Chapter 12
Silas meninggalkan Leana tanpa jawaban dan Leana bersikap emosional akan hal tersebut. Batang pohon yang malang terpaksa menerima pukulan Silas. Ini hari ketiga perburuan dan Silas sudah muak. Dia tidak ingin berburu bersama yang lain, sebagian besar waktu yang ada. Digunakan Silas meninju-ninju batang pohon. Tidak peduli, seberapa keras benda tersebut. Batang tersebut selalu remuk dan hancur oleh kepalan Silas.
Silas sadar, Leana adalah wanita yang berharga. Jauh lebih berharga dari Clara maupun Isabel. Dia sudah memeriksa latar belakang Leana. Namun, tidak ada informasi apa pun yang berguna selain nama, tahun lahir dan pekerjaan. Siapa orang tua Leana dan bagaimana latar belakang Leana sama sekali tidak ada.
Leana adalah misteri bagi Silas, sekaligus hal berbahaya. Silas tidak ingin orang-orang Ganjaa menyorot Leana. Silas tidak ingin kehilangan. Sejauh ini, keluarga Isabel tidak menunjukkan hal mencurigakan.
Sebelum bertemu Leana, Silas kembali mendekati keluarga Isabel dan memeriksa ulang keluarga itu diam-diamnya. Sayangnya, Silas tidak menemukan apa-apa. Beberapa orang yang ia curigai tidak kunjung menampilkan fakta bahwa mereka adalah Ganjaa.
"Yang Mulia."
Silas melirik malas dibalik punggungnya. Di sana, berdiri Raihan dengan senyum yang sering ia gunakan sebagai topeng.
"Sakit Raihan?" cibir Silas tanpa menoleh menatapnya. "Dua kali aku mendengar salam yang berbeda darimu."
"Tentu, jika itu menyangkut Leana. Saya harus menjadi lebih sopan terhadap Yang Mulia. Jadi, ke mana Leana dibawa pergi? Leana harusnya pulang dengan kereta kuda yang disiapkan kuil. Anehnya, sejak kemarin dia tidak kunjung datang."
Silas membalikkan badan. Ditatapnya Raihan dengan seksama. Beberapa prajurit yang berjaga di sekitar mereka terhitung cukup jauh untuk tidak mendengar kalimat yang akan Silas keluarkan.
"Aku tidak tahu. Tidak biasanya kau tertarik dengan pelayan."
"Yang Mulia juga," balas Raihan. Masih menunjukkan wajah tenang namun mencekam. "Sejak kemarin, aku tertarik padanya."
Tangan Silas terkepal kuat. Dia tidak suka mendengar ada pria lain yang menyukai Leana. Silas melangkah mendekat ke arah Raihan. Tatapan matanya tajam dan menuntut.
"Leana milikku. Jangan coba-coba." Silas mengancam. Dia lalu menabrak bahu Raihan sambil berjalan pergi. Namun, kata-kata yang keluar dari mulut Raihan menghentikan langkah Silas.
"Yang Mulia, apa Anda tahu siapa gadis pelayan itu? Aku tidak tahu, bagaimana Yang Mulia bisa bertemu dengan Leana yang bekerja di kuil setiap hari."
Raihan menunggu reaksi Silas. Dia menanti agar Silas menoleh dan menatapnya. Kemudian Raihan menambahkan. "Semua orang tahu, bahwa hanya ada satu Saintess dalam setiap masa. Clara mengalami cedera aneh di pergelangan kaki. Walau ia memiliki berkat dewa untuk menyembuhkan. Anehnya, cedera tersebut tidak bisa sembuh. Demi menghilangkan rasa sakit. Kuil menyiapkan ramuan khusus yang harus diminum Clara setiap hari."
Silas pun membalikkan badan. Binar matanya menaruh minat pada ucapan Raihan. "Mengapa kau menceritakan tentang ini padaku?"
Raihan mengangkat bahu dengan senyum tipis. "Karena cedera yang bahkan Saintess sendiri tidak bisa disembuhkan. Justru bisa disembuhkan oleh Leana. Kekaisaran seharusnya memiliki satu Saintess. Tapi, jika ada dua Saintess. Yang Mulia, bisa menebak alurnya akan ke mana?"
Kudeta, Silas membatin. Ada dua fraksi yang akan pro dan kontra. Masing-masing kubu akan mendukung Clara dan Leana. Dari itu pula, Silas sadar bahwa sihir yang membuatnya harus tidak terlihat oleh Leana terjawab.
