SoL ~13~ Impossible.
*°,_______SOL_______,°*
In Hyun, Sun Hi dan Euna menghabiskan hari itu dengan berjalan-jalan melihat festival musim semi.
Menjelang malam, mereka mampir dulu ke rumah Profesor Cho untuk mengambil obat-obatan. Dan pulang ke penginapan. Bersiap-siap untuk pulang ke Seoul besok di pagi hari.
Sun Hi dan Euna sudah mandi dan memakai piyama menunggu In Hyun yang baru selesai mandi juga dan masih di dalam kamar mandi.
Sun Hi menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. "Akh, benar-benar hari yang menyenangkan. Bisakah tahun depan kita ke sini lagi melihat festival musim semi?"
Euna duduk di pinggir ranjang sambil mengoleskan cream malam ke wajahnya. "Kapan saja kita bisa ke sini. Apalagi kalau liburan kuliah. Kata orang, musim salju di kota ini juga sangat indah."
In Hyun keluar dari kamar mandi hanya berbelit handuk di tubuhnya dan juga handuk membelit di kepalanya. "Kalian sedang membicarakan apa? Apa yang indah?"
Sun Hi bangkit dari tidurannya menatap In Hyun. "Hyun, kami sedang membicarakan tentang liburan kuliah. Apakah kita bisa ke sini lagi setiap liburan?"
"Malahan musim salju di sini juga indah Hyun-ah." Sambung Euna.
"Boleh saja. Sepertinya setiap liburan, kita akan mendatangi kota ini." Ujar In Hyun sembari berkaca di kaca lemari dekat Euna.
Sun Hi dan Euna saling menatap melihat punggung In Hyun. Sebuah tanda hitam atau lebih tepatnya sebuah tatto menempel di belakang pundak In Hyun.
Sun Hi bangkit dari tiduran menghampiri In Hyun. "Yah, Hyun-yya. Sejak kapan kau memasang tatto di bawah pundakmu ini?"
"Ta-tatto??" In Hyun benar-benar tak mengerti, apa yang mereka maksudkan dengan tatto? Kapan dia memasang tatto di bawah pundaknya?
Sun Hi mengusap tatto itu dan memperhatikannya. Bentuknya lebih mirip seekor kupu-kupu tetapi bentuknya juga terlihat aneh. "Hyun, ini benar-benar sebuah tatto. Eoh, kenapa kau tak memberitahukan kepada kami atau mengajak kami jika ingin memasang tatto." Protesnya.
Euna juga ikut bangkit lalu memperhatikan tatto itu dengan seksama. "Ini memang bentuknya seperti tatto, tapi warnanya aneh dan-"
"Ya... ya... ya..., sudah kukatakan kalau aku tak pernah memasang tatto." Ujar In Hyun sembari membalikkan sedikit tubuhnya ke depan cermin untuk melihat tatto yang dimaksud keduanya. Dia juga melihat tanda hitam itu.
In Hyun mengernyitkan keningnya. Memang seperti sebuah tatto, tetapi kapan dia memasangnya. "Aish, mungkin ini bekas luka kecelakaan waktu itu, Sun-yya, Euna-ah." Dia baru teringat akan kecelakaannya ketika menolong Jae Woon.
"Wooo, benarkah?" Sun Hi juga mengira seperti itu. Tetapi tidak dengan Euna yang melihat jelas warna tanda itu, jika bekas luka maka akan bercorak biasa, tetapi tanda itu sedikit mengilap seperti campuran warna perak.
"Sudahlah, aku mengantuk. Hari ini melelahkan sekaligus menyenangkan." Kata In Hyun meraih piyamanya, memakainya lalu rebahan di atas ranjang. Di dalam hatinya bertanya-tanya ketika melewati kamar rawat Jae Woon. "Kenapa perasaanku ketika di rumah sakit terus berdebar kencang? Apakah karena hatiku merasakan sebuah perasaan yang selama ini aku kunci erat-erat? Apakah Profesor Cho ...?"
In Hyun segera menyangkal perasaan itu dengan menggelengkan kepalanya. Pikirannya kembali menerawang kepada Nam Suuk dan perkataannya malam itu.
Sun Hi dan Euna yang melihat hanya membiarkannya saja. Karena kelelahan seharian berjalan-jalan. Akhirnya ketiganya tertidur dengan lelapnya.
