SoL ~23~ Secret one years ago.

~*°_______SOL_______°*~

In Hyun dibaringkan di kursi belakang mobil. Dan kedua paha Jeong Soon dijadikan bantalannya.

Sang Sopir di depan menanyakan hendak pergi ke mana mereka?

Jeong Soon berpikir sejenak. Jika dibawa ke rumah sakit yang seperti neraka itu, sudah pasti In Hyun akan ditusuk dengan benda lancip kecil dan menyakitkan (jarum infus dan jarum suntik) serta akan diberi cairan yang membuatnya tak sadarkan diri.

Dia memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan In Hyun. Detak jantungnya sedikit lemah dan juga tubuhnya panas. Tapi tak separah apa yang dipikirkan Jeong Soon. In Hyun hanya mengalami sakit panas biasa.

"Kita kembali saja ke rumahku." Jawab Jeong Soon sembari tangan kanannya menggenggam erat tangan In Hyun. Tenanglah istriku. Aku pasti akan menyembuhkanmu dengan ramuan seperti di Joseon. Ucapnya dalam hati ingin segera sampai di mansionnya.

Sepanjang perjalanan. Jeong Soon tampak gelisah dan wajahnya sudah berubah pucat melihat rintihan istrinya itu.

Baru saja mobil berhenti dan pintu dibuka oleh seorang bodyguard. Jeong Soon bergegas keluar lalu mengeluarkan juga tubuh In Hyun dengan menggendongnya.

Semuanya ikut panik. Kenapa dengan gadis itu? Bukankah tadi pagi terlihat baik-baik saja?

Kini para bodyguard serta pelayan tampak terburu-buru membukakan pintu lalu mengikuti Jeong Soon menuju ke kamar In Hyun.

Paman Hoong juga terlihat kaget lalu mengikutinya. Sesampainya di kamar In Hyun. Jeong Soon membaringkan tubuh In Hyun di atas ranjang dan dia duduk di pinggir ranjang.

"Tuan, nona In Hyun kenapa?" tanya paman Hoong.

"Dia sakit paman," jawab Jeong Soon masih menatap tangannya yang tanpa sadar digenggam erat oleh In Hyun.

"Kalau begitu, saya akan segera memanggil dokter." Kata paman Hoong hendak beranjak dari berdirinya untuk menelepon dokter.

"Tidak usah," cegah Jeong Soon menoleh ke arah paman Hoong.

"Kenapa Tuan muda? Kalau gadis itu sakit, kita harus segera memanggil dokter." Ujar paman Hoong malah heran.

Jeong Soon menghela napasnya lirih. "Paman, tolong sediakan bahan-bahan obat herbal, saya yang akan meramu obat-obatan itu untuk menyembuhkan In Hyun." Dia menjelaskan beberapa bahan herbal yang sangat dia butuhkan dan sayangnya bahan-bahan itu tak pernah dan jarang sekali ada di mansion itu.

Meramu obat? Paman Hoong menurunkan sebelah alisnya heran. Sejak kapan Tuan mudanya itu bisa meramu obat? Bukankah selama ini dia kuliah di fakultas seni?

"Paman Hoong. Tolonglah, saya tidak punya banyak waktu lagi." Ucap Jeong Soon dengan nada pelan semakin cemas kala melihat In Hyun semakin menggigil.

"Akh, baiklah Tuan muda. Bahan-bahan itu memang tak ada, tapi saya akan berusaha untuk memerintahkan semuanya mencari bahan obat herbal yang Anda butuhkan semuanya, Tuan muda." Jawab paman Hoong membungkuk lalu bergegas menyuruh semuanya keluar dari sana meninggalkan keduanya di kamar itu kemudian menyuruh semua bodyguard untuk berpencar membeli bahan-bahan herbal yang Jeong Soon butuhkan yang tak pernah ada di mansion itu.

Jeong Soon menggenggam tangan In Hyun dengan kedua tangannya lalu mengecup punggung tangan In Hyun. Teringat kembali kala In Hyun di ujung maut, menggigil merasakan sakit yang sangat luar biasa. Kemudian teringat lagi kala kematian itu menjemput sang istri di sampingnya.

