini?" tanya Jeong Soon mengambil segulung kain perban.
"Bukan, yang kecil-kecil itu." Tunjuk In Hyun.
Jeong Soon mengingat benda itu. Jadi kain kecil yang lengket dan menempel di keningnya waktu pertama dia di rumah sakit, namanya plester. Perlahan dia menempelkan dua plester di lutut kiri dan satu plester di lutut kanan.
Setelah selesai.
"Istirahatlah, jangan banyak bergerak dulu." Kata Jeong Soon bangkit dari berjongkoknya.
Baru saja Jeong Soon membalikkan badannya.
"Terima kasih." Ucap In Hyun sembari menunduk.
Jeong Soon tidak menoleh ke belakang tetapi ke samping. Ia hanya tersenyum lalu melangkah kembali, keluar dari kamar In Hyun.
In Hyun langsung merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, sambil menatap langit-langit kamarnya, ia berpikir. Bagaimana bisa semua ini hanya kebetulan? Apakah dia adalah orang yang sama? Lalu, bagaimana bisa dia sampai ke zamanku ini dan kenapa dia tak mengatakan siapa dia jika memang dia adalah Kaisar Jeong Soon, suamiku?
Saking penasarannya, dia bangkit dari baringannya. Beranjak dari atas ranjang-- berjalan menuju ke meja dekat rak buku. Meraih dua proposal milik Jeong Soon. Dengan telitinya dia terus menyamakan dua proposal itu kemudian duduk di atas bantalan dekat meja pendek.
Semua sikap pemuda yang bernama asli Jae Jung Woon dengan sekarang bernama Jae Soon itu benar-benar bagai dua orang berbeda. Sampai berulang kali In Hyun menelitinya. Napasnya terasa tercekat kala melihat semua sikap Jae Soon yang sekarang sama dengan Jeong Soon.
JEONG SOON?!
Jeong Soon??
JAE SOON?!
Jae Soon??
Kedua nama itu terngiang-ngiang di telinga In Hyun. Seketika dia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
"Mustahil!"
Dia terus terpaku menatap dua proposal di atas meja di hadapannya. Di dalam hatinya, ia harus terus mencari tahu siapa sebenarnya pemuda Kim itu dan kenapa dirinya ada di Mansion besar itu? Sementara selama beberapa hari ini dia hanya menemani Jae Soon kuliah dan jalan-jalan. Tapi jika di rumah, ia tak melakukan apa pun selayaknya seorang perawat pribadi.
Begitu lama dia memikirkan hal itu sampai ketiduran di atas meja pendek.
Jeong Soon berjalan menuju ke kamarnya. Dia merasa aneh saat melihat dua pelayan wanita yang membawakan makanan In Hyun ke kamarnya malah membawa kembali makanan di atas nampan itu menuju ke dapur. Ia pun langsung mengadang keduanya. "Kenapa kalian tidak menaruhnya di kamar nona In Hyun? Apakah dia tidak mau makan?"
Kedua maid itu menunduk. "Maafkan kami Tuan muda. Baru saja kami masuk ke dalam kamar Nona In Hyun, tetapi dia tidur di atas meja. Berulang kali kami memanggil namanya. Namun, tampaknya Nona In Hyun sangat kelelahan sehingga kami tak tega untuk membangunkannya." Ujar salah seorang maid itu.
Jeong Soon menghela napasnya pelan. "Bawa kembali ke kamarnya, biar aku yang akan membangunkannya." Ia melangkah menuju ke kamar In Hyun.
Ketika dia masuk. Benar saja kalau In Hyun tertidur di atas meja dan belum makan malam. Ia menyuruh kedua maid itu menaruh makanan dan minuman di atas meja dan setelah itu mereka langsung keluar kamar.
Jeong Soon duduk di dekatnya memperhatikan wajah damai In Hyun saat tertidur dengan kedua tangan sebagai tumpuan. Tatapannya berubah menjadi sayu. Sampai saat ini aku masih terus bersyukur bisa bertemu kembali denganmu istriku. Namun, bagaimana caranya agar kau tahu bahwa aku ini adalah suamimu yang berhasil menembus zaman sama seperti dirimu yang datang ke zamanku untuk melengkapiku.