_______🍁🎎🍁________
Pagi-pagi.
Sesuai rencana In Hyun beserta yang lainnya akan pulang ke Seoul. Para seniornya tengah mengepack obat-obatan herbal lalu dimasukkan ke dalam Ice box.
Sementara In Hyun, Euna dan Sun Hi memasukkan pakaiannya ke dalam tas masing-masing.
Di rumah sakit.
Suster yang memeriksa Jae Woon keluar dan akan memeriksanya kembali satu jam kemudian.
Ketika di kamar rawat tak ada siapa-siapa. Di saat itu Jae Woon alias Jeong Soon membuka kedua matanya.
"Akh," ia merasa kepalanya masih terasa sedikit pening. Sambil masih baringan, dia mencoba mengingat-ingat kejadian sebelumnya.
Di Joseon, dia melawan beberapa bayangan sampai terjatuh dan tercebur ke dalam sungai. Rasa sesak di dalam air, huruf bercahaya yang mengelilinginya. Serta pasrah akan kematian membuatnya mengembuskan napasnya keras-keras karena saat ini, dia bersyukur masih bisa bernapas. Sebenarnya, siapa yang telah menolongnya dan dia berada di kota mana? Bagian Goguryeo kah, atau bagian Barje kah?
Sesaat dia berpikir, apakah dia bermimpi? Teringat kembali kepada orang-orang aneh dan alat-alat aneh. Dia sontak menoleh ke samping lalu membulatkan matanya menatap layar komputer yang masih berbunyi dan bergerak. Ia mengangkat tangannya melihat masih di infus dan darah masih mengalir dari selang.
"Apa-apaan ini?"
Jeong Soon mulai mencabuti selang infus dan selang darah di nadinya. Tak peduli rasa pedih di saat jarumnya dicabut paksa olehnya dan darah menetes ke atas lantai. Bunyi tuutt di komputer-pun sedikit membuatnya terkejut lalu dia menepuk-nepuk komputer berharap benda aneh itu berhenti mengeluarkan bunyi.
Ia turun dari atas ranjang, kemudian menempelkan telinganya di layar komputer, kenapa bunyi tuttt.. tuttt.. menjadi berubah menjadi tuttt yang panjang.
Dia kembali menepuk-nepuknya, sampai tepukannya menjadi sebuah pukulan yang amat keras dan komputer-pun konslet lalu mati dengan sendirinya.
Kedua kakinya yang tanpa alas kaki menapak ke atas lantai yang terbuat dari keramik membuatnya sedikit meringis ketika merasakan dinginnya lantai. Mengendus-endus bau aneh yang menyeruak di ruangan itu (Bau obat lantai, detol dan obat higienis untuk ruangan).
Berdiri di tengah-tengah ruangan, mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Ruangan yang aneh dengan benda-benda aneh yang baru pertama kali dilihatnya, melangkah mendekati jendela lalu menyentuhnya serta meraba-rabanya. Bagaimana mereka membuatnya? Batinnya. Jendela yang terbuat dari kaca itu membuat keningnya berkerut, dia menempelkan keningnya ke kaca berniat melihat keadaan di luar. Tapi nihil, ia hanya bisa melihat sebatas dari menempel di kaca.
Menatap kanan dan kiri serta sekeliling gedung rumah sakit di luar sana yang sepi karena sengaja dijaga agar tak ada wartawan yang menerobos ke taman belakang dan mencuri berita tentang Jae Woon.
Jeong Soon mencari cara bagaimana membuka jendela itu. Kini posisinya bagaikan seekor cicak menempel di jendela. Dengan digeserkah? Atau dengan cara didorongkah? Tetapi kedua cara itu tak berhasil juga membuka jendela tersebut.
Dia terus mengelilingi ruangan dan di sana ada dua pintu. Ia membuka pintu pertama dan masuk ke sana dan ternyata itu sebuah toilet. Dia melihat toilet berbentuk aneh. Toilet duduk dan sebuah wastafel membuat dahinya berkerut lagi. Ketika memutar tubuhnya dia tersentak melihat bayangan dirinya sendiri di dalam cermin.