Kemenangan yang seharusnya dirayakan bersama istri tercinta. Malah harus kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya. Kedua tangannya, semakin menggenggam erat tangan In Hyun, apakah mereka suatu saat akan berpisah kembali? Dia juga tak yakin apakah In Hyun benar-benar masih mengingat siapa dirinya?

"Suamiku?"

"Mmmm?" Jeong Soon terhenyak dari lamunannya kala mendengar gumaman In Hyun. Dia melihat kedua mata In Hyun masih terpejam tapi bibirnya terus bergerak-gerak pelan.

Tak mendengar jelas gumaman In Hyun. Jeong Soon membungkukkan sedikit tubuhnya untuk mendekatkan telinganya dengan bibir In Hyun.

In Hyun masih berkata-kata dengan nada hampir berbisik. "Suamiku, Je-Jeong Soon. Ka-kaisar Jeong Soon."

Degg! Jantung Jeong Soon seolah berhenti berdetak. Dia langsung saja menegakkan kembali tubuhnya. Ada perasaan hampir tak percaya mendengar kata-kata itu keluar dari mulut In Hyun. Kedua matanya membulat sempurna, tetapi ada lengkungan ke atas dari bibirnya. Sebuah senyuman yang tiba-tiba saja merekah dengan kedua mata berbinar-binar.

Ternyata dugaan kalau In Hyun tak mengingat masa Joseon itu salah. Ternyata istrinya itu masih mengingatnya, tak ada hal yang menggembirakan bagi Jeong Soon bahwa istrinya itu masih mengingatnya.

Perlahan dia membungkuk lagi mengecup lembut pipi In Hyun. Istriku, ternyata kau masih mengingat pernikahan kita di Joseon. Senyuman di bibirnya tak hilang malah semakin melebar.

Lagi-lagi dengan perlahan dia melepaskan genggaman tangannya. Beranjak dari duduknya lalu mengeluarkan sebuah sapu tangan handuk berwarna putih, membasahinya dengan air keran kemudian setengah diperas lalu sapu tangan handuk basah itu ditaruh di kening In Hyun.

Terdengar suara pintu diketuk. "Masuk," jawab Jeong Soon berdiri menatap sayu In Hyun.

Masuk paman Hoong. "Tuan muda, semua bahan yang Anda butuhkan telah siap dan ada di dapur."

"Baiklah, saya akan segera ke dapur. Perintahkan dua orang dayang- maksud saya, dua orang pelayan wanita untuk menjaga di sini selama saya meramu obat di dapur." Jawab Jeong Soon bergegas melangkah pergi dari kamar.

"Baik Tuan muda." Paman Hoong masih merasa aneh dengan sikap Jae Woon. Terkadang dia melihat sebuah pancaran dan aura yang berbeda dari pemuda itu. Kata-kata yang teramat sopan dan juga teratur, sikapnya yang dingin dan tegas, bahkan tingkah lakunya sangat jauh berbeda dari pemuda yang dibesarkannya selama ini.

Paman Hoong segera mengikuti Jeong Soon menuju ke dapur. Di lorong mansion, dia memerintahkan kepada dua maid masuk ke dalam kamar In Hyun untuk menjaganya selama mereka ada di dapur.

Koki dan semua pelayan di dapur diperintahkan untuk berhenti bekerja dahulu karena Tuan muda Jae Soon akan memakai dapur itu.

Semuanya menyingkir dan kini berdiri di pinggiran tembok dapur.

Jeong Soon melihat semua bahan yang dia butuhkan. Meski ada beberapa yang kurang, tapi dia yakin bahan yang ada cukup untuk membuat ramuan yang dia inginkan.

In Hyun hanya sakit panas biasa, jadi tak ada yang perlu terlalu dicemaskannya. Dia meraih gingseng yang masih basah dan mengamati gingseng itu dengan teliti. Gingseng di zamannya lebih besar dan juga lebih banyak akar kecil-kecil di permukaannya.

Berbeda dengan gingseng yang kini ada di tangannya itu. Meski sama-sama gingseng tetapi lebih kecil, ternyata zaman juga bisa merubah bentuk sebuah tanaman yang semula diketahuinya.