In Hyun bergerak kecil menyamankan kepalanya di atas kedua tangannya itu.
Jeong Soon merasa tak tega melihat In Hyun tertidur di sana. Akhirnya dia menggendong kembali In Hyun-- memindahkannya ke atas ranjang.
Setelah menyelimuti In Hyun. Dia mengecup sekilas keningnya lalu beranjak pergi dari sana.
______🍁🎎🍁______
Pagi-pagi In Hyun terbangun. Dia menggeliat pelan sambil bangun dari atas kasur.
Dilihatnya ada dua nampan berisi makanan yang ditutup serta minuman di atas meja. Semalam dia tidak makan malam dan kini perutnya merasa lapar.
Sejenak dia mengumpulkan ingatan tentang semua kejadian kemarin. Dia baru menyadari, siapa yang telah memindahkannya ke atas ranjang. Bukankah semalam dia duduk di dekat meja dan tertidur di atasnya. Akh, dia mungkin yang pindah sendiri ke atas ranjang. Pikirnya.
In Hyun menoleh melihat jam kecil di atas nakas lalu membulatkan kedua matanya. Dia sudah terlambat, langsung berlari ke arah kamar mandi.
Keluar dari kamar mandi. In Hyun melihat dua maid biasa sudah di sana mengantarkan sarapannya dan mengambil dua nampan makanan semalam.
"Selamat pagi Nona. Maaf, hari ini Anda jangan pergi kuliah-"
"Mwo? Jangan pergi kuliah. Kenapa?" tanya In Hyun aneh.
"Tuan muda mengatakan kalau kedua kaki Anda masih cedera dan harus istirahat." Jawab maid satunya.
In Hyun merasa kalau kakinya sudah tidak apa-apa bahkan tidak patah sama sekali. Pemuda itu ternyata sudah memperlakukannya secara berlebihan seperti sebuah boneka.
Tak terima atas larangan tak berguna itu. In Hyun bergegas pergi ke kamar Jeong Soon yang berada tepat di samping kamarnya. Beberapa kali dia mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban dari dalam. Karena kesal dan tak sabar, dia masuk begitu saja ke dalam.
Ketika sampai di dalam kamar Jeong Soon. Dia merasakan embusan angin menerpa wajahnya dari jendela yang terbuka. Terus mengedarkan pandangannya mencari-cari Jeong Soon.
Ternyata Jeong Soon baru saja selesai mandi. Dia keluar dari kamar mandi hendak pergi ke ruangan pakaian. Tapi, langkahnya terhenti saat melihat In Hyun berdiri di tengah kamarnya. Ia menjadi diam terpaku di tempat.
Kedua mata In Hyun membulat melihat Jeong Soon yang hanya berbelit sebuah handuk menutupi perut sampai lutut. "Kyaaa," ia langsung menutup kedua matanya dengan kedua telapak tangannya. "Maafkan aku. Berulang kali aku mengetuk pintu, tetapi tak ada jawaban dan maaf sudah lancang masuk ke dalam tanpa izin." Ia langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Jeong Soon.
Jeong Soon hanya tersenyum. Kenapa setiap kali melihat tingkah In Hyun membuatnya gemas.
"Aku akan menunggu di lua-"
"Tidak usah," cegah Jeong Soon ketika melihat In Hyun hendak melangkah keluar. "Tunggu saja di sini. Aku akan pergi ke ruang pakaian." Ujarnya sembari melangkah ke ruangan lain.
In Hyun merasa lega dan baru membuka kedua matanya. Tanpa sengaja dia melihat dari kaca besar di hadapannya, sebuah tatto seekor kumbang berwarna perak keabuan tepat di belakang tengkuk Jeong Soon saat berjalan membelakanginya menuju ke ruang pakaian.
Setelah Jeong Soon menutup ruang pakaian.
"Ta-tatto itu?" Deru napas In Hyun memburu. Jantungnya kembali berdetak kencang. Teringat sebuah tatto kupu-kupu tepat di belakang punggungnya. Hal itu mengingatkannya kembali pada masa Joseon.