Ba-bagaimana bisa aku kembali muda? Kembali menjadi diriku seperti tiga puluh silam? Dia menatap kedua telapak tangannya sembari membolak-baliknya, ia juga menyentuh kening yang diplester lalu dilepaskannya. Tanda luka benturan batu masih jelas di keningnya itu dan masih terasa sakit.
Menatap ke dalam iris matanya yang berwarna beda. Tubuhnya sama, wajahnya juga sama. Tetapi hanya warna Netra mata dan juga rambutnya yang berbeda. Bahkan dia sangat terkejut baru menyadari kalau rambutnya pendek dan tidak panjang lagi seperti dulu.
Dia mengepalkan tangannya. "Si-siapa yang berani memotong rambutku? Jika ketemu nanti, akan aku penggal kepalanya."
Teringat kembali panggilan untuknya dari orang-orang aneh itu. Jae Woon. Nama pemuda itu adalah Jae Woon. Lalu yang belum dimengertinya adalah. Di dunia aneh mana dia hanyut dan terdampar, serta kenapa dia menjadi muda kembali dan menjadi pemuda bernama Jae Woon itu?
Krriieettt...
Ketika dia masih melamun mencari jawaban di atas semua pertanyaannya.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan panggilan dari seorang laki-laki. "Tuan muda Jae Woon. Apakah Anda di dalam toilet?" nada bicaranya terdengar khawatir.
Ternyata dia dokter yang menangani Jae Woon kemarin. Dia kaget melihat komputer mati dan selang infus serta darah telah menetes ke atas lantai. Teringat kembali kejadian kemarin ketika Jae Woon mengamuk membuatnya semakin cemas dan khawatir.
Jeong Soon terpaksa keluar dan berniat untuk mencari jawaban atas pertanyaannya barusan dengan bertanya kepada lelaki itu.
Tetapi, ketika sang dokter melihat Jae Woon. Dia malah panik dan gugup melihat tatapan dinginnya serta menusuk itu membuatnya terpaksa mengeluarkan sebuah suntikan untuk menenangkannya agar tertidur kembali.
Jeong Soon membulatkan kedua matanya menatap suntikan dan jarum yang sangat runcing itu. Di dalam hatinya. Benda dan cairan itu lagi. Jika benda itu menusuk serta masuk ke dalam tubuhku lagi, maka aku akan terus tertidur tak sadarkan diri. Mungkin saja mereka yang memotong rambut berhargaku ketika aku tak sadarkan diri.
Dokter masih ketakutan, kalau-kalau Tuan muda Kim itu mengamuk lagi, dia ingin memanggil penjaga di luar tetapi malah menjadi gemetaran melihat tatapan menikam dan kedua tangan Jae Woon yang mengepal erat.
"Tu-tuan muda Jae Woon. Se-sebaiknya Anda istirahat kembali karena dokter ahli akan me-mengembalikan ingatan Anda kembali." Dokter itu gelagapan karena ketakutan sembari ingin menyuntikkan obat penenang di tangannya.
Jeong Soon tak mau diam dan tidur terus di ruangan aneh itu. Dia terpaksa melawan dengan memukul tangan sang dokter sehingga suntikkan itu terlempar ke bawah jendela.
Dokter itu malah bertambah ketakutan lalu hendak mengambil suntikkan itu. Tetapi, Jeong Soon terpaksa melayangkan tendangannya kepada dokter agar tak mengambil benda mengerikan itu, tendangannya berhasil membuat sang dokter terdorong dan terbentur ke dinding dengan keras. Akhirnya dokter pingsan lalu terkulai ke atas lantai.
Jeong Soon sedikit memiringkan kepalanya. Begitu lemahnya dokter itu. Sekali tendangan saja sudah jatuh pingsan. Tidak sama saat melawan para musuh ketika di medan perang. Lawan-lawan yang sangat tangguh.
Dia lalu bergegas menuju ke pintu satunya. Ketika membuka dan melihat orang-orang dengan pakaian aneh berlalu-lalang di lorong itu, Jeong Soon menjadi ragu untuk keluar, apalagi pakaian mereka berwarna putih semua sama dengan lelaki yang pingsan itu. Wanitanya juga memakai pakaian sama dan memakai pakaian yang memperlihatkan lengkuk tubuh serta lututnya (Suster).
