Chapter 13

Clara tidak tahu, siapakah yang ia cintai. Silas atau Raihan yang berbaring di bawahnya. Clara mencintai Raihan. Tetapi dia juga menginginkan Silas. Bahkan demi informasi sihir dari kekaisaran tetangga, dia harus bermain mata dengan Pangeran muda yang dipacarinya diam-diam.

Clara menggoyangkan pinggulnya dengan gerakan terlatih. Wajah Raihan memerah semu menikmati permainan Clara terhadap adik kecilnya. Ketika sampai di puncak kenikmatan, tubuh Clara ambruk di atas dada Raihan dengan napas tersenggal-senggal.

Pria itu segera menarik Clara dalam pelukan, kemudian berbaring miring. Merapatkan dada Clara yang hangat di dadanya dan menghirup aroma bunga dari rambut Clara yang keemasan.

"Jangan buat pangeran bodoh itu menikmati tubuhmu selain aku, Clara." Suara Raihan berbisik di pucuk kepala Clara dengan napas yang hangat. Wanita itu membalasnya dengan anggukan kepala.

Dibiarkan Clara mengambil napas beberapa waktu. Kemudian membuatnya terlentang di bawah tubuhnya. Dikulum puncak payudara Clara sembari tangannya yang bebas menarik-narik payudara satunya. Kenikmatan tersebut membuat tangan Clara mendekap kepala Raihan lebih dalam ke dadanya sekaligus menjambak rambut pria tersebut ketika ia melakukan gigitan kecil yang tiba-tiba.

Puas memainkan gudukan kenyal tersebut. Jemari Raihan perlahan-lahan turun di antara selangkangan Clara. Wanita itu terkesiap oleh desakan-desakan liar yang memabukkan.

Semakin cepat gerakan tangan Raihan, semakin bergejolak tubuh Clara. Dia sudah tidak sabar menginginkan Raihan menyatukan tubuh mereka. Tetapi, pria itu benci gerakan yang terburu-buru. Dia masih mengulum puncak payudara dan ceruk di antara keduanya. Memberikan kecupan-kecupan erotis sembari mendengar Clara terus menyebut namanya berulang kali.

...

Di lain sisi, Nyonya Miria baru bisa mendatangani Leana. Mereka bertukar kabar apa yang terjadi kemarin dan Leana sama sekali tidak menyingung soal keberadaan Derek. Leana yakin, Nyonya Miria tidak akan suka mendengarnya.

Sayangnya, kedatangan kepala pelayan kuil itu adalah membawa semua barang-barang Leana. Dia juga menemukan kotak cincin yang Leana simpan dan meminta gadis itu menggunakannya tanpa ada bantahan.

"Dengar Leana. Kau bisa tinggal di rumahku selama yang kau mau. Pergilah ke arah tempat penyulingan anggur. Aku sudah berbicara kepada seseorang untuk memberimu pekerjaan. Raihan tahu, kau kabur dan pergi begitu saja. Kau bisa kembali saat gosip sudah mulai terlupakan. Apa kau mengerti?"

Leana mengganguk. Dia ingin buka suara. Namun, Nyonya Miria sudah lebih dulu menyela. "Aku tidak mau mendengar bantahan. Anak malang." Nyonya Miria membelai pipi Leana. Nada suaranya melunak. "Jangan dekat-dekat dengan Silas. Dia baik, bukan berarti dia tidak memiliki hal buruk. Kau tahu apa maksudku? Cincin itu akan melindungimu."

"Bagaimana bisa?" tanya Leana

"Itu artefak sihir. Kau akan tahu nanti. Sayangnya aku harus kembali ke kuil. Raihan dan Clara berada dalam suasana hati yang buruk. Aku tidak bisa mangkir lama-lama. Jaga dirimu dan tulis surat, bila ada sesuatu."

Leana hanya mengganguk. Kemudian mengantar Nyonya Miria naik ke kereta kudanya. Si kusir melemparkan tatapan penuh arti lalu mengganguk sebelum Nyonya Miria masuk. Ketika roda-roda kereta bergulir pergi. Kehadiran Derek di sisi Leana membuat jantungnya hampir melompat keluar.

