SoL ~19~ Your Mine.
~*°_______SOL_______°*~
Satu minggu kemudian.
Pagi-pagi.
In Hyun merasa tenang karena telah lepas dari pria yang bermarga Kim itu. Selama seminggu ini dia terus merasa was-was sendiri dan perasaannya selalu tak tenang jika berjalan di trotoar. Ya, bisa dikatakan dia takut kalau-kalau para pengawal pemuda gila itu menculiknya lagi.
Tetapi selama seminggu semuanya berjalan normal kembali seperti biasanya. Sesekali dia mengembuskan napasnya berat saat melangkah menuju kampus. Yang membuatnya tak bersemangat adalah selalu saja bertemu dengan Nam Suuk bersama istrinya.
Bahkan Soo-jin masih saja mengikutinya serta mengganggunya jika lengah dari sang tunangannya.
Sementara di mansion Jeong Soon.
Pagi itu dia sudah duduk di kursi ruangan pribadinya sambil memperhatikan foto-foto In Hyun di layar komputernya. Kepalanya miring ke kiri dan ke kanan terus melihat wajah istrinya itu. Dia masih belum bisa percaya kalau dia terlempar ke zaman istrinya itu.
Ternyata selama seminggu ini dia terus mengumpulkan informasi tentang In Hyun, dari sahabat bahkan kerabatnya. Seperti biasa In Hyun difoto secara diam-diam lalu apa yang dia kerjakan setiap harinya dalam setiap jam harus dilaporkan kepada Jeong Soon.
Ketika dia tengah memperhatikan semua berkas laporan tentang In Hyun, dari foto dan juga tentang keadaan Ibunya In Hyun di rumah sakit.
Seseorang mengetuk pintu. Jeong Soon langsung mempersilakannya masuk.
Ketika pintu dibuka dari luar. Masuk Sin Wan bersama tiga pria berjas rapi dengan tas dan laptop di tangan masing-masing. "Tuan muda, apa ada lagi yang harus saya kerjakan?" tanyanya sembari mempersilakan ketiga pria itu masuk lalu duduk di sofa panjang.
Jeong Soon tampak berpikir. "Apakah kau sudah melakukan tugasmu di rumah sakit?"
Sin Wan mengangguk. "Kemarin saya sudah memeriksa semuanya dan hanya tinggal menunggu perintah dari Anda, Tuan muda."
"Baiklah, tolong pastikan sekali lagi ke sana supaya semuanya berjalan dengan lancar." Perintah Jeong Soon pada Sin Wan yang langsung akan dilaksanakan olehnya.
Sin Wan segera keluar dari sana membiarkan Jeong Soon bersama dengan ketiga pria itu. Sebenarnya, apa yang akan Jeong Soon lakukan dengan ketiga pria itu?
"Apakah kita bisa mulai sekarang, Tuan muda Kim?" tanya salah satu pria itu.
Jeong Soon bangkit dari kursinya sambil membawa sebuah buku dan pulpen serta peralatan belajar lainnya. Tak ada yang tahu kalau selama seminggu ini dia belajar beberapa bahasa lebih tepatnya ketiga pria yang datang barusan adalah guru private-nya.
Pria satu mengajarinya beberapa bahasa dan bagaimana cara menulisnya terutama bahasa inggris.
Yang satu lagi mengajarinya tentang cara memakai komputer dan juga ponsel serta eletronik lainnya. Dan yang satu lagi mengajarinya bagaimana cara makan, minum di berbagai acara, bahkan sampai cara memasang dasi diajarinya.
Di dalam hati Jeong Soon. Tunggulah sebentar lagi istriku. Aku pasti akan berusaha beradaptasi di zamanmu ini.
Sorenya. Jika ketiga sahabatnya datang. Mereka juga mengajarinya tentang ini dan itu layaknya mengajari anak yang baru berusia lima tahun dalam hal-hal sehari-hari mereka. Tentang makanan, minuman dan lain-lainnya.