Paman Hoong mendekati Jeong Soon yang tampak kebingungan. "Kenapa Tuan muda? Apakah gingseng ini bukan gingseng yang Anda inginkan?"

Jeong Soon menggelengkan kepalanya. "Apakah tidak ada gingseng yang sedikit kering? Karena gingseng kering akan berbeda rasa dan juga khasiatnya." Jawabnya sembari menoleh menatap paman Hoong.

Paman Hoong menoleh menatap bodyguard yang tadi membeli gingseng.

Sang bodyguard menghampiri keduanya lalu membungkuk meminta maaf. "Maafkan saya Tuan muda, tadi saya sudah berkeliling mencari gingseng kering di setiap apotek. Tapi semua kosong dan hanya ada gingseng basah itu."

Paman Hoong mengibaskan tangan kanannya menyuruh bodyguard itu kembali ke tempatnya.

Paman Thang sang kepala koki mendekati keduanya. Membungkuk sekilas lalu tersenyum. "Tuan muda, jika Anda ingin gingseng ini lebih kering. Jangan khawatir, kita bisa memasukkan gingseng ini dalam oven. Sebagian nanti sesudah di oven bisa dijemur untuk persedian di mansion ini." Ujarnya sembari menunduk tak berani memandang kedua mata Jeong Soon.

Jeong Soon sedikit memiringkan kepalanya. "Apakah oven itu?"

Paman Hoong tersenyum tipis kemudian membalikkan badannya berjalan ke arah sebuah oven besar untuk memanggang kue, dan oven bawahnya untuk memanggang makanan seperti ikan, ayam dan lainnya.

Paman Hoong membuka oven yang untuk memanggang kue. "Benda ini bernama oven Tuan muda, Anda bisa memanggang makanan apa saja dan bisa juga mengeringkan gingseng dalam waktu sebentar saja."

Jeong Soon meneliti oven tersebut. "Apakah jika dipanggang di sini tidak akan gosong?"

Paman Thang menggelengkan kepalanya. "Kalau Anda tak keberatan, biarkan saya sedikit membantu Tuan."

Jeong Soon berpikir sejenak. Dia juga tak bisa menyalakan benda-benda di sana seperti kompor gas dan lainnya.

Paman Thang lah yang membantunya saat ini. Memanggang gingseng agar lebih kering tetapi tidak gosong. Membantu menyalakan api, bahkan merebus obat-obatan itu bukan menggunakan panci atau benda terbuat dari stainless. Tetapi terbuat dari tanah seperti sebuah guci keramik yang tertutup.

Satu jam sudah obat ramuan yang Jeong Soon buat sudah selesai. Dia sendiri yang membawa nampan itu ke kamar In Hyun.

Ketika masuk ke kamarnya In Hyun. Dia menyuruh dua maid segera keluar dari sana.

Setelah keduanya keluar, Jeong Soon menaruh nampan yang dibawanya di atas nakas lalu duduk di pinggir ranjang.

Dengan perlahan-lahan dia membangunkan In Hyun dan sedikit menambah bantal agar menjadi lebih tinggi.

Dengan penuh kesabaran dan sangat hati-hati, Jeong Soon meminumkan obat ramuan yang terasa pahit itu dengan sendok.

Hampir setengah gelas kecil terbuat dari keramik bertutup telah diteguk oleh In Hyun.

Setelah itu, Jeong Soon membantu lagi membaringkan kepala In Hyun ke keadaan semula yaitu tidur di atas satu bantal.

Tiba-tiba saja seseorang membuka pintu. "Yah, Jae-"

"Ssttthhhhh!?" Jeong Soon menempelkan jari telunjuknya di depan bibirnya menyuruh Hwan Ki agar jangan berisik.

Tubuh Hwan Ki yang berada di ambang pintu didorong oleh Dae Chung agar masuk ke dalam.

"Yah, pelan-pelan." Ucap Hwan Ki pelan pada Dae Chung dan di belakangnya diikuti oleh Han Cho.

Ketiganya masuk ke dalam kamar In Hyun lalu mendekati Jeong Soon.

Jeong Soon menaikkan selimut sampai menutupi setengah dada In Hyun.

Masih dengan nada pelan Hwan Ki bertanya. "Siapa gadis cantik itu?"

