Chapter 5
Leana ingin menangis. Tetapi lututnya gemetar. Dia tahu, kabur juga tidak ada gunanya. Derek pasti akan mencarinya di kuil. Pertemuan mereka tidak bisa dihindarkan.
Leana tidak ingin pria itu tahu apa yang terjadi. Seperti dirinya, Leana yakin. Derek hanyalah salah satu tokoh pendukung yang ada di dalam novel. Namun, Leana justru tersadar mengenai sesuatu. Jantungnya bertalu-talu tidak nyaman.
Dia menggeleng, dia tidak ingin percaya akan pikirannya sekarang. Tetapi, bagaimana jika Derek adalah anggota Ganjaa? Melihat sikapnya sejauh ini, Leana punya hak untuk curiga.
"Apa kau akan membiarkanku pergi?" ujar Leana dengan keberanian yang berhasil dikumpul. "Aku tahu siapa kau sebenarnya."
Mata biru Derek melebar. Dia menatap Leana dengan liar. "Ironis, memangnya kau tahu siapa aku?"
"Tentu saja," balas Leana dengan tersenyum licik.
Derek mengepalkan tangan lalu meremas leher Leana dengan kuat. Dia kembali menyudutkan Leana ke dinding.
"K-Kau," ucap Leana susah payah. "Jika kau ingin membunuhku, lakukan sekarang. Tapi, aku yakin kau pasti penasaran. Bagaimana aku tahu, Kaisar akan dibunuh?"
"Menarik." Senyum Derek sangat tipis, namun berbahaya. "Aku ingin tahu, apa yang kau pikirkan tentangku?"
Leana tidak menjawab. Mata hijaunya menatap lurus ke dalam mata Derek. Mereka sama-sama terdiam dengan tatapan saling mengunci.
Lalu, Derek berkata pada sebuah bayangan yang bersandar di dinding. "Bagaimana?"
Mata Leana terbelalak. Di sudut ruangan, bersandar pria dengan pakaian serba hitam dan cadar yang menutupi wajahnya. Ketika sorot cahaya menyinari. Sepasang mata merah yang buas menatap tajam ke arah Leana.
"D- Dante?" ucap Leana tidak percaya.
Derek semakin menekan leher Leana dengan kuat. Matanya berkilat-kilat terkejut. Dante yang berdiri segera bersikap waspada dengan tangan memegang sarung pedang.
"Siapa kau sebenarnya, Leana?"
Derek benar-benar menatap wajah Leana begitu lekat. Mulai dari sepasang mata hijaunya, tulang hidungnya dan bibir yang mengatup rapat.
Leana tidak menunjukkan ketakutan. Melainkan, amarah yang tidak ditebak. Derek tidak tahu, bagaimana Leana mengenal Dante. Begitu pula Dante, dia tidak menduga. Ada seorang wanita yang bisa mengenalinya dengan berpenampilan tertutup.
"Aku tidak bisa melepaskanmu," ujar Derek akhirnya. Dia membisikkan sebaris mantra lalu menarik tangannya dari leher Leana yang memerah. Di sana, muncul lingkaran sihir dengan runne kuno yang menyerap ke dalam kulit. Lalu membekas seperti tato.
"Brengsek! Apa yang kau lakukan padaku?" Tangan Leana yang ingin menampar. Berhasil dicegah Derek dengan cepat.
"Aku tidak tahu kau siapa. Tapi, ini berbahaya. Kau tahu, Kaisar akan dibunuh, kau juga mengenali Dante begitu mudah. Kau terlihat lugu, namun penuh tekad. Kau tidak bisa menyembunyikan apa pun dariku."
Mulut Leana yang ingin terbuka. Akhirnya tertutup dengan satu pukulan ditengkuk. Bersama dengan kesadarannya yang menghilang.
...
Leana tidak tahu, dia terbangun di mana. Tempat itu berukuran melingkar dengan dinding batu hitam. Ada api di perapian yang masih menyala. Sepasang meja bundar dan dua buah kursi. Satu pintu dan tidak ada jendela. Kecuali ventilasi kecil yang letaknya begitu tinggi.
"Sialan! Di mana aku? Derek brengsek! Dia pasti kepala pemberontak itu. Dia dan Dante bersekongkol. Tapi bagaimana? Bagaimana bisa? Sial! Sial! Sial! Kenapa aku harus bertemu dengannya? Bagaimana jika dia merubah rencana? Dia akan membunuh Kaisar Silas dengan cara berbeda?"
Leana mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia turun dari tempat tidur dan berjalan mondar-mandir. Aksinya itu, ditonton oleh Silas sendiri melalui medium sihir dari kotak hitam di atas meja kerjanya.
Silas memijat pelipisnya. Tentu, Leana tidak akan tahu, kalau Derek adalah Kaisar Silas yang menyamar di kota. Dia sengaja merubah karakternya menjadi pria bajingan yang suka mengencani wanita. Lalu menjadi pria dingin dan tidak berperasaan saat di istana.
Mata ungunya kembali menatap Leana yang sibuk mengetuk dinding kamar lalu menempelkan telinga. Entah bagaimana, Silas tersenyum geli melihat tingkahnya.
Leana berpindah dari dinding dan mulai memeriksa nakas di samping tempat tidur. Lalu lemari pakaian dan bilik kamar mandi yang terletak di satu-satunya pintu di kamar tersebut.