Malamnya Ji Hoon pulang. Dia baru saja pulang dari Camping karena selama seminggu kemarin dia bersama rombongan dari sekolahnya. Seusai mandi, dia masuk ke dalam kamar Jeong Soon. "Hyung. Aku bawa kaset dvd baru." Ujarnya sembari memperlihatkan kaset dvd di tangannya.
Jeong Soon menurunkan sebelah alisnya. "Kali ini film apa lagi yang kau beli?" tanyanya heran. Terakhir kali mereka menonton film 'Conjuring'. Film horror paling menakutkan dan sekarang dia membawa kaset yang hampir sama tentang seorang suster gereja berjudul 'NUN'.
Ji Hoon nyengir sambil melemparkan tubuhnya ke atas kasur. "Bukankah film-film seperti ini kesukaanmu, hyung."
"Baiklah, kalau kau ingin menontonnya bersamaku. Tapi awas kalau kau sampai memeluk erat lagi seperti waktu itu." Ancam Jeong Soon tak mau lagi seluruh tubuhnya terasa remuk akibat pelukan-pelukan ketakutan Ji Hoon.
Ji Hoon bangkit lalu turun dari atas ranjang, berjalan ke arah televisi baru milik Jeong Soon. Dia mulai memencet tombol membuka dvd player lalu mulai memasukkan kaset dvd ke dalamnya.
Diraihnya remote kontrol kemudian memencet tombol untuk memulainya.
Baru saja film menyala. Ji Hoon sudah berlari menubruk Jeong Soon lalu duduk di kursi sofa di sebelah Jeong Soon sambil memegang pinggir lengan kakaknya itu lalu kedua kakinya diangkat ke atas sofa.
Jeong Soon hanya tersenyum. Dia jadi teringat kembali dengan kelakuan Lee Hang anak Lee Hwon.
Ji Hoon mengeluarkan dua permen lolipop rasa jeruk dan rasa melon lalu menyodorkannya pada Jeong Soon.
Jeong Soon mengernyitkan keningnya menatap benda bundar dibungkus plastik dengan sebuah gagang kecil plastik juga. "Apa itu?" tanyanya baru melihat benda seperti itu.
"Ini permen kak, jadi makanlah." Jawab Ji Hoon masih menyodorkannya pada Jeong Soon sembari kedua matanya mengarah pada televisi karena film semakin tegang.
Jeong Soon menerimanya lalu melihat Ji Hoon membuka permen yang ada padanya. Dia pun menuruti semua yang dilakukan Ji Hoon membuka bungkus permen itu.
Ji Hoon langsung melahapnya diikuti oleh Jeong Soon. Baru saja permen masuk ke dalam mulut Jeong Soon, dia merasakan rasa manis di lidahnya. Berulang kali dia memasukkan atau mengeluarkan permen itu dari mulutnya untuk mengecapnya. "Rasanya benar-benar manis."
Ji Hoon tersenyum melihat kakaknya itu. "Apa kau suka kak?"
Jeong Soon sontak mengangguk seperti anak kecil.
Ji Hoon menepuk bahu Jeong Soon. "Kau tenang saja, jika kau suka. Maka besok akan aku bawakan yang banyak dengan berbagai rasa."
"Benarkah?" tanya Jeong Soon.
Ji Hoon langsung saja mengangguk. "Omo... omo... hantunya muncul." Serunya sembari memejamkan kedua matanya karena takut.
"Haha," Jeong Soon malah tertawa melihat Ji Hoon yang ketakutan. "Kenapa wajahmu langsung pucat begitu?"
Ji Hoon malah mempererat pegangan tangannya di lengan Jeong Soon. Di saat paling tegang, Jeong Soon juga ikut tegang. Ternyata siluman zaman itu terlihat lebih mengerikan ketimbang siluman yang sering dia hadapi selama ini.