Dae Chung pun ikut bertanya. "Sejak kapan dia ada di rumahmu ini, Jae Soon?"

Han Cho tampak santai tak terlihat penasaran seperti kedua sahabatnya itu. "Pasti gadis itu yang bernama In Hyun."

"In Hyun?" Dae Chung dan Hwan Ki saling menatap lalu menoleh melihat wajah In Hyun.

"Dari mana kau tahu?" tanya Jeong Soon menurunkan sebelah alisnya heran. Bukankah itu adalah pertama kalinya dia melihat In Hyun.

Han Cho tersenyum miring. "Bukankah selama beberapa hari ini kau sibuk mencari gadis yang bernama In Hyun, kalau gadis ini bukan gadis yang kau cari itu. Lalu siapa?"

"Aigoo, benar juga apa katamu, Han." Kata Dae Chung baru menyadarinya.

Hwan Ki menepuk sebelah pundak Jeong Soon. "Apa dia gadis yang kau cari itu, Jae?"

Jeong Soon hanya mengangguk mengiyakan.

Dae Chung malah terkekeh. "Syukurlah kalau kau sudah menemukannya, jangan sampai para bodyguardmu membawa waria seperti waktu itu."

"Hahaha!" Ketiganya tertawa, namun segera dihentikan oleh Jeong Soon.

"Sebaiknya kita bicara di ruanganku saja." Ajak Jeong Soon melangkah duluan ke arah pintu.

Ketiganya hanya menurut saja. Sesampainya di ruangan Jeong Soon.

Hwan Ki, Han Cho dan Dae Chung menatap tajam pada Jeong Soon yang kini duduk dengan santainya di sofa panjang.

Jeong Soon balik menatap ketiganya secara bergiliran. "Ada apa?" tanyanya heran melihat tatapan mereka seolah ingin segera memangsanya.

Hwan Ki mendekatinya lalu duduk di sampingnya. "Yah, apakah kau sadar apa yang kau tanyakan barusan?"

"Jae Soon, sebaiknya kau jelaskan apa yang ingin mereka dengar tentang gadis itu." Ujar Han Cho. Hanya dia yang terlihat tenang dan benar-benar tak penasaran tentang gadis yang menjadi topik utama mereka kali ini.

Hwan Ki malah menjadi heran pada Han Cho. "Ya-ya-ya. Apakah kau mengenali gadis itu? Kenapa dari tadi hanya kau yang tak penasaran pada gadis itu."

Jeong Soon menatap curiga pada Han Cho.

Melihat tatapan tajam berbalik padanya. Han Cho jadi terkekeh. "Yah, kalian ini, kenapa tatapan kalian menjadi menakutkan begitu?"

Jeong Soon semakin memicingkan matanya seolah meminta penjelasan padanya dengan segera.

Han Cho duduk di sofa satunya di sebelah Hwan Ki. Sementara Dae Chung duduk di ujung meja kerja Jeong Soon sambil menyilangkan tangannya di dada.

Han Cho menghela napasnya. "Sebenarnya aku sudah tahu gadis yang bernama In Hyun itu sejak setahun yang lalu,"

"Hahh?!" ketiganya sedikit terkejut mendengarnya.

"Dari mana kau tahu, Han?" tanya Hwan Ki semakin curiga.

Han Cho sedikit menerawang ke masa sebelum Jae Woon hilang ingatan dan masa setahun yang lalu.

Waktu itu Han Cho tahu kalau Jae Woon akan dipindahkan ke kampus di Seoul. Makanya dia menyusul ke kampus itu berniat untuk mengusulkan agar Jae Woon kuliah di kampusnya saja bersama dengan Hwan Ki dan Dae Chung.

Namun Jae Woon baru saja keluar dan pergi dari kampus itu, sebelum beberapa lama dia sampai ke sana.

Akhirnya Han Cho mengajak Jae Woon bertemu di restoran tempat biasa dia dan Sin Wan bertemu.

Di restoran tersebut Jae Woon menjelaskan kekesalannya pada Han Cho karena untuk pertama kalinya dia ditampar oleh seorang gadis.

Demi melindungi gadis itu dari Jae Woon, Han Cho memantau terus In Hyun dan mencari semua kabar dan identitas gadis itu.