"Apa kau tahu latar belakang Leana?" tanya Silas penasaran.
"Ya, Yang Mulia. Tapi saya tidak akan memberitahu itu pada Anda. Tidak dengan penawaran apa pun. Oleh karena itu, beritahu ke mana Yang Mulia membawa Leana?"
Ujung bibir Silas tertarik tipis. Raihan tidak tahu, jika Nyonya Miria yang menyembunyikan Leana dan malah menuduhnya.
"Dia di ranjangku. Berani sekali kau meminta milikku," kata Silas dengan seringai yang membuat topeng di wajah Raihan runtuh.
Itu adalah jawaban yang tidak Raihan duga. Kalimat yang membuatnya kehilangan kata-kata, jika dia berani berkomentar mengenai itu. Sebagai gantinya, Raihan menunduk dengan salam di dada.
"Jika seperti itu, maaf atas kelancangan saya."
Silas tersenyum sinis. Kemudian melenggang pergi meninggalkan Raihan. Mata Silas yang bertemu Dante dibalas si ajudan dengan anggukan kepala. Mereka bertukar pemahaman lewat pikiran. Dante akan pergi memeriksa Raihan.
Sementara itu, para wanita bangsawan tengah berkumpul di dekat tenda peristirahatan. Mereka menunggu Silas kemudian secara serempak memberikan salam penghormatan.
"Yang Mulia," ujar Isabel yang memberanikan diri di antara para putri bangsawan. Sebelum gadis itu melanjutkan kalimatnya, Silas sudah mengangkat telapak tangannya ke udara.
"Maaf Lady, aku tidak punya waktu untuk kalian. Calon ratu sedang menunggu."
Ungkapan itu menimbulkan sentakan pada semua orang yang berkumpul. Tidak hanya para putri bangsawan. Namun, para pelayan dan prajurit yang mengikuti Silas dari belakang.
Semua orang saling melemparkan tatapan. Mencoba-coba menebak siapa gadis yang dimaksud. Lalu, munculah Clara dengan pakaian yang sangat sederhana. Berbeda dengan pakaian Saintees yang biasa ia gunakan.
"Salam kepada matahari kekaisaran Oxtride," ungkap Clara dengan nada lembut.
"Apa dia orangnya?" tanya Isabel yang wajahnya memerah menatap Clara. Gadis itu selalu membuatnya kesal sepanjang waktu.
"Tentu saja, Baginda baru saja membicarakan hal ini padaku." Raihan tiba-tiba menyela dari belakang. "Bukan begitu, Baginda? Anda dan Saintess Clara akan menikah. Terpujilah para dewa. Dua kekuatan kekaisaran akan bersatu. Matahari kekaisaran akan memiliki penerus yang tidak terkalahkan."
Semua orang menahan napas. Beragam emosi menjadi satu. Air mata Isabel menggenang di pelupuk mata. Beberapa kawannya mencoba menguatkan Isabel sambil menepuk bahunya. Clara meliriknya dengan wajah datar. Tetapi binar matanya tersenyum puas melihat Isabel.
Raihan membuat Silas terpojok. Kalimat-kalimatnya menjerumuskan si Kaisar. Silas tidak bisa membantah hal itu terang-terangan. Kehormatannya di pertaruhkan dan Silas tahu, Raihan sedang menggunakan itu untuk menjadikan Silas boneka peraga.
"Bagaimana menurutmu, Nona Saintess? Apa kau bisa menyebut ini lamaran?"
Clara menyunggingkan senyum sebaik mungkin. Sedikit menundukkan pandangan untuk berbicara kepada Silas. "Suatu kehormatan, jika Baginda Kaisar melamar seorang Saintess di tempat umum seperti ini."
Tentu saja, para peserta perburuan yang baru kembali dari hutan. Berbondong-bondong mendatangi tempat kejadian. Isabel membatin kesal. Dia sangat berharap Clara sakit berhari-hari oleh kejadian kemarin. Sayangnya, para Priest dan Nyonya Miria telah membantu Clara mempercepat penyembuhannya.
Sebaliknya, Silas curiga bahwa Raihan sengaja menjebaknya dalam kondisi ini. Semua orang mengharapkan Silas meminang Clara dengan resmi. Sayangnya, dia tidak bisa melakukan itu. Dia memikirkan Leana. Lalu pikirannya terbagi, mungkin tidak masalah, jika sebagai Silas dia bisa bersama Clara. Dia masih bisa bersama Leana dalam diri Derek.