KUTUKAN?!
TATTO!?
Dan juga PERJANJIAN?!
YA. Semua masih terukir jelas di dalam benaknya. Sebuah kutukan saat bersama dengan suaminya. Jeong Soon.
Pria bertopeng.
Kerajaan musuh.
Peperangan.
Siluman.
Persaingan (Ching daiki).
Dan...
Kematian.
"Apa aku benar-benar sudah gila?" gumam In Hyun masih tak percaya dan mencoba menyangkalnya.
Keringat dingin mulai membasahi kening serta pipinya. Napasnya terasa sesak sekali. Kepalanya terasa berputar-putar. Rasa sakit tusukan di punggung masih terasa ngilu. Kematian anaknya dalam kandungan juga masih terasa begitu menyakitkan. Membuat tubuhnya menjadi gemetaran.
In Hyun mundur beberapa langkah saat melihat foto besar Jae Woon yang terpampang tepat di dekat lemari buku. Wajah itu? Ya. Wajah itu adalah wajah Kaisar Jeong Soon. Meski warna kedua manik matanya berbeda, tetapi tatapannya masih sama seperti masa itu.
Ckleeekkk...
Terdengar suara ruang pakaian dibuka.
Entah kenapa In Hyun tiba-tiba saja langsung memburu pintu lalu membukanya kemudian berlari keluar dari sana.
Jeong Soon yang belum siap sepenuhnya menjadi aneh. Ada apa dengan In Hyun pagi itu? Kenapa dia lari begitu saja barusan? Padahal, dia sudah memakai pakaian lengkap.
In Hyun kembali ke kamarnya. Meraih tas kuliah lalu bergegas keluar lagi dari kamar. Tanpa sarapan, atau tanpa berpamitan pada paman Hoong. Dia berlari menuruni tangga, terus berlari keluar Mansion menuju halte.
Dia bahkan tak menggubris adanya Ji Hoon yang sedang menuruni tangga.
Ji Hoon mengerjap aneh. Kenapa dengan wanita itu? Sepertinya telah terjadi sesuatu padanya dengan kakaknya.
In Hyun terus saja berlari. Baru saja sampai di halte. Bus tujuannya datang. Ia langsung saja menaikinya.
Semua orang di Mansion tampak aneh melihat bagaimana In Hyun berlari. Sudah seperti orang gila atau seperti dikejar hewan buas saja.
Paman Hoong hendak masuk ke dalam kamar Jeong Soon. Namun, Jeong Soon keburu keluar dari kamarnya itu.
"Tuan muda, sarapan sudah siap." Kata paman Hoong.
"Mmm," Jeong Soon mengangguk pelan. "Apakah Ji Hoon sudah di ruang makan?"
Paman Hoong mengangguk.
Jeong Soon mengembuskan napasnya pelan. Dia tahu kalau In Hyun sudah pergi ke kampus duluan. Jadi, ia tak banyak bertanya tentangnya. Sesampainya di ruang makan. Ia melihat Ji Hoon sudah duduk di sana menunggunya.
Keduanya mulai sarapan tanpa banyak pembicaraan seperti biasanya.
Ji Hoon yang duduk di sebelah Jeong Soon sesekali melirik pada kakaknya itu. Namun, ketika Jeong Soon menoleh melihat ke arahnya. Ia sontak menunduk kembali.
"Ada apa?" tanya Jeong Soon tahu kalau adiknya itu hendak menanyakan sesuatu padanya.
Ji Hoon menelan salivanya berat. "Hyung. Kenapa Nona In Hyun tadi berlari seperti dikejar hantu?" tanyanya penasaran.
"Mungkin dia kesiangan. Fakultas kami berbeda, jadi dia berlari seperti itu." Jawab Jeong Soon tak tahu juga alasan kenapa In Hyun berlari seperti itu tadi.
Ji Hoon menatap nanar pada kakaknya itu. "Bukan karena kau dan dia ...?"
"Aku dan dia kenapa?" tanya Jeong Soon masih santai memakan sarapannya tanpa menoleh menatap Ji Hoon.