Mendengar penjelasan Han Cho. Hwan Ki yang memprotesnya. "Lalu, kenapa kau tak memberitahu kami saat Jae Soon susah payah mencari gadis tadi?"

Dae Chung juga ikut memprotesnya. "Ya, kenapa kau membiarkan Jae Soon bersusah payah mencarinya?"

Han Cho masih terlihat tenang dengan senyuman tipisnya. "Aku hanya melindunginya, karena aku tak mau jika masalah yang menimpanya ditambah oleh Jae Woon- maksudku Jae Soon."

Jeong Soon menghela napasnya. "Bagaimana kau tahu jika sebelum hilang ingatan, aku akan mencelakai atau menambah masalahnya?"

Hwan Ki dan Dae Chung kini beralih menatap Jeong Soon. Mereka tahu sifat asli Jae Woon yang tak pernah berpikir panjang dan pasti akan membalas seseorang yang dirasa telah membuatnya marah.

Han Cho mengeluarkan sebuah video tentang beberapa bodyguard Jae Woon yang terus mengikuti In Hyun dan berniat akan menculiknya.

Dia terus menyalakan video dari dalam mobilnya. Sampai kejadian ketika di depan pintu gerbang kampus saat In Hyun ditampar oleh Lin Chia, dia juga yang memvideo-nya.

Para bodyguard itu masih menunggu kuliah selesai dan In Hyun keluar dari kampus pastinya akan berjalan sendirian menuju rumahnya seperti biasa.

Han Cho juga masih menunggu In Hyun pulang dari kampus untuk menyelamatkannya serta menghindarkannya dari para bodyguard Jae Woon.

Namun, sayangnya tepat di hari itu rumah In Hyun kebakaran dan para bodyguard itu diperintahkan untuk kembali ke mansion dan membiarkan In Hyun.

Jeong Soon memijit pelipisnya pelan. Dia baru tahu kenapa In Hyun sangat benci ketika bertemu dengannya. "Lalu, apakah aku yang telah membakar rumah gadis itu?"

Dae Chung dan Hwan Ki menatap aneh pada Jeong Soon, kemudian menoleh menatap Han Cho. Menunggu jawaban pembenaran darinya.

Namun ternyata Han Cho menggelengkan kepalanya. "Tidak, yang membakar rumah gadis itu sampai Ibunya mengalami koma adalah orang lain. Dan sampai saat ini, aku menyuruh anak buah Appa untuk menyelidiki tentang semua kejadian itu dan apa penyebabnya,"

Han Cho menarik napas lalu mengembuskannya dalam-dalam. "Sebenarnya bukan hanya aku yang menyelidikinya, tetapi kita. Aku dan kau masih menyelidikinya, Jae Soon."

Han Cho melanjutkan semua penjelasannya. Awalnya dia juga merasa heran dengan kejadian itu dan sangat mencurigai bahwa Jae Woon yang telah membakar rumah In Hyun.

Sampai-sampai Han Cho datang ke mansion KIM, lalu menanyakan kepada Jae Woon langsung, apakah dia yang telah membakar rumah In Hyun dan mengirimkan bodyguardnya untuk menculik In Hyun.

Jae Woon dengan jujurnya mengaku jika dia mengirimkan para bodyguard untuk menjemput In Hyun menemuinya di kafe. Tetapi membakar rumah orang bukanlah sifatnya atau terlintas pikiran akan melakukan hal itu.

Maka dari itu. Han Cho dan Jae Soon terus menyelidikinya. Sampai setahun dari kejadian itu, mereka masih mengumpulkan bukti-bukti.

Mengingat banyaknya orang yang tak menyukai keluarga In Hyun membuat mereka kesulitan menyelidiki semuanya.

Apalagi Jae Woon mengalami kecelakaan dan kini hilang ingatan. Kegiatan penyelidikan mereka banyak terhambat.

Saat itu Jeong Soon baru mengangkat wajah dari menunduknya. "Jadi bukan aku yang membakarnya," ia merasa lega mendengar semua penjelasan Han Cho. "Kenapa kau tak mengatakan semuanya kepadaku dan kenapa kau sangat melindungi gadis itu?"

