SoL ~26~ Mine.
~*°______SOL______°*~
"Kau! Beraninya kau memukulku, siapa kau?!" Nam Suuk menjadi geram karena pukulan itu. Dia bangkit dari lantai hendak melawan pemuda memakai masker tersebut.
In Hyun bengong menatap pemuda itu. Bukankah pemuda itu yang satu bus dengannya tadi.
Pemuda itu melepaskan tudung sweaternya serta topi dan juga maskernya. "Jangan kau coba-coba menganggu calon tunanganku, jika tidak. Maka kau harus berhadapan terus denganku!" nadanya terdengar tenang dan santai, tapi ada ungkapan bukan hanya sebuah ancaman saja.
Semua orang yang melihat mereka menjadi terbelalak. Pemuda yang baru saja melepaskan masker dan juga membuka topinya itu adalah Jeong Soon.
Mereka tak menyangka kalau Jeong Soon akan berpenampilan seperti anak kuliahan lainnya yang berpakaian biasa. Memakai sweater hitam bertudung, topi dan juga masker. Sebuah earphone besar di tengkuknya. Menggendong tas ransel di punggungnya. Bahkan beberapa dari mereka ada yang melihat tadi dia turun dari bus.
Ke mana kemewahan yang selama ini mengelilinginya? Para bodyguard yang setiap detiknya selalu menjaga dan selalu siap siaga melindunginya?
Dia benar-benar sudah berubah.
Penampilan Jeong Soon pagi itu jauh berbeda dari penampilan ketika dia pertama masuk kuliah, yang memakai jas khas kampus serta kemeja dan sangat rapi serta menggiurkan. Dia sangat berbeda sekarang.
In Hyun semakin menganga. Jadi dari mansion sampai ke kampus yang mengikutinya adalah Jeong Soon. Tuan muda sombong itu masih saja membuntutinya.
Membuntuti? Tunggu dulu. Apakah pantas In Hyun menyebut Jeong Soon membuntutinya? Padahal mereka sama-sama pergi ke kampus tersebut, jadi sepertinya In Hyun harus menarik kata-kata Jeong Soon membuntutinya. Yang jelas Jeong Soon mengikutinya secara diam-diam atau lebih tepatnya mengawalnya. Atau entahlah, sebutan apa yang pantas untuk pemuda aneh itu.
Nam Suuk semakin menenggelamkan topi menutupi separuh wajahnya. Dia tak mau jika banyak yang melihat serta mengenalinya karena tadi dia beralasan pada Yurika akan pergi lari pagi dan jaket adidas berbahan tissue itu bukan miliknya tetapi meminjam milik salah satu security rumahnya.
"Kita akan bertemu lagi." Nam Suuk menunjuk wajah Jeong Soon dengan geram lalu bergegas meninggalkan gerbang kampus karena di sana sudah mulai ramai dengan kedatangan para mahasiswa dan mahasiswi.
"Pastinya, kita akan sering bertemu nanti." Jawab Jeong Soon tersenyum miring.
Setelah Nam Suuk hilang dari pandangan. Jeong Soon segera mendekati In Hyun yang masih bengong di tempatnya menatap heran.
In Hyun sebenarnya masih mencerna perkataan Jeong Soon tadi. Apa maksudnya dengan 'jangan mengganggu calon tunanganku'. Dia masih tidak mengerti dengan calon tunangan? Siapa dan bagaimana bisa? Apakah pemuda itu hanya sekadar menggertak agar Nam Suuk tak lagi mengganggunya.
Ataukah pemuda itu gengsi jika mengatakan kalau dia adalah perawat pribadinya dan hanya mengatakan lelucon itu karena marah?
In Hyun merasa pemuda itu sudah benar-benar gila. Bukan hanya hilang ingatan tapi benar-benar gila.
Lagi-lagi Jeong Soon membuyarkan lamunan In Hyun dengan jentikkan jari di depan wajahnya.
"Mmmm?" In Hyun akhirnya kembali ke kesadarannya lalu menatap aneh pada Jeong Soon dengan beribu pertanyaan di dalam kedua manik matanya yang kapan saja bisa terlontar mencari jawabannya.