Ji Hoon dengan ragu-ragu mengerucutkan kedua tangannya lalu menyatukannya seolah sepasang kekasih sedang berciuman.
Pletakkk! Jeong Soon menjitak Puncak kepalanya. "Makanlah cepat, nanti kau kesiangan juga."
Ji Hoon mengusap Puncak kepalanya sambil mengerucutkan bibirnya. Dia membayangkan drama-drama di TV kenapa seorang gadis berlari seperti In Hyun tadi. Jadi dia mengira kalau tadi kakaknya memaksa In Hyun mencium bibirnya. Benar-benar pikiran yang ngawur.
"Aku duluan." Kata Ji Hoon nyengir sambil bangkit berdiri lalu melenggang pergi dari ruang makan menuju keluar.
Setelah kepergian Ji Hoon. Jeong Soon juga bangkit dari duduknya. Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dilihatnya Sin Wan yang menelepon.
Baru saja diangkat. Sin Wan sudah menjelaskan sesuatu.
"Apa kau yakin?"
" .... "
Bibir Jeong Soon seketika menyeringai. "Baiklah, terus ikuti dia dan jangan pernah melepaskannya."
" .... "
Setelah beberapa menit berbicara dengan Sin Wan dan menutup panggilannya. Jeong Soon berjalan dengan santai menuju keluar.
Kali ini dia mau diantar oleh sopirnya karena In Hyun sudah pergi duluan.
_____🍁🎎🍁_____
In Hyun sampai di kampus. Dia berjalan menuju ke gerbang dengan setengah melamun sampai-sampai dia tak sadar kalau seseorang berdiri di dekat gerbang sambil melambaikan tangan padanya.
Profesor Cho Sang-ji menghampiri In Hyun. "Hyun? Apa kau baik-baik saja?" tanyanya berjalan pelan menyeimbangkannya dengan langkah In Hyun.
In Hyun tersentak kaget lalu menoleh ke samping. Saat mengenali pria yang menyapanya itu. "Ahh, Profesor Cho. Maaf aku sedikit melamun," jawabnya sedikit malu. "Kenapa Anda bisa ada di sini?" tanyanya aneh. Kemarin ketika Euna dan Sun Hi mengobrolkan tentang kedatangan Sang-ji, saat itu dia sedang memikirkan hal lain.
Sang-ji tersenyum sambil garuk-garuk keningnya tak gatal. "Mulai hari ini, aku mengajar di fakultasmu menggantikan dosen yang cuti hamil itu."
"Benarkah? Akh, senangnya," In Hyun berhenti berjalan lalu berdiri menghadap pada Sang-ji. "Kalau begitu, selamat datang di kampus ini, Sajangnim." Ucapnya sembari membungkuk.
Sang-ji merasa sudah tua saat In Hyun memanggilnya dengan sebutan Sajangnim itu. "Panggil saja Sunbae. Bukankah kita sudah saling mengenal." Candanya pada In Hyun.
In Hyun menenggakkan kembali tubuhnya. "Tapi, jika di dalam kelas sepertinya panggilanku yang tadi lebih cocok." Candanya juga sambil tertawa kecil.
Melihat keakraban mereka. Dua wanita yang kini berdiri di dekat gerbang tampak kesal. Siapa lagi kalau bukan In Yurika dan Lin Chia.
Lin Chia menggertakkan giginya kesal. "Bagaimana bisa para pemuda tampan dan terkenal bisa langsung dekat dan akrab dengan gadis menyebalkan itu."
Yurika juga sangat aneh. "Dasar wanita murahan. Dari dulu juga aku sangat kesal padanya, begitu mudahnya dia disukai oleh banyak orang. Benar-benar menyebalkan." Gerutunya.
Lin Chia menyeringai. "Sepertinya kita memang harus berusaha keras agar bisa menyingkirkannya dari kampus ini."
"Ya. Kau benar. Kita harus cepat bertindak." Jawab Yurika.
"Ke mana suamimu?" tanya Lin Chia aneh. Biasanya setiap pagi, Nam Suuk mengantarkan Yurika kuliah.