Ketika film hampir selesai. Jeong Soon melihat Ji Hoon sudah tertidur di sampingnya karena kelelahan habis perjalanan jauh. Dia menggendong Ji Hoon lalu dipindahkan ke atas ranjangnya.
Kaset dvd pun diganti dengan kaset film-film drama korea romantis. Dia akan berusaha untuk beradaptasi di zaman itu sebagaimana In Hyun bisa beradaptasi di zamannya.
Bibir Jeong Soon dibulatkan membentuk kata O yang besar. Mengulang kata-kata yang diucapkan di film-film itu. "Omo? Mianhae? Mianhaeyo? Gomawoo? Gomawoyo? Kenapa banyak sekali kata-kata yang berubah dan tidak formal sama sekali?" ucapnya merasa heran dengan kata-kata yang digunakan di dalam drama-drama yang ditontonnya.
Sampai hari menjelang pagi. Dia pun tertidur di kursi sofa.
______🍁🎎🍁_______
"Hyung. Bangunlah." Ji Hoon membangunkan Jeong Soon yang tertidur di sofa.
"Hmmm?" Jeong Soon membuka kedua matanya melihat Ji Hoon berdiri di dekatnya sudah rapi memakai uniformnya.
Ji Hoon nyengir. "Aku akan berangkat sekolah, dan di ruang pribadimu sekretaris Sin Wan sudah menunggu." Ujarnya sembari melambaikan tangannya.
Jeong Soon mengangguk pelan lalu bangkit dari sofa sambil menggeliat pelan. Setelah Ji Hoon keluar dari kamarnya, dia langsung ke kamar mandi.
Tak berapa lama Jeong Soon menemui Sin Wan di ruangan pribadinya.
Di dalam sana mereka tampak serius membahas sesuatu. Sin Wan memberikan beberapa berkas membuat bibir Jeong Soon melengkung ke atas.
"Lakukan sekarang." Tegas Jeong Soon dengan senyuman yang semakin lebar.
Sin Wan hanya membungkuk sebentar lalu segera pergi dari sana.
Di Clinik tempat In Hyun bekerja.
Dokter Bae Soyee memberikan sebuah kertas pada In Hyun.
In Hyun mengernyitkan keningnya. "Apa ini dokter?" ia meraih lalu membaca isi dari kertas tersebut.
Dokter Bae Soyee menghela napasnya. "Itu adalah surat dari rumah sakit besar (Seoul Hospital City). Mereka mengatakan kalau ingin Ibumu segera sadar, maka harus dibawa ke Luar Negeri untuk operasi disebabkan ada gumpalan darah tepat di otak kanannya. Jika dibiarkan begitu saja, maka Ibumu akan terus koma Hyun." Jelasnya tampak merasa sedih.
In Hyun terkesiap. Pantas saja selama setahun ini Ibunya terus koma. Ternyata ketika kebakaran itu, Ibunya terjatuh dan kepalanya terbentur sehingga mengakibatkan gumpalan di otaknya sampai dia koma.
"Dokter. Dari mana Anda tahu tentang hal itu? Kenapa baru hari ini ketahuan masalah gumpalan darah di kepala Ibuku?" In Hyun merasa aneh. Selama ini pihak rumah sakit mengatakan kalau Ibunya koma karena hal lain. Tapi hari itu mendadak dia mendapat kabar tentang kepala Ibunya.
"Sebenarnya kemarin beberapa dokter spesialis dari Luar Negeri datang dan memeriksa semua pasien untuk laporan mereka di rumah sakit mereka di negeri sana. Ternyata banyak pasien di rumah sakit itu yang tak diketahui penyakitnya dan baru diketahui kemarin." Jelas dokter Soyee.
"Lalu, apa yang harus saya lakukan dokter? Bukankah untuk operasi di Luar Negeri memerlukan biaya yang tak sedikit. Sementara gajiku dan gaji Eonnie tak seberapa dan pasti belum mencukupi." Jawab In Hyun mulai panik.