Jeong Soon mendengar kedua bodyguard yang duduk di kursi samping pintu sedang membicarakan pemuda yang bernama Jae Woon (Dirinya). Keduanya tak menyadari dia berdiri di dekat pintu.
Bodyguard satu berujar. "Tuan muda Jae Woon selalu saja membuat masalah."
Bodyguard kedua menimpalinya. "Ya, kau benar. Selama ini kita selalu kerepotan di saat dia kabur dan berontak. Padahal, selama ini dia kurang apa. Harta melimpah, bisa mendapatkan wanita manapun juga. Saudara yang hebat serta sayang padanya. Dan teman-teman yang setia yang selalu mendukungnya jika di kota Seoul. Sayang sekali dia malah betah tinggal di kota Busan ini."
Jeong Soon dengan kepintarannya yang di atas rata-rata sudah bisa menerka jika dia keluar dari sana. Kedua pengawal Jae Woon pasti akan mengejarnya atau menahannya. Dan pastinya para lelaki memakai pakaian putih itu akan menusuknya terus dengan benda berisi cairan serta akan menahannya tertidur terus di kamar itu.
Dia masuk kembali lalu menutup pintu dengan rapatnya. Dia harus mencari cara untuk keluar dari sana dan mencari di mana keluarga serta Kerajaannya. Berharap semuanya baik-baik saja. Ketika dia tengah gelisah dan menoleh menatap dokter yang masih pingsan itu. Akhirnya sebuah ide muncul di benaknya.
Perlahan didekatinya sang dokter. Melepaskan jas putih, kemeja, celana lalu sepatunya dan hanya menyisakan celana dalam saja. Kemudian dia juga melepaskan semua pakaiannya. Lalu dipakaianya pakaian dokter, terakhir menggantungkan Stetoskop ke lehernya layaknya seorang dokter.
Dia sudah siap dan tampak berbeda dari penampilannya yang tadi.
Tetapi, bagaimana dengan wajahnya itu? Sudah pasti mereka yang di luar akan mengenalinya. Teringat sepintas penampilan orang-orang yang lewat di luar kamar tadi. Kalau dia mau lolos, maka dia juga harus berpenampilan seperti itu.
Diraihnya masker yang tadi terjatuh dari jas dokter di atas lantai.
Merasa sudah siap untuk keluar dari ruangan itu. Jeong Soon menarik seprai putih di atas ranjang lalu menyelimuti dokter itu. Dia membolak-balik masker penutup wajah lalu mencoba memakainya. Beberapa detik kemudian dia berhasil memakainya. Hanya mengaitkan kedua tali ke telinganya saja, ia sudah merasa aman untuk pergi keluar.
Bibirnya menyeringai. Dengan begitu, dia takkan dikenali oleh para pengawal (Jeong Soon menganggap para bodyguard adalah pengawal dan prajurit seperti di Joseon).
Perlahan dia melangkah menuju pintu lalu membukanya. Dengan ragu dan sedikit takut, Jeong Soon keluar dari kamar rawatnya. Kedua matanya membulat kala melihat kedua bodyguard itu bergerak bangkit dari duduknya tetapi hanya melihat sekilas kepada Jeong Soon lalu berdiri di dua sisi pintu.
Jeong Soon mulai menutup pintu dengan sedikit menunduk dan menaikkan masker penutup wajahnya ke atas sampai sebatas bawah matanya. Hatinya merasa lega, ternyata mereka menganggapnya pria tadi (dokter) yang masuk ke sana.
Dia bergegas melenggang mencari jalan keluar. Kedua matanya benar-benar dibuat terbelalak berulang kali melihat orang-orang yang berpapasan dengannya dan juga pakaian yang mereka kenakan. Bahkan mereka berbicara sendiri sembari memegang benda tipis dan berbentuk persegi empat.
Banyak orang lalu lalang dengan benda-benda aneh membuat bulu kuduknya meremang. Bahkan dia merasa tidak nyaman memakai pakaian yang kini menempel di tubuhnya serta sepatu aneh yang terasa berat dipakainya.
Melihat orang datang dan pergi ke sebuah tikungan di depan membuatnya yakin kalau di sana ada jalan keluarnya. Ia pun mempercepat langkahnya. Ketika di tikungan dia hampir saja tertabrak oleh dokter dan suster yang mendorong ranjang dorong seorang pria yang kecelakaan, bahkan beberapa orang yang mengantar menangisi pria itu yang Jeong Soon sudah bisa mengerti kalau mereka mungkin keluarga si korban.