"Hari ini dia ada meeting di kantor Appa. Jadi, dia tak mengantarkanku. Kemarin aku merasa heran, sepulangnya lari pagi bibirnya sembap. Dia berkata bahwa dia jatuh dan bibirnya terbentur sesuatu." Jawabannya terlihat tak yakin dan ada sedikit rasa curiga di hatinya.
Lin Chia melihat kedatangan tunangannya Soo-jin. "Aku menemui tunanganku dulu." Ia berlari menghampiri Soo-jin.
Yurika hanya mengembuskan napasnya. Dia juga melihat kedatangan Euna dan Sun Hi. Setelahnya, datang Jeong Soon yang baru turun dari mobil. Dia semakin penasaran pada pemuda itu. Apakah benar perkataannya ketika di perpustakaan bahwa In Hyun adalah calon tunangannya? Dia akan terus mencari tahu tentang kebenaran semua itu.
_____🍁🎎🍁_____
Seharian. In Hyun terus menghindar dari Jeong Soon. Bahkan ketika di kantin, dia tampak diam saja dan tak berani memandang Jeong Soon yang duduk tak jauh dengan meja mereka.
Cho Sang-ji ikut duduk di meja In Hyun. Mengobrolkan ini dan itu penuh dengan canda dan tawa membuat Jeong Soon berulang kali mengembuskan napasnya. Namun, dia tak mau bersikap egois pada In Hyun dan membuat In Hyun berpikir kalau dia mengekang kebebasannya.
Sepulangnya kuliah.
Sun Hi dan Euna mengajak In Hyun ke rumah Euna. Tetapi In Hyun menolaknya karena ingin pergi ke suatu tempat sendirian.
Kedua sabahatnya tak pernah memaksa dan pulang duluan meninggalkan In Hyun berdiri di halte sendirian.
In Hyun melihat Jeong Soon naik mobil tanpa mengajaknya. Dan dia malah bersyukur jika pemuda itu tak mengganggunya seharian ini.
Dari kejauhan. Cho Sang-ji menatap terus In Hyun yang masih berdiri di sana.
Dari tadi pagi. Dia mendengar desas-desus tentang hubungan In Hyun dengan pemuda bernama Kim Jae Soon. Kabar juga mengatakan kalau mereka akan segera bertunangan.
Namun, dari semenjak dia masuk ke kampus, mengajar di kelas In Hyun bahkan sampai dia ikut makan bersama dengan In Hyun, Euna dan Sun Hi di kantin. Tak pernah dia melihat kalau In Hyun dekat-dekat dengan Jae Soon yang selalu duduk sendirian itu, begitu juga sebaliknya.
Malah ia melihat betapa acuh dan dinginnya sikap keduanya seolah kabar yang didengarnya hanyalah gosip belaka. Jika benar Jae Soon akan bertunangan dengan In Hyun, mustahil sikapnya sedingin itu.
Atau mungkin keduanya sedang dalam mode marahan atau juga sedang mempunyai masalah.
Bus tujuan In Hyun datang. Dia naik ke dalam bus menuju ke pusat kota. Ia berniat pergi ke perpustakaan dekat taman kota. Teringat kembali tentang buku aneh 'Dinasty Joseon' yang hampir dilupakannya dan dia berniat akan mencari buku lain tentang zaman Joseon atau Dinasty lainnya.
Cho Sang-ji merasa penasaran. Dia akan mencari tahu tentang berita-berita miring tentang In Hyun dan isu-isu yang beredar selama ini dan berniat mengikutinya.
Tetapi. Baru saja dia melangkah, dua mahasiswa memanggil namanya dan minta dirinya untuk menjelaskan sesuatu yang tak mereka mengerti.
Akhirnya Sang-ji menjelaskannya dahulu pada mereka.
Sepanjang perjalanan. In Hyun terdiam di dalam bus.
Setibanya di pusat kota. In Hyun turun dari bus lalu berjalan sendirian menuju ke perpustakaan.
Tiba-tiba saja sebuah mobil avanza hitam berhenti di dekatnya, lalu dua orang pria turun kemudian langsung saja menarik kedua lengannya dengan paksa.