"Jangan membuatku kaget," marah Leana sambil mengelus dada. Tidak ada tanggapan atau ekspresi. Derek menggiring Leana masuk ke dalam rumah secepat mungkin. Namun, ketika tangannya menyentuh Leana. Dia bergidik karena sesuatu seperti membakarnya.

"Ada apa?" tanya Leana yang kebingungan. Derek buru-buru menutup pintu di belakang mereka.

"Tubuhmu membakar."

"Hah? Aku tidak mau bercanda. Pergilah kalau begitu."

Leana abai pada kehadiran Derek. Sekali lagi, Derek mencoba menyentuh bahu Leana. Dia lagi-lagi mengerang kesakitan dan mengibas tangannya.

"Apa yang kau pakai, Leana?" Derek melangkah menghalangi Leana dari depan. Ditatapnya wajah Leana sampai turun ke bawah. Lalu matanya tertuju pada cincin batu ruby yang Leana kenakan.

"Lepas benda itu," titah Derek sambil menunjuk telapak tangan kanan Leana.

"Ini hadiah dari Nyonya Miria."

"Aku tidak peduli, lepaskan!"

"Kau tidak berhak meminta itu. Ini hadiah ulang tahunku. Benda ini digunakan untuk ...,"

Kalimat itu membuat Leana sadar akan sesuatu. Dia mengerjab pada Derek lalu menggeleng dan pada akhirnya melepaskan benda itu dan meletakkannya di atas meja.

Leana menggigit bibir bawahnya. Dia berdiri membelakangi Derek. Sadar, bahwa Derek adalah Silas atau Silas adalah Derek. Leana tidak tahu mana yang benar. Cincin itu sudah memberikan jawaban akan kegelisahan Leana yang kemarin.

Dirasakan kepala Derek bersandar di bahu dan kedua tangannya melingkari pinggul Leana.

"Yang Mulia," ucap Leana dengan suara nyaris tidak terdengar. Derek segera mengangkat kepalanya. Tampak terkejut dengan kalimat yang keluar dari bibir Leana.

"Yang Mulia," ulang Leana sambil membalikkan badan kepada Derek lalu membungkuk hormat seperti rakyat jelata kepada penguasa mereka.

Derek menyaksikan itu dengan terbelalak. Emosinya campur aduk. Terkejut, kecewa dan marah.

"Apa yang kau lakukan, Lea? Aku bukan Silas."

Tanpa mengangkat wajah. Leana menjawab, "Anda adalah matahari kekaisaran. Saat Anda membawaku di pagi itu dan kemarin malam. Aku bisa merasakan persamaannya Yang Mulia. Anda ingat saat aku sesak napas ?"

Derek tidak menjawab. Leana memaknai hal tersebut untuk kembali bersuara. "Cincin hadiah ulang tahun dari Nyonya Miria adalah artefak sihir. Itu digunakan untuk mencegahku bertemu Anda lagi. Melihat bahwa orang yang bereaksi itu adalah Yang Mulia. Jawabannya sudah jelas. Aku tidak ingin bertemu Anda lagi."

"Leana, angkat wajahmu dan tatap aku." Amarah Derek membuat urat-urat di lehernya menyembul keluar.

"Manusia rendahan sepertiku—"

Leana terkesiap. Derek mencengkram lehernya dan menekan bibir mereka dengan perasaan terbakar. Leana berusaha mendorong dada Derek. Tetapi gerakan itu semakin mendesak Derek mendorong Leana hingga punggungnya membentur daun pintu.

"Leana," bisik Derek sambil menahan kedua bahu Leana kuat-kuat. Mata hijau Leana melebar. Dia melihat beberapa perubahan di wajah Derek menjadi Silas. "Aku punya alasan untuk melakukan ini. Apa kau membenciku? Kupikir kau ingin menyelamatkanku? Dasar wanita jahat. Setelah mencuri hatiku, kau ingin mengabaikanku begitu saja?"