Jeong Soon tahu apa yang dipikirkan oleh In Hyun. Sepertinya In Hyun memang jarang melihat gosip-gosip terhangatnya. Apalagi Euna dan Sun Hi sibuk dengan urusan masing-masing. Jadi mereka juga sekarang jarang membahas gosip-gosip yang ada.
Jadi. In Hyun belum tahu tentang video yang tersebar ketika di perpustakaan waktu itu.
"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Jeong Soon sembari mengusap tangannya dan meremas-remasnya untuk melemaskan otot-otot lengannya itu. Ternyata tubuh pemuda yang bernama Jae Woon itu tak sekuat dirinya. Baru saja memukul orang sudah terasa ngilu dan pegal.
In Hyun hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Tadi, kenapa kau bilang bahwa kita akan-" belum sempat kalimatnya lengkap.
Datang Sun Hi dan Euna yang baru saja turun dari mobil kemudian berlari ke arah mereka.
"Hyun-yya!" panggil keduanya hampir bersamaan.
Sang Security sibuk membubarkan mereka karena menghambat jalan di depan gerbang.
"Nanti saja aku jelaskan. Dan terimalah ini," Jeong Soon menyodorkan dompet kecil milik In Hyun.
"Ini kan. Bagaimana bisa?" In Hyun lagi-lagi terkejut dan baru sadar kalau ritsleting tasnya tak ditutup setelah mengambil uang tadi dan dompetnya mungkin jatuh di bus. Jeong Soon pasti yang mengetahui serta menemukannya dan kini dia mengembalikan kepadanya.
In Hyun menerimanya. Baru saja dia hendak mengucapkan terima kasih. Jeong Soon sudah mendekatkan bibirnya ke dekat telinga In Hyun. "Lain kali hati-hati. Ternyata banyak orang yang mencuri di dalam kendaraan juga ya." Bisiknya sembari mengecup sekilas bawah telinga In Hyun.
Setelah itu Jeong Soon pergi menuju ke kelasnya meninggalkan In Hyun sendirian karena Euna dan Sun Hi sudah mendekat padanya.
Dia mencium pinggir pipiku? Hati In Hyun terasa meledak-ledak. Apakah yang baru saja dilakukan pemuda Kim itu adalah menciumnya? Tetapi mungkin saja karena berbisik padanya, bibirnya tak sengaja menempel sedikit di bawah telinganya itu.
"Hyun-ah. Apa yang terjadi?" tanya Euna khawatir kalau-kalau kejadian In Hyun dicaci dan dihina di depan gerbang kampus terjadi lagi.
"Kenapa semua orang tadi berkerumun di sini Hyun-yya?" tanya Sun Hi penasaran.
In Hyun tak langsung menjawab. Dia malah melihat ke bawah menatap dompet kecilnya. Jadi tadi dompetku ada yang mencopet. Tapi, bagaimana bisa dia tahu kalau dicopet? Sementara tadi, bukankah dia duduk di kursi paling belakang dan juga banyak orang berdesakan?
"Yah, Hyun. Apakah kau sudah tak waras?!" tiba-tiba teriakan Sun Hi mengejutkannya.
"Mwo? Ti-tidak waras?" In Hyun menoleh ke samping memelotot pada Sun Hi.
Sun Hi tanpa rasa takut mengangguk. "Karena kau tak menjawab pertanyaan kami dan melamun saja dari tadi. Bukankah kata dosen kita, itu adalah gejala tak waras." Candanya.
"Sun Hi-yya. Beraninya kau berkata aku tidak waras." Kesal In Hyun.
"Maka dari itu jawablah." Sahut Euna.
"Pertanyaan yang mana?" tanya In Hyun berubah nyengir.
Kedua sahabatnya itu menepuk wajah masing-masing sembari mengembuskan napasnya.
"Aku belum sarapan. Sebelum masuk kelas, bolehkan kita sarapan dulu sebentar di kantin?" tawar In Hyun mencoba menghindari setiap pertanyaan yang dilayangkan oleh kedua sahabatnya itu.
Sun Hi dan Euna saling menatap.
"Baiklah, kita ke kantin. Tapi dengan satu syarat." Jawab Euna.
"Syarat?" In Hyun menurunkan sebelah alisnya. Itu adalah pertama kalinya mereka meminta syarat padanya.
"Kau harus menjelaskan semua kejadian dari A sampai Z. Dari kejadian di perpustakaan sampai kejadian tadi." Sambung Sun Hi.