In Hyun terkejut bukan main. "Hey, siapa kalian dan mau apa?!" teriaknya melihat kanan dan kiri mengira kalau mereka adalah para bodyguard Jae Soon. Tetapi melihat pakaian mereka bukan pakaian khusus para bodyguard keluarga Kim. Ia pun semakin panik.
"Yah. Lepaskan aku!" In Hyun terus berontak. Namun, keduanya keburu memasukkannya paksa ke dalam mobil. Lalu setelah itu, mobil melaju kembali ke arah pinggiran kota.
In Hyun mencoba berteriak dan berusaha keluar dari mobil. Dia kini duduk di tengah di antara dua pria tersebut. Ia hendak membuka kaca jendela dan berteriak meminta tolong. Tapi salah satu pria yang duduk di sebelah kanan mengeluarkan saputangan lalu menutup mulutnya. Sementara yang satunya mengikat kedua tangannya dengan saputangan miliknya.
Mobil terus melaju sampai pinggiran kota tepat di dekat hutan.
Mobil berhenti di depan sebuah gedung kosong di pinggiran hutan itu. Mereka menurunkan In Hyun dan sudah pasti menyeretnya dengan paksa masuk ke dalam.
"Mmmm?" In Hyun berusaha melepaskan diri dari keduanya.
Mereka sampai di dalam gedung kosong itu lalu mendorong In Hyun sehingga dia jatuh dengan kerasnya ke atas lantai penuh debu.
In Hyun kesakitan dan duduk di atas lantai menatap kedua pria itu dengan penuh ketakutan dan tubuhnya semakin gemetaran. Apa yang akan mereka lakukan padanya dan salah apa dirinya sehingga mereka menculik serta membawanya ke sana?
Tak lama masuk seorang pria setengah baya. Memakai kacamata minus tebal serta perutnya terlihat buncit. Pria itu menatap In Hyun dengan tatapan mengerikan. Dia menyuruh kedua bodyguardnya agar keluar dari sana.
Kedua bodyguard itu menurut. Setelah melepaskan saputangan yang menutupi mulut In Hyun, kini kedua kakinya yang diikat. Melihat kedua kaki dan tangan In Hyun sudah diikat kuat. Keduanya segera keluar dan menutup pintu.
In Hyun bertambah ketakutan. "Si-siapa kau dan mau apa? Ke-kenapa kau membawaku ke sini?" tanyanya gelagapan karena gemetaran.
Pria itu menyeringai. "Bukankah kau calon tunangan pemuda Kim anak dari si macan kumbang itu. Aku sudah lama menginginkan kehancuran mereka dan aku akan mulai darimu untuk menghancurkan mereka." Ucapnya sembari mendekati In Hyun.
In Hyun yang tangannya masih terikat segera berteriak kembali. "TOLOOONGG... SESEORANG TOLONG AKUUUU!!" ia sangat berharap kalau seseorang mendengar teriakannya dan segera menolongnya.
Pria gendut itu menatap In Hyun penuh kebuasan. "Berteriaklah sekuat mungkin. Karena tak ada yang tahu tempat ini serta takkan ada yang mendengar teriakanmu itu."
In Hyun tak mengerti. Kenapa dia yang menjadi sasaran musuh keluarga Kim sementara jika seandainya mereka membunuhnya juga. Itu takkan ada pengaruhnya pada keluarga Kim.
Pria itu semakin mendekat sambil membuka kancing kemejanya satu per satu. Dia berjongkok tepat di hadapan In Hyun lalu mencoba menyentuhnya.
Braaakkkkk...!!
Tiba-tiba pintu ruangan kosong itu hancur tertubruk dan salah satu bodyguard terjatuh dengan keras ke atas lantai tepat di dekat keduanya.
※*♥♡🎎♡♥*※
*°°°_____TBC_____°°°*
😂😂 Up'y gk tau waktu.. Maafkeun.. Jhehe
Baru selesai belum dicek ulang 😁😁... Jadi biasa kritik dan sarannya jika banyak typo...
Up* 13~01~2019
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top