Dokter Soyee menepuk pundak In Hyun untuk menenangkannya. "Kau tenang saja Hyun. Masalah itu sudah diputuskan rumah sakit kalau mereka akan membayar semua biaya sampai Ibumu bisa sembuh kelak. Tapi-?" dia tampak ragu untuk menjelaskannya.
"Tapi apa dokter?" In Hyun semakin tegang dan pucat karena perkataan dokter Soyee ada tapinya.
Dokter Soyee menatap In Hyun dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. "Apakah kau akan melakukan apa pun demi Ibumu itu?"
"Itu sudah pasti dokter," jawab In Hyun cepat dan tanpa berpikir panjang. "Tapi, apa yang harus saya lakukan?" dia baru sadar pasti semua itu tidaklah gratis dan mudah.
Dokter Soyee tersenyum. "Kau jangan khawatir, semua ada di kertas ini dan kau hanya menandatanganinya untuk pekerjaan barumu itu, serta kau masih bisa bekerja di sini juga."
"Benarkah?" tanya In Hyun terlihat senang jika dia bisa melakukan dua pekerjaan dan tak menganggu cita-citanya.
Dokter Soyee menyodorkan kertas yang lain. In Hyun langsung membaca isi dari kontrak kerja yang baru.
1. Mengurus orang yang mengalami Amnesia.
In Hyun merasa aneh. Di kertas itu hanya ada satu perjanjian yaitu mengurusi orang yang mengalami Amnesia. "Maaf dokter. Maksud isi perjanjian kontrak kerja ini apa? Kenapa hanya ada satu?"
"Ya. Tugasmu hanya menjadi perawat pribadi di sebuah rumah besar. Dia mengalami kecelakaan beberapa waktu yang lalu sehingga mengalami hilang ingatan. Hanya saja yang mengherankan, dia kembali seperti bayi yang baru lahir tak tahu apa-apa. Jadi, tugasmu hanyalah merawatnya sampai semua ingatannya kembali pulih,"
In Hyun masih termenung. Apakah di dunia ini memang ada yang mengalami hilang ingatan sampai menghapus semua memory di otaknya?
Dokter Soyee kembali menepuk pundak In Hyun. "Hyun. Dari pekerjaan ini, kau bisa mengobati dan mengoperasi Ibumu. Dan juga laboratorium menugaskanmu untuk memeriksa pasien yang Amnesia itu lebih lanjut lagi. Karena apa yang menimpanya adalah Amnesia langka. Dengan begitu, satu panah tiga burung yang kau dapatkan." Nasihatnya mencoba meyakinkan In Hyun.
"Satu panah tiga burung?" In Hyun semakin tak mengerti. Biasanya satu panah dua burung yang kena. Kenapa sekarang tiga burung?
Dokter Soyee menjelaskan kembali. "Pekerjaanmu ini tidak akan menggangu kuliahmu, masih mendapatkan gaji dan bekerja di sini serta mengoperasi Ibumu."
In Hyun memang tergiur akan hal itu. Tawaran kontrak kerja yang langka. Mungkin itu adalah jalan keluar agar Ibunya segera sadar kembali dan sembuh. Dia akan merundingkannya dahulu dengan kakaknya In Myun.
Malamnya setelah pulang kerja. In Hyun menyuruh kakaknya untuk datang ke flat-nya.
In Myun datang ke sana dengan tergesa. Baru saja masuk dan duduk. Dia langsung menyodorkan kertas perjanjian kontrak baru pada adiknya itu.
"Apa ini?" tanya In Hyun aneh.
"Hyun, coba kau bayangkan bahwa kakakmu ini dipindahkan kerja ke perusahaan induk dan sebagai sekretaris departemen keuangan." Girang In Myun tak bisa mengungkapkan rasa bahagianya.
