SoL ~11~ Kota Impian Busan.

*°,______SOL______,°*

Di Busan.

Tepat di kediaman keluarga besar nenek Kim. Di sebuah tanah yang luas di kelilingi oleh taman dan di tengah-tengah taman luas tersebut sebuah rumah besar nan mewah milik kakek Kim Jae Jung Woon yang berada tepat di kaki gunung dan tempat itu adalah milik leluhur Kim. Rumah yang masih kental dengan adat zaman dulu dan juga dekorasinya masih mirip dengan Kerajaan-kerajaan dahulu.

Kakek Kim telah meninggal dan saat ini yang menempati rumah tersebut adalah istrinya yaitu sang nenek Kim dan juga cucunya Kim Jae Jung Woon.

Nenek Kim masuk ke dalam kamar Jae Woon hendak membangunkannya. Tetapi, ketika masuk ke dalam. Dilihatnya Jae Woon sudah bersiap-siap untuk pergi. "Jae Woon. Kau hendak pergi ke mana?" tanyanya heran. Tak biasanya cucu kesayangannya itu bangun dan pergi pagi-pagi seperti itu.

Jae Woon malah melirik neneknya. "Aku akan pergi ke Puncak gunung, dan akan olahraga arum jeram di sana."

Nenek Kim malah menggelengkan kepalanya. Sudah berapa kali Jae Woon pergi ke sana dan naik perahu karet bersama dengan anak buahnya atau orang-orang yang suka dengan arum jeram. Dan nantinya pulang dari sana hanya membawa tubuh yang penuh luka karena melakukan arum jeram di sungai yang arusnya deras sering kali batuan runcing di sungai melukai tangan atau wajah atau bagian tubuh yang lainnya.

Karena hal itu biasa baginya. Jadi neneknya itu tak pernah lagi melarangnya. Selain di sana banyak penjaga, bodyguard bahkan pengurus hutan yang selalu menjaga Jae Woon dengan baiknya. Nenek Kim hanya bisa memperingatinya bahwa dia harus selalu berhati-hati.

Jae Woon menenteng tas lalu dilemparkan ke belakang punggungnya, melangkah mendekati neneknya sembari tersenyum. "Nenek tenang saja. Cucumu ini takkan mati semudah itu sebelum memberimu cicit yang banyak." Setelah mencandai neneknya, ia mengecup sekilas pipi kanan nenek Kim lalu bergegas pergi keluar.

Letak sungai untuk arum jeram tidak seberapa jauh dari rumah tersebut. Bahkan aliran sungainya melewati belakang rumah nenek Kim. Untuk menaiki gunung itu tak perlu naik mobil atau kendaraan lainnya karena gunung itu tepat berada di belakang rumah tersebut.

Jae Woon hanya tinggal menelusuri jalanan kecil menuju hutan. Terus berjalan mendaki ke puncaknya lalu di sanalah tempat biasa dia ikut arum jeram bersama orang-orang atau menyuruh anak buahnya yang suka melakukannya untuk naik perahu karet bersamanya.

Dari kaca jendela. Nenek Kim melihat punggung Jae Woon yang tampak tergesa-gesa diikuti oleh beberapa penjaga dan bodyguard. "Semoga kau baik-baik saja cucuku." Ucapnya pelan sambil berdo'a karena entah kenapa hari ini dia merasakan sesuatu akan terjadi dan melihat hari yang cerah itu seperti akan berubah mendung.

_______🍁🎎🍁_______

Di Joseon.

Satu tahun di zaman In Hyun sudah berlalu. Dan itu kurang lebih 30 tahun yang dilewati Jeong Soon. Selain dia sudah menjadi tua, dia tetap terlihat sama seperti zaman mudanya dahulu. Bijak, tangguh, dan juga masih saja sedikit pendiam.

Tetapi ia tidak selalu dingin dan diam jika para keponakannya datang ke sana. Anak dari ketiga Pangeran yang saat itu telah menjadi Kaisar di Kerajaan masing-masing termasuk Lee Hwon yang diangkatnya menjadi Kaisar di istana Goguryeo, para keponakannya itu selalu saja menghiburnya.

Pagi itu. Jeong Soon seperti biasa duduk di balkon sendirian. Lee Hang ingin menanyakan sesuatu kepada pamannya itu, tetapi Lee Hwon sang Ayahnya mencegahnya agar jangan mengganggu dulu ketenangan Jeong Soon di pagi hari itu. Apa lagi beberapa hari lagi akan ada acara pernikahan Putri pertamanya dan anak dari Wang Jhaojun dari Kerajaan Gojoseon.