"Tapi itu terlalu panjang dan lama serta pastinya bakalan membosankan. Singkat saja ya." Rengek In Hyun bingung harus menjelaskan bagaimana. Sementara dia juga belum dapat jawaban dari Jeong Soon atas semua pertanyaan yang kini berkecamuk di dalam benaknya.
Sun Hi melingkarkan tangannya di tengkuk In Hyun sambil berjalan. "Inti utamanya, ada hubungan apa kau dengan pemuda barusan?" selidiknya.
"Pe-pemuda yang mana?" In Hyun pura-pura tak mengerti.
Euna memutar matanya bosan. "Pemuda yang kemarin lusa menyelamatkanmu di perpustakaan, pemuda yang kemarin tak kuliah sama denganmu, dan pemuda yang baru saja berbicara denganmu di depan gerbang sana."
In Hyun mengerjap sebelum dia menjelaskan semuanya. "Bolehkah aku sarapan dulu? Kalau aku lapar, aku selalu lupa segalanya." Lagi dan lagi dia sedikit menghindar dan mengalihkan pembicaraan.
Kedua sahabatnya sudah mengerti akan hal itu dan mereka selalu sabar menunggu penjelasan In Hyun. Jika dia sudah siap bercerita, pasti tak akan ada yang disembunyikan dari mereka.
______🍁🎎🍁______
Ketika istirahat.
In Hyun, Sun Hi dan Euna duduk di taman bertiga sambil menyantap bekal yang sengaja Sun Hi bawa dari rumahnya.
Ketika itu juga In Hyun menceritakan semuanya, tetapi tidak dengan kontrak kerja itu. Dia hanya menceritakan kalau semua terjadi secara kebetulan saja. Dari renovasi gedung flat-nya sampai dengan tawaran kerja menjadi perawat pribadi Jeong Soon.
Mendengar hal itu. Sun Hi dan Euna melotot tak percaya.
Sun Hi sampai menganga. "Be-benarkah kalau kau sekarang tinggal di istananya- maksudku tinggal di mansionnya yang besar itu?"
Euna juga masih menatap tak percaya. Sambil menaikan gagang kacamata dengan kedua jarinya. "Hyun, apakah dia melakukan itu hanya demi membalas tamparanmu satu tahun silam?" imbuhnya khawatir.
In Hyun awalnya memang berpikir begitu. Apakah pemuda itu berpura-pura hilang ingatan. Tetapi, membandingkan proposal lama dengan yang baru. Perubahannya menjadi 190°, dan dia merasa semua sikapnya yang sekarang juga bukan dibuat-buat. "Aku rasa tidak begitu."
Sun Hi setuju dengan In Hyun. "Dia benar Euna-yya. Bukankah dokter juga mengatakan kalau pemuda itu hilang ingatan." Ujarnya merasa lega.
Euna mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk jarinya tampak berpikir. "Lalu, jika semua ingatan pemuda Kim itu sudah kembali lagi. Apakah dia nanti akan melepaskanmu Hyun, atau akan membalasmu?"
Ucapan Euna membuat otak In Hyun berhenti berpikir sejenak. Dia bahkan tak memikirkan hal itu dan pastinya dia juga tak tahu ujung dan akhirnya akan bagaimana dengan pemuda Kim itu.
Euna tampak mengingat sesuatu. "Oh ya, aku kemarin mendengar berita baru untuk kampus ini,"
"Berita baru apa?" tanya Sun Hi penasaran.
"Profesor tampan Cho Sang-ji akan mengajar di kampus kita, menggantikan dosen Maria yang cuti hamil itu," jawab Euna.
"Be-benarkah, dia akan menggantikan dosen cerewet dan sadis itu. Ya Tuhan, terima kasih karena sudah menghindarkan kami dari dosen killer itu." Puji syukur Sun Hi.
Euna terlihat lemas. "Sayang sekali aku tak ikut kelasnya. Padahal aku sangat suka sekali melihat bulu matanya yang lebat dan lentik itu." Ucapnya sembari menghela napas.
Sun Hi melingkarkan lengannya di tengkuk Euna. "Kau tenang saja, kita bisa kan sesekali bermain ke rumahnya. Bukankah dia sangat suka bertemu dengan ...-?" ia tak melanjutkannya. Hanya melirik ke arah In Hyun yang tampak melamun dari tadi.