"Benarkah? Bagaimana bisa?" tanya In Hyun aneh. Kenapa hari itu begitu tak disangka-sangka. Kabar baik datang secara bersamaan.
In Myun mengangguk. "Lalu, apa yang membuatmu memanggilku untuk datang ke sini?" tanyanya sembari mengeluarkan makanan yang dibawanya.
In Hyun menyodorkan kertas kontrak kerja baru menjadi perawat pribadi.
"Omo. Bagaimana bisa kau menjadi perawat pribadi. Bukankah kau hanya membantu di Clinik dokter Bae Soyee bahkan belum lulus di semester perawatan?" tanya In Myun ikut merasa aneh juga.
In Hyun menghela napasnya. "Anggap saja itu juga tugas dari Clinik untuk memeriksa lebih lanjut tentang orang yang mengalami hilang ingatan yang langka dan ...-" dia mengeluarkan kertas yang lain.
In Myun terbelalak menerima kertas itu. "Ba-bagaimana bisa kita menerima kertas yang sama." Dia juga mengeluarkan kertas dari pihak rumah sakit.
In Hyun semakin heran. "Aku merasa ada yang tak beres tentang semua ini." Ia merasa curiga tentang apa yang terjadi hari itu.
Tetapi In Myun mencoba menepisnya. "Mungkin pihak rumah sakit tahu kalau kita berdua anak dari Ibu kita. Jadi jangan khawatir, sekarang kita makan dulu. Aku lapar sekali seharian kerja untuk kepindahanku ke perusahaan baru. Nanti kita bahas lagi." Ujarnya sembari memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
In Hyun juga mulai makan. Tapi sesekali kedua matanya melirik ke kertas perjanjian kontrak dan juga dari rumah sakit. Dia memang belum menandatanganinya karena dia akan memastikan dahulu, pasien seperti apa yang akan dirawatnya nanti.
"Jangan-jangan pasien orang gila," tiba-tiba In Myun berbicara begitu di sela mengunyah makanannya.
"Uhuukk... uhukkk..? Yah. Eonnie, bagaimana bisa kau menerka seperti itu?" In Hyun langsung meneguk minuman dinginnya karena tersedak.
In Myun melirik ke atas langit-langit. "Bukankah yang hilang ingatan dan berubah menjadi anak kecil lagi adalah orang gila." Dia malah semakin senang menggoda adiknya itu.
In Hyun hanya bisa menelan makanannya dengan susah payah. "Kita lihat saja besok." Ucapnya pasrah.
In Myun nyengir sembari melanjutkan makannya. "Mudah-mudahan memang bukan orang gila, serta buruk rupa."
In Hyun malah semakin menundukkan kepalanya sambil mengambil selada dengan sumpitnya.
Seusai makan. In Myun pulang ke rumah Yul Hana. Jika gajinya di perusahaan dan jabatan baru lancar, maka In Myun juga akan mengontrak sendiri.
In Hyun duduk di balkon depan kamarnya. Entah kenapa embusan angin membuatnya terasa sangat tenang. Bahkan jika memejamkan matanya dia merasakan perasaan yang sulit untuk diungkapkan. Seperti di dunia khayalannya (Joseon).
______🍁🎎🍁______
Besoknya, kebetulan hari libur.
In Hyun datang ke rumah sakit besar. Dokter Soyee menyuruhnya untuk datang ke Seoul Hospital City karena di sanalah orang yang akan dirawat In Hyun berada.
In Hyun tak merasa curiga karena jika orang itu kecelakaan lalu hilang ingatan, sudah pasti akan berada di rumah sakit. Dia juga belum menandatangani kontrak kerjanya yang tertulis hanya berjangka satu tahun itu untuk memastikan seperti apa orang yang harus dirawatnya dan juga
Dia berjalan ke resepsionis untuk menanyakan di kamar berapa Tuan Wan dirawat. Sang suster memberitahukan padanya bahwa Tuan Wan dirawat di kamar A39.