Jeong Soon mengeryit dan diam sejenak. Apakah pria itu bakalan selamat? Melihat luka dan darah yang hampir memenuhi seluruh tubuhnya membuatnya yakin kalau pria itu mungkin saja akan segera mati seperti di peperangan yang dia alami selama ini.
Kedua matanya kini tertuju pada pintu besar bertuliskan bahasa yang tidak dia mengerti (Exit). Tapi dia yakin kalau itu pintu keluar, apalagi ketika melihat orang-orang datang dan pergi lewat pintu tersebut.
Tak membuang waktu lagi. Dia pun segera mempercepat kembali langkahnya memburu pintu keluar tersebut.
Di penginapan In Hyun.
Semuanya sudah siap untuk naik bus menuju kembali ke Seoul. In Hyun mengobrol sebentar dengan Profesor Cho Sang-ji yang mengantarkannya ke pinggir jalan dekat bus tepat di depan penginapan.
Sang-ji menyuruh In Hyun untuk sering main ke sana. Dia sangat tertarik dengan cara In Hyun meramu obat-obatan herbal serta laboratorium akan sangat membutuhkan orang berbakat seperti In Hyun. Bahkan ketika makan malam, In Hyun mendapat tawaran untuk pindah ke rumah sakit Busan ketimbang menjadi seorang asisten dokter di clinic herbal milik dokter Bae Soyee.
Tetapi, dengan lembut dan halus In Hyun menolaknya. Alasan pertama karena dia merasa belum siap untuk menjadi seorang dokter meski sekadar penelitian di laboratorium di sana. Alasan kedua, tentang kuliahnya. Dia tak bisa pindah begitu saja ke Busan. Selain dokter Bae Soyee sudah baik hati memberinya flat dan pekerjaan sampingan. Dia juga tak bisa tinggal terlalu jauh dengan kakaknya.
Cho Sang-ji mengerti akan hal itu dan dia takkan memaksa. Namun, jika In Hyun berubah pikiran, maka pintu rumah sakit dan laboratorium tempat itu akan selalu terbuka untuknya.
Sun Hi dan Euna akan masuk ke dalam bus. "Hyun-ah, cepatlah naik." Kata Euna.
Sang-ji yang menjawab sembari nyengir dan garuk-garuk tengkuknya tak gatal. "Kalian duluan saja, aku masih ada sedikit pembicaraan dengan teman kalian ini."
Sun Hi dan Euna mengerti. Mereka naik sembari senyam-senyum melirik profesor Cho yang selalu salah tingkah jika berbicara dengan In Hyun.
Jeong Soon dengan ragu dan jantung berdetak kencang mendorong pintu keluar. Ketika pintu terbuka, matanya sedikit terpejam karena merasa silau kala cahaya matahari pagi menyinarinya.
Ketika membuka mata. Jeong Soon melihat banyak orang di depan sana (wartawan). Ada yang sedang duduk, ada yang berdiri dan mengobrol bersama teman yang lainnya. Di leher mereka menggangtung sesuatu benda (Camera, ID, dll). Di depan pintu berjejer para pria berpakaian serba hitam sama dengan dua pria yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan sesuatu menempel di telinga masing-masing (earphone bluetooth).
Mereka tak menghiraukannya karena wajahnya tertutup masker dan mengira kalau dia adalah seorang dokter.
Jeong Soon berdiri terpaku melihat sesuatu. Sampai-sampai kedua matanya membulat sempurna. Jantungnya berdetak sangat kencang dengan keringat mengucur dari seluruh tubuhnya.
"Mu... mustahil?!"
~*°♥♡🎎♡♥°*~
*°°°_______TBC_______°°°*
Semoga tak menyamai drakor² yang kalian pernah liat ya.. Meski ada bagian mungkin yang tak sengaja mirip dengan time travel lain'y, tapi sekali lagi mohon maaf karena tak ada unsur kesengajaan.. Jika hampir mirip mohon masukan'y agar cerita bisa diubah lagi dengan ide yk lain... Jhehe
Enjoy and Gomawoyo..
Up* 12~09~2018
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top