Merasa tak ada respon apa pun dari In Hyun.
"Yah, Hyun. Sebenarnya kau sedang memikirkan apa?" tanya Sun Hi.
Euna jadi merasa khawatir. In Hyun menjadi banyak melamun lagi.
In Hyun menggelengkan kepalanya sembari menghela napasnya. "Aku tak melamunkan apa-apa. Sebaiknya kita kembali ke kelas." Ia bangkit berdiri dari duduknya.
Sun Hi dan Euna hanya saling menatap aneh. Jelas-jelas dari tadi In Hyun melamun. Keduanya pun beranjak dari duduknya, berjalan mengikuti In Hyun menuju ke kelas masing-masing.
_____🍁🎎🍁_____
Pulang kuliah. Ketika di halte bus.
Sun Hi dan Euna sengaja menghampiri In Hyun di halte hanya untuk mengajak In Hyun berbelanja ke mall dan pergi ke Cinema, semenjak In Hyun dan Sun Hi masuk fakultas kedokteran. Mereka memang sudah jarang pergi bersama ke mall ataupun nonton bioskop.
Tetapi In Hyun menolaknya dengan halus, mengeluarkan alasan kalau pekerjaannya sekarang adalah perawat pribadi, jadi itu berarti 24 jam harus merawat pasiennya atau paling tidak meminta izin kepada Jae Soon langsung itupun jika ada urusan darurat bukan untuk bersenang-senang.
Sun Hi dan Euna tampak kecewa. Berarti hanya mereka berdua yang akan pergi ke mall.
Mobil jemputan Euna parkir di depan mereka. Dan Sun Hi naik bersamanya.
"Hyun. Jika kau berubah pikiran dan dapat izin dari si Tuan sombong itu. Kau tahu kan kami ada di mana." Kata Sun Hi nyengir sembari masuk ke dalam mobil Euna.
Euna masuk ke dalam mobil lalu membuka kaca jendelanya, tersenyum menatap In Hyun. "Hyun-yya. Jaga kesehatan. Itu yang lebih penting. Sampai ketemu besok."
"Yah, Euna-ah, jangan bilang sampai ketemu besok. Siapa tahu nanti dia akan menyusul kita ke sana!" Seru Sun Hi dari dalam mobil sambil tertawa.
Tidddd...!! Tiidiiiddd...!!
Karena terlalu lama parkir di depan halte. Beberapa bus yang harus berhenti di sana jadi terhambat oleh mobil Euna.
"Cepat pergilah, sampai jumpa besok." Kata In Hyun sembari mengibaskan tangannya.
Perlahan mobil Euna melaju meninggalkannya. Tak lama bus tujuan In Hyun berhenti di depannya.
In Hyun naik bus tersebut. Di pintu satunya, masuk juga Jeong Soon ke dalam.
In Hyun tak tahu kalau di belakang dua orang di dekatnya, duduk Jeong Soon dari tadi. Bahkan mendengar percakapannya dengan Sun Hi dan Euna. Tentang Tuan sombong juga dia mendengarnya dan dia tahu kalau sang Tuan sombong adalah dirinya.
Tapi Jeong Soon tak marah malah tersenyum. Sikap dinginnya itu ternyata dianggap sebagai kesombongan. Tak apalah jika yang menganggap hal itu hanya In Hyun. Hanya dia lah yang nantinya akan tahu kenapa sikapnya seperti itu.
In Hyun berdiri di tengah bus karena bus penuh dan tak ada tempat duduk. Tangan kanannya berpegangan pada besi pegangan bus sementara tangan kiri memeluk buku besar. Jeong Soon menelusup kebeberapa orang di depannya sampai berdiri tepat di belakang In Hyun.
Berulang kali bus mengerem mendadak sehingga ketika sebuah mobil menyelip bus tersebut membuat penumpang kaget akan hal itu dan berpegangan erat pada ujung kursi atau pada besi pegangan jika yang berdiri.
In Hyun yang berdiri memeriksa dompetnya di dalam tas karena takut hilang kembali, seketika terkejut karena tak berpegangan pada besi. Dia hampir saja terhuyung ke depan, untung saja sebelah tangan Jeong Soon yang bebas berhasil melingkar di perut In Hyun lalu menariknya ke dalam pelukannya.