Lee Hwon dan Lee Hang akhirnya pergi dari istana Jeong Soon meninggalkannya merenung sendiri seperti biasa di sana.

Jeong Soon memejamkan kedua matanya menyambut angin yang menyapa wajah serta seluruh tubuhnya.

Tiba-tiba mendadak kepala Jeong Soon menjadi pusing. Pandangannya berubah menjadi gelap tetapi dia merasa tempat itu yang seolah menjadi gelap seperti malam hari. Beberapa bayangan mengerikan muncul melayang-layang di dekatnya sampai-sampai dia mengambil samurai iblis langitnya dan juga alat seperti pecut yang akhir-akhir ini selalu dibawanya.

Dia melayangkan terus pedangnya ke arah bayangan yang dianggapnya sangat berbahaya dan ancaman untuk istananya itu. Dia tak mengenali bayangan apa itu karena itu bukan penghuni lembah terkutuk, atau para iblis lembah kegelapan. Jadi siapa mereka itu?

Jeong Soon terus mengerahkan tenaganya serta kekuatannya untuk menebas, menusuk dan melayangkan serangan-serangan ke arah para bayangan itu. Tanpa disadarinya kalau dia terus berjalan ke pinggiran balkon dan..

Traakkk... kraakkk... pagar balkon patah terdorong oleh tubuhnya dan tak bisa dihindari tubuhnya jatuh melayang ke bawah jurang lembah terkutuk tepat di air terjunnya.

Byurrrr... Jebuurrrrr...

Tubuh Jeong Soon jatuh ke dalam air terjun. Dia mencoba berenang ke permukaan, tapi entah kenapa tak bisa menggerakkan kedua kakinya ataupun tubuhnya. Ia hanya bisa meronta-ronta di bawah air sana.

Tiba-tiba lagi. Muncul cahaya di gelap dan sesaknya di dalam air. Cahaya itu membentuk seperti ratusan huruf dan angka dan mulai mengelilinginya.


Jeong Soon semakin sesak dan tak bisa bernapas. Apakah itu adalah akhir dari hidupnya? Apakah itu adalah ajal yang datang menjemputnya? Napasnya semakin sesak karena terlalu lama di dalam air. Karena berbagai cara telah dia lakukan sampai pertahanan napasnya di dalam air sudah habis, dan tenaga dalamnya seolah terkuras. Akhirnya dia hanya bisa pasrah. Mungkin itu memang akhir dari hidupnya.

Sesak... dadanya semakin sesak... entah berapa banyak air yang tak sengaja diminumnya. Pedang dan pecut bergagang besinya mulai jatuh menancap di dasar sungai. Kedua matanya mulai menutup dan arus di dalam sungai mulai menghanyutkan tubuhnya.

Pengawal yang melihat jatuhnya Jeong Soon ke air terjun lembah terkutuk barusan, mulai berteriak-teriak memanggil semuanya dan memberitahu kejadian itu kepada Kaisar mereka Lee Hwon.

Lee Hwon dan Lee Hang langsung panik dan langsung mengerahkan banyaknya prajurit untuk mencari Jeong Soon. Mereka berlarian turun ke lembah terkutuk untuk mencari dan menyelamatkan Jeong Soon.

Sesampainya di lembah terkutuk. Para prajurit mulai berpencar mencari Jeong Soon. Sementara Lee Hang langsung saja terjun masuk ke dalam air karena dia yakin mungkin paman kesayangannya itu pingsan di dalam air.

Lee Hwon masih menunggu anaknya muncul ke permukaan dengan sudah menemukan Jeong Soon. Tetapi, berkali-kali Lee Hang muncul ke permukaan hanya untuk mengambil napas lalu menyelam kembali.

Tak berapa lama. Lee Hang muncul dan sudah kehabisan tenaga berenang terus. Dia lalu berenang ke pinggiran dan Lee Hwon langsung saja menolongnya.

Dengan napas tersengal-sengal. "Ayahanda. Coba lihat ini, aku tak menemukan paman Jeong, tetapi aku hanya menemukan dua benda ini." Ujarnya dengan mata penuh air mata. Meski wajahnya basah, tetap saja air matanya terlihat mengalir di kedua pipinya.