In Hyun berjalan kembali ke kamar yang disebut. Kamar rawat VIP, pasti orang itu bukan orang sembarangan, pikirnya. Sesampainya di depan pintu. Tampak dua orang bodyguard berjaga di sana.
In Hyun berpikir mungkin Tuan Wan adalah seorang milioner yang sudah tua dan pastinya hilang ingatan menjadi bayi lagi bukan karena kecelakaan tetapi karena usianya.
Kedua bodyguard itu meminta ID In Hyun dan dia langsung memperlihatkannya. Tak perlu banyak tanya lagi, mereka membuka pintu lalu mempersilakan In Hyun masuk.
In Hyun menarik napas panjang lalu melangkah masuk ke dalam. Ketika sudah di dalam. Dia melihat seorang pria terbaring tak berdaya dia atas ranjang.
Dalam hati In Hyun bertanya-tanya. Apakah dia yang harus aku rawat? Lalu, bagaimana aku merawatnya?
Dia terus bertanya-tanya sembari mendekati pria yang saat itu memakai alat bantu pernapasan dan kepalanya hampir semua tertutupi perban termasuk wajahnya. Bagian tubuhnya sampai leher tertutupi selimut.
In Hyun mengernyitkan keningnya aneh. Dengan nada pelan dia berucap. "Kenapa aku harus merawat orang yang sakit parah seperti ini? Bukankah tugasku hanya merawat orang yang Amnesia?"
Berulang kali In Hyun mengembuskan napasnya kasar. Ia pun berniat pergi keluar dari kamar untuk menanyakan semuanya kepada dokter yang mengurusi orang itu.
Namun, baru saja dia membalikkan tubuhnya. Hordeng pembatas dua ruangan pun tiba-tiba bergeser secara otomatis membuat In Hyun sedikit terkesiap. Kedua matanya langsung membulat kala melihat di balik dinding kaca di ruangan sebelah. Ibunya tengah diperiksa secara detail dan juga ada kemajuan tentang pengobatannya yaitu bisa menggerakkan jarinya meski sedikit.
In Hyun berjalan gontai ke arah dinding kaca. "Eomma?" lirihnya.
Mendengar In Hyun memanggil Eomma. Pria yang terbaring di atas ranjang itu mendadak melepaskan alat bantu pernapasannya, bangkit lalu turun dari ranjang.
In Hyun menoleh melihat pria yang sudah seperti mummy itu bergerak. Ia benar-benar terkesiap dan hampir saja pingsan.
Pria itu melepas semua belitan perban dikepalanya dan sekarang tampak jelaslah wajahnya. Ternyata itu adalah Jeong Soon.
In Hyun terkulai lemas di atas lantai.
Jeong Soon setengah panik melihat In Hyun terlihat terkejut melihatnya. Dia hanya ingin memberi In Hyun sebuah kejutan seperti di film-film. Ternyata kejutannya itu benar-benar membuat In Hyun malah hampir pingsan.
"In Hyun, ma-maafkan aku. Aku tak bermaksud membuatmu-"
"Apakah kau yang bernama Tuan Wan?" potong In Hyun sembari mendongak ke atas karena Jeong Soon dalam keadaan berdiri hendak membungkuk membantunya berdiri. Dia melihat Jeong Soon memakai kaos putih gading berbahan katun dengan celana hitam.
Jeong Soon menggelengkan kepalanya.
"Lalu?" In Hyun terlihat semakin curiga padanya.
"Aku adalah orang yang akan menolong Ibumu sampai sadar dan sembuh total seperti semula." Jawab Jeong Soon singkat sambil mengulurkan tangannya pada In Hyun.
In Hyun mengabaikan uluran tangan Jeong Soon, bangkit sendiri dan terlihat kesal. Ia menatap Jeong Soon dengan tatapan yang sulit untuk diungkapkan. "Kenapa kau membohongiku?"