Setelah bus melaju normal kembali. In Hyun membulatkan matanya baru sadar kalau sampai saat itu, seseorang di belakangnya tengah memeluknya dengan sangat erat.
In Hyun menunduk ke bawah melihat tangan kokoh masih memeluk perutnya. Jantungnya berdetak tak keruan, dengan amarah yang meledak-ledak karena merasa pria itu menggunakan kesempatan dalam kesempitan.
In Hyun sontak melepaskan tangan Jeong Soon lalu mendadak menoleh sekaligus ke belakang hendak menampar pria itu. Tetapi tangannya segera di tahan Jeong Soon.
In Hyun mengernyitkan keningnya melihat pria bermasker itu. Dan kini dia mengerjap mengenali pria bertopi dengan bertudung sweaternya serta bermasker tersebut. "Ka-kau?"
Di dalam maskernya, Jeong Soon tersenyum sembari mengangguk. "Sudah kukatakan untuk berhati-hati di dalam kendaraan."
In Hyun menarik tangannya kembali. "Jadi, dari tadi kau terus mengikutiku?"
"Mengikutimu?" ada ekspresi aneh di wajah Jeong Soon. "Bukankah kita searah dan juga kita pulang ke tempat yang sama bukan?"
"Tapi-" ucapan In Hyun terhenti seiring dengan berhentinya bus karena mereka sudah sampai di tempat tujuan.
In Hyun bergegas turun duluan, diikuti oleh Jeong Soon.
Di halte sudah berjejer beberapa bodyguard menunggunya.
Toya dan Hang menyambut Tuan muda mereka itu. Beberapa bodyguard mengikuti Jeong Soon berjalan menuju gerbang.
"Tuan muda, sangat berbahaya jika Anda terus pergi kuliah tanpa pengawalan dari kami." Ujar Toya khawatir.
"Ya, Tuan muda. Jika ada yang tahu jika Anda pergi sendirian seperti ini. Maka mereka pasti akan mengincar lalu menculik Anda." Imbuh Hang.
Jeong Soon seolah tak menghiraukan mereka. Selama dia nyaman seperti itu dan tak terkekang oleh pengawalan mereka, kenapa harus di buntuti terus. Dia merasa tak perlu dikawal terus. Pengawalan secara langsung pastinya. "Kalian jangan khawatir, aku tahu Appa tak membiarkanku begitu saja bukan."
Dia tahu kalau Tuan Kim atau Nenek Kim tak bisa membiarkannya pergi sendirian. Dan dia juga tahu kalau banyak pengawal yang mengikuti atau menjaganya dari kejauhan atau secara rahasia. Bahkan dia tak tahu berapa banyak yang tersebar menjaganya yang tidak diketahuinya.
In Hyun memperlambat langkahnya membiarkan Jeong Soon berjalan duluan memasuki gerbang lalu dia juga berjalan masuk ke dalam.
______🍁🎎🍁______
Hari menjelang sore.
In Hyun sibuk dengan apa yang ditulisnya, terkadang bingung juga, apa yang harus ditulisnya? Dia tak mengerti apa yang dia lakukan di sana? Jikalau dia perawat pribadi, seharusnya dari memberi obat, menyiapkan makanan sehat untuk pasiennya dan juga memeriksanya terus tentang perkembangan ingatannya selayaknya perawat yang lain. Bukankah seharusnya seperti itu?
Tetapi, apa yang dilakukan dirinya di sana hanya duduk, makan dan tidur saja. Dia sudah seperti menginap di sebuah hotel elit lengkap dengan pelayanan dan juga fasilitas yang tak ada di hotel mahal manapun juga.
Disaat dia tengah melamun memikirkan sikap Jae Soon dan tingkah lakunya. Mendadak terkejut kala ponselnya berdering. Pertama sebuah pesan datang dari Sun Hi.
In Hyun tersenyum membuka pesan yang di dalamnya sebuah foto Sun Hi dan Euna tepat di depan bioskop. Ditulis di bawah foto itu.
Hyun. Film terbaru sudah muncul dan satu jam lagi akan dimulai. Jadi, jika kau berubah pikiran atau dapat izin dari si Tuan sombong itu. Maka kami masih menunggu di kafe dekat gedung bioskop.