Egoiskah sikap itu? Silas tahu jawabannya. Tidak ada yang melarangnya untuk memiliki dua wanita. Semua bergantung pada dirinya. Dipikir-pikir, dia masih sakit hati akan kehidupan pertamanya.
Silas mencari Isabel dengan matanya, lalu menatap wanita itu lekat-lekat. Dahulu, dia sangat mencintai Isabel. Dia suka melakukan sentuhan-sentuhan mesra pada tubuhnya. Silas ingat bentuk dan wangi tubuh Isabel. Gejolak itu masih terekam jelas.
Sayangnya, kehadiran Leana justru membuat kenangan-kenangan itu perlahan memudar. Silas kehilangan minat pada Isabel. Dia juga curiga, Isabel ada sangkut pautnya dengan kudeta. Tersenyum melihat suaminya di tiang pancung itu adalah hal yang sangat janggal.
"Baginda?" Raihan mendesak. "Mengapa Anda memandang Nona Duchess seperti itu?"
Tersadar akan lamunannya. Silas justru menatap sinis Raihan. Dia adalah kaisar. Dialah yang memberikan perintah, alih-alih orang suci dari kuil.
"Aku sedang menimang-nimang sesuatu. Sayangnya, apa yang dikatakan pengurus kuil adalah kesalahpahaman. Aku tidak pernah menyinggung Nona Saintess yang akan menjadi calon ratu. Raihan, aku rasa kau perlu istirahat."
Wajah Raihan berubah tegang. Rahangnya mengeras dan senyum di bibirnya terkesan sukar.
"Dan Nona Saintess. Tampaknya yang akan melamarmu bukan aku," ucap Silas sambil melirik Raihan. Lalu pergi begitu saja.
...
Pesta perburuan berakhir mengejutkan. Selesai lebih awal dari jadwal. Di kamar, seluruh barang-barang hancur dan berantakan. Clara akan membanting apa saja yang ia lihat dan Raihan hanya berdiri mematung tanpa minat melihat kekacauan.
"Apa yang kau rencanakan Raihan? Lihat! Silas sama sekali tidak terpancing. Sialan kau, Raihan! Kenapa kau juga memberitahu soal kekuatan gadis pelayan itu?"
Tentu saja, sentuhan tangan Leana di kaki Clara waktu itu membawa penyembuhan tidak terduga. Satu-satunya, orang yang dicurigai oleh Clara dan Raihan adalah Leana. Satu fakta itu menampar Clara bahwa ia memiliki saingan. Ditambah, perlakuan Silas tadi siang membuat Clara kehilangan keberanian di depan orang-orang.
"Aku benci padamu, Raihan!"
Clara mendorong tubuh Raihan. Memukul-mukul dada pria itu. Sayangnya, Raihan tidak bergeming dari tempatnya. Melihat emosi Clara membuatnya lelah. Raihan pun mulai buka suara.
"Kau ingin mahkota dan aku ingin kekuasaan. Tetaplah menurut, jika kau masih ingin di kuil, Clara. Aku bisa membuatmu dari Saintess menjadi orang terbuang."
Clara hanya terisak menatap Raihan dengan geram. Dia tidak membantah, karena tahu masih membutuhkan Raihan.
"Salahmu sendiri, meninggalkan Leana hari itu. Untuk apa kau pergi menemui pangeran dari kekaisaran sebrang? Aku sudah menyuruhmu untuk tidak bersikap bodoh."
"Kau bilang, aku harus membuatnya menginginkan diriku. Jadi, ke sanalah aku pergi," balas Clara dengan muak.
"Beritahu aku sebelum bertindak," geram Raihan yang tidak ingin di salahkan. "Kita sama-sama tahu, bahwa Silas harusnya sudah mati dan dia yang naik tahta. Tapi, kita berdua sama-sama kembali ke masa lalu."
"Diamlah! Aku tahu, aku akan menyelamatkan Silas demi itu. Kau pikir, aku mau berkencan dengan bocah seperti Tristan demi bertukar informasi itu?"
"Kalau begitu, kau tahu bahwa jangan bertindak di luar pengawasanku. Sekarang buka pakaianmu."
__/_/__/__/__
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top