"Maafkan aku Jae Soon. Aku tak mengatakannya waktu itu karena aku berpikir bahwa kau mengingat apa yang dia lakukan padamu dan masih ingin membalas dendam padanya." Han Cho baru mengatakan penjelasannya dan juga alasan kenapa ketika Jeong Soon bersusah payah sampai menculik para wanita, tua dan muda bahkan sampai waria hanya untuk bertemu dengan In Hyun.

Mendengar kalau Jeong Soon membawa perawat pribadinya ke mansionnya sampai dengan membeli gedung flat dan merenovasi sebuah klinic membuat Han Cho semakin penasaran dan mengajak Dae Chung dan Hwan Ki berkunjung ke sana dengan alasan sudah lama tak berkunjung.

Hwan Ki tiba-tiba saja bertepuk tangan. "Waahh, bravo. Daebak," ucapnya girang sendiri.

Dae Chung yang tanpa sadar sudah duduk di sebelah Hwan Ki tadi saat melihat video di ponsel Han Cho kini mendorong pinggir lengan Hwan Ki ke depan. "Yah, kenapa kau mengagetkan kami. Apanya yang bravo?"

Hwan Ki mendadak menjadi berwajah masam. "Semua kejadian seseru itu kalian tak pernah menceritakannya pada kami. Bahkan penyelidikan tentang semua kejadian, hanya kalian berdua yang tahu. Sementara kami tak tahu apa-apa tentang semua itu,"

"Hwan Ki benar," timpal Dae Chung. "Kalian tak pernah membicarakannya pada kami. Sebenarnya kalian masih menganggap kami sahabat dan saudara kalian atau tidak?" protesnya tak terima kalau rahasia besar seperti itu selama ini disembunyikan dari keduanya.

Sebelum Han Cho menjelaskannya kembali. Terdengar sebuah ketukan.

"Masuk," jawab Jeong Soon.

Seperti biasa yang berani masuk ke sana tanpa berbicara di depan pintu dahulu adalah paman Hoong. "Makan siang telah siap Tuan muda."

Hwan Ki bangkit dari kursi. "Karena kesal perutku jadi lapar, setelah makan kalian harus jelaskan semuanya pada kami dan tidak ada rahasia-rahasiaan lagi."

"Baiklah." Jawab Han Cho mempersilakan Dae Chung dan Hwan Ki berjalan duluan.

Sementara Jeong Soon perlahan bangkit dari duduknya lalu berjalan di belakang mereka.

Han Cho berjalan beriringan dengan Jeong Soon lalu berbisik. "Jae Soon, ada beberapa video yang harus aku tunjukkan kepadamu tentang gadis itu. Dan aku baru tadi pagi menemukannya."

Jeong Soon mengangguk. Dia yakin kalau Han Cho tidak menunjukkan video tersebut kepada kedua temannya karena Han Cho ingin yang turun tangan hanya dirinya.

"Ya-yah! Kalian bisik-bisik apa lagi?" tegur Hwan Ki terus curiga kepada keduanya.

Han Cho malah nyengir dan Jeong Soon hanya tersenyum.

Dae Chung mengerti kalau hanya keduanya yang bisa menyelesaikan masalah itu. Bisa jadi masalah itu sangat berbahaya dan keduanya pasti takut untuk melibatkan dia dan Hwan Ki dalam bahaya. Jika tidak, sudah sejak lama keduanya pasti memberitahukan kejadian itu.

Dia melingkarkan lengannya ke tengkuk Hwan Ki. "Sudahlah, nanti juga mereka cerita semuanya pada kita." Tariknya agar Hwan Ki terus berjalan dengannya. Dia juga yakin kalau di saat yang tepat. Keduanya pasti akan bercerita kepada mereka.

                   ~*♥♡🎎♡♥*~

*°°°_______TBC______°°°*









Up'y mau subuh di indo 😂😂 soal'y mau ngerjain tugas yang masih numpuk.. Untung'y punya draft dikit.. Jadi baru selesai skrnk..

Enjoy N sllu maaf jika up'y kaya keong.. 😁😁😘

Up* 12~12~2018

By* Rhanesya_grapes 🍇



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top