Air mata Leana tumpah. Dia tidak tahu, mengapa dia harus menangis. Semuanya membingungkan.

"Kau bilang, kau tidak ingin menyelamatkan pria yang tidak mengenalmu. Apa sekarang masih seperti itu?"

Leana hanya bisa menarik napas dan membuangnya dengan perasaan berdebar. Dia bernapas lebih cepat. Derek menarik telapak tangan Leana dan mengecupnya.

"Tatap aku, Leana. Apa kau takut? Apa kau ingin aku tetap seperti Derek?"

Perubahan kembali terjadi dari Silas menjadi Derek. Akhirnya, Leana menemukan suaranya. "Seharusnya kau tidak bisa berubah, Derek. Di buku, tidak ada yang menceritakan itu."

"Buku?" ulang Derek. "Maksudmu buku kehidupan?"

"Novel," balas Leana, "ini gila. Tapi, aku membaca novel yang menceritakan tentang dirimu. Ditulis oleh seseorang untuk dinikmati orang lain."

"Wah, hebat. Kisah hidupku yang pahit dinikmati orang-orang yang membacanya. Apa itu menyenangkan?"

"Melihatmu mati di tiang pancung dengan perasaan cintamu pada Isabel? Kau pikir aku puas? Aku menangis seharian karena dirimu. Karena dirimulah aku berada di sini."

Derek tersenyum puas. Ditariknya kepala Leana ke dada dan memeluknya kuat.

"Jadi, begitu yang terjadi?" bisik Derek dari pucuk kepala Leana.

"Ya. Kau percaya? Demi itu aku ingin menyelamatkanmu."

"Walau kau tahu, cintamu bertepuk sebelah tangan?"

"Sekarang kurasa tidak. Apa kau mencintai istrimu yang dulu?"

Derek melepaskan pelukannya. Memegang kedua pipi Leana dengan mata lurus ke arah mata hijaunya Leana.

"Hanya dirimu Leana. Aku hanya ingin dirimu. Karena kau, aku bisa memutar waktu. Aku rasa, kau membaca buku kehidupan."

"Tidak." Leana menggeleng. "Itu novel fiksi. Kau tidak paham. Itu teknologi di duniaku ... dulu."

"Kau salah Leana. Pada dasarnya, itu buku kehidupan yang terdistorsi. Kau membaca kisah hidupku dan melihat masa depan. Tidak sadarkah kau siapa dirimu?"

"Aku pembaca dan kau tokoh fiksi."

Itu bukan jawaban yang diinginkan Derek dan bukan pula jawaban yang Derek pahami. Dikecupnya singkat Leana sambil mengigit kecil bibir bawah Leana.

"Leana, kau seorang Dewi. Kau punya kekuatan sihir yang tidak kau sadari. Ingatkah kau pertemuan kedua kita di kuil? Aku telah memantra tubuhku dengan sihir tingkat tinggi. Itu kemampuan yang tidak akan membuat siapa pun melihatku. Ironisnya, kau malah dengan mudah melihatnya."

Dikecupnya lagi bibir Leana. Wanita itu masih membisu. Alisnya bertaut.

"Aku akan membawamu ke istana, Leana. Kau tidak bisa tinggal di sini. Kalau orang-orang Ganjaa mengetahui tentangmu. Mereka akan memburumu. Kau tidak lupa, 'kan? Pemberontak seperti mereka?"

Leana tidak menjawab. Dia kebingungan, tetapi itu sudah cukup bagi Derek. Dikecupnya lagi bibir Leana. Mengulum dan mendesak bibir Leana terbuka. Kedua tangan Leana mencengkram tunik cokelat Derek dengan kuat.

Leana ingin Derek dan dia ingin Derek tetap hidup sebagai Silas. Entah seperti apa ending cerita. Leana tidak peduli, dia hanya berharap waktu berhenti dan menikmati momen ini berulang kali bersama Derek atau Silas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top