Lee Hwon terbelalak melihat dua benda di tangan anaknya. Pecut dan samurai iblis langit milik Jeong Soon. Sebenarnya apa yang terjadi? Beberapa tahun ini Jeong Soon tak pernah mengeluarkan samurai itu. Kenapa hari itu dia mengeluarkannya dan ketika mendengar penuturan dari pengawal yang tadi melihatnya jatuh. Sang Kaisar mereka Jeong Soon seolah tengah bertarung melawan seseorang. Tetapi dia tak melihat melawan siapa karena Jeong Soon hanya menusuk dan menebas angin.

Sang pengawal bahkan meminta maaf karena mengira kalau Jeong Soon telah menjadi gila. Dia pun terus meminta maaf kepada Lee Hwon.

Lee Hwon memaafkannya. Dia dan Lee Hang memerintahkan untuk terus mencari Jeong Soon sampai ketemu. Entah masih hidup atau jasadnya. Yang pasti mereka harus segera menemukannya.

Lee Hang masih terus menangis di pelukan Ayahnya. Dia tak rela jika harus kehilangan pamannya dengan kejadian seperti itu. Dia lebih rela melihat pamannya meninggal sakit atau berperang. Tetapi jatuh dan menghilang seperti itu membuat hatinya ketakutan setengah mati.

______🍁🎎🍁______

Kembali ke zaman In Hyun.

Setelah menempuh perjalanan beberapa jam. Akhirnya In Hyun dan yang lainnya sampai di kota Busan. Bagi In Hyun itu adalah kota impiannya.

"Akhhhh." Sun Hi turun dari bus sembari menggeliat.

Euna hanya menguap dan menenteng tas kecilnya.

Tak lama In Hyun juga turun dengan kedua mata berbinar-binar. Di depan gedung penginapan yang telah disiapkan oleh clinic itu tampak sebuah taman yang cukup luas dengan berbagai macam tanaman bunga serta pohon sakura yang telah hampir bermekaran dan ada juga yang sudah mekar.

"Indah bukan Hyun." Kata Euna mendekati In Hyun yang tak berkedip dari tadi memandang sekitaran.

In Hyun hanya mengangguk.

Sun Hi tiba-tiba melingkarkan lengannya di leher In Hyun. "Sebaiknya kau cepat selesaikan pekerjaanmu dan kita bersenang-senang selama dua hari ini untuk mengelilingi kota impian Busan." Ucapnya penuh semangat.

In Hyun juga begitu bersemangat. "Kau benar, kita akan bersenang-senang di kota ini!"

Ketiganya dibawa masuk ke dalam gedung penginapan yang letaknya tak jauh dari rumah sakit satu-satunya di tempat itu dan gedung laboratorium.

Mereka diberi beberapa jam untuk istirahat karena malamnya mereka diundang oleh Profesor Cho Sang-ji untuk makan malam sekaligus membicarakan sedikit tentang pekerjaan dan juga perkenalan.

In Hyun merasa selama setahun ini waktu cepat berlalu dan dia benar-benar senang bisa bertemu dengan profesor Cho Sang-ji. Dia akan menanyakan tentang orang yang koma dalam jangka waktu yang lama dan apakah bisa cepat disadarkan dari koma-nya ataukah tidak, yaitu Ibunya yang masih terbaring koma di rumah sakit Seoul.

Jauh di belakang bukit di mana berada In Hyun sekarang, adalah gunung sekaligus tempat tinggal keluarga besar Kim.

Tepat di gunung tersebut Jae Woon sudah sampai di tempat biasa. Semua orang sudah siap-siap untuk arum jeram. Jae Woon pun bergegas bersiap-siap memakai perlengkapannya dan juga baju pelampungnya.

Dua bodyguard sangat mengkhawatirkan Tuannya itu. Dia bahkan belum sarapan, dan entah kenapa Jae Woon saat itu sangat ingin bermain arum jeram meski hari yang cerah tiba-tiba saja mendadak menjadi mendung.

Di dalam perahu karet sudah naik dua penjaga dan yang lainnya seperti pelatih dan tim ahli penyelamat ikut naik juga. Tetapi Jae Woon tak tahu jika mereka adalah tim khusus untuk menjaganya setiap kali dia bermain arum jeram. Sebagaimanapun juga nyawanya lebih berharga ketimbang apa pun juga.

Jae Woon hanya tahu kalau mereka adalah penyuka permainan arum jeram sama seperti dirinya, dia sangat senang sekali bermain sesuatu yang berbahaya seolah nyawanya sudah tak ada artinya lagi. Semuanya sudah naik ke atas perahu termasuk Jae Woon.