Letih dengan penyelidikannya, Leana menghempaskan badan ke atas tempat tidur. Sambil berbaring malas-malasan. Dia mulai membuka satu persatu pakaian luarnya. Hingga hanya dalamannya saja.
Ia menuju lemari, mengeluarkan satu set tunik polos dan melemparkannya ke atas tempat tidur. Silas tahu, sudah waktunya mematikan siaran diam-diam itu. Namun, tangannya sama sekali tidak bergerak.
Dia masih memperhatikan Leana hingga ia masuk ke dalam bilik dan lenyap dalam pandangan.
...
Leana tahu, ia disekap di sebuah menara. Tempat itu tidak memiliki pintu dan satu-satunya penunjuk waktu adalah ventilasi kecil dengan cahaya bulan yang masuk. Api di perapian masih menyala.
Leana yakin, api itu disihir untuk terus menyala. Dia duduk berlutut sambil menatap derik kayu yang terbakar.
Mendadak, muncul sebuah pintu di dinding. Dibaliknya ada derek dengan tangan membawa nampan makanan.
"Aku tahu siapa dirimu," ujar Leana waspada. Dia bergegas berdiri menantang Derek.
"Menurutmu siapa?"
Satu hal yang pasti. Derek yakin Leana tidak tahu identitasnya sebenarnya. Dia malah menuduhnya pemberontak kekaisaran. Sungguh ironis, Derek sendiri malah tengah mengincar organisasi tersebut.
"Kenapa kau tidak membunuhku saja?" Leana masih memancing. Mendesak Derek lebih jauh.
"Kau tinggal di kuil. Jadi, apa yang dilakukan hewan kurban pada perayaan suci? Mereka merawat dan memberinya makan sampai tiba harinya. Aku akan melakukan itu."
Tangan Leana terkepal kuat. Leana tidak takut. Dia malah semakin percaya Derek adalah bagian dari kelompok Ganjaa.
Derek duduk di tepi kasur. Nampan yang dibawa berada di atas nakas. Mereka tidak saling berbicara. Hening sesaat. Hanya suara api yang membakar kayu.
Leana menatapnya waspada. Derek bisa merapalkan sihir. Di Oxtride, tidak semua orang punya mana. Mengetahui hal tersebut. Leana pikir, itu ancaman yang berbahaya. Dia membayangkan, ketika Derek memainkan pedang. Dia bisa menambah mantra - mantra terkutuk untuk musuhnya. Jelas, itu semakin memperkuat kekuatannya.
"Aku akan tidur di sini," kata Derek pada akhirnya sambil terlentang di tempat tidur. Dia lalu berbaring menyamping sambil menepuk-nepuk kasur. "Kemarilah. Bagaimana jika kita berbicara lebih intim?"
"Intim kepalamu," omel Leana, "aku tidak akan sudi. Kau pasti akan membunuh Kaisar. Selama aku masih di sini. Aku akan mengacaukannya."
"Bagaimana kau tahu Kaisar akan mati? Aku justru menduga kau bagian dari pemberontak."
"I- Itu karena ... karena ... karena aku tahu."
"Kau bisa meramal?"
"Emm, tidak. Tapi aku tahu."
"Dasar pembohong. Kau pasti bagian dari orang-orang itu. Ah, apa nama julukan itu?"
"Aku bukan bagian dari Ganjaa! Dan aku tidak berbohong."
Kalimat itu mengejutkan Derek. Bagaimana mungkin dia tahu tentang Ganjaa?
"Wanita penipu."
"Aku tidak seperti itu."
"Penipu tetap penipu."
"Aku melihatnya! Aku membaca kisah Kaisar Silas. Dia akan mati, dia akan mati di tiang pancung. Seseorang akan mengkhianatinya. Pria malang itu ...,"
Air mata Leana tanpa diminta, malah menetes keluar. Saking malunya menangis di depan Derek. Dia langsung berjongkok sambil menyembunyikan wajahnya.
Derek atau Silas. Dia tidak pernah melihat orang begitu memikirkannya. Dibanding itu, Leana mengatakan hal yang memang terjadi di kehidupan sebelumnya.
Derek bergegas turun. Dia sudah mencoba mengingat Leana di kehidupan yang lalu. Namun, tidak ada sedikit ingatan tentang gadis tersebut. Derek yakin, Leana mungkin ada di sekitarnya dan menatapnya dari jauh.
Leana terisak di bawah dan Derek berdiri menjulang di hadapannya. "Bagaimana bisa, kau begitu peduli pada Kaisar yang bahkan tidak mengenalimu?"
"Aku juga bingung. Bagaimana bisa aku menyukai seorang pria yang keberadaanku tidak ia ketahui." Walau terisak, Leana masih sempat menjawab pertanyaan Derek.
Jantung Derek bertalu-talu tidak nyaman. Ia berjongkok di depan Leana. Diambilnya beberapa helai rambut Leana yang hitam dan menghirup wangi shampo yang masih tertinggal.
"Leana," ujar Derek, "kau tidak bisa menyukai pria itu."
"Aku tahu. Silas milik Isabel. Pria itu akan mati demi Isabel. Aku ... aku hanya orang luar. Tapi, aku tidak bisa membiarkan Kaisarku mati begitu saja. Kau tidak akan mengerti."
Leana mengangkat wajah. Dan tanpa aba-aba. Dia menerjang Derek hingga menindihnya dari atas. Kedua tangan Leana mencekik leher Derek dengan kuat.
"Aku tidak akan membiarkanmu membunuh Silasku."
_/_//___//___
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top