Euna menunjukkan tiga tiket film yang akan mereka tonton. Dia tahu kalau satu lagi untuknya, dan selama ini siapa pun yang mengajak menonton pasti akan membeli tiga tiket meski salah satu dari mereka tak datang untuk menonton. Itu sudah kebiasaan dan menjadi kewajiban mereka.
In Hyun masih tersenyum mengingat masa-masa sekolah SMP-SMA menyenangkan mereka sembari menatap foto itu. Sontak lamunannya seketika membuyar kala ponselnya berdering kembali dan kini yang meneleponnya adalah Jeong Soon.
Selalu dengan enggan dia mengangkat panggilan itu. "Ha-"
"Cepat ganti pakaianmu untuk keluar, karena kita akan makan siang di luar. Tutttt."
In Hyun menggertakkan giginya geram menatap panggilan yang langsung saja dimatikan sepihak itu. "Yah, dasar Tuan sombong. Kenapa dia seenaknya saja memerintah. Apakah tak bisa dia dengan sopan datang ke kamarku atau menyuruh salah satu pelayan ke sini mengatakan kalau kau ingin makan siang di luar."
In Hyun bangkit dari duduknya tampak kesal menuju ke lemari dengan masih menggerutu.
Sementara di kamar sebelahnya. Jeong Soon sudah siap berangkat. Seperti biasa, dia memakai sweater bertudung berwarna Army, tetapi kali ini dia memakai celana tanggung bersaku kedua pinggir pahanya berbahan fab canvas berwarna senada dengan sweaternya.
Itu adalah pertama kalinya dia memakai celana pendek selutut. Dan rasanya kurang nyaman. Tetapi, sedikit demi sedikit dia harus berusaha menyesuaikan dirinya di zaman itu.
In Hyun juga sudah siap. Dia memakai atasan katun rayon berlengan pendek berwarna putih dengan rok rempel selutut berwarna hitam.
Baru saja dia selesai berdandan sedikit. Ponselnya berdering kembali. Melihat nama yang terpampang di depan ponselnya membuat darahnya serasa mendidih. Yang bisa dia lakukan adalah menggerutu sambil meraih tas kecilnya kemudian setengah berlari ke arah pintu.
"Dasar Tuan tak sabaran seka-" ucapan In Hyun menggantung kala melihat kalau Jeong Soon sudah ada di depan pintu kamarnya.
Jeong Soon tersenyum samar. Lagi dan lagi dia dibuat gemas oleh ekspresi kesal In Hyun.
※*♥♡🎎♡♥*※
*°°°_____TBC_____°°°*
Hy.. Hy.. Mf baru bisa up lg.. 😁😁
Tak usah dijelaskan panjang lebar.. Jhehe
Ya Allah.. Bagaimana kabar para readers nih..? Di indo lagi banyak musibah yk melanda.. Apakah benar kalau kiamat memang sudah dekat..? Ustadz di sini jg sudah banyak memperingati dan bahkan beliau² sudah membuktikan beberapa tanda² kiamat yk sudah terbukti dari perkataan baginda Rosul Muhammad S.A.W. Semoga kalian selalu dalam lindungan Allah SWT (aminnn) liat berita di sini terbatas.. Jadi yah liat dari net aja..
Bukan'y sok suci.. Tadi'y mau ngeluarin cerita 20+ 😁 bahkan rencana'y Neighbourd itu cerita ++ dan sudah diketik sampai selesai.. Tetapi dihapus lagi dan diperbaiki serta diubah plot'y..
Wallahuallam.. Soal'y aku jg penggemar cerita mature content😁😂
Di lapak lain mh gpp lah.. Setiap ornk punya ide masing² dan aku juga salut sama yk bisa bikin cerita top+hot mature content.. Toh yk baca juga sudah diperingati.. Jdi jgn kecewa ya.. Setiap cerita yk aku buat tidak ada adegan hot'y.. 😂😂
Dari awal pertama menulis selalu aku tegaskan.. Di lapak semua ceritaku tidak ada adegan hot'y Kalau ada jg pasti di skip.. Jhehe
Enjoy N Gomawoyo... 😊😊
Up* 27~12~2018
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top