Jae Woon menatap semua penjaga yang menunduk di pinggiran sungai. Sementara penjaga lainnya sudah menunggu di ujung sungai sebelum air terjun. Ia sepertinya benar-benar bosan hidup seperti itu. Selalu ketat dan selalu banyak yang mengawalnya.

Semuanya mulai mengayuh. Ada tiga perahu yang melaju di sungai yang deras itu. Tim Jae Woon berada di tengah-tengah. Mereka terus mengayuh mengikuti arus sungai. Senyum lebar selalu tampak ketika arus semakin deras dan juga batuan besar menjadi penghalang serta tingkat bahaya dan kesulitannya semakin tinggi.

Jauh sudah mereka mengayuh. Sampai akhirnya mereka hampir sampai ke perbatasan arum jeram yaitu sebelum air terjun.

"Yuuhhhuuuuu!!" Semuanya bersorak ria karena begitu serunya ber-arum jeram termasuk Jae Woon yang menunjukkan kepuasan tersendiri.

Byuuurrrr..

Tiba-tiba saja tubuh Jae Woon terjatuh duluan ke dalam sungai ketika sebuah batu besar berhasil membalikkan perahu sehingga semua orang yang ada di perahu kedua itu jatuh ke dalam derasnya arus sungai.

Semua yang melihatnya panik langsung menceburkan diri demi menolong Jae Woon dan orang-orang bersamanya.

Sebelum air terjun. Semuanya sudah terselamatkan, tetapi tidak dengan Jae Woon. Semenjak jatuh tadi, tubuhnya tak muncul lagi ke permukaan air sungai, padahal dia memakai pelampung jadi mustahil dia tenggelam, apalagi air sungai tidak terlalu dalam.

Semua pengawal yang pintar berenang dan menyelam mulai mencari tubuhnya. Bahkan sampai menyebarkan tim khusus untuk mencari Jae Woon dan mereka harus bisa menemukannya sebelum malam yang sebentar lagi akan segera tiba. Karena jika hari gelap, pencarian akan semakin sulit.

Ternyata Jae Woon sudah terdampar di pinggir sungai jauh dari air terjun. Dadanya terasa sesak begitu sesak sampai dia merasa akan mati saat itu juga. Dia masih sadar ketika tadi tubuhnya melayang jatuh ke air terjun. Dari tempat setinggi itu tubuhnya melayang tak berdaya menghantam air di bawahnya dengan keras sekali dan tenggelam kembali.

Tetapi, ketika dia meronta-ronta hendak berenang ke permukaan, kepalanya terbentur batu besar dan dari saat itu dia tak sadarkan diri tenggelam di bawah air terjun cukup lama sampai arus air yang begitu deras itu menyeretnya kembali sampai menepi ke pinggiran air sungai yang dangkal.

Setelah terbebas dari rasa sesak. Tangannya mulai bergerak lalu mencoba membalikkan tubuhnya sembari perlahan membuka kedua matanya. Kepalanya benar-benar merasa pusing dan ternyata keningnya terluka akibat benturan batu tadi sehingga mencucurkan banyak darah. "Di mana ini?" Gumamnya pelan mencoba mengerjapkan kedua matanya menatap silaunya matahari yang mulai tertutupi awan.

Samar-samar dia mendengar suara berteriak. "Tuan Jae Woon! semuanya cepat kemari, Tuan Jae Woon sudah ketemu!"

Dari saat itu dia tak sadarkan diri. Langit mendung yang tadi terlihat akan hujan, kini cerah kembali. Keanehan itu tak mereka sadari karena kejadian yang menimpa Jae Woon yang harus mereka utamakan.

Jae Woon segera dibawa tim medis menuju ambulans, tetapi keadaannya benar-benar kritis karena air begitu banyak masuk ke dalam paru-parunya serta banyak luka di tubuhnya terutama di keningnya yang masih mencucurkan darah.

Akhirnya Jae Woon dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan selanjutnya.

Sementara di penginapan.

In Hyun berdiri di dekat jendela menatap keluar. Sun Hi sedang di kamar mandi sementara Euna tampak masih membereskan pakaiannya di dalam koper kecil miliknya.

Hari cerah yang tadi tiba-tiba berubah mendung kemudian mendadak cerah kembali membuat kening In Hyun berkerut penuh keanehan. Apakah di kota Busan cuacanya sering kali berubah-ubah dengan cepat seperti itu?

"Aneh?" Gumam In Hyun yang terdengar oleh Euna.

"Apanya yang aneh Hyun-yya?" tanya Euna yang kini menjadi aneh.

"Di luar...? Akh sudahlah, hari akan gelap. Sebaiknya kita segera siap-siap untuk memenuhi undangan profesor Cho." In Hyun hendak mengatakan tentang perubahan cuaca yang aneh itu. Tetapi di urungkannya.

Sun Hi yang baru selesai, keluar dari kamar mandi dengan kepalanya masih digulung handuk. "Hyun-ah. Apakah kita berdua tak apa ikut makan di sana? Bukankah yang diundang hanya tim dari clinic saja?"

In Hyun meraih handuknya karena dia yang belum mandi. "Kalian adalah temanku, jadi di mana ada aku di situ pasti ada kalian."

"Benarkah, kalau kita boleh ikut makan malam dengan profesor terkenal?" Sun Hi terlihat sangat girang.

Begitupun juga dengan Euna. "Pasti orang tuaku akan bangga melihat aku berfoto bersama seorang profesor."

In Hyun juga merasa senang. Tetapi tak seperti kedua sahabatnya itu yang benar-benar terlihat sangat girang.

______🍁🎎🍁______

Hari sudah malam.

Jae Woon baru sampai ke rumah sakit di mana di sebelahnya penginapan In Hyun. Dia langsung dibawa ke ruang UGD. Semua pengawal, bodyguard berjejer berjaga di sana untuk menyambut nenek besar Kim yang sangat panik ketika mendengar kalau Jae Woon dibawa ke sana.

In Hyun, Sun Hi dan Euna serta tim yang lainnya keluar dari kamar masing-masing menuju mobil karena mereka diundang langsung ke rumah profesor Cho untuk makan malam.

Ketika melihat ke seberang. In Hyun mengernyitkan keningnya menatap puluhan penjaga dan pengawal berjejer di sana seolah menyambut seorang presiden yang akan mendatangi rumah sakit tersebut.

Sun Hi dan Euna juga merasa penasaran. Sun Hi menyusul senior In Hyun. "Maaf sunbae. Kenapa di depan rumah sakit itu banyak penjaga?"

Senior itupun menjawab. "Barusan dengar dari security di depan, bahwa cucu nenek besar Kim tadi jatuh ke dalam air sungai dan jatuh juga dari ketinggian air terjun sehingga keadaannya sekarang kritis." Ia merasa kurang yakin karena berita itu hanya didengar dari security bukan dari dokter.

In Hyun terdiam sejenak. Nama marga itu mengingatkannya kembali ke masa satu tahun yang lalu di mana dia pernah menampar pemuda bermarga Kim. Apakah itu pemuda yang pernah diselamatkan dan juga ditamparnya waktu itu? Dan mungkin dia juga yang ...?

"Hyun-yya?" Suara Euna sedikit membuat In Hyun tersentak.

"Akh iya?" In Hyun jadi terlihat gugup.

"Kau kenapa? Semua sudah masuk ke dalam mobil." Sudah lama Euna tak melihat In Hyun melamun seperti itu. Seperti ketika dia kehilangan rumah dan juga ketika Ibunya jatuh koma. Euna kembali melihat mata sayu dan menyimpan kesedihan itu lagi.

In Hyun menyadari keanehan di wajah Euna. Ia memeluk punggung Euna lalu berjalan. "Aku benar-benar tak apa Euna-ah."

Euna ikut tersenyum. Keduanya bergegas naik ke dalam bus, tak lama bus meluncur menuju rumah Profesor Cho Sang-ji.

~*♚♡🎎♡♚*~

°°°°______TBC______°°°°







😁😁😅 Ternyata meleset.. Chap ini belum masuk pertemuan MEREKA. Jadi chap ini hanya menjelaskan bagaimana kecelakaan yang terjadi pada Jeong Soon sebagaimana kecelakaan In Hyun. Sudah tahu kan, siapa yang datang.. 😁😁😁

Akan nulis dulu PDKT mumpung ide'y muncul.. Jadi cerita ini Insya Allah akan dilanjut setelah pulang tugas ya.. Terima kasih untuk yk suka sequel KOJ ini.. 😁😊😘

Up* 25~08~2018

By* Rhanesya_grapes 🍇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top