"Aku-" belum sempat Jeong Soon menjelaskan. In Hyun sudah melempar kertas kontrak kerjanya pada Jeong Soon.
"Lupakan saja dan jangan bermimpi aku akan menandatanganinya serta bekerja padamu. Mungkin kau bukan hilang ingatan tapi sudah gila." Ucapan In Hyun benar-benar terdengar kejam dan sadis.
Akan tetapi hal itu tidak membuat Jeong Soon marah. Malah sebaliknya, reaksinya sungguh sangat santai, tenang dan tersenyum miring. Tangan kanannya malah terbuka menunjuk pintu mempersilakan In Hyun pergi.
Tanpa membuang waktu lagi. In Hyun melangkah ke arah pintu untuk pergi meninggalkan Jeong Soon sendiri di dalam kamar tersebut dengan langkah yang lebar karena kesal. Kenapa dia mudah dibodohi oleh pemuda gila itu. Dia mengira kalau pemuda itu sudah melupakannya, namun dugaannya ternyata salah. Selama seminggu ini pemuda itu telah menyusun rencana untuk membalas tamparannya yang waktu itu.
Jeong Soon duduk di atas ranjang menoleh ke samping di mana di ruang tersebut ada Ibunya In Hyun. Maafkan aku istriku. Tak ada cara lain selain setengah memaksamu. Hanya dengan cara ini aku bisa dekat lagi bersamamu. Batinnya terdengar bergemuruh takut semua rencananya gagal lagi seperti minggu kemarin.
In Hyun masuk ke dalam ruang sebelah untuk memastikan keadaan Ibunya. "Dok, bagaimana keadaan Ibu saya?" tanyanya cemas pada dokter baru itu yaitu dokter spesialis yang sengaja dipanggil Sin Wan dari Luar Negeri.
Dokter menghela napasnya. "Anda tak usah khawatir, lihatlah dia masih bisa bergerak, hanya saja gumpalan darah di otaknya memperlambat semua aliran darah dari jantung dan itu mengakibatkan tak bisa menggerakkan seluruh otot dan sarafnya."
"Jadi hanya dengan cara operasi ke Luar Negeri. Eomma akan segera sadar dan sembuh?" tanya In Hyun menjadi diam mematung di tempat.
Sang dokter mengangguk. "Kami tak bisa memastikan hal itu tapi kami pastinya akan berusaha. Dan hanya cara operasi ke Luar Negeri dan terapi di sana akan semakin Bagus untuk mempercepat masa penyembuhan sehabis operasi kelak."
In Hyun menoleh ke dinding kaca ruang sebelah yang ternyata kaca dua arah yaitu di ruang Jeong Soon.
Jeong Soon bisa melihat In Hyun dan keadaan di kamar itu tetapi bagi In Hyun hanya bisa melihat bayangan dirinya di cermin tersebut.
In Hyun keluar dari kamar Ibunya lalu bergegas kembali ke kamar sebelah. Baru saja dia masuk. "Aku akan bekerja padamu seperti apa yang ada di surat kontrak kerja itu yaitu menjadi perawat pribadimu dan akan berusaha untuk mengembalikan semua memory ingatanmu."
Jeong Soon masih tetap terlihat tenang meski jantungnya serasa mau jatuh ke perut saking senangnya. "Baiklah, tandatangani kertas ini dan sekarang juga Ibumu akan diterbangkan ke hongkong." Ujarnya sembari menyodorkan kertas yang dilemparkan In Hyun. Dia sangat begitu yakin kalau In Hyun akan kembali lagi ke sana dan menandatangani kertas itu.
In Hyun dengan ragu mendekati Jeong Soon.
~*♥♡🎎♡♥*~
*°°°_____TBC_____°°°*
Nah loh... Udh mulai bertindak dan main curang nih Jae Soon.. 😁😁
Maaf ya.. Semakin datar aja cerita'y jhehe
Gomawo..
Up* 12